Anda di halaman 1dari 2

Tahlilan 3, 7, 40, 100 Hari Kematian dalam Islam, Seperti Apa Hukumnya?

Rahma Harbani - detikHikmah


Jumat, 09 Des 2022 16:15 WIB

Ilustrasi. Apa hukum tahlilan dalam Islam? (Foto: Grandyoz Zafna/detikcom)

Jakarta - Tahlilan sudah menjadi bagian yang lekat dengan kebiasaan masyarakat muslim di
Indonesia bila ada kerabat yang meninggal dunia. Tahlilan biasanya dilakukan 1,3, 7, 40,
100, 1 tahun , 2 tahun, 1000 hari selepas kematian seseorang.
Publikasi UIN Jambi dengan tajuk Tradisi Tahlilan: Potret Akulturasi Agama dan Budaya
Khas Islam Nusantara mendefinisikan tahlilan sebagai peristiwa dibacakannya ayat Al
Quran, kalimat thayyibah, dan doa untuk mayit. Lantas, bagaimana Islam memandang
tradisi tahlilan tersebut?

Baca juga:
Bacaan Tahlil untuk Korban Bencana yang Meninggal Dunia
Hukum Tahlilan 3, 7, 40, 100 Hari Kematian dalam Islam
Menurut buku Pengantar Studi Aswaja An-Nahdliyah karangan Muchotob Hamzah,
sebetulnya tradisi tahlilan adalah akulturasi atau sinkretisme budaya lokal dengan ajaran
agama Islam. Muchotob menjelaskan, hal itu sudah menjadi ibadah ghairu mahdhah yang
tidak bisa dipisahkan dari masyarakat Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tradisi tahlilan juga disebut dalam buku tersebut sebagai implementasi dari kaidah fiqh
al'adah muhakkamah ma lam yukhalif al syar'a yang artinya budaya lokal dapat diadopsi
menjadi bagian hukum syariah sepanjang budaya dan adat istiadat tersebut tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam.

Tahlilan biasanya diisi dengan bacaan zikir, doa, dan tahlil untuk orang yang sudah
meninggal dunia dan dibarengi dengan jamuan makanan sebagai sedekah. Berkenaan
dengan hal ini, hukum tahlilan dapat dibenarkan secara syara' juga didukung oleh
penjelasan Imam Thawus dalam Kitab al Hawi li al Fatawi li As Syuyuti.

"Seorang yang mati akan beroleh ujian dari Allah dalam kuburnya selama tujuh hari. Untuk
itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan sebuah jamuan makan (sedekah)
untuknya selama hari-hari tersebut," tulis Imam Thawus yang diterjemahkan Pustaka Ilmu
Sunni Salafiyah - KTB dalam buku Tanya Jawab Islam.

Senada dengan itu, Imam As Suyuthi dalam kitab yang sama juga mengatakan, praktik
memberikan sedekah makanan selama tujuh hari juga pernah dilakukan oleh para sahabat.
Kebiasaan tersebut dinilai tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Muhammad
SAW hingga sekarang di Makkah dan Madinah.

"Tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa sahabat Nabi Muhammad
SAW)," tulisnya.

Meski demikian, ketentuan hari untuk melakukannya hanya dianggap sebagai bagian dari
kebiasaan atau ada menurut Fatwa Sayid Akhmad Dahlan. Jadi, secara syara' tidak ada
anjuran waktu pelaksanaannya.

Baca juga:
Tata Cara Salat Gaib, Seruan Menag untuk Korban Gempa Cianjur
Adapun terkait sampainya pahala tahlil untuk orang yang meninggal dunia pernah
disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa.

‫ ﻋﻦ ﻗﺮاءﺓ ﺃﻫﻞ اﻟﻤﻴﺖ ﺗﺼﻞ ﺇﻟﻴﻪ؟ ﻭاﻟﺘﺴﺒﻴﺢ ﻭاﻟﺘﺤﻤﻴﺪ ﻭاﻟﺘﻬﻠﻴﻞ ﻭاﻟﺘﻜﺒﻴﺮ ﺇﺫا ﺃﻫﺪاﻩ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﻴﺖ ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﺛﻮاﺑﻬﺎ ﺃﻡ ﻻ؟‬:‫ﻭﺳﺌﻞ‬

Ibnu Taimiyah ditanya tentang bacaan keluarga mayit apakah sampai kepada mayit? Berupa
bacaan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, jika dihadiahkan kepada mayit apakah pahalanya
sampai?

‫ ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﻴﺖ ﻗﺮاءﺓ ﺃﻫﻠﻪ ﻭﺗﺴﺒﻴﺤﻬﻢ ﻭﺗﻜﺒﻴﺮﻫﻢ ﻭﺳﺎﺋﺮ ﺫﻛﺮﻫﻢ ﻪﻠﻟ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺇﺫا ﺃﻫﺪﻭﻩ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﻴﺖ ﻭﺻﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻪﻠﻟا ﺃﻋﻠﻢ‬:‫ﻓﺄﺟﺎﺏ‬.

Ibnu Taimiyah menjawab: "Bacaan keluarga mereka bisa sampai kepada mayit, baik tasbih,
takbir dan dzikir mereka karena Allah. Bila mereka menghadiahkan bacaan itu kepada mayit
maka akan sampai. Wallahu A'lam."

Baca artikel detikhikmah, "Tahlilan 3, 7, 40, 100 Hari Kematian dalam Islam, Seperti Apa
Hukumnya?" selengkapnya https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6451944/tahlilan-3-7-
40-100-hari-kematian-dalam-islam-seperti-apa-hukumnya.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Anda mungkin juga menyukai