Anda di halaman 1dari 32

MODUL 1

Analisis Kualitatif Kation dan Anion


I. Teori Singkat
Kation adalah ion yang bermuatan positif. Ion satu dengan lainnya
dapat dibedakan karena tiap ion mempunyai reaksi kimia spesifik, sehingga
untuk menentukan jenis zat atau senyawa tunggal secara sederhana dapat
dilakukan dengan menganalisis jenis kation yang dikandungnya.
Reagensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling
umum adalah asam klorida, hidrogen sulfida, ammonium sulfida, dan
ammonium karbonat. Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation
bereaksi dengan reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau
tidak. Jadi boleh dikatakan, bahwa klasifikasi kation yang paling umum
didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfida, dan karbonat dari
kation tersebut.
Kelima golongan kation dan ciri khas golongan-golongan ini adalah
sebagai berikut:
Golongan I : Kation golongan ini membentuk endapan dengan asam klorida
encer.
Golongan II : Kation golongan ini tidak bereaksi dengan asam klorida, tetapi
membentuk endapan dengan hydrogen sulfida dalam suasana
asam mineral encer.
Golongan III : Kation golongan ini tak bereaksi dengan asamm klorida encer,
ataupun dengan hydrogen sulfida dalam suasana asam mineral
encer. Namun, kation ini membentuk endapan dengan
ammonium sulfida dalam suasana netral atau amoniak.
Golongan IV : Kation golongan ini tak bereaksi dengan reagensia golongan I,
II, III. Kation-kation ini membentuk endapan dengan amonium
karbonat dengan adany amonium klorida, dalam suasana netral
atau sedikit asam.
Golongan V : kation-kation yang umum, yang tidak bereaksi dengan
reagensia-reagensia golongan sebelumnya, merupakan golongan kation yang
terakhir.

II. Tujuan
Mahasiswa dapat mengidentifikasi dengan tepat kation yang terdapat dalam
larutan sampel

III. Alat Dan Bahan


III.1 Alat:
1. Kawat platina / nikel krom
2. Tabung reaksi
3. Bunsen
4. Pipet tetes
III.2 Bahan:
1. Larutan sampel
2. Larutan pereaksi kation

IV. Percobaan
IV.1 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan yang dilakukan terhadap sampel yang dianalisis dapat
memberikan petunjuk yang sangat penting dan akan memudahkan analisis lebih
lanjut. Untuk beberapa ion tertentu uji pendahuluan sudah memberikan kepastian.
Beberapa uji pendahuluan yang akan kita kerjakan dalam praktikum kali ini
adalah:
1. Uji pendahuluan secara organoleptis
2. Uji pendahuluan untuk kation
3. Uji pendahuluan untuk anion
1. Uji Pendahuluan secara Organoleptis
Bentuk : Perhatikan bentuk dari sampel apakah berupa padatan atau larutan.
Bila sampel berupa padatan atau kristal perhatikan bentuknya secara
mikroskopis.
Warna : Perhatikan warna padatan atau larutan
Padatan:
Merah : Pb3O4, HgO, HgI2, HgS, Sb2S3, CrO3,
K3(Fe(CN)6)
Merah jingga : K2Cr2O7
Merah keunguan : CdS, As2S3, PbI2, K4(Fe(CN)6), K2CrO4,
FeCl3, Fe(NO3)3
Hijau : Cr2O3, Hg2I2, Cr(OH)3, garam-garam fero
(Fe2+), garam-garam nikel (Ni2+), CuCO3,
CrCl3.6H2O, CuCl2.6H2O
Biru : Garam-garam kobalt (Co2+) anhidrat,
garam-garam tembaga (Cu2+) terhidrat.
Coklat : PbO2, CdO, Fe3O4, Fe2O3, Fe(OH)3
Hitam : PbS, CuS, CuO, HgS, FeS, MnO2, CoS,
NiS dan C (karbon)
Larutan:
Merah muda : CO2+, Mn2+, Merah jingga : Cr2O72-
Kuning : CrO42-, Fe(CN)63-, Fe3+ Hijau : Ni2+, Fe2+,
Cr3+
Biru : Cu2+ (dari garam-garam terhidrat)
Ungu : MnO4-

Sifat : Perhatikan apakah sampel itu bersifat higroskopis atau tidak.


Zat-zat yang bersifat higroskopis antara lain CaCl2, MgCl2,
NaOH. Periksa reaksinya terhadap lakmus merah atau lakmus
biru, apakah bersifat netral atau basa.
Bau : Cium baunya (hati-hati bau menusuk). Zat-zat yang berbau khas,
misalnya H2S, CH3COOH, NH4OH, dan Cl2.
Rasa : sebaiknya cara ini tidak dilakukan karena pada umumnya zat-zat
kimia berbahaya.

2. Uji Pendahuluan untuk Kation


A. Uji nyala
Uji nyala adalah pemeriksaan sampel dengan membakarnya pada nyala
oksidasi atau reduksi pembakar Bunsen. Tiap-tiap uap senyawa logam akan
memberikan warna nyala yang khas (lihat tabel 1.1)

Unsur Warna nyala tanpa kaca Warna nyala dengan


Kobalt kaca kobalt
Natrium Kuning Tidak berwarna
Kalium Ungu Merah padam
Kalsium Merah bata Hijau muda
Stronsium Merah padam Ungu
Barium Hijau kekuningan Hijau kebiruan
Litium Merah karmin Tidak berwarna
Tembaga Hijau kebiruan Tidak berwarna
As, Sb, Bi, Pb Biru keabuan Tidak berwarna

Langkah kerja:
a) Letakkan 3-4 mg zat di atas kaca arloji, basahi dengan sedikit HCl pekat.
b) Kawat platina atau Ni-Cr yang melingkari batang gelas dibersihkan dengan
menclupkan ke dalam larutan HCl pekat, lalu bakar pada nyala oksidasi.
Lakukan beberapa kali sampai nyala api tidak berwarna.
c) Kawat yang telah bersih diclupkan ke dalam sampel, lalu bakar pada nyala
api tak bercahaya.
d) Amati warna yang muncul.

