Anda di halaman 1dari 52

EKOFISIOLOGI TANAMAN TROPIK

“Evapotranspirasi dan Pengaruh Lingkungan”

Oleh:

HAMRIANI
(G2A120010)

PROGRAM STUDI AGRONOMI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah
memberi rahmat dan karunianya kepada Penulis, sehingga penyusunan Makalah
yang berjudul “evapotranspirasi dan pengaruh lingkungan” dapat terselesaikan
dan tersusun sebagaimana mestinya. disamping itu sebagai media pembelajaran
kami, dalam melengkapi kegiatan perkuliahan. Pada kesempatan ini, Penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampuh mata kuliah ekofisiologi
tanaman tropik dan pihak yang telah membantu terhadap pembuatan makalah ini.
Saya selaku penulis merasa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pembaca sangat dibutuhkan
agar pembuatan makalah ini menjadi lebih baik.

Kendari, 30 Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3. Tujuan ............................................................................................................ 3

BAB II. PEMBAHASAN

1. Transpirasi dan Respon Terhadap Lingkungan................................................. 5


2. Membuka dan Menutupnya Stomata Sebagai Bentuk Respon Terhadap
Lingkungan ....................................................................................................... 11
3. Hubungan Evapotransoirasi dengan Ketersediaan Air .................................... 26
4. Pengaruh Lingkungan Terhadap Produk Biomas Tanaman.............................. 30
5. Efisiensi Penggunaan Air Terhadap Tanaman .................................................. 36
6. Hubungan Evapotranspirasi dengan Penyerapan Hara ..................................... 38

BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan .................................................................................................... 41


3.2. Saran....... ........................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Evapotransporasi ……….......……..................…........... 5
2. Membuka dan menutupnya stomata..................................... 7
3. Hubungan kemantapan agregat dengan biomas tanaman...... 33
4. Pengaruh dosis pupuk kompos terhadap biomas tanaman.... 35
5. Biomas tanaman nilam.......................................................... 36
6. Devisit evapotranspirasi......................................................... 39

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Jurnal Internasional 1 ……….....................……................. 33


2. Jurnal Internasional 2 ……….....................……................. 42
3. Terjemahan Jurnal 1.. ……….....................……................. 51
4. Terjemahan Jurnal 2..………............................................. 60
5. Bedah Jurnal 1...……….....................……........................ 69
6. Power Pint............................................................................ 74

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penguapan air dapat dibedakan ke dalam penguapan internal dan penguapan


eksternal. Penguapan eksternal terjadi pada permukaan tanah (evaporasi) dan terjadi
pada tanaman (transpirasi), sedangkan penguapan internal terjadi dalam pori-pori
tanah. Evaporasi merupakan proses fisis perubahan cairan menjadi uap, hal ini terjadi
apabila air cair berhubungan dengan atmosfer yang tidak jenuh, baik secara internal
pada daun (transpirasi) maupun secara eksternal pada permukaan-permukaan yang
basah. Transpirasi pada dasarnya merupakan proses dimana air menguap dari
tanaman melalui daun ke atmosfer. Sistem perakaran tanaman mengadopsi air dalam
jumlah yang berbeda-beda dan ditransmisikan melalui tumbuhan dan melalui mulut
daun.
Air bersama beberapa nutrisi lain diserap oleh akar dan ditransportasikan ke
seluruh tanaman. Proses penguapan terjadi dalam daun, yang disebut ruang
intercellular, dan pertukaran uap ke atmossfir dikontrol oleh celah stomata (stomatal
aperture). Hampir semua air yang diserap oleh akar keluar melalui proses transpirasi
dan hanya sebahagian kecil saja yang digunakan dalam tanaman. Air yang masuk ke
dalam tanah sebahagian dimanfaatkan tanaman untuk membentuk bahan organik
dalam proses fotosintesa, sebagian diluapkan melalui proses transpirasi. Air yang
masuk dalam tanah dapat tertahan dalam tanah sebelum diserap oleh tanaman, atau
bergerak ke atas melalui pipa kapiler kemudian menguap dari permukaan tanah, dapat
juga terus bergerak sebagai air perkolasi yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman
(Pairunan dkk, 1985). Air diperlukan oleh tanaman untuk mengangkut unsur-unsur
hara dan zat-zat terlarut lain di dalam tanaman dan untuk produksi gula pada proses
fotosintesis, darimana tanaman memperoleh energi untuk pertumbuhan dan menjadi
dewasa. Sebagian besar air digunakan dalam proses transpirasi. Apabila air hilang ke

1
dalam atmosfer melalui transpirasi melebihi dari air yang diserap tanaman dari tanah,
maka air akan hilang dari sel-sel tanaman sehingga sel tanaman kehilangan tegangan
turgor dan akhirnya tanaman menjadi layu.setiap gejala kelayuan pada tanaman dapat
dijadikan petunjuk bahwa pertumbuhan tanaman akan terhenti. Pertumbuhan akan
tergantung pada tegangan turgor yang memungkinkan sel-sel baru terbentuk.
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.
Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air
(abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (boitik)
akibat proses respirasi dan fotosistesis. Kombinasi dua proses yang saling terpisah
dimana kehilangan air dari permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan
air dari tanaman melalui proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET).
Evapotranspirasi ialah gabungan penguapan oleh semua permukaan dan transpirasi
tumbuhan penguapan oleh tumbuhan dapat berupa penguapan biasa secara fisika
(evaporasi). Kalau penguapan tersebut berasal dari air yang melengket pada organ
tumbuhan dan dapat pula berupa transpirasi, kalau berasal dari proses fisiologis.
Penyediaan energi luar untuk evaporasi permukaan organ-organ yang prinsipnya oleh
perubahan energi radiasi menjadi energi panas, jenis vegetasi alam, dan keadaan
tanah.
Evapotranspirasi (evaporasi-transpirasi) merupakan peristiwa penguapan air
dari daun atau tajuk tanaman baik dari hasil proses biologi (hasil metabolisme)
meupun yang tidak berasal dari kegiatan tersebut, misalnya air dan hasil intersepsi.
Jadi evapotransi merupakan jumlah total air yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari
pemukaan tanah, badan air, vegetasi oleh adanya pengaruh faktor iklim dan fisologis
vegetasi.
Pada daerah-daerah kering, basarnya evapotranspirasi sangat tergantung pada
besarnya hujan yang terjadi, dan evapotranspirasi yang terjadi pada saat itu disebut
evapotranspirasi actual. Evapotranspirasi sangat penting untuk kajian-kajian
hidrometeorologi.

2
Evapotranspirasi menunjukkan jumlah total air yang hilang dari lapangan
karena evaporasi tanah dan transpirasi tanaman secara bersama-sama. Faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi evapotranspirasi ialah radiasi matahari, temperatur,
kelembaban relatif dan angin. Sedangkan faktor-faktor tanaman yang mempengaruhi
evapotranspirasi ialah penutupan stomata, jumlah dan ukuran stomata, jumlah daun,
penggulungan atau pelipatan daun, serta kedalaman dan proliferasi akar (Gardner et
al., 1991).

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:


1. Apa yang dimaksud transpirasi dan responnya terhadap lingkungan?
2. Bagaimana proses membuka dan menutupnya stomata sebagai bentuk respon
terhadap lingkungan?
3. Apa hubungan evapotransoirasi dengan ketersediaan air ?
4. Apa pengaruh lingkungan terhadap produk biomas tanaman?
5. Bagaimana efisiensi penggunaan air terhadap tanaman?
6. Bagaimana hubungan evapotranspirasi dengan penyerapan hara?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. untuk mengetahui apa yang diamakud transpirasi dan responnya terhadap
lingkungan.
2. untuk mengetahui proses membuka dan menutupnya stomata sebagai bentuk
respon terhadap lingkungan.
3. untuk mengetahui apa hubungan evapotransoirasi dengan ketersediaan air.
4. untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap produk biomas tanaman.
5. untuk mengetahui efisiensi penggunaan air terhadap tanaman.
6. untuk mengetahui hubungan evapotranspirasi dengan penyerapan hara.

3
BAB II

PEMBAHASAN

Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.


Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air
(abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (boitik)
akibat proses respirasi dan fotosistesis. Kombinasi dua proses yang saling terpisah
dimana kehilangan air dari permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan
air dari tanaman melalui proses transpirasi disebut sebagai evapotranspirasi (ET).
(Todd, 1983).
Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu komponen
penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi simpanan air dalam
badab-badan air, tanah, dan tanaman. Untuk kepentingan sumber daya air, data ini
untuk menghitung kesetimbangan air dan lebih khusus untuk keperluan penentuan
kebutuhan air bagi tanaman (pertanian) dalam periode pertumbuhan atau periode
produksi. Oleh karena itu data evapotranspirasi sangat dibutuhkan untuk tujuan
irigasi atau pemberian air, perencanaan irigasi atau untuk konservasi air. (Kodoatie,
dan Roestam, 2005).
Evapotranspirasi adalah penguapan total baik dari permukaan air, daratan,
maupun dari tumbuh-tumbuhan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
evapotranspirasi ini antara lain: suhu udara, kembaban udara, kecepatan angin,
tekanan udara, sinar matahari, ketinggian lokasi proyek, dan lain sebagainya.

