Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENILITIAN SEJARAH

Disusun Oleh:

- M EGY PRASETYA

- FATHURROHMAN LAZUARDI R

- FITA ROSA LESTARI

- AMANDA FELISHA DEANDRA

- ALVIANSYAH SAPUTRA

- PUTRI KUHSNUL KHOTIMAH


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………... 1


DAFTAR ISI ………………………………………………………… 2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………… 3
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….. 4
C. Tujuan Penilitian ……………………….………………………… 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Berdirinya Bank Pertama Di Indonesia ………………………… 6

B. Keuangan Indonesia Setelah Kemerdekaan…………………….. 7

C. Inflasi 600% dan Krisis 1998 …………………………………... 8

D. Perkembangan Ekonomi Indonesia Pasca Krisis 1998…………. 9

BAB III KESIMPULAN


A. Kesimpulan………………………………………………………. 10

B. Pustaka ……………………………………………….…………. 11
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bank Indonesia merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam


perekonomian terutama dibidang moneter, keuangan, dan perbankan. Bank Indonesia
dibentuk dengan tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyangkut kepentingan nasional
atau kesejahteraan umum, seperti stabilitas harga dan perkembangan ekonomi, dan
disisi lain dalam suatu sistem perbankan, ketiadaan kordinator dan regulator yang tidak
berpihak akan mengakibatkan bank-bank tidak dapat melaksanakan operasinya secara
efisien. Peran Bank Indonesia akan tercermin dari tugas utama yang diembannya, yaitu
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan mengawasi bank, serta
menjaga kelancaran sisitem pembayaran.

Salah satu pelaksanaan tugas Bank Indonesia adalah dibidang sistem


pembayaran yang bisa dikatakan telah berakar sejak masa De Javasche Bank (DJB).
Sebagai bank sirkulasi untuk Bank Hindia Belanda, De Javasche Bank telah
berpengalaman dalam melaksanakan sistem pembayaran, baik pembayaran tunai,
maupun pembayaran non tunai. Ketika De Javasche Bank berganti menjadi Bank
Indonesia pada 1 juli 1953, tugas pelaksanaan sistem pembayaran itu kembali
dimantapkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1953 atau Undang-Undang pokok
Bank Indonesia 1953 pada pasal 7 ayat 2 sebagai berikut: “Bank menyelenggarakan
pengedaran uang itu terdiri dari uang kertas bank, mempermudah jalannya uang giral di
Indonesia dan memajukan jalannya pembayaran dengan luar negeri”. Sejak saat
itu Bank Indonesia. menyelenggarakan pengedaran uang melalui jaringan kantor-kantor
cabangnya ke seluruh wilayah Indonesia Pentingnya keberadaan suatu sistem
pembayaran yang efisien, aman, dan handal bagi suatu perekonomian maka sejak awal
tahun 1990 an isu mengenai sistem pembayaran ini telah mulai menjadi perhatian serius
bank-bank sentral karena mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan efektivitas
tugas pokok bank sentral. Saat ini hampir semua bank sentral menempatkan sistem
pembayaran sebagai salah satu bidang dalam tugas pokoknya. Sasaran dari fungsi
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran oleh bank sentral adalah
terciptanya sistem pembayaran yang aman dan efisien. Pengertian sistem pembayaran
adalah suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang
digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban
yang timbul dari kegiatan ekonomi.

Oleh karena itu, sistem pembayaran yang aman dan efisien sangat mendukung
keberhasilan suatu negara dalam menjaga dan meningkatkan stabilitas sistem keuangan
dan stabilitas moneter. Sistem pembayaran merupakan salah satu komponen utama
dalam mendukung aktivitas perekonomian di suatu negara dan oleh karena itu sistem
pembayaran harus senantiasa dijaga agar dapat berjalan secara aman dan efisien.
Keamanan dalam kegiatan sistem pembayaran dapat dilihat dari berbagai indikator
antara lain sebagai berikut:

1. Tersedianya lembaga, mekanisme, alat pembayaran, dan infrastruktur dalam kegiatan


sistem pembayaran yang handal dan aman dari segala bentuk fraud.
2. Tersedianya aturan hukum yang memberikan pengaturan yang jelas dan adil untuk
seluruh pihak dalam penyelenggaraan sistem pembayaran .
3. Tersedianya sistem yang handal dalam pemrosesan transaksi sistem pembayaran
yang antara lain dibuktikan dengan tingkat ketersediaan sistem yang maksimal serta
kepastian penyelesaian transaksi.
4. Tersedianya back-up system yang menjamin kelangsungan kegiatan sistem
pembayaran yang aman.