Perhatian:
Warna nyala natrium menutupi nyala logam-logam lain, sehingga bila dalam
sampel terdapat natrium maka warna nyala logam lainnya dapat diamati
dengan memandang nyala melalui lapisan kaca kobalt yang akan menyerap
warna natrium dan warna-warna lainnya.

B. Identifikasi kation secara langsung


a) Kation golongan I (Ag+, Hg+, Pb2+)
No Jenis Kation Pereaksi Hasil
1 Ag + HCl endapan putih
K2CrO4 endapan jingga
2 Pb 2+ HCl endapan putih
K2CrO4 endapan kuning
3 Hg + HCl endapan putih
NH4OH endapan putih
KI endapan merah

b) Kation golongan II (Bi2+, Cu2+)


No Jenis Kation Pereaksi Hasil
1 Bi 2+ KI + KI berlebih Endapan Hitam, melarut
menjadi jingga
NaOH Endapan Putih
2 Cu2+ KI Endapan putih, larutan coklat
tua
NaOH Endapan Biru

c) Kation golongan III (Fe2+, Fe3+Al3+, Zn2+, Ni2+, Co2+, Mn2)


N Jenis Pereaksi Hasil
o Kation
1 Fe2+ NaOH endapan putih
NH4OH Endapan
K4Fe(CN)6 Endapan birumuda
2 Fe 3+ NaOH endapan coklat merah
NH4OH Endapan coklat merah
NH4SCN larutan merah tua
3 Al 3+ NH4OH Endapan putih
Na2HPO4 Endapan putih
NaOH Endapan putih
4 Zn2+ NH4OH Endapan putih
Na2HPO4 Endapan putih
5 Co2+ NaOH Endapan biru
6 Ni2+ NaOH endapan hijau
Dimetiglioksim merah

d). Katiom Golongan IV (Ba2+, Ca2+)


No Jenis Pereaksi Hasil
Kation
1 Ba2+ H2SO4 Endapan putih
(NH4)2C2O4 Endapan putih
K2CrO4 Endapan kuning
2+
2 Ca H2SO4 Endapan putih
(NH4)2C2O4 Endapan putih

e). Kation Golongan V


No Jenis Pereaksi Hasil
Kation
1 NH4+ NaOH gas berbau
2 K+ HClO4 endapan kristalin putih
3 Na+ Uji Nyala Warna kuning

V. Petunjuk
Pada praktikum ini mahasiswa akan diberikan sampel dan kemudian
melakukan analisis untuk mengetahui komponen kation apa saja yang
terkandung dalam sampel tersebut, dalam sampel, kemungkinan akan terdapat
dua atau lebih kation. Mahasiswa dapat mengidentifikasi sampel dengan
mereaksikan sampel dengan larutan pereaksi seperti pada praktikum
pendahuluan atau dengan uji nyala. Hasil reaksi dapat berupa terbentuknya
endapan (putih atau berwarna), gas (berbau/tidak), atau warna nyala.
Mahasiswa harus dapat membedakan antara kation satu dengan yang lain dan
dapat menunjukan reaksi yang spesifik untuk setiap kation yang terdapat
dalam sampel
Analisis Kualitatif Anion
I. Teori Singkat
Pemisahan anion-anion yang memungkinkan adalah menggolongkannya dalam
golongan-golongan utama¸ berdasarkan pada kelarutan garam peraknya
(golongan halida), garam kalsium atau bariumnya (golongan sulfat) dan
golongan sisa yg tidak bereaksi dg keduanya

II. Tujuan
Mahasiswa dapat mengidentifikasi dengan tepat kation yang terdapat dalam
larutan sampel

III. Alat Dan Bahan


III.1 Alat:
1. Tabung reaksi
2. Bunsen
3. Pipet tetes
III.2 Bahan:
1. Larutan sampel
2. Larutan pereaksi anion
IV. Percobaan
1. Uji Pendahuluan Secara Organoleptis (Sama dengan Kation)
2. Uji Pendahuluan untuk Anion
a) Pengujian Anion dengan H2SO4 Encer
Zat Warna Bau Gas Gas yang Reaksi untuk
Gas terjadi gas yang terjadi
2-
CO3 , Tidak - CO2 Mengeruhkan air
HCO3 berwarna barit
(Ba(OH)2)
2-
SO3 Tidak Menusuk SO2 Menghijaukan
berwarna kertas saring
yang dibasahi
K2Cr2O7+ asam
2-
S 2 O3 Tidak Menusuk SO2 + S Menghijaukan
berwarna kertas saring
yang dibasahi
K2Cr2O7+ asam.
Ada
endapan S
2-
S Tidak Telur H2S Menghitamkan
berwarna busuk kertas Pb asetat.
Terjadi endapan
S.
CH3COOH Tidak Cuka CH3COOH -
berwarna
H2O2, CO2, Tidak - O2 Menyalakan bara
Na2O2 berwarna api
NO2 Coklat Menusuk NO2 Dengan kertas KI
kemerah atau kanji
Merahan membentuk
warna
hitam kebiru-
biruan
NaOCl Hijau Menusuk Cl2 Kertas lakmus
CaOCl2 kekuning- biru berubah
(kaporit) kuningan menjadi merah
kemudian luntur.
Dengan kertas
KI/kanji
membentuk
warna biru
SO2 dari Tidak Menusuk SO2 Didihkan,
Tiosianat berwarna membentuk
larutan berwarna
kuning
(menghilangkan
warna
fuksin)