4
Evapotranspirasi ialah gabungan penguapan oleh semua permukaan dan
transpirasi tumbuhan penguapan oleh tumbuhan dapat berupa penguapan biasa secara
fisika (evaporasi). Kalau penguapan tersebut berasal dari air yang melengket pada
organ tumbuhan dan dapat pula berupa transpirasi, kalau berasal dari proses
fisiologis. Penyediaan energi luar untuk evaporasi permukaan organ-organ yang
prinsipnya oleh perubahan energi radiasi menjadi energi panas, jenis vegetasi alam,
dan keadaan tanah (Ismail, 1989).
Perkiraan akurat dari evapotranspirasi lapangan tadah hujan (ET) di Dataran
Tinggi Loess di Barat Laut China sangat penting untuk memprediksi proses hidrologi,
pembentukan hasil panen, dan perubahan iklim. Kami mensimulasikan variasi ET di
ladang jagung musim semi tadah hujan di Dataran Tinggi Loess timur menggunakan
Penman-Monteith (PM), Shuttleworth-Wallace (SW), dan modifikasi Priestley-
Taylor (PTm) model. Kemudian kami membandingkan hasilnya dengan ET yang
diamati menggunakan metode eddy covariance (EC). Secara umum, variasi harian
pada estimasi ET dari ketiga model tersebut mirip dengan mengamati ET dengan
metode EC. Namun, model PM secara signifikan meremehkan ET. Estimasi ET
diperoleh dari SW dan PTsaya model kira-kira sama dengan ET yang diamati dengan
metode EC. Mengingat PTsaya kesederhanaan model, kami akhirnya
merekomendasikannya untuk ladang jagung musim semi tadah hujan di Dataran

5
Tinggi Loess. Setelah pengendapan, Estimasi ET dari ketiga model secara signifikan
lebih kecil dibandingkan ET yang diukur dengan metode EC, khususnya model PM.
Setelah musim dingin, ketiga model gagal mencerminkan penurunan dramatis dalam
transpirasi tanaman, dan dengan demikian secara signifikan melebih-lebihkan ET.
Kebutuhan air tanaman merupakan jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk
tumbuh optimal yang dapat pula diartikan sebagai jumlah air yang digunakan untuk
memenuhi proses evapotranspirasi tanaman.
1. Transpirasi dan Respon Terhadap Lingkungan
Evapotranspirasi merupakan gabungan dua istilah yang menggambarkan proses
fisika transfer air ke dalam atmosfir, yakni evaporasi air dari permukaan tanah, dan
transpirasi melalui tumbuhan. Evapotranspirasi merupakan komponen penting dalam
keseimbangan hidrologi. Di lingkungan terestrial, Evapotranspirasi merupakan
komponen tunggal terbesar siklus air. Oleh karena itu, pengetahuan tentangnya
penting dalam menejemen sumberdaya air, pendugaan hasil tanaman, dan dalam
mempelajari hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan iklim (Wallace
1995).
Evapotranspirasi terbagi atas beberapa jenis, yaitu evapotranspirasi standar,
evapotranspirasi potensial, evapotranspirasi tanaman dan evapotranspirasi actual.
Apabila jumlah air yang yang tersedia tidak menjadi factor pembatas, maka
evapotranspirasi yang terjadi akan menjadi kondisi yang maksimal dan kondisi itu
dikatakan sebagai evapotranspirasi potensial tercapai.
Evapotranspirasi potensial adalah yang mungkin terjadi pada kondisi air yang
tersedia berlebihan. Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial
adalah tersedianya air yang cukup banyak. Jika dalam evapotranspirasi potensial air
yang tersedia dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan,
maka dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan atau terbatas. Jadi
evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang
tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar

6
yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau.
Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda – beda (Harjowigeno. 1985).
Evaporasi standar (ETo), ETO adalah evaporasi pada suatu permukaan standar
yang dapat diperoleh dari lahan dengan lahan tajuk penuh oleh rerumputan hijau yang
ditanam pada lahan subur berkadar air tanah cukup tinggi antara 8-15 cm. Sedangkan
evapotranspirasi tanaman (ETc), ETC pada kondisi standar adalah ET dari suatu
lahan luas dengan tanaman sehat berkecukupan hara dan bebas hama penyakit, yang
ditanam pada kondisi air tanah optimum dan mencapai produksi penuh di bawah
keadaan suatu iklm tertentu. Nilai ETc berubah-ubah menurut umur atau fase
perkembangan tanaman (Harjowigeno. 1985).
Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori-
pori daun oleh proses fisiologi. Daun dan cabang umumnya di balut lapisan mati yang
disebut kulit ari (cuticle) yang kedap uap air. Sel-sel hidup daun dan cabang terletak
di bawah permukaan tanaman, di belakang pori-pori daun atau cabang. Besar
kecilnya laju transpirasi secara tidak langsung di tentukan oleh radiasi matahari
melalui membuka dan menutupnya pori-pori tersebut. Sistem kerja jaringan sel-sel
daun dan akar yang terlibat dalam penyerapan air dari dalam tanah, perjalanan air
tersebut melalui jaringan kerja xylem, dan akhirnya penguapan uap air melalui pori-
pori daun.
Radiasi matahari dan energy panas-tampak yang sampai di permukaan daun
sedikit lebih tinggi daripada suhu udara di sekelilingnya. Sedang perubahan tekanan
uap air antara permukaan daun dan udara di atasnya meningkat tajam oleh adanya
penurunan tekanan uap air udara dengan kenaikan suhu udara.
Pengaruh faktor vegetasi terhadap besarnya transpirasi lebih di tentukan oleh
karakteristik permukaan daun atau tajuk yang dalah merupakan permukaan bidang
penguapan. Tingkat reflektivitas yang terjadi pada permukaan daun/tajuk tertentu
akan menentukan besarnya radiasi matahari yang dapat di serap oleh vegetasi yang
bersangkutan dan dengan demikian menjadi faktor pengendali yang penting terhadap

7
tersedianya energy matahari bersih untuk berlangsungnya proses transpirasi
(evapotranspirasi).
Pada keadaan penutupan tajuk penuh, besarnya angka albedo kurang-lebih
0,25. Artinya, dari keseluruhan radiasi matahari yang jatuh pada permukaan vegetasi
hanya 25% akan diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Hasil serapan panas oleh
permukaan daun/tajuk vegetasi inilah yang pada gilirannya nanti akan di manfaatkan
untuk berlangsungnya proses transpirasi. Seperti diketahui albedo adalah istilah ynag
digunakan untuk menunjukkan besarnya reflektivitas radiasi matahari terhadap
radiasi matahari yang datang pada permukaan vegetasi, besarnya albedo juga di
tentukan oleh musim (tingkat pertumbuhan tanaman).
Selain kemampuan permukaan vegetasi dala menyimpan panas, kekasaran
permukaan vegetasi juga akan menentukan besarnya transpirasi karena dengan
struktur permukaan yang kasar dapat menciptakan kondisi yang kondusif terhadap
aliran udara yang tidak beraturan sehingga dapat mempercepat proses penguapan
yang terjadi di permukaan tajuk vegetasi tersebut.
Dengan mekanisme ini, maka transpirasi di daerah berhutan lebih besar
daripada daerah dengan dominasi vegetasi rumput atau jenis vegetasi rendah lainnya.
Bagian dari vegetasi lain yang juga mempengaruhi besarnya transpirasi adalah sistem
perakaran vegetasi. Ketika air dalam keadaan cukup banyak, peranan akar vegetasi
terhadap proses penguapan air ini mungkin tidak terlalu besar. Tetapi ketika cadangan
air tanah mulai menyusut, faktor kedalaman dan kerapatan akar vegetasi menjadi
penting.
Kadar kelembapan tanah ikut menentukan besar kecilnya transpirasi, terutama
apabila keadaan kelembapan berkurang sampai pada titik ketika vegetasi tersebut
tidak lagi dapat di manfaatkan cadangan kelembapan air yang ada di dalam tanah
(wilting point). Sebaliknya, pada keadaan ketika kelembapan tanah cukup, artinya ia
berada di antara keadaan wilting point dan field capacity, transpirasi secara material
tidak dipengaruhi oleh kelembapan tanah. Field capacity atau kapasitas lapang tanah

8
adalah keadaan ketika air tetap tinggal dalam tanah dan tidak bergerak ke bawah oleh
gaya gravitasi.
Besarnya kapasitas lapang tanah serta cadangan kelembapan air tanah di
pengaruhi oleh struktur tanah. Pada tanah dengan kapasitas air tanah tersedia terbatas,
kelembapan air dalam tanah mudah berkurang dan akan menurunkan laju
evapotranspirasi di bawah laju evapotranspirasi potensial. Tampak bahwa faktor
kelembapan tanah dapat mnejadi faktor pembatas yang sangat menentukan untuk
berlangsungnya proses transpirasi, terutama pada tempat-tempat yang keadaan
kelembapan tanahnya terbatas.
 Pengukuran Transpirasi
Adalah sulit mengukur dari permukaan tanah yang bervegetasi. Selain harus
memperhatikan jumlah air yang tersedia dan kemampuan atmosfer untuk menyerap
dan mengangkut uap air, masih harus mempertimbangkan mekanisme transpirasi
vegetasi. Beberepa teknik pengukuran transpirasi telah dilakukan pada beberapa jenis
tanaman dalam plot-plot percobaan. Teknik tersebut antara lain :
1. Plot pengukuran dengan menggunakan alat lysimeter.
2. Pengukuran berkurangnya kleembapan tanah dalam plot percobaan.
3. Pemangkasan cabang-cabang tanaman dan menimbangnya untuk mengukur
besarnya laju kehilangan air.
4. Analisis neraca air.
Variasi harian umum dalam estimasi ET dari PM, SW, dan PTsaya model
serupa dengan ET yang diamati oleh sistem EC. Setelah presipitasi, estimasi ET dari
ketiga model secara signifikan lebih kecil daripada ET yang diamati, terutama model
PM. Ketiga model tersebut secara signifikan melebih-lebihkan ET setelah musim
dingin karena gagal menangkap penurunan dramatis transpirasi jagung musim semi
dalam kondisi ini (Gao et al., 2020)
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya Evapotranspirasi adalah
radiasi panas matahari, suhu, tekanan udara, kapasitas air dalam tanah dan udara,

9
serta kecepatan angin. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh dalam transpirasi
dari suatu vegetasi adalah radiasi panas matahari, suhu, kecepatan angin, gradient
tekanan udara. Selain dari faktor-faktor tersebut juga sifat fisik dari tumbuhan itu
sendiri, misalnya jumlah stomata dan adanya lampiran kedap dan permukaan tubuh
tumbuhan.