Sedangkan sistem pembayaran yang efisien ditunjukkan melalui berbagai


indikator antara lain:

1. Tersedianya infrastruktur sistem pembayaran yang menjangkau seluruh wilayah


Indonesia dan dapat dimanfaatkan secara bersama oleh penyedia sistem.
2. Tersedianya layanan sistem pembayaran yang cepat, mudah diakses dan murah untuk
seluruh lapisan masyarakat.
3. Mekanisme penyelesaian pembayaran yang praktis dan cepat.
Pada prinsipnya, kelima komponen utama dalam sistem pembayaran yaitu
aturan, lembaga, mekanisme, alat pembayaran, dan infrastruktur yang merupakan satu
kesatuan utuh dalam sistem harus selalu dikembangkan dalam menjawab tantangan
perkembangan teknologi yang mendasari perkembangan sistem pembayaran dan
kebutuhan masyarakat terhadap sistem pembayaran yang semakin aman dan efisien.
Dalam sistem pembayaran Bank Indonesia berhak menetapkan dan memberlakukan
kebijakan sistem pembayaran. Selain itu, Bank Indonesia juga memiliki kewenangan
memberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan atas sistem
pembayaran.

Tugas Bank Indonesia dalam sistem pembayaran misalnya, peran sebagai


penyelenggara kliring antarbank jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral adalah
satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran
tunai seperti uang rupiah. Bank Indonesia juga berhak mencabut, menarik hingga
memusnahkan uang rupiah yang sudah tidak berlaku dari peredaran. Kegiatan
pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun
masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan
setoran dan pembayaran uang rupiah.

Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung di


loket-loket penukaran seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan
perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil. Sesuai Undang-undang No.7
Tahun 2011 tentang mata uang, Bank Indonesia menyelenggarakan pelayanan perkasan
di setiap satuan kerja kas berupa penerimaan setoran dan penarikan uang kepada
masyarakat dan perbankan. Selain itu Bank Indonesia menyediakan pelayanan kas di
luar kantor berupa kas keliling, kas titipan dan kerjasama penukaran dengan pihak
ketiga.

Berdasarkan penjelasan pasal 8 Undang-undang No.23 tahun 1999 tentang


Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.3 tahun 2004,
Bank Indonesia bertanggung jawab dan memiliki wewenang di dalam mewujudkan
sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal. Salah satu upaya yang
dilakukan Bank Indonesia adalah melalui pengawasan sistem pembayaran Pengawasan
sistem pembayaran sebagai salah satu fungsi Bank Sentral yang bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dan efisiensi dalam sistem pembayaran yang dilakukan melalui
monitoring, melakukan penilaian terhadap penyelenggara berdasarkan
kesesuaian dengan tujuan keamanan dan efisiensi serta mendorong terjadinya
perubahan-perubahan yang diperlukan dalam sistem pembayaran.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana berdiri nya Bank pertama di Indonesia?
2. Bagaimana keuangan Indonesia pasca Kemerdekaan?
3. Peranan Bank Indonesia saat menghadapi krisis?

C.TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui Sejarah Bank di Indonesia
2. Mempelajari keuangan di Indonesia dari Zaman Hindia-Belanda
BAB II
PEMBAHASAN

A. Berdirinya Bank Pertama di Indonesia


Pada tahun 1746 berdiri bank pertama di Nusantara dengan nama Bank van
Courant en Van Leening Yang didirikan oleh Willem Arnold Alting. Bank ini memiliki
tugas untuk memberikan pinjaman dengan jaminan emas, perak, perhiasan, dan barang-
barang berharga lainnya. Pada tahun 1752, Bank van Courant disempurnakan menjadi
De Bank van Courant en Bank van Leening. Bank ini bertugas memberikan pinjaman
kepada pegawai VOC agar mereka dapat menempatkan dan memutarkan uang mereka
pada lembaga ini. Hal ini dilakukan dengan memberikan imbalan bunga. Namun
sayangnya pada tahun 1818 Bank Courant en Bank Van Leening terpaksa tutup
karena krisis keuangan. Pada tahun 1828, tepatnya setelah Bank Courant en Bank Van
Leening tutup, berdirilah De Javasche Bank yang menjadi cikal bakal Bank Indonesia.