b) Identifikasi Anion secara Langsung


1. Anion golongan Halida (Cl-, Br-, I-, S2-)
No Jenis Anion Pereaksi Hasil
1 Cl - AgNO3 endapan putih
H2SO4 (pekat) asap putih
Br - AgNO3 endapan kuning pucat
3 I - H2SO4 uap lembayung
AgNO3 endapan dadih kuning
4 S 2- HCl
AgNO3
2. Anion golongan Sulfat (S2O32-, S2-, PO43-, CrO42-, CrO72, SO42-,
SO32- ,CO32-)
No Jenis Anion Pereaksi Hasil
1 S2O3 2- BaCl2 endapan putih
HCl dipanaskan endapan belerang dan
berbau
I2 Warna I2 hilang
FeCl3 lembayung tua
3-
2 PO4 AgNO3 endapan kuning perak
BaCl2 endapan putih
2-
3 CrO4 BaCl2 endapan kuning muda
AgNO3 endapan merah
kecoklatan
2-
4 Cr2O7 BaCl2 Endapan jingga
AgNO3 endapan merah
kecoklatan
2-
5 SO4 BaCl2 + HCl endapan putih
AgNO3 endapan kristalin putih
Pb(CH3COO)2 endapan putih
2-
6 SO3 HCl gas berbau
BaCl2 endapan
2-
7 CO3 HCl gelmbung
BaCl2 endapan putih

3. Anion golongan Nitrat (CH3COO-, NO2- , NO3-)


No Jenis Anion Pereaksi Hasil
-
1 CH3COO H2SO4 panaskan (bau cuka)
FeCl3 larutan merah
2 NO2 HCl larutan biru pucat, uap
coklat
FeSO4 + H2SO4 cincin coklat
KMnO4 + H2SO4 warna ungu hilang
NO3 FeSO4 + H2SO4 cincin coklat
(PEKAT)
H2SO4 (pEKAT) uap kemerahan dan bau
menusuk

V. Petunjuk
Pada praktikum ini mahasiswa akan diberikan sampel dan kemudian
melakukan analisis untuk mengetahui komponen anion apa saja yang
terkandung dalam sampel tersebut, dalam sampel, kemungkinan akan
terdapat dua atau lebih anion. Mahasiswa dapat mengidentifikasi sampel
dengan mereaksikan sampel dengan larutan pereaksi seperti pada praktikum
pendahuluan atau mereaksikannya dengan H2SO4 encer. Hasil reaksi dapat
berupa terbentuknya endapan (putih atau berwarna), gas (berbau/tidak), atau
warna gas. Mahasiswa harus dapat membedakan antara anion satu dengan
yang lain dan dapat menunjukan reaksi yang spesifik untuk setiap anion
yang terdapat dalam sampel.
MODUL 2
TITRASI ASAM BASA METODE POTENSIOMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan titik ekivalen yang ditunjukkan dengan perubahan kuat
potensial listrik yang terjadi antara elektroda pembanding dan elektroda
pengukur.
2. Memahami dan mampu menggunakan titrasi potensiometri untuk tujuan
analisis.

II. PRINSIP PERCOBAAN


Hubungan antara potensial sel kimia dengan aktivitas (konsentrasi) spesies
elektroaktif yang terlibat dalam reaksi sel.

III. TEORI SINGKAT


Suatu eksperimen dapat diukur dengan menggunakan dua metode yaitu,
pertama (potensiometri langsung) yaitu pengukuran tunggal terhadap potensial
dari suatu aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam
pengukuran pH larutan air. Kedua (titrasi langsung), ion dapat dititrasi dan
potensialnya diukur sebagai fungsi volume titran. Pengukuran potensial sel
dapat digunakan untuk menentukan titik ekuivalen. Suatu potensial sel galvani
bergantung pada aktifitas spesies ion tertentu dalam larutan sel, pengukuran
potensial sel menjadi penting dalam banyak analisis kimia (Basset, 1994).
Proses titrasi potensiometri dapat dilakukan dengan bantuan elektroda
indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Dengan demikian, kurva
titrasi yang diperoleh-melalui grafik potensial terhadap volume pentiter yang
ditambahkan-mempunyai kenaikan yang tajam di sekitar titik kesetaraan. Dari
grafik itu dapat diperkirakan titik akhir titrasi. Cara potensiometri ini
bermanfaat bila tidak ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir
titrasi, misalnya dalam hal larutan keruh atau bila daerah kesetaran sangat
pendek dan tidak cocok untuk penetapan titik akhir titrasi dengan indikator
(Rivai, 1995).
Gambar 1.1. Kurva titrasi potensiometri (mL titran terhadap potensial)

Titrasi dapat dihentikan bila penambahan titran tidak lagi menyebabkan


perubahan potensial atau pH dari larutan yang dititrasi. Tetapi ini bukan
merupakan titik akhir titrasi atau titik ekuivalen, seperti yang kita yakini pada
titrasi dengan cara konvensional (titik akhir titrasi/titik ekuivalen terjadi saat
terjadi perubahan warna indikator). Titik ekuivalen dalam titrasi potensiometri
terjadi saat lonjakan potensial atau pH terhadap penambahan titran. Titik
ekuivalen titrasi sangat sulit ditentukan berdasarkan data pengamatan pH atau
potensial saja. Titik ekuivalen titrasi dapat dengan mudah ditentukan melalui
pembuatan kurva titrasi.
Reaksi-reaksi yang berperan dalam pengukuran titrasi potensiometri yaitu
reaksi pembentukan kompleks reaksi netralisasi dan pengendapan dan reaksi
redoks. Pada reaksi pembentukan kompleks dan pengendapan, endapan yang
terbentuk akan membebaskan ion terhidrasi dari larutan. Umumnya digunakan
elektroda Ag dan Hg, sehingga berbagai logam dapat dititrasi dengan EDTA.
Reaksi netralisasi terjadi pada titrasi asam basa dapat diikuti dengan elektroda
indikatornya elektroda gelas. Tetapan ionisasi harus kurang dari 10-8.