1. Radiasi Matahari

Evapotranspirasi merupakan konservasi air kedalam uap air. Proses ini terjadi
tanpa henti pada siang hari dan juga sering pada malam hari.Perubahan dari keadaan
cair menjadi gas ini memerlukan input energi berupa panas latent. Proses tersebut
akan sangat efektif jika ada penyinaran langsung dari matahari.

2. Kecepatan Angin

Air yang dapat menguap ke atmosfir menyebabkan lapisan batas antara tanah
dengan udara menjadi jenuh. Agar proses tetap berjalan, maka lapisan jenuh ini harus
diganti dengan udara kering. Peranan kecepatan angin dalam proses evapotranspirasi
adalah mengganti lapisan jenuh tersebut.

3. Kelembaban Relatif

Peranan kelembaban relatif pada evapotranspirasi adalah jika kelembaban


relative besar, maka kemampuan untuk menguap untuk menyerap uap air akan
berkurang sehingga laju evapotranspirasi akan menurun. Penggantian lapisan udara
pada batas tanah dan udara dengan udara yang sama kelembabannya tidak akan
memperbesar laju evapotranspirasi.
4. Temperatur

Suatu input energi sangatlah diperlukan agar evapotranspirasi tetap berjalan.


Jika suhu udara dan suhu tanah tinggi, maka proses evapotranspirasi akan berjalan
dengan adanya energi panas yang tersedia.

10
5. Suhu

Faktor iklim yang paling dominan dalam laju evapotranspiirasi adalalah faktor
suhu dimana suhu merupakan satusatunya parameter fisika lingkungan yang
dipastikan akan mengalami perubahan sebagai akibat terjadinya perubahan iklim
karena kenaikan konsentrasi gas-gas rumah kaca. Berkaitan dengan pengaruh suhu
pada Evapotranspirasi, Monteith dan Unsworth (dalam Lockwood 1994)
menerangkan bahwa penguapan akan meningkat atau menurun dengan suhu
tergantung pada nilai awalnya, apakah lebih besar atau lebih kecil dari radiasi bersih,
yaitu pada apakah permukaan lebih panas atau lebih dingin dari udara.
Menurut (Rosenberg et al, 1983) Suhu mempengaruhi Evapotranspirasi
melalui empat cara yaitu :
1. Jumlah uap air yang dapat dikandung udara (atmosfer) meningkat secara
eksponensial dengan naiknya suhu udara. Dengan begitu, peningkatan suhu
menyebabkan naiknya tekanan uap permukaan yang berevaporasi,
mengakibatkan bertambahnya deficit tekanan uap antara permukaan dengan
udara sekitar.
2. Udara yang panas dan kering dapat mensuplai energi ke permukaan. Laju
penguapan bergantung pada jumlah energi bahang yang dipindahkan, karena
itu semakin panas udara semakin besar gradient suhu dan semakin tinggi laju
penguapan. Di sisi lain, bila permukaan evaporasi yang lebih panas, akan
lebih sedikit bahang terasa (sensible) yang diekstrak dari udara dan penguapan
akan menurun.
3. Pengaruh lainnya suhu udara terhadap penguapan muncul dari kenyataan
bahwa akan dibutuhkan lebih sedikit energi untuk menguapkan air yang lebih
hangat. Jadi untuk masukan energi yang sama akan lebih banyak uap air yang
dapat diuapkan pada air yang lebih hangat.
4. Suhu juga dapat mempengaruhi penguapan melalui pengaruhnya pada celah
(lubang) stomata daun.

11
2. Membuka dan Menutupnya Stomata sebagai Bentuk Respon terhadap
Lingkungan
Stomata adalah bagian dari permukaan daun yang memiliiki bentuk yang sangat
kecil, yang mengatur dari hilangnya air melalui proses transpirasi dan penguraian
CO2 selama terjadinya proses fotosintesis berlangsung. Sehingga dengan demikian
hubungan stomata dan akumulasi tanaman sangat berpengaruh terhadap aktivitas
stomata (Comargo and Marenco, 2011). (Kemenkawa et al., 2013), juga menyatakan
bahwa kerapatan stomata akan menentukan pengadaan CO2 dan H20 sehingga
aktivitas stomata sebagai inti utama dalam penguraian tersebut menjadi indikator
utama. Untuk mengetahui terjadinya pembukaan dan penutupan anatomi stomata
dapat dilihat melalui bagian epidermis secara mikroskopis.
Menurut Lakitan (1993), stomata berfungsi untuk menjalankan proses laju
transpirasi, asimilasi, dan respirasi. Terjadinya pembukaan stomata akibat adanya
tekanan turgor dari kedua sel penjaga yang mengalami peningkatan, sehingga
menyebabkan air masuk kedalam sel penjaga. Stomata juga akan membuka ketika
terjadinya akumulasi antara ion kalium (K+) dengan sel penjaga yang menyebabkan
peningkatan ion yang terlarut dalam cairan sel. Namun, disisi lain terjadi penurunan
potensi tekanan osmotik pada sel penjaga. Pada umumnya senyawa yang berperan
terhadap menurunkan dan menutup stomata adalah asam absisat (ABA). ABA akan
memberikan indikasi bahwa ketika stomata munutup. Membuka dan menutupnya
stomata dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti intensitas cahaya matahari, asam
absisat, dan konsentrasi CO2. Internal seperti jam biologis yang mempengaruhi
aktivitas biologis tanaman (Haryanti dan Meirana, 2009).
Terjadinya pembukaan stomata ditandai dengan saat dimana transpirasi mulai
terjadi, karena adanya respon terhadap cahaya sehingga pertambahan dalam
kerapatan stomata yang menyebabkan terjadinya penurunan air (Yoo et al., 2009).
Haryanti (2013), menyatakan bahwa terjadinya pembukaan dan penutupan sel akan
disesuaikan dengan kebutuhan dari tanaman terhadap transpirasi. Namun, beberapa
sel juga akan berfungsi terhadap perubahan osmotik pada bagian sel penutup

12
stomata. Oleh sebab itu pembukaan dan penutupan stomata diatur dengan keratapan
dari stomata tersebut. Setiawan dkk, (2013), juga menyatakan bahwa pada kondisi
KAN dan PAD rendah terjadinya kehilangan turgiditas tanaman terutama pada daun
yang berada didekat stomata sehingga menyebabkan terjadi penutupan stomata.
Terjadinya penutupan stomata merupakan tahap awal bagi tanaman pada kondisi
adaptisnya terhadap transpirasi, sehingga berpengaruh juga terhadap kondutivitas
stomata. Oleh sebab itu untuk mengetahui bagaimana proses kerapatan stomata itu
terjadi perlu adanya beberapa percobaan untuk lebih memperjelas bahwa antara setiap
perlakuan stomata mempengaruhi seluruh aktivitas fisologis tanaman. Holland and
Richardson (2009), menyatakan bahwa kerapatan stomata dapat dihitung panjang
stomata atau sel lobang stomata ketika keadaan stomata pada puncak aktivitas.
Fotosintesis adalah suatu proses yang hanya terjadi pada tumbuhan yang
berklorofil dan bakteri fotosintetik, dimana energi sinar matahari (dalam bentuk
foton) ditangkap dan diubah menjadi energi kimia (ATP dan NADPH). Energi kimia
ini akan digunakan untuk fotosintesa karbohidrat dari air dan karbon dioksida
(Devlin, 1975). Prawiranata et al. (1981), menambahkan bahwa prinsip dasar dari
produksi tanaman pertanian adalah konversi energi sinar matahari (energi surya)
menjadi energi kimia (senyawa organik) dan dapat diambil oleh manusia dalam
bentuk biji, buah, bunga, daun, batang, akar dan sebagainya. Produksi senyawa
organik yang dihasilkan oleh proses fotosintesis tergantung pada tersedianya air,
CO2, energi matahari dan tidak terdapatnya senyawa toksik disekitar tanaman. Organ
fotosintetik yang berperan dalam proses fotosintesis adalah stomata dan klorofil.
Fotosintesis adalah proses pemanenan sinar matahari oleh daun. Proses pemanenan
ini dibantu oleh klorofil. Selain itu fotosintesis dapat terjadi karena adanya CO2 yang
masuk ke dalam daun. CO2 masuk ke daun melalui stomata. Oleh karena itu untuk
meningkatkan kemampuan fotosintesis daun perlu diperhatikan juga kandungan
klorofil pada daun dan frekuensi stomata daun (Sa’diyah, 2009). Darmawan dan
Baharsjah (2010), menambahkan bahwa penggunaan energi matahari dalam proses
fotosintesis dimungkinkan karena adanya pigmen berwarna hijau yang disebut