Pada saat itu, pemerintah Kerajaan Belanda memberikan octroi atau hak-hak
istimewa kepada De Javasche Bank (DJB) untuk bertindak sebagai bank sirkulasi.
Sebagai bank sirkulasi, DJB memiliki kewenangan untuk mencetak dan mengedarkan
uang Gulden di wilayah Hindia Belanda Octrooi secara periodik diperpanjang setiap 10
tahun sekali. Saat itu De Javasche Bank juga menjadi bank sirkulasi pertama di Asia.
Pada tahun 1922 Pemerintah Belanda menerbitkan undang-undang De
Javasche Bank Wet.

B. Keuangan Indonesia pasca Kemerdekaan


Keadaan Ekonomi Indonesia Pasca Kemerdekaan Sejarah bangsa Indonesia
pasca kemerdekaan sangat buruk,bahkan bisa dikatakan pemerintah belum bisa
menyanggah perekonomian yang terpuruk,dan ironisnya malah menambah kegagalan
perkembangan ekonomi pada saat masa-masa tersebut. Dengan lambannya pemulihan
ekonomi dan meluasnya pengeluaran pemerintah, maka tidaklah mengherankan bahwa
inflasi dari masa perang dan revolusi terus berlanjut. Semua sektor kemasyarakatan
menderita sampai tingkat tertentu akibat kenaikan harga. Sehingga kemerdekaan tidak
menghasilkan kemakmuran yang diharapkan oleh banyak orang. Masalah-masalah
ekonomi dan sosial yang dihadapi bangsa Indonesia setelah pendudukan Jepang dan
revolusi sangatlah besar. Pada akhir pendudukan Jepang dan masa awal kemerdekaan
Republik Indonesia, keadaan ekonomi sangat kacau. Adapun penyebab dari keadaan
ekonomi yang amat buruk itu antara lain :

Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950) Keadaan ekonomi (keuangan) Indonesia pada


masa awal kemerdekaan amat buruk. Penyebabnya antara lain adalah sebagai berikut :

a. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De
Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang.
b. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Pada saat kesulitan ekonomi menghimpit
bangsa Indonesia, Panglima AFNEI yang baru, Letnan Jenderal Sir Montagu
Stopford mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang diduduki
Sekutu. Uang NICA ini dimaksudkan sebagai pengganti uang Jepang yang nilainya
sudah sangat turun. Pemerintah melalui Perdana Menteri Syahrir memproses
Tindakan tersebut. Karena hal itu berarti pihak Sekutu telah melanggar persetujuan
yang telah disepakati, yakni selama belum ada penyelesaian politik mengenai status
Indonesia, tidak akan ada mata uang baru. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI
juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia)
sebagai pengganti uang Jepang. (Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah
uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.)

C. Inflasi 600% dan Krisis 1998

Hiperinflasi Indonesia 1963-1966 adalah sebuah hiperinflasi yang terjadi di


Indonesia pada akhir masa Orde Lama, tepatnya pada era Demokrasi Terpimpin.
Dengan latar belakang ambisi proyek mercusuarnya, Presiden Indonesia Sukarno
mencetak Rupiah hingga inflasi pada saat itu mencapai 0,1% sehingga pada tanggal 13
Desember 1965 pemerintah melakukan penyederhanaan nilai rupiah (Redenominasi)
dari 1000 Rupiah menjadi 1 Rupiah. Campuran politik ciptaan Sukarno (menyatukan
nasionalis, agama dan komunis; NASAKOM) terbukti menjadi sebuah bom waktu.
Kekacauan total terjadi setelah Peristiwa 1 Oktober 1965. Perlahan, Jenderal Suharto
mengambil alih kekuasaan dari Sukarno pada periode 1965-1967. Pada tahun 1967
Suharto secara resmi dilantik menjadi Presiden Indonesia). Salah satu prioritas utama
Suharto adalah meningkatkan kondisi perekonomian Indonesia. Dia mengandalkan
sebuah tim ahli ekonomi yang belajar di AS untuk memulai periode rehabilitasi dan
pemulihan ekonomi.