ALAT DAN BAHAN


A. Alat
Alat potensiometri, elektroda pengukur/Indikator platina, elektroda
pembanding kolomel, pH meter, magnetic stirer, pengaduk, buret, alat –
alat gelas.
B. Bahan
Asam Oksalat, Akuades, Fenol ftalein, NaOH 0,1 N.
IV. Prosedur Percobaan
A. Pembuatan larutan baku pertama asam oksalat (H2C2O4.2H2O) 0,100 N
50 mL.
1. Letakkan aluminium foil dalam neraca analitis, kalibrasi nercara tersebut
hingga massanya menjadi nol.
2. Timbang asam oksalat 0,315 gram di atas aluminium foil.
3. Masukkan asam oksalat ke dalam labu ukur 50 mL dengan bantuan
corong, lalu bilas aluminium foil dengan aquades dari botol semprot,
sampai tidak tertinggal satu butir pun asam oksalat dalam aluminium foil.
4. Tambahkan aquades ke dalam labu ukur tadi sampai kira-kira setengah
bagian, lalu goyangkan labu ukur sampai asam oksalat larut semua.
5. Setelah semua asam oksalat larut, tambahkan aquades sampai menjelang
tanda batas dengan menggunakan botol semprot, lalu tambahkan lagi
aquades sampai tanda batas dengan menggunakan pipet tetes.
6. Labu ukur ditutup dan dikocok kuat untuk menghomogenkan larutan.

B. Pembuatan larutan baku kedua natrium hidroksida (NaOH) 0,100 N 50


mL
1. Letakkan kaca arloji dalam neraca teknis, kalibrasi neraca tersebut hingga
massanya menjadi nol.
2. Timbang natrium hidroksida sebanyak 0,2 gram.
3. Menyediakan aquades bebas karbonat dengan cara memanaskan terlebih
dahulu aquades sebanyak 400 mL dalam beaker glass 500 mL.
4. Setelah aquades tidak panas, masukkan 20 mL aquades tersebut ke dalam
beaker glass 250 mL.
5. Masukkan natrium hidroksida sedikit demi sedikit ke dalam beaker glass
yang sudah diisi aquades 20 mL dan diaduk perlahan-lahan dengan batang
pengaduk.
6. Setelah larut semua, kemudian ditambahkan aquades sampai 50 mL.

C. Standarisasi NaOH oleh larutan Asam oksalat:


1. Tempatkan 10 mL larutan asam oksalat pada labu erlenmeyer.
2. Tambahkan 3 tetes indikator fenolftalein.
3. Secara perlahan, tambahkan larutan NaOH dari buret terhadap asam
oksalat, kemudian aduk labu setiap penambahan larutan.
4. Pada saat mendekati titik akhir titrasi akan terjadi warna pink pudar dari
indikator secara perlahan-lahan.
5. Sekali-kali bilaslah dinding labu erlenmeyer dengan air dari botol
semprot.
6. Pada titik akhir titrasi, setengah tetes NaOH akan menimbulkan warna
pink.
7. Warna pink akan tetap selama 30 detik. Baca dan catat volume akhir
NaOH dalam buret. Lakukan 2 kali.

D. Titrasi potensiometri dengan sampel Asam klorida:


Isilah labu erlenmeyer dengan larutan HCl 10 mL.
1. Bersihkan buret 50 ml dan bilas mula-mulanya menggunakan air suling
kemudian dengan sedikit larutan Natrium Hidroksida
2. Isi buret dengan larutan Natrium Hidroksida
3. Pasang elektroda pada pH meter
4. Nyalakan pH meter dan celupkan elektroda ke dalam larutan yang akan
dititrasi
5. Siapkan larutan yang akan dititrasi, yakni dengan memipet teliti 10 ml
larutan Sample HCl dan masukkan ke dalam gelas kimia 100 ml
6. Baca potensial awal
7. Lakukan titrasi, setiap penambahan 1 ml larutan NaOH, aduk, lalu baca
nilai potensialnya
8. Lakukan langkah ke-8 terus menerus hingga terlihat perubahan yang
terjadi hanya sedikit saja
9. Buat kurva titrasi
10. Ulangi titrasi tersebut dengan mengurangi laju penambahan larutan
NaOH terutama pada saat mendekati titik ekivalen
11. Tentukan titik ekivalen titrasi dan menghitung kosentrasi larutan NaOH
dengan benar

V. Data dan Pengoloahan Data


A. Pembakuan
1. Pilih 10 data yang dapat memperlihatkan 8 data volume titran sebelum
loncatan pH/E dan minimal 2 data sesudah loncatan.
No. V. Titran E (mV)/pH * ∆E/∆V ∆2E/∆V
(mL) ∆pH/∆V* ∆2pH/∆V*
1.

2.

3.

4.
5.

6.

7.

8.

9.

10.

*) coret yang tidak perlu


2. Hitung TE pembakuan menggunakan rumus :

3. Hitung normalitas larutan baku sebenarnya dengan menggunakan data


TE.
4. Buatlah grafik yang menyatakan hubungan ∆2E/∆V atau ∆2pH/∆V
kemudian tentukan TE secara grafik (grafik dibuat di kertas milimeter
block).

B. Penetapan Kadar
1. Pilih 10 data yang dapat memperlihatkan 8 data volume titran sebelum
loncatan pH/E dan minimal 2 data sesudah loncatan.
No. V. Titran E (mV)/pH * ∆E/∆V ∆2E/∆V
(mL) ∆pH/∆V* ∆2pH/∆V*
1. 1 0,56 (1,2-0,56)/(2-
1)=0,64

2. 2 1,2 (1,5-1,2)/1=
0,3

3. 3 1,5
4. 4 1,9

5. 5 2.4

6. 6 7,9

7. 7 8,2

8. 8 8,4

9. 9 8,6

10. 10 8,7

*) coret yang tidak perlu


2. Hitung TE menggunakan rumus pada poin VI.A.2
3. Hitung % kemurnian sampel.
4. Buatlah grafik yang menyatakan hubungan ∆2E/∆V atau ∆2pH/∆V
kemudian tentukan TE secara grafik (grafik dibuat di kertas milimeter
block).
MODUL 3
PENENTUAN KADAR VITAMIN C DENGAN METODE IODIMETRI

I. Pendahuluan

Untuk mengetahui kadar vitamin C metode titrasi redoks yang digunakan


adalah titrasi langsung yang menggunakan iodium (Iodimetri). Iodium
akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial reduksi
yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi
langsung dengan iodium. Pendeteksian titik akhir pada titrasi iodimetri ini
adalah dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir.