13
klorofil. Klorofil terdapat di dalam kloroplas tanaman dan dikenal antara lain klorofil
a (C55H72O5N4Mg) dan klorofil b (C55H70O6N4Mg). Klorofil tersebut
mengabsorbsi sinar dengan panjang gelombang 400-700 nm yaitu sinar biru hingga
merah jingga.
Stomata berasal dari bahasa Yunani yaitu stoma yang berarti lubang atau porus,
jadi stomata adalah lubang – lubang kecil berbentuk lonjong yang dikelilingi oleh dua
sel epidermis khusus yang disebut sel penjaga (Guard Cell). Sel penjaga tersebut
adalah sel – sel epidermis yang telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang
dapat mengatur besarnya lubang – lubang yang ada diantaranya (Kartasaputra, 1998).
Stomata pada umumnya terdapat pada bagian-bagian tumbuhan yang berwarna hijau,
terutama sekali pada daun – daun tanaman.
Ziegenspeck, 1944 cit Fahn (1991), menambahkan bahwa stomata berkembang
dari sel protoderma. Sel induk membagi diri menjadi dua sel yang terdiferensiasi
menjadi dua sel penjaga. Pada mulanya sel tersebut kecil dan bentuknya tidak
menentu, tetapi selanjutnya berkembang melebar dan bentuknya khas. Selama
perkembangan, lamela tengah diantara dua sel penjaga menggembung dan bentuknya
seperti lensa sejenak sebelum bagian tersebut berpisah menjadi aperture.
2.1 Sifat dan Fungsi Stomata
2.1.1 Sifat Stomata
Stomata adalah komponen sel epidermis daun yang berperan sebagai lintasan
masuk keluarnya CO2, O2 dan H2O selama berlangsungnya fotosintesis dan respirasi
(Woelanningsih, 1984). Oleh karena itu, aktivitas fotosintesis sangat bergantung
antara lain pada pembukaan dan penutupan stomata. Selain melalui stomata,
transpirasi juga dapat berlangsung melalui kutikula. Namun, transpirasi melalui
stomata lebih banyak daripada melalui kutikula epidermis (Palit, 2008).
Stomata seringkali digunakan sebagai salah satu ciri genetika untuk seleksi,
karena berhubungan dengan produksi maupun ketahanan tanaman terhadap hama dan
penyakit. Selain dipengaruhi secara genetika, perkembangan dan jumlah stomata
dipengaruhi oleh lingkungan (Noggle dan Fritz, 1983). Tanaman yang tumbuh pada

14
lingkungan kering dengan intensitas cahaya yang tinggi cenderung memiliki stomata
yang banyak, tetapi ukurannya kecil dibanding dengan tanaman yang tumbuh pada
lingkungan basah dan terlindung (Prawiranata et al., 1981). Bentuk stomata
berbentuk lonjong, jumlah dan ukuran per unit area berbeda antar spesies tanaman,
juga antar daun dalam satu tanaman. Stomata terdapat pada salah satu sisi permukaan
daun, yaitu bagian atas atau bagian bawah atau pada kedua sisi tergantung spesies
tanaman (Noggle dan Fritz, 1983).
2.1.2 Fungsi Stomata

 Sebagai jalan masuknya CO2 dari udara pada proses fotosintesis

 Sebagai jalan penguapan (transpirasi)

 Sebagai jalan pernafasan (respirasi), (Lakitan, 1993).


2.2 Mekanisme Stomata
2.2.1 Mekanisme Kimia Stomata
Stomata akan membuka jika tekanan turgor kedua sel penjaga meningkat, hal
ini disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel penjaga tersebut. Pergerakan air dari
satu sel ke sel lainnya selalu dari sel yang mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel
dengan potensi air lebih rendah. Tinggi rendahnya potensi air sel akan tergantung
pada jumlah bahan yang terlarut di dalam cairan sel tersebut. Semakin banyak bahan
yang terlarut maka potensi osmotik sel akan semakin rendah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada saat stomata membuka akan terjadi akumulasi ion kalium
(K+) pada sel penjaga. Ion kalium berasal dari sel tetangganya.
Cahaya diketahui berperan merangsang masuknya ion kalium ke sel penjaga
dan jika tumbuhan tersebut kemudian ditempatkan dalam gelap, maka ion kalium
akan kembali keluar dari sel penjaga. Akan tetapi stomata akan membuka walaupun
dalam gelap jika ditempatkan dalam udara yang bebas CO 2. Cahaya merah dan biru
diketahui efektif dalam merangsang pembukaan stomata, tetapi jika dibandingkan
antara kedua panjang gelombang cahaya tersebut, maka cahaya biru agaknya lebih

15
efektif dibanding cahaya merah. Pada intensitas rendah, dimana cahaya merah tidak
menunjukkan pengaruh, cahaya biru telah dapat mempengaruhi pembukaan stomata.
Asam-asam organik disintesis dalam sel penjaga dan yang disintesis umumnya adalah
asam malat, sedang ion-ion hidrogen terkandung di dalamnya. Hal ini akan
menyebabkan pH sel penjaga akan turun jika tidak dikirim keluar dari sel penjaga.
Bertambahnya ion yang terlarut di dalam cairan sel (K+ dan malat) akan
menyebabkan semakin rendahnya potensi osmotik sel penjaga (Lakitan, 1993).
2.2.2 Mekanisme Fisiologi Stomata
Stomata dapat membuka dan menutup. Kemampuan membuka dan menutup
diatur oleh sel penjaga, Apabila tanaman mengalami kekurangan air, maka sel
penjaga akan menutup stomata untuk mengurangi penguapan. Hal sebaliknya terjadi
jika tanaman memiliki kandungan air cukup. Stomata adalah sebuah lubang, yang jika
terbuka uap air akan mengalir keluar karena perbedaan gradien konsentrasi (difusi).
Secara garis besar mekanisme kerja stomata bergantung pada tekanan air pada
sel penjaga. Sel penjaga dilengkapi dengan mikrofibril yang membantu
penggembungan dan pengempisan sel tersebut. Keadaan tumbuhan yang cukup air
menyebabkan sel penjaga menggembung sehingga stomata akan terbuka. Namun
apabila tumbuhan mengalami dehidrasi, air dalam sel penjaga akan keluar membuat
sel penjaga mengempis dan menutup bukaan stomata.
Sejak tahun 1960-an hingga sekarang, ditemukan bahwa unsur-unsur yang
berperan larut dalam sel penjaga ialah Kalium, Klor, dan Malat. Sel penjaga
memasukkan ion kalium dan klor serta menghasilkan ion malat untuk menurunkan
tekanan osmotik dalam sel sehingga air dari luar sel akan berdifusi ke dalam sel,
membuat sel menjadi menggelembung. Fase pertama dari pebukaan sel stomata ialah
pengaktifan pompa proton untuk memompa ion hidrogen keluar sel. Perubahan
muatan akibat pompa proton tersebut membuka kanal ion K + dan Cl– sehingga ion-
ion dari luar sel masuk ke dalam sel. Perubahan pH akibat penurunan ion H + harus
diminimalisir, sehingga sel memecah cadangan pati menjadi malat dan ion H +. Jika
dilihat hasil akhirnya, di dalam sel akan terakumulasi begitu banyak zat terlarut,

16
sehingga air akan terdifusi dari luar sel. Sel penjaga membengkak dan terbukalah
stomata (Hopkins dan Hunner, 2009)
Transpirasi sangat ditentukan oleh membukanya stomata. Stomata penting
kalau air dari sel penutup keluar ke sel – sel sekitarnya. Perubahan – perubahan nilai
potensial osmotik di dalam sel penutup disebabkan oleh perubahan kimia yang terjadi
din dalam sel penutup tersebut, yang selanjutnya akan mengubah potensial airnya.
Sehubungan dengan terjadinya perubahan kimia ini, beberapa teori telah ditemukan.

Stomata membuka jika tekanan turgor sel penutup tinggi, dan menutup jika
tekanan turgor sel penutup rendah. Ketika air dari sel tetangga memasuki sel
penutup, sel penutup akan memiliki tekanan turgor yang tinggi. Sementara itu, sel
tetangga yang telah kehilangan air akan mengerut, sehingga menarik sel pennutup
kebelakang, maka stomata terbuka. Sebaliknya, ketika air meninggalkan sel penutup
dan menuju ke dalam sel tetangga, maka tekanan turgor di dalam sel penutup akan
menurun (rendah). Sementara itu, sel tetangga yang mengakumulasi lebih banyak air
akan menggelembung, sehingga mendorong sel penutup ke depan, maka stomata
tertutup.
Menutupnya stoma akan menurunkan jumlah CO2 yang masuk ke dalam daun
sehingga akan mengurangi laju fotosintesis. Pada dasarnya proses membuka dan

17
menutupnya stoma bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kehilangan air
melalui transpirasi dengan pembentukan gula melalui fotosintesis.
Mekanisme membuka dan menutupnya stomata akibat tekanan Turgor.
Tekanan turgor adalah tekanan dinding sel oleh isi sel, banyak sedikitnya isi sel
berhubungan dengan besar kecilnya tekanan pada dinding sel. Semakin banyak isi sel,
semakin besar tekanan dinding sel. Tekanan turgor terbesar terjadi pada pukul 04.00-
08.00. Stomata akan membuka jika kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan
tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel penjaga
tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari sel yang
mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi air lebih rendah. Tinggi
rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang terlarut (solute) di
dalam cairan sel tersebut. Semakin banyak bahan yang terlarut maka potensiosmotic
sel akan semakin rendah. Dengan demikian, jika tekanan turgor sel tersebut tetap,
maka secara keseluruhan potensi air sel akan menurun. Untuk memacu agar air
masuk ke sel penjaga, maka jumlah bahan yang terlarut di dalamsel tersebut harus
ditingkatkan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata
yaitu :
1. Faktor eksternal :
Intensitas cahaya matahari, konsentrasi CO2 dan asam absisat (ABA). Cahaya
matahari merangsang sel penutup menyerap ion K+ dan air,sehingga stomata
membuka pada pagi hari. Konsentrasi CO2 yang rendah di dalam daun juga
menyebabkan stomata membuka.
 Karbon dioksida, tekanan parsial CO2 yang rendah dalam daun akan
menyebabkan pH sel menjadi tinggi. Pada pH yang tnggi 6-7 akan merangsang
penguraian pati menjadi gula, sehingga stomata terbuka.
 Air, apabila tumbuhan mengalami kekurangan air, maka potensial air pada
daun akan turun, termasuk sel penutupmya sehingga stomata akan tertutup.