Pada tahun 1966-1970, pemerintah berhasil mengontrol inflasi hingga 85%,


membangun kembali hubungan-hubungan internasional sehingga bantuan asing yang
sangat dibutuhkan bisa masuk ke Indonesia, memulai rehabilitasi infrastruktur, dan
memperkenalkan peraturan baru yang menarik pihak asing untuk berinvestasi di
Indonesia. Ini akan menandai era Orde Baru.

KRISIS 1998
Periode krisis di Indonesia berlangsung mulai tahun 1997, memasuki tahun
baru 1998 harga dolar AS jauh melewati angka Rp 6.000,00 dan pada 22 Januari 1998
mencapai angka Rp 16.000,00 tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia. Harga-harga
barang kebutuhan pokok dan jasa transportasi meningkat drastis. Kemarau panjang dan
tingginya kandungan impor sektor ekonomi Indonesia memaksa pemerintah dan
pengusaha untuk mengimpor barang barang kebutuhan pokok dan barang-barang input
bagi kelangsungan proses produksi. Proses industrialisasi selama ini yang menggeser
sektor pertanian mengakibatkan berkurangnya produksi bahan-bahan kebutuhan pokok
produksi sektor pertanian, sehingga tahun 1997 Indonesia harus mengimpor beras 9 juta
ton, gula 400 ribu ton, kedelai 1 juta ton, sayuran 130 ribu ton dan buah-buahan 90 ribu
ton dan pada zaman pendudukan Belanda Indonesia menjadi pengekspor beberapa
komoditi pertanian tersebut. Dengan kata lain, tidak hanyaa sektor industri bergantung
pada luar negeri tetapi beberapa produk pertanian penting sebagai bahan konsumsi
seluruh rakyat Indonesia.

D. Perkembangan Ekonomi Indonesia pasca Krisis 1998

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah perlambatan ekonomi


global. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia triwulan I 2023 tercatat sebesar 5,03%, sedikit meningkat dibandingkan
dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,01%. Ke depan, pertumbuhan
ekonomi 2023 diprakirakan tetap kuat pada batas atas kisaran 4,5-5,3%, didorong oleh
perbaikan permintaan domestik dan tetap positifnya kinerja ekspor. Pertumbuhan
ekonomi yang tetap kuat didukung oleh seluruh komponen PDB. Ekspor tetap tumbuh
tinggi sebesar 11,68%, ditopang oleh permintaan mitra dagang utama yang masih kuat.
Konsumsi rumah tangga membaik dengan tumbuh sebesar 4,54%, seiring dengan
naiknya mobilitas dan peningkatan daya beli serta penurunan inflasi. Konsumsi
Pemerintah tumbuh positif sebesar 3,99% terutama didorong oleh belanja barang dan
belanja pegawai.

Pertumbuhan investasi non bangunan tetap baik sejalan dengan kinerja ekspor,
meski pertumbuhan investasi secara keseluruhan masih tertahan pada 2,11% akibat
investasi bangunan yang masih terbatas. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap
kuat juga tecermin dari sisi Lapangan Usaha dan spasial. Secara Lapangan Usaha (LU),
seluruh LU pada triwulan I 2023 mencatat pertumbuhan positif, terutama ditopang oleh
Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Pertambangan dan
Penggalian. LU Transportasi dan Pergudangan, Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum, serta Jasa Lainnya mencatat pertumbuhan yang tinggi, didorong oleh
peningkatan mobilitas masyarakat dan kunjungan wisatawan mancanegara, serta
penyelenggaraan acara nasional dan internasional. Secara spasial, pertumbuhan
ekonomi triwulan I 2023 tetap terjaga di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat di wilayah Kalimantan, diikuti Sulawesi-
Maluku-Papua (Sulampua), Jawa, Sumatera, dan Bali-Nusa Tenggara (Balinusra).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Bank Indonesia (BI) adalah bank sentral Republik Indonesia. Bank ini
memiliki Nama lain De Javasche Bank yang dipergunakan pada masa Hindia Belanda.
Sebagai Bank sentral, BI mempunyai satu tujuan Tunggal, yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah .

B. Pustaka
Sumber: Bank Indonesia
Penulis: Fathurrohman LR, M. Egy, Alviansyah, Amanda Felisha, Fita
Rosa, Putri K
LAMPIRAN
Dokumentasi :

Peresmian De Javasche Bank

Gedung De Javasche Bank


Mata Uang Indonesia

Direktur DJB

Contoh Mata Uang Indonesiaa

Anda mungkin juga menyukai