C6H8O6 + I2 → C6H6O6 + 2H+ + 2I-

Larutan vitamin yang akan diuji terlebih dahulu ditambah dengan larutan
amilum sebagai indikator. Iodium lebih mudah bereaksi dengan asam
askorbat dibandingkan dengan amilum. Saat semua asam askorbat telah
habis bereaksi, iodium akan bereaksi dengan amilum membentuk senyawa
berwarna biru. Ini adalah titik akhir dari titrasi.

III. ALAT DAN BAHAN


ALAT
- Buret
- Gelas beaker
- Gelas ukur
- Statif dan klem
- Erlemeyer
- Pipet tetes
- Alumuniun foil
-
BAHAN
- I2 0,1 N
- Aquadest
- Na2S2O3 0,1 N
- Indikator kanji
- Vitamin C
- H2O (bebas CO2)
- H2SO4 encer

II. Cara Kerja


a. Pembuatan Larutan Baku KIO3
Timbang 0.3567 gram KIO3, larutkan dengan aquadest 50 ml. Aduk
hingga larut. Masukkan larutan KIO3 ke dalam labu takar 100 ml,
tambahkan aquadest sampai tanda batas.
b. Standarisasi Na2S2O3
Siapkan buret 25 ml dan isi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N.
Kalium iodat 0.1 N dipipet 10 mL dan masukkan ke dalam erlenmeyer
125 ml. Ditambahkan 1 gram KI, goyang perlahan - lahan hingga KI
larut sempurna. Ditambahkan 10 ml HCl 2 N dan segera titrasi dengan
natrium tiosulfat. Saat warna kuning hampir menghilang, hentikan titrasi
dan tambahkan 5 tetes indikator amilum. Lanjutkan titrasi sampai warna
biru tepat menghilang.
c. Pembakuan iodium 0,1 N
Sebanyak 25 ml I2 diencerkan dalam labu ukur 100 ml dan diambil 10
ml, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N, setelah selesai dititrasi
kemudian ditambah 5 tetes kanji (warna coklat menjadi biru) dan dititrasi
kembali dengan N2S2O3 0,1 N sampai warna biru hilang menjadi bening
d. Penetapan kadar vitamin C
Sebanyak 1 butir vitamin c larutkan dalam 100 ml H2O bebas CO2,
diambil 10 ml ditambah indikator kanji 5 tetes lalu dititrasi dengan
larutan I2 hingga terjadi perubahan warna (biru tua). Catat volume I2
yang dibutuhkan dan hitung jumlah vitamin C dalam sample dengan
menggunakan perbandingan mol (perhatikan reaksi kimia yang terjadi)
MODUL 4
TITRASI KOMPLEKSOMETRI

I. Tujuan percobaan:

• Dapat menentukan kadar suatu zat dalam larutan dengan menggunakan


titrasi kompleksometri menggunakan EDTA
• Dapat merancang prosedur penentuan suatu zat berdasarkan titrasi
kompleksometri

II. Pendahuluan

Pereaksi untuk titrasi kompleksometri sangat banyak digunakan untuk


menitrasi ion-ion logam dalam larutan.Karena banyak ion-ion logam yang
dapat bereaksi dengan EDTA maka selektivitas dapat diatur dengan mencari
pH serendah mungkin dimana titrasi masih layak dilakukan (Keff ≥ 108).
Keselektifan ini dapat juga diatur dengan menggunakan “masking
agent”.Selama titrasi terjadi perubahan konsentrasi ion logam bebas.. Indikator
titrasi kompleksometri pada umumnya adalah indikator metalokrom yang
merupakan senyawa organik berwarna yang juga membentuk kompleks dengan
ion logam. Warna kompleks logam – indikator berbeda dengan warna indikator
bebas.Contohnya Eriochrom black T (EBT). Kompleks logam EBT umumnya
berwarna merah seperti H2In . Titrasi harus diatur pada pH 7 atau lebih
sehingga indikator bebas dalam bentuk HIn2 yang berwarna biru. Pada
penambahan EDTA yang sedikit berlebih larutan berubah menjadi biru akibat
bebasnya indikator:

Mln + HY3 → HIn2 + MY2

Merah biru

III. Cara kerja

1. Bahan

• Larutan EDTA 0,01 N


• Larutan buffer pH 10, pH 12
• Larutan MgCl2
• Indikator EBT dan Maurexide
• Air suling
• Air ledeng

2. Prosedur
a. Penyiapan larutan
1) Pembuatan larutan EDTA yang kadarnya 0,01 M
Timbang dengan tepat 3,723 gram Na2H2EDTA dalam sebuah botol
timbang dan larutkan dengan air suling dalam labu ukur 1 L dan tepatkan
sampai tanda batas.