18
 Cahaya, dengan adanya cahaya maka fotosintesis akan berjalan, sehingga CO2
dalam daun akan berkurang dan stomata terbuka.
 Suhu, naiknya suhu akan meningkatkan laju respirasi sehingga kadar CO2
dalam daun meningkat, pH akan turun dan stomata tertutup.
 Angin, angin berpengaruh terhadap membuka dan menutupnya stomata secara
tidak langsung. Dalam keadaaan angin yang bertiup kencang pengeluaran air
melalui transpirasi seringkali melebihi kemampuan tumbuhan untuk
menggantinya. Akibatnya daun dapat mengalami kekurangan air sehingga
turgornya turun dan stomata akan tertutup.
2. Faktor internal (jam biologis) :
Jam biologis memicu serapan ion pada pagi hari sehingga stomata membuka,
sedangkan malam hari terjadi pembasan ion yang menyebabkan stomata menutup.
Stomata pada tumbuhan berbeda karena perbedaan keadaan letak sel penutup,
penyebarannya, bentuk dan letak penebalan dinding sel penutup serta arah
membukanya sel penutup, jumlah dan letak sel tetangga pada tumbuhan dikotildan
monokotil, letak sel-sel penutup terhadap permukaan epidermis, dan antogene/asal-
usulnya.
Stomata akan membuka jika kedua sel penjaga meningkat. Peningkatan
tekanan turgor sel penjaga disebabkan oleh masuknya air ke dalam sel penjaga
tersebut. Pergerakan air dari satu sel ke sel lainnya akan selalu dari selyang
mempunyai potensi air lebih tinggi ke sel ke potensi air lebih rendah. Tinggi
rendahnya potensi air sel akan tergantung pada jumlah bahan yang terlarut (solute)
didalam cairan sel tersebut. Semakin banyak bahan yang terlarut maka
potensiosmotic sel akan semakin rendah. Dengan demikian, jika tekanan turgor
seltersebut tetap, maka secara keseluruhan potensi air sel akan menurun. Untuk
memacu agar air masuk ke sel penjaga, maka jumlah bahan yang terlarut di dalamsel
tersebut harus ditingkatkan.
Aktivitas stomata terjadi karena hubungan air dari sel-sel penutup dan sel-
selpembantu. Bila sel-sel penutup menjadi turgid dinding sel yang tipis

19
menggembungdan dinding sel yang tebal yang mengelilingi lobang (tidak dapat
menggembung cukup besar) menjadi sangat cekung, karenanya membuka lobang.
Oleh karena itu membuka dan menutupnya stomata tergantung pada
perubahan-perubahan turgiditas dari sel-sel penutup, yaitu kalau sel-sel penutup
turgid lobang membuka dan sel-sel mengendor pori/lobang menutup.
Pada beberapa tumbuhan misalnya kelompok tumbuhan CAM stoma
membuka pada malam hari sedangkan pada siang hari stoma menutup. Pompa proton
merupakan adaptasi untuk mengurangi proses penguapan tumbuhan yang hidup di
daerah kering. Pada malam hari CO2 masuk ke dalam tanaman dan disimpan dalam
bentuk senyawa C4. Selanjutnya senyawa C4 akan membebaskan CO2 pada siang hari
sehingga dapat digunakan untuk fotosintesis.
Adaptasi lainnya yang terdapat pada tumbuhan xerofit untuk mengurangi
proses transpirasi yaitu memiliki daun dengan stoma tersembunyi (masuk ke bagian
dalam) yang ditutupi oleh trikoma (rambut-rambut yang merupakan penjuluran
epidermis. Pada saat matahari terik, jumlah air yang hilang melalui proses transpirasi
lebih tinggi daripada jumlah air yang diserap oleh akar. Untuk mengurangi laju
transpirasi tersebut stoma akan menutup.
1. Pengaruh Pompa Ion Kalium
Aktivitas stomata terjadi karena hubungan air dari sel-sel penutup dan sel-sel
pembantu. Bila sel-sel penutup menjadi turgid dinding sel yang tipis menggembung
dan dinding sel yang tebal yang mengelilingi lobang (tidak dapat menggembung
cukup besar) menjadi sangat cekung, karenanya membuka lobang. Oleh karena itu
membuka dan menutupnya stomata tergantung pada perubahan-perubahan turgiditas
dari sel-sel penutup, yaitu kalau sel-sel penutup turgid lobang membuka dan sel-sel
mengendor pori/lobang menutup.
Stomata membuka karena sel penjaga mengambil air dan menggembung
dimana sel penjaga yang menggembung akan mendorong dinding bagian dalam
stomata hingga merapat. Stomata bekerja dengan caranya sendiri karena sifat khusus
yang terletak pada anatomi submikroskopik dinding selnya. Sel penjaga dapat

20
bertambah panjang, terutama dinding luarnya, hingga mengembang ke arah luar.
Kemudian, dinding sebelah dalam akan tertarik oleh mikrofibril tersebut yang
mengakibatkan stomata membuka.
Pada saat stomata membuka akan terjadi akumulasi ion kalium (K+) pada sel
penjaga. Ion kalium ini berasal dari sel tetangganya. Cahaya sangat berperan
merangsang masuknya ion kalium ke sel penjaga dan jika tumbuhan ditempatkan
dalam gelap, maka ion kalium akan kembali keluar sel penjaga.
Ketika ion kalium masuk ke dalam sel penjaga, sejumlah yang sama ion
hydrogen keluar, dimana ion hidrogen tersebut berasal dari asam-asam organic yang
disintesis ke dalam sel penjaga sebagai suatu kemungkinan faktor penyebab
terbukanya stomata. Asam organic yang disintesis umumnya adalah asam malat
dimana ion-ion hydrogen terkandung didalamnya. Asam malat adalah hasil yang
paling umum didapati pada keadaan normal. Karena ion hydrogen diperoleh dari
asam organic, pH di sel penjaga akan turun (akan menjadi semakin asam), jika H+
tidak ditukar dengan K+ yang masuk.
Suatu penelitian menunjukkan bahwa turgor sel penjaga berkaitan dengan
metabolisme penyerapan ion, terutama K+. Meningkatnya konsentrasi K+ pada sel
penjaga, stomata membuka lebih lebar sebaliknya ketika menutup tidak terjadi
akumulasi K+. Mekanisme membuka menutupnya stomata terutama tergantung pada
akumulasi K+ pada sel stomata dan bukan semata-mata oleh adanya hidrolisa amilum
menjadi gula sebagaimana dipercaya selama ini, hidrolisa amilum ini hanya faktor
sekunder.
Untuk akumulasi K+ ini disediakan sebagian oleh vakuola sel lateral dan
sebagian lagi oleh sel epidermis. Akumulasi K+ ini akan berbalik bila stomata
menutup, yaitu K+ berakumulasi di sel epidermis. Tidak ada perbedaan electro
potential yang menyolok antara setiap sel epidermis dan bagaimanapun keadaan
stomata, K+ ditransport secara aktif dan ketika stomata membuka atau menutup
memerlukan energi.
2. Pengaruh Fotosintesis

21
Adanya klorofil pada sel penjaga mengakibatkan sel penjaga dapat
melangsungkan proses fotosintesis yang menghasilkan glukosa dan mengurangi
konsentrasi CO2. Glukosa larut dalam air sehingga air dari jaringan di sekitar sel
penjaga akan masuk ke dalam sel penjaga yangmengakibatkan tekanan turgor sel
penjaga naik sehingga stoma akan membuka.
Pengamatan mikroskopis terhadap permukaan daun menunjukkan bahwa
cahaya mempengaruhi pembukaan stomata. Pada saat redup atau tidak ada cahaya
umumnya stoma tumbuhan menutup. Ketika intensitas cahaya meningkat stoma
membuka hingga mencapai nilai maksimum. Mekanisme membuka dan menutupnya
stomata dikontrol oleh sel penjaga.
Dibawah iluminasi, konsentrasi solut dalam vakuola sel penjaga meningkat.
Bagaimana konsentrasi solut tersebut meningkat? Pertama, pati yang terdapat pada
kloroplas sel penjaga diubah menjadi asam malat. Kedua, pompa proton pada
membran plasma sel penjaga diaktifkan. Pompa proton tersebut menggerakkan ion
H+, beberapa diantaranya berasal dari asam malat, melintasi membran plasma. Asam
malat kehilangan ion H+ membentuk ion malat. Hal ini menaikkan gradien listrik dan
gradien pH lintas membran plasma. Ion K+ mengalir ke dalam sel tersebut melalui
suatu saluran sebagai respon terhadap perbedaan muatan, sedangkan ion
Clberasosiasi dengan ion H+ mengalir ke dalam sel tersebut melalui saluran lainnya
dalam merespon perbedaan konsentrasi ion H+. Akumulasi ion malat, K+, dan Cl-
menaikkan tekanan osmotik sehingga air tertarik ke dalam sel penjaga. Signal yang
mengaktifkan enzim yang membentuk malat dan mengaktifkan pompa proton di
dalam membran plasma mencakup cahaya merah dan cahaya biru.
Menutupnya stoma akan menurunkan jumlah CO2 yang masuk ke dalam daun
sehingga akan mengurangi laju fotosintesis. Pada dasarnya proses membuka dan
menutupnya stoma bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kehilangan air
melalui transpirasi dengan pembentukan gula melalui fotosintesis.
Namun pada Tanaman CAM membuka stomatanya malam hari, pada malam
hari terjadi respirasi tidak sempurna dan KH diubah menjadi asam malat, dari