2) Pembuatan larutan buffer pH 10


Timbang 6,8 gram NH4Cl dan larutkan dalam 20 mL air suling, kemudian
tambahkan 57 mL NH4OH pekat. Ukur pH larutan dengan pH meter.

b. Penentuan kadar Mg2+ dengan larutan EDTA 0,01 N

1. Encerkan larutan Mg2+ yang Anda peroleh dengan menambah air


suling sampai tepat tanda batas 100 mL.
2. Pipet larutan ini sebanyak 25 mL, tempatkan dalam sebuah erlenmeyer
kemudian tambahkan 10 mL larutan buffer pH 10 dan sedikit indikator
Eriochrome black T.
3. Titrasi larutan ini dengan larutan EDTA dari buret sampai tepat terjadi
perubahan warna dari merah menjadi biru muda.
4. Ulangi titrasi sekali lagi dan tentukan kadar Mg2+ dalam larutan.

c. Penentuan kesadahan total (Ca2+ + Mg2+) dalam air ledeng

1. Siapkan labu erlenmeyer 250 mL, lalu masukkan ke dalamnya 100 mL


sampel air yang akan diperiksa.
2. Tambahkan 5 mL larutan buffer pH 10 ke dalamnya.
3. Tambahkan 1 mL larutan KCN 10% jika ternyata cairan dalam
erlenmeyer keruh.
4. Masukkan 50 mg indikator EBT
5. Titrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna
merah anggur menjadi biru.
6. Catat pemakaian EDTA, misalnya A mL.

d. Penentuan kesadahan Mg2+ dalam air ledeng

1. Masukkan 100 mL sampel air yang akan diperiksa ke dalam labu


erlenmeyer 250 mL.
2. Tambahkan 1 mL larutan penyangga pH 12.
3. Tambahkan 1 mL larutan KCN 10% jika cairan tersebut keruh.
4. Bubuhkan 50 mg indikator EBT
5. Titrasi dengan larutan EDTA 0,01 M sampai terjadi perubahan warna
merah anggur menjadi ungu.
6. Catat pemakaian EDTA, misalnya B mL.

4. Perhitungan

Kadar Mg2+ = V EDTA x N EDTA x BE Mg2+ gram/L

V Mg2+

Kesadahan Total sebagai mg CaCO3/L = A x NEDTA x BE CaCO3 x 1000

Vsampel air

Kesadahan Ca2+ sebagai mg CaCO3/L = B x NEDTA x BE CaCO3 x 1000

Vsampel air

Kesadahan Mg2+ = kesadahan total – kesadahan Ca2+


MODUL 5

ANALISIS SECARA KUANTITATIF MENGGUNAKAN


SPEKTROFOTOMETER UV-VIS

I. Tujuan:
Pada praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat menentukan panjang
gelombang maksimum, membuat kurva baku, dan menentukan konsentrasi
Cu2+ dalam larutan menggunakan spektrofotometer UV/Vis

II. Pendahuluan
Spektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang
menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dan sinar tampak
dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari
spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra
violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi
molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang
paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar
tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron
bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan
dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul (Hendayana, 1994).
Saat sinar mengenai larutan bening, maka akan terjadi 2 hal:
1. Transmisi
Transmitan larutan merupakan bagian dari sinar yang diteruskan melalui
larutan.
2. Absorpsi
Cahaya akan diserap jika energi cahaya tersebut sesuai dengan energi yang
dibutuhkan untuk mengalami perubahan dalam molekul. Absorbansi
larutan bertambah dengan pengurangan kekuatan sinar.
Hukum Lambert-Beer:

Dengan: A = absorbansi
Io = intensitas sinar datang
I = intensitas sinar yang diteruskan
a = tetapan absorptivitas
l = panjang jalan sinar / kuvet
c = konsentrasi
Analisis kuantitatif dengan spektrofotometer dapat dilakukan dengan:

1. Cara Pembandingan
Suatu larutan yang akan ditentukan konsentrasinya dibandingkan terhadap standar
yang telah diketahuinya.
AS = cbCs
Ax = cbCx
E dan b sama maka Cx = As.Cs/Ax.

2. Cara Adisi Standar


Dalam analisis dengan metode ini dilakukan dengan menambahkan larutan
standar ke dalam larutan cuplikan dan pengukuran absorbans terhadap larutan
cuplikan maupun campuran cuplikan dan standar.

3. Cara Kurva Kalibrasi


Penentuan dengan cara ini dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan standar
yang konsentrasinya bervariasi dan larutan contoh. Dan masing-masing hasil
pengukuran dibuat kurva A terhadap konsentrasi dari larutan standar sehingga
diperoleh garis lurus. Nilai absorbansi sampel diekstrapolasi terhadap kurva garis
lurus sehingga konsentrasi dari sampel dapat diketahui.

Syarat – syarat analisis dengan spektrofotometer UV – Vis


• Larutan harus berwarna atau mengandung senyawa organic tak jenuh
• Sinar harus monokromatis
• Larutan harus jernih (tidak keruh)
• Pelarut tidak boleh bereaksi secara kimia dengan sampel yang dianalisis.

Langkah-langkah utama dalam analisis kuantitatif dengan


spektrofotometer UV-Vis.
1. Pembentukan molekul yang menyerap sinar tampak. Bila molekul yang
dianalisis tidak menyerap daerah sinar tampak maka dilakukan reaksi
pembentukan warna, yang dapat melakukan penyerapan.
2. Pemilihan panjang gelombang (kurva serapan).
3. Pembuatan kurva kalibrasi.
4. Pengukuran absorbans.

Pemilihan pelarut dalam analisis Uv-vis


• Dapat melarutkan cuplikan
• Dapat meneruskan sinar dari panjang gelombang yang dipakai (tidak boleh
m enyerapnya)
• Tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkojugasi pada struktur molekul
• Tidak berwarna
• Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis
• Kemurniannya harus tinggi
• Polaritasnya disesuaikan dengan senyawa yang dianalisis

I. Bahan dan Alat


Bahan:
CuSO4.5H2O
Aquades

Alat:
Labu ukur 100 mL
Labu ukur 50 mL
Spektrofotometer UV/Vis
Pipet
Neraca analitis

II. Prosedur
1. Pembuatan Larutan Stok CuSO4.5H2O 1000 ppm sebanyak 100 mL
Kristal CuSO4.5H2O sebanyak 0,3848 gram dilarutkan dan larutan
dituangkan kedalam labu ukur 100 mL + akuades hingga tanda batas (volum
tepat 100 mL).

2. Pembuatan Larutan Standar CuSO4.5H2O 100 ppm


Pembuatan larutan standar ion Cu(II) 100 ppm yaitu dengan cara 10 mL larutan
induk ion Cu(II) 1000 ppm, kemudian dimasukan kedalam labu ukur 100 mL +
akuades hingga tanda batas etsa.
3. Membuat larutan standar ion Cu(II) 10 ppm
Pipet 1 mL larutan induk ion Cu(II) 1000 ppm, kemudian dimasukan kedalam
labu ukur 100 mL + akuades hingga tanda batas etsa.

4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Sebanyak 15 mL larutan standar ion Cu(II) 100 ppm dimasukkan kedalam labu
ukur 50 mL + akuades sampai tanda batas etsa dan diamkan selama 5 menit. Ukur
absorbansi pada berbagai panjang gelombang dengan rentang λ= 200-800 nm.
Catat panjang gelombang yang menunjukkan nilai absorbansi paling besar sebagai
panjang gelombang maksimum

5. Penentuan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas


Buat larutan CuII berbagai konsentrasi diantaranya 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40
ppm dan 50 ppm. dengan cara siapkan labu ukur 50 mL sebanyak 5 buah masing-
masing diisi larutan standar ion Cu(II) 100 ppm berturut-turut 5 mL; 10 mL; 15
mL; 20 mL; 25 mL+ akuades sampai tanda batas etsa. Mendiamkan larutan
selama 5 menit dan lakukan pengukuran absorbansi pada λmaks. Catat seriap nilai
absorbansi masing-masing konsentrasi, kemudian buat grafik linier dengan x
adalah konsentrasi dan y adalah absorbansi kemudian buat persamaan liniernya
berupa Y=a+bx.

Y = Absorbansi
a = intersep (titik potong garis regresi
terhadap sumbu y, a = + titik potong
di atas titik 0,0 , a = - titik potong
di bawah titik 0,0)
b = slope (kemiringan garis / tg sudut )
x = Konsentrasi larutan standar/sampel

6. Menentukan konsentrasi Cu II pada sampel


Pipet sampel dan masukkan kedalam kuvet, kemudian ukur serapan absorbansinya.
Hitung konsentrasi sample berdasarkan nilai absorbansi yang diperoleh terhadap
persamaan grafik linier yang sudah dibuat .
MODUL 6

PENENTUAN KADAR PROTEIN METODE KJELDAHL (AOAC, 1999)

I. Pendahuluan
Metode penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl umum digunakan untuk
menentukan kandungan protein dalam bahan pangan. Metode ini didasarkan pada
pengukuran kadar nitrogen total yang ada di dalam sampel. Kandungan protein
dapat dihitung dengan mengasumsikan rasio tertentu antara protein terhadap
nitrogen untuk sampel yang dianalisis. Karena unsur nitrogen bukan hanya berasal
dari protein, maka metode ini umumnya mendasarkan pada asumsi bahwa
kandungan nitrogen di dalam protein adalah sekitar 16%. Metode ini telah
dijadikan sebagai metode resmi yang diakui oleh AOAC. Salah satu kelemahan
metode ini mengukur bukan hanya nitrogen pada protein, tetapi juga nitrogen dari
non-protein, dengan demikian informasi kadar protein dalam nitrogen dalam
protein menjadi sangat penting untuk digunakan sebagai faktor konversi dalam
perhitungan.

Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl dibagi menjadi tiga tahap yaitu
tahap penghancuran/destruksi (digestion), destilasi dan titrasi.
II. Cara kerja
a. Alat :

• Labu kjeldahl
• Alat destilasi
• Timbangan analitik
• Labu didih
• Erlenmeyer 100/125 ml
• Buret 10 atau 25 ml

b. Bahan :

• Asam sulfat pekat ( 95 - 97% )


• CuSo4
• Kalium Sulfat (K2SO4)
• Asam Borat 1%
Timbang 1 gram asam borat kemudian larutkan dengan aquadest sampai
volume 100 ml.
• Natrium hidroksida ( NaOH ) 40%
Timbang 40 gram NaOH dalam gelas piala 60 ml. Aduk hingga larut.
Setelah dingin tambah aqudeat sampai volume 100 ml.
• Indikator Conway
Timbang 0,1 gram metil merah ( metil red ) dan 0,150 gram hijau
bromkresol ( bromcresol green ) kemudian larutkan dengan 200 ml etanol
96%.
• Larutan baku asam klorida 0,1 N
Sebanyak 5 mL HCl pekat (37%) diencerkan menggunakan aquades
sampai volume 500 mL. Kemudian lakukan stadarisasi untuk memastikan
konsentrasi sesungguhnya (lihat prosdur pada modul titrasi asam basa)

c. Prosedur kjeldahl
1. Tahap Digesti
Timbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 1 g. masukkan sampel
ke dalam labu Kjeldahl. Tambahkan 7 g K2SO4 dan 0,8 g CuSO4 ke dalam
labu Kjeldahl yang berisi sampel kemudian tambahkan larutan
H2SO4 sebanyak 12 ml, dilakukan di dalam lemari asam. Proses destruksi
dilakukan di dalam ruang asam dengan memanaskan sampel yang ada
pada labu Kjeldahl menggunakan kompor listrik hingga berwana hijau
tosca. Dinginkan labu Kjeldahl dengan cara didiamkan selama 20 menit.
Setelah dingin tambahkan 25 ml akuades ke dalam labu Kjeldahl yang
berisi sampel.