22
respirasi tersebut CO2 tidak dilepaskan, tetap diikat, pH tetap tinggi (7), pati dalam
sel penjaga dihidrolisis menjadi gula, Ψs nya menurun, terjadi endoosmosis, Ψp sel
penjaga naik, turgor, dinding sel penjaga tertekan ke arah luar, stomata membuka.
3. Perubahan Pati Menjadi Gula
Pada sel penutup terjadi akumulasi gula dan hal ini terjadi pada siang hari.
Terakumulasinya gula ini pada siang hari telah menyebabkan potensial
osmotik/potensial air sel penutup menjadi rendah, sehingga air dapat masuk ke sel
penutup dari sel tetangganya, turgornya naik dan stomata terbuka. Pada malam hari
gula ini hilang dari sel penutup yang menyebabkan potensial air sel penutup menjadi
tinggi, sehingga air keluar dari sel penutup, turgornya turun dan stomata menutup.
Timbul dan hilangnya gula ini dari sel penutup kemudian diketahui disebabkan
terjadinya perubahan gula menjadi pati dan sebaliknya. Perubahan pati menjadi gula
ini dipengaruhi oleh enzim fosforilase yang mereaksinya.
Enzim fosforilase ini dapat berfungsi mempengaruhi reaski yang bolak –
balik, yaitu mempengaruhi pengubahan pati menjadi gula dan gula menjadi pati. Pada
saat pati diubah menjadi glukosa, berarti terjadi perubahan dari zat tidak larut menjadi
zat yang mudah larut dan berarti pula telah terjadi perubahan jumlah partikel di dalam
sel penutup, sehingga sel penutup dapat menarik air dari sel – sel sekitarnya (sel
tetangga), turgornya naik dan stomata terbuka. Sebaliknya apabila glukosa diubah
menjadi pati, akan terjadi pengenceran di dalam sel penutup, sehingga air dari sel
penutup akan mengalir ke sel – sel sekitarnya., turgornya menurun dan stomata
tertutup.
Aktivitas enzim fosforilase bergantung pada pH di dalam sel tersebut. Pati
diubah menjadi glukosa oleh enzim ini pada pH 6-7. Hal ini dimungkinkan oleh
adanya proses fotosintesis yang banyak pengikat CO2, sehingga pH dalm sel menjadi
agak tinggi. Pada malam hari karena tidak ada fotosintesis, CO2 yang ada dalam
seakan bereaksi dengan air menghasilkan asam karbonat yang selanjtnya akan terurai
menjadi H+ dan HCO3-. Terkumpulnya proton dalam sel akan menyebabkan kondisi

23
dalam sel menjadi lebih asam dan pHnya rendah menjadi sekitar 4-5. Pada pH 4-5
aktivitas enzim fosforilase mengubah glukosa menjadi pati kembali.
Pada umumnya tanaman dapat dibedakan secara morfologinya untuk sekedar
mengetahui bentuk dan jenis tanaman. Berbagai ilmu-ilmu yang menentukan jenis
tanaman, klasfikasi, ataupun sifat fisiologisnya seperti taxonomy, anatomy untuk
mengetahui penggolongan tanaman. Tanaman juga dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis yakni tanaman C3, C4, dan CAM. Pada dasarnya perbedaan jenis
tanaman tersebut dibedakan melalui proses fiksasi karbon dan pengikatan gas CO2.
Golongan tanaman C3 merupakan tanaman yang membutuhkan CO2 yang lebih
banyak dibandingkan dengan C4 dan Stomata menutup stomata membuka CAM.
Dengan kebutuhan CO2 yang banyak tanaman C3 memerlukan jumlah stomata yang
banyak pula untuk memenuhi proses fiksasi karbon tersebut. Sifat dari tanaman C4
merupakan tanaman yang memerlukan cahaya yang cukup untuk proses
fisiologisnya, contoh tanaman C4 yakni jagung, tebu, dan sorghum. Sedangkan
tanaman CAM merupakan golongan jenis tanaman yang adaptif terhadap kondisi
lingkungan yang kering, karena pada dasarnya tanaman CAM memiliki bentuk
batang yang dapat menyimpan air lebih banyak dibanding tanaman C3, dan C4.
Contoh dari tanaman CAM seperti kaktus, lidah buaya, dan nanas. Adapun beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi proses membuka dan menutupnya stomata pada
setiap jenis tanaman tersebut terdiri dari :
1. Adanya tekanan turgor pada sel penutup, yakni dengan adanya sifat
turgorditas, akan mempengaruhi sel penutup stomata yang menyebabkan
bertambah dan berkurangnya ukuran sel penjaga.
2. Adanya konsentrasi CO2, CO2 merupakan salah satu faktor yang paling
mempengaruhi pada proses membukanya stomata. CO2 akan masuk ke dalam
stomata apabila adanya bantuan Ion K+ untuk masuk ke sel penjaga. Pada
dasarnya antara tanaman C3, C4, dan CAM akan dipengaruhi oleh proses
pengikatan atom C. Tanaman C3 akan lebih membutuhkan CO2 yang lebih
banyak daripada C4 karena pada tanaman C3 akan mengalami kompensasi

24
yang tinggi. Sehingga dalam pemanfaatannya jumlah stomata yang
dibutuhkan banyak pula. Namun, pada kondisi CO2 yang rendah stomata
pada tanaman C3 dan C4 cenderung akan membuka.
3. Intensitas cahaya, pada tanaman C3 dan C4, intesitas cahaya meruapakan
salah satu fakor utama yang akan mempengaruhi proses membuka dan
menutupnya stomata karena, pada tanaman C3 yang lebih dominan tidak
membutuhkan cahaya akan lebih cepat membuka stomata apabila intensitas
cahaya tidak terlalu tinggi, sehingga tanaman dapat mengurangi proses
transpirasi pada saat siang hari. Sedangkan pada tanaman C4, intensitas
cahaya yang tinggi tidak mempengaruhi karena, stomata yang banyak terdapat
pada tanaman tersebut akan membuka pada kondisi intensitas cahaya yang
tinggi. Namun pada kondisi malam hari stomata akan menutup dan sedikit
karena intensitas cahaya yang tidak ada. Tanaman CAM merupakan tanaman
yang umumnya terdapat didaerah kering, sehingga dalam pemanfaatan
cahaya, tanaman CAM akan menutup stomata pada siang hari untuk
menghindari penguapan, dan akan membuka stomata pada saat malam hari
dengan jumlah stomata yang tidak terlalu banyak. Namun pada setiap jenis
tanaman juga akan mengalami pengurangan jumlah stomata apabila diikuti
dengan penurunan intensitas cahaya dan sifat fisiologis tanaman.
4. Suhu, Pada suatu kondisi suhu yang tinggi tanaman akan cenderung membuka
stomata, dan pada kondisi cuhu yang rendah tanaman akan menutup stomata.
Pada saat malam hari tanaman CAM merupakan tanaman yang aktif untuk
membuka stomata pada saat malam hari dengan jumlah stomata yang tidak
banyak. CAM akan melakukan proses fisiologisnya pada saat malam hari
untuk melakukan proses respirasi.
5. Adanya hormon Asam Absisat (ABA), keberadaan hormon tersebut akan
menyebabkan tanaman C3 dan CAM apabila terjadi kekurangan air yang
berlebihan, hormon akan bereaksi pada sel penjaga untuk menutup stomata.