2. Tahap Distilasi
Tambahkan 50 ml NaOH 40% dan beberapa butir batu didih ke dalam labu
Kjeldahl yang berisi sampel. Sebanyak 30 ml H3BO3 (1%) ke dalam
erlenmeyer dengan ditambahkan indicator Conway (BCG-MR )3 tetes
untuk menangkap destilat dari hasil destilasi. Kemudian rangkai alat
destilasi dan nyalakan.

3. Tahap Titrasi
Destilat yang diperoleh dari hasil destilasi dititrasi dengan menggunakan
larutan standar HCl 0,1 N hingga warna larutan berubah menjadi merah
muda seulas. Sebelum melakukan titrasi, pastikan HCl yang digunakan
sudah di standarisasi (lihat modul potensiometri bagian standarisasi)

Buat juga larutan blanko dengan mengganti sampel dengan aquadest, lakukan
destruksi, destilasi, dan titrasi seperti langkah diatas.
MODUL 7

Analisis Kadar Protein Menggunakan Metode Biuret

A. Tujuan
Mengetahui dan memahami cara analisis protein terlarut dengan metode
Lowry.

B. Pendahuluan
Metode Biuret pertama kali dikembangkan oleh Reigler tahun 1914. Metode
ini merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein suatu
larutan. Metode ini didasarkan pada prinsip bahwa zat yang mengandung dua atau
lebih ikatan peptida (-CO-NH-) yang dapat membentuk kompleks berwarna abu-
abu dengan garan Cu dalam larutan alkali. Ikatan peptida dari protein akan
bereaksi dengan ion Cu2+ membentuk kompleks berwarna abu-abu. Intensitas
warna abu-abu tersebut berbanding langsung dengan konsentrasi protein, dimana
semakin meningkat intensitas warnanya konsentrasi protein semakin besar.
Intensitas warna abu-abu ini dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 520 nm. Nilai absorban tidak tergantung pada jenis
peotein, karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai jumlah ikatan peptida
yang sama persatuan berat. Hanya sedikit senyawa lain yang mengganggu reaksi,
misalnya urea (mengandung gugus –CO-NH-) dan gula pereduksi yang akan
bereaksi dengan ion Cu2+

C. Cara Kerja
a. Pereaksi

1. Pereaksi Biuret Larutkan 3 gram CuSO4 .5H2O dan 9 gram Na K


Tartarat dalam 500 ml larutan NaOH 0.2 N. Tambahkan 5 gram KI
kemudian encerkan sampai 1000 ml dengan menggunakan larutan NaOH
0.2 N.

2. Larutan Protein Standar Buat larutan Bovine Serum Albumin dalam air
dengan konsentrasi 5 mg/ml. Ukur kadar air serum albumin, nyatakan
konsentrasi dengan dasar berat kering (agar lebih tepat).

b. Peralatan

1. Spektrofotometer
2. Sentrifuse

3. Waring blender

4. Tabung reaksi bertutup

c. Prosedur
a. Pembuatan Kurva Standar
1. Masukkan ke dalam tabung reaksi 0 (blanko), 0.1, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8,
dan 1 ml larutan standar.
2. Tambahkan air sampai volume total masing-masing 4 ml.
3. Tambahkan 6 ml pereaksi Biuret ke dalam masing-masing tabung
reaksi
4. Vortek (pengaduk khusus) masing-masing tabung reaksi
5. Simpan tabung reaksi pada suhu 37○C selama 10 menit atau pada
suhu kamar (30○C) selama 30 menit sampai terbentuk warna ungu
sempurna.
6. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm

b. Persiapan sampel

1. Sampel harus berupa cairan, jika berbentuk padatan maka harus


dihancurkan dulu dengan menggunakan waring blender dan
penambahan air. Hancuran yang diperoleh disaring lalu disentrifuse.
Supernatan didekantansi untuk dipergunakan selanjutnya. Protein
yang terukur pada supernatan adalah “soluble protein” (perhatikan
faktor pengenceran).

2. Jika cairan berupa larutan protein seperti protein konsentrat, isolate


yang tidak keruh maka persiapan sampel cukup dengan pengenceran
secukupnya saja. Jika cairannya keruh atau mengandung bahan- bahan
yang mengganggu seperti glukosa maka harus dilakukan perlakuan
sebagai berikut:

a) Alikuot atau ekstrak didistribusikan ke dalam tabung reaksi


seperti pada waktu penetapan standar, kemudian ditambahkan
air sampai volume total masing-masing 1 ml.
b) Kedalam masing-masing tabung reaksi tambahkan 1 ml
Trichloro Acetic Acid (TCA) 10% sehingga protein akan
terdenaturasi.
c) Sentrifuse pada 3000 rpm selama 10 menit sampai protein yang
terdenaturasi mengendap, supernatant dibuang dengan cara
dekantansi.
d) Ke dalam endapan tambahkan 2 ml etil eter, campur merata,
kemudian sentrifuse kembali. Ini akan menolong menghilangkan
residu TCA. Biarkan mengering pada suhu kamar.
e) Ke dalam endapan kering ditambahkan 4 ml air, campur merata.
f)Tambahkan 6 ml pereaksi Biuret, alkali dalam pereaksi ini akan
melarutkan endapan yang tersisa.

c. Penetapan sampel.

Pipet dengan tepat 0.1 s.d 1.0 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, kemudian diperlakukan seperti menetapkan standar. Tentukan
kadar protein dengan memanfaatkan kurva standar.
Daftar Pustaka

Vogel. (1990). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro.
(Alih bahasa: Setiono A dan Pujaatmaka). Jakarta: PT. Kalman Media
Pustaka

Vogel. (1978). Textbook of quantitatif an organic analysis,(4thEd). London and


New York: Longman

Wardana, T.D. (2014). Titrasi Kompleksometri.


https://bisakimia.com/2014/09/02/titrasi-komplesometri/. Diakses tanggal 7
Oktober 2022.

Yenrina, R. (2015). Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Bioaktif.


Andalas University Press

Anda mungkin juga menyukai