25
6. Jam biologis, pada waktu-waktu tertentu stomata dari setiap jenis tanaman
baik C3, C4, ataupun CAM merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata, seperti pada saat malam
hari, stomata pada tanaman kaktus akan selalu membuka dan menutup pada
siang hari, dan pada tanaman jagung stomata akan membuka pada saat siang
hari dan menutup pada saat malam hari.
3. Hubungan Evapotranspirasi dengan Ketersediaan Air

Air merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman, bahkan air
merupakan faktor pembatas utama dalam usaha peningkatan produktivitas lahan.
Kebutuhan tanaman akan air berbeda-beda, tergantung stadia pertumbuhan dan jenis
tanaman. Ketersediaan air merupakan salah satu faktor pembatas yang menentukan
jenis dan sebaran tanaman serta periode masa tanam (Pelaihari, 2010).
Ketersediaan air pada dasarnya terdiri atas tiga bentuk, yaitu air hujan, air
permukaan, dan air tanah. Sumber air utama dalam pengelolaan alokasi air adalah
sumber air permukaan dalam bentuk air di sungai, saluran, danau, dan tampungan
lainnya. Penggunaan air tanah kenyataannya sangat membantu pemenuhan kebutuhan
air baku dan air irigasi pada daerah yang sulit mendapatkan air permukaan, akan
tetapi keberlanjutannya perlu dijaga dengan pengambilan yang terkendali di bawah
debit aman (safe yield). Dalam pengelolaan alokasi air, air hujan berkontribusi untuk
mengurangi kebutuhan air irigasi yaitu dalam bentuk hujan efektif. Pada beberapa
daerah dengan kualitas air permukaan yang tidak memadai, dilakukan pemanenan
hujan, yaitu air hujan ditampung menjadi sumber air untuk keperluan rumah tangga.
Ketersediaan air permukaan dapat didefinisikan dalam berbagai cara. Lokasi
ketersediaan air dapat berlaku pada suatu titik, misalnya pada suatu lokasi pos duga
air, bendung tempat pengambilan air irigasi, dan sebagainya dimana satuan yang
kerap digunakan adalah berupa nilai debit aliran dalam meter kubik/s atau liter/s.
Banyaknya air yang tersedia dapat pula dinyatakan untuk suatu areal tertentu,
misalnya pada suatu wilayah sungai (WS), daerah aliran sungai (DAS), daerah irigasi

26
(DI), dan sebagainya, dimana satuan yang digunakan adalah berupa banyaknya air
yang tersedia pada satu satuan waktu, misalnya juta meter kubik/tahun atau
milimeter/ hari. Analisis ketersediaan air menghasilkan perkiraan ketersediaan air di
suatu wilayah sungai, secara spasial dan waktu. Analisis ini pada dasarnya terdiri atas
langkah-langkah: (1) analisis data debit aliran, (2) analisis data hujan dan iklim, (3)
pengisian data debit yang kosong, (4) memperpanjang data debit runtut waktu, dan
(5) analisis frekuensi debit aliran rendah.
Kebutuhan air untuk tanaman dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah. Faktor
iklim seperti radiasi surya, suhu, kecepatan angin, kelembaban udara mempengaruhi
proses evaporasi. Faktor tanah seperti tekstur, kedalaman air tanah, dan struktur
topografi menentukan besarnya infiltrasi, perkolasi, dan limpasan air. Selain itu,
karakteristik tanaman seperti jenis, pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga
berpengaruh terhadap jumlah air yang dibutuhkan tanaman (Djufry, 2006).
Pohon mengatur transpirasi dengan 2 cara yaitu jangka pendek dan jangka
panjang. Pada jangka pendek, stomata menanggapi variasi cahaya, kekurangan
tekanan uap, dan potensial air daun. Pada jangka panjang, terjadi perubahan daerah
daun kanopi dan struktur akarserta tunas dimana struktur ini menyediakan air bagi
kanopi (Wullschleger, 2006).
Tidak semua presipitasi yang mencapai permukaan secara langsung berinfiltrasi
ke dalam tanah atau melimpas ke atas permukaan tanah. Sebagian darinya, secara
langsung atau setelah penyimpanan permukaan (atau bawah permukaan) hilang dalam
bentuk evaporasi, yaitu proses dimana air menjadi uap, transpirasi, yaitu proses
dimana air menjadi uap melalui metabolism tanaman, inkorporasi, yaitu pemindahan
air menjadi struktur fisik vegetasi pada proses pertumbuhan dan sublimasi, yaitu
proses dimana air dalam keadaan padat menjadi uap (Eagleson, 1970 dalam Sentot,
1990).
Perkiraan evaporasi dan transpirasi sangat penting dalam pengkajian
hidrometeorologi. Pengukuran langsung evaporasi dan evapotranspirasi dari air
ataupun permukaan lahan yang besar adalah tidak mungkin pada saat ini (Wartena,

27
1974 dalam Sentot, 1990). Evapotranspirasi potensial adalah evaotranspirasi yang
akan berlangsung hanya bila pasokan air tidak terbatas bagi stomata tanaman dan
permukaan tanah lebih dekat pada fase dengan radiasi matahari karena hanya sedikit
panas yang disimpan oleh tanaman dan stomata manutup pada malam hari. Pada
daerah-daerah yang kering, evapotranspirasi actual yaitu jumlah evapotranspirasi
aktual erat kaitannya dengan air hujan. Walaupun diketahui bahwa sejumlah faktor
mempengaruhi laju evapotranspirasi (Ward, 1967 dalam Sentot, 1990) yaitu: radiasi
matahari, suhu udara dan permukaan, kelembaban, kecepatan angin dan tekanan
udara.
Ketersediaan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman sangat
penting. Nyakpa et.al., (1988 cit Maryani, 2012) menyatakan bahwa dalam kondisi
kadar air tanah diatas kapasitas lapang maka pertumbuhan akan lambat karena
terhambatnya perkembangan akar yang akan disebabkan oleh kurangnya oksigen
dalam tanah. Jika jumlah air yang tersedia dalam tanah sedikit akan menyebabkan
tanaman menjadi layu. Pada saat pasokan air tidak mencukupi maka tanaman akan
mengalami stres air, maka transpirasi dan asimilasi akan menurun. Selain pemberian
air, lingkungan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Air yang dapat diserap dari tanah oleh akar tanaman disebut air tersedia,
merupakan perbedaan antara jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang (air yang
tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir karena gaya gravitasi) dan jumlah air
dalam tanah pada persentase pelayuan permanen (persentase kelembaban dimana
tanaman akan layu dan tidak akan segar kembali dalam atmosfer dengan kelembapan
relative 100%) (Gardner et.al., 1991 cit Maryani, 2012).
Ada dua faktor yang secara dominan menentukan ketersediaan air dalam tanah.
Pertama, presipitasi melalui mekanisme infiltrasi dan perkolasi sebagai sumber
pengisian dalam sistem, Kedua evapotranspirasi sebagai pengosongan yang
menyebabkan hilangnya air dari sistem. Apabila air lebih besar dari pengisian air
maka akan terjadi penurunan ketersediaan air tanah. Neraca masukan dan keluaran air
di suatu tempat dikenal sebagai neraca air, yang bersifat dinamis sehingga nilai

28
neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu, kemungkinan bisa terjadi kelebihan air
ataupun kekurangan air (Harahap dan Darmosarkoro, 1999 cit Pasaribu et.al., 2012).
Kebutuhan air tanaman (crop water requirement) didefinisikan sebagai banyaknya
air yang hilang dari areal pertanaman setiap satuan luas dan satuan waktu, yang
digunakan untuk pertumbuhan, perkembangan (transpirasi) dan dievaporasikan dari
permukaan tanah dan tanaman. Kebutuhan air tanaman adalah transporasi.
Evapotranspirasi dipengaruhi oleh kadar kelembaban tanah, suhu udara, cahaya
matahari, dan angin. Evapotranspirasi dapat ditentukan dengan cara, yaitu (1)
menghitung jumlah air yang hilang dari tanah dalam jangka waktu tertentu, (2)
menggunakan factor-faktor iklim yang mempengaruhi evapotranspirasi, (3)
menggunakan Iysimeter (Jumin, 2002).
Ketersediaan air untuk tanaman juga dipengaruhi oleh kondisis fisik tanah.
Dalam hal ini untuk jenis tanah berpasir kapasitas penahan air atau Water Holding
Capacity (WHC) nya rendah, air yang terjerap pada partikel-partikel tanah lebih
sedikit dibandingkan dengan tanah jenis liat yang memiliki WHC lebih tinggi. Selain
itu ketersediaan bahan organik juga berperan dalam kemampuan tanah menahan air.
Kebutuhan air pada tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang
diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (ET) dari
tanaman. Islami dan Wani (1995) menyatakan, dilapangan proses transpirasi dan
evaporasi terjadi secara bersamaan dan sulit untuk dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu kehilangan air lewat kedua proses ini pada umumnya
dijadikan satu yang disebut dengan evapotranspirasi, dengan kata lain
evapotranspirasi merupakan jumlah air yang diperlukan oleh tanaman. Sedangkan
lengas tanah yang berada diantara kapasitas lapang (pF= 2,47) dan titik layu
permanen (pF=4,2) merupakan air yang dapat digunakan oleh tanaman yang disebut
dengan air tersedia (available water).
Koefisien evapotranspirasi menunjukkan bahwa semakin tinggi laju
evapotranspirasi pada periode tertentu maka semakin berkurang pula cadangan air
tanah dan bertambahnya kedalaman muka air tanah pada periode tersebut.

29
Evapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya ketersediaan air
tanah, semakin besar terjadinya evapotranspirasi maka akan semakin besar air yang
keluar dari sistem tanah. Menurut Harahap dan Darmosarkoro (1999 cit Pasaribu
et.al., 2012), sumber utama pengeluaran air dari sistem tanah adalah proses
evapotranspirasi, tingginya evapotranspirasi dapat mengubah kondisi muka air tanah
secara cepat.

4. Pengaruh Lingkungan terhadap Produk Biomas Tanaman


Secara umum biomassa merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman
baik secara langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi dalam
jumlah yang sangat besar. Biomassa juga disebut sebagai “fitomassa” dan seringkali
diterjemahkan sebagai bioresource atau sumber daya yang diperoleh dari hayati. basis
sumber daya ini meliputi ratusan bahkan ribuan spesies tanaman daratan dan lautan,
berbagai sumber pertanian, perhutanan dan limbah residu dari proses industri serta
kotoran hewan. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintetik, baik berupa produk maupun buangan. Selain digunakan untuk tujuan
primer yaitu serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati, bahan bangunan dan
sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Pada
umumnya digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya
rendah atau merupakan limbah setelah diambil produk primernya.
Salah satu langkah untuk mengurangi emisi karbondioksida ialah melalui
pengenalan energi terbarukan dan ramah lingkungan, energi tersebut merupakan 6
energi biomassa. biomassa membentuk bagiannya sendiri melalui proses fotosintesis.
Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer tidak akan berubah selama
karbondioksida yang dilepaskan oleh pembakaran biomassa setelah pemanfaatan
energi dikembalikan seperti semula, seperti proses reforestrasi, ini disebut netralitas
karbon biomassa. Energi yang menggantikan bahan bakar fosil dapat diperoleh dari
siklus, yaitu pembakaran biomassa, emisi karbondioksida dan refiksasi

30
karbondioksida. oleh karena itu emisi karbondioksida dapat direduksi dengan cara
mengganti bahan bakar fosil dengan biomassa.
Berat kering tumbuhan yang berupa biomassa total, dipandang sebagai
manifestasi proses-proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tumbuhan.
Biomassa tumbuhan meliputi hasil fotosintesis, serapan unsur hara dan air. Biomassa
adalah bahan yang berasal dari makhluk hidup, termasuk tanaman, hewan dan
mikroba. Menjadikan biomassa sebagai sumber untuk memenuhi berbagai kebutuhan
menjadi sangat menarik sebab biomassa merupakan bahan yang dapat diperbaharui.
Contoh biomassa meliputi pohon, tanaman produksi dan residu serat-serat tanaman,
limbah hewan, limbah industri dan limbah-limbah lain yang berupa bahan
organik. Pemanfaatan energi biomassa yang sudah banyak saat ini adalah dari limbah
biomassa itu sendiri, yakni sisa-sisa biomassa yang sudah tidak terpakai, bekas tebu
kering, tangkai jagung, tangkai padi dan sebagainya.

Biomassa adalah energi yang dibuat untuk bahan bakar yang didapat dari
sumber alami yang dapat diperbaharui. Energi Biomassa bisa menjadi solusi bahan
bakar yang selama ini tidak dapat diperbaharui dan mencemari lingkungan hidup.
Bahan pembuat energi biomassa dikategorikan menjadi dua jenis, pertama dari hewan
yang berupa mikroorganisme ataupun makroorganisme, dan yang kedua berasal dari
tumbuhan seperti tanaman sisa pengolahan ataupun hasil panen secara
langsung. Energi biomassa muncul karena adanya siklus karbon di bumi. Dimana,
hampir semua unsur kehidupan, mulai dari tumbuhan, hewan hingga manusia
memiliki unsur karbon yang pada dasarnya terus berputar. Karena itulah, biomassa
sendiri bisa dibuat bahan bakar karena juga mengandung unsur karbon.

Biomassa tanaman perkebunan dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, dan


bioenergi. Hasil penelitian dan perkembangan teknologi telah mendorong
pemanfaatan biomassa bagian-bagian tanaman tersebut. Tanaman perkebunan
memiliki potensi besar untuk menghasilkan biomassa yang dapat dimanfaatkan dalam

31
pengembangan energi terbarukan. Pemetaan potensi biomassa telah banyak dilakukan
pada tanaman perkebunan, seperti pada: tebu, kakao, kelapa sawit, kemiri sunan,
jarak pagar, kopi, kelapa dalam, karet dan teh. Pengembangan sistem produksi
pangan dan biomassa untuk pembangkit energi melalui sistem multi tanam berbasis
komoditas perkebunan telah dikembangkan. Di Kabupaten Aceh Timur telah
dilakukan pengembangan sistem agroindustri juga memanfaatkan semua produk
samping, mendorong daur ulang dan pemanfaatan residu. Pemanfaatan potensi
bioenergi masih dihadapkan pada berbagai kendala distribusi, kontinuitas pasokan
bahan dan aspek ekonomi. Menyikapi hal tersebut langkah strategis dapat dilakukan
melalui: analisis neraca karbon, alokasi lahan, pemanfaatan lahan, pemanfaatan
sumber daya secara berkelanjutan, dukungan teknologi, fokus pada nilai tambah yang
tinggi dan perbaikan tata kelola. Selanjutnya perbaikan pada pengembangan sistem
pangan energi terpadu dapat ditempuh melalui: (1) sosialisasi dari inovasi teknologi,
(2) membentuk kawasan-kawasan pertanian terpadu di daerah sentra pengembangan
dan (3) memperkuat kelembagaan petani untuk mengembangkan agroindustri.

Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi biomassa tanaman


yaitu:

 Hubungan Kemantapan Agregat Tanah dengan Biomassa Tanaman Brokoli

Setelah Panen Susunan agregat tanah atau fragmen tanah memiliki pengaruh
terhadap produksi tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 dimana terdapat
hubungan antara kemantapan agregat tanah dengan biomassa tanaman brokoli.

32
Gambar di atas menunjukkan bahwa kemantapan agregat tanah (X) mempunyai
hubungan dengan biomassa tanaman brokoli (Y), semakin stabil atau kecil nilai
kemantapan agregat tanah maka biomassa tanaman brokoli semakin besar (r = -0,40).
Berdasarkan persamaan regresi linier Ŷ = 145,0 -11,00X (R² = 0,161), biomassa
tanaman brokoli dipengaruhi oleh kemantapan agregat tanah sebesar 40%. Faktor-
faktor lain memberikan pengaruh sebesar 60% terhadap biomassa tanaman brokoli.

Di sisi lain penambahan bokashi sekam padi juga dapat meningkatkan


biomassa tanaman pada brokoli. Hal ini disebabkan C- organik yang terdapat dalam
bokashi sekam padi tidak hanya menghasilkan kondisi fisik tanah yang baik, tetapi
juga menambah unsur hara bagi tanaman, meningkatkan pH tanah dan kapasitas tukar
kation, menurunkan Al-dd serta meningkatkan aktivitas biologi tanah (Yulina et al.,
2018).

 Pengaruh Ketersediaan Air terhadap Pertambahan Biomassa Daun Jahe

Kekeringan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, yaitu berkurangnya


pertumbuhan akar, batang dan daun karena fotosintesis dan transpirasi terganggu
akibat rusaknya asam amino, enzim dan protein yang berperan dalam kedua proses
tersebut (Pugnaire et al., 1999). Hasil penelitian Ai (2011) menunjukkan bahwa
kekeringan menurunkan pertambahan biomassa daun jahe seperti halnya pada Mentha

33
sp. (Misra dan Sricastatva, 2000). Pertambahan biomassa daun pada tanaman jahe
kontrol lebih besar daripada tanaman jahe yang mengalami kekeringan selama 7 hari.

 Pengaruh Bahan Organik Dalam Kompos Terhadap Biomassa Tanaman


Kacang Hijau

Perlakuan dosis kompos Slurry biogas kotoran sapi 45 ton/ha memberikan


hasil terbaik terhadap perbaikan sifat kimia Vertisol, biomassa tanaman kacang hijau
varietas Vima 1 dan efisiensi penggunaan air (EPA). Data dalam tabel di bawah
menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kompos kotoran ternak yang diaplikasikan
pada tanah Vertisol, semakin meningkat pula biomassa tanaman. Meningkatnya
biomassa tanaman kacang hijau varietas Vima 1 diduga karena bahan organik dalam
kompos yang diberikan mampu memperbaiki kondisi lingkungan fisik, kimia dan
biologi Vertisol.

34
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Latuamury (2015) yang menyatakan
bahwa bahan organik berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman kacang hijau.
Lebih lanjut Barus, dkk. (2014) menyatakan bahwa unsur hara makro dan mikro yang
terkandung dalam pupuk organik menghasilkan pengaruh yang kompleks terhadap
pembentukan dan produksi karbohidrat yang berpengaruh terhadap biomassa
tanaman. Bahan organik tanah berperan secara fisika, kimia maupun biologis,
sehingga menentukan status kesuburan tanah. Pemberian pupuk organik (pupuk
kandang) akan meningkatkan N total tanah yang diperlukan untuk merangsang per
tumbuhan vegetatif, meningkatkan produksi dan kandungan bahan kering tanaman
(Hanafiah, 2014; Lehar, dkk., 2016).
 Intensitas Cahaya Mempengaruhi Produksi Biomassa Tanaman Nilam
Tanaman nilam merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada lingkungan
ternaungi dengan intensitas cahaya rendah maupun lingkungan yang terbuka dengan
intensitas cahaya tinggi, tetapi ternyata dari data tersebut diatas dapat dikatakan
bahwa intensitas cahaya mempengaruhi produksi biomassa tanaman nilam. Tanaman
nilam yang ditumbuhkan pada lingkungan dengan intensitas cahaya 96 LUX
menghasilkan biomassa yang paling tinggi dibandingkangan dengan yang ditanam

35
pada lingkunga Tingginya produksi biomassa pada tanaman yang ditanama pada
intensitas cahaya 96 LUX disebabkan oleh laju fotosintesis paling tinggi.

Hal tersebut dikarenakan jumlah klorofil yang tinggi pula. Tingginya jumlah
klorofil ini disebabkan oleh sintesis klorofil yang tinggi dan tidak terjadi fotooksidasi
klorofil. Fotosintat tidak hanya digunakan sebagai energi untuk proses metabolisme
tetapi juga untuk perkembangan tumbuhan. Selain hal tersebut diatas, intensitas
cahaya 96 LUX tersebut cukup rendah sehingga menyebabkan suhu lingkungan
rendah dan hal itu menyebabkan transpirasi juga rendah. Transpirasi yang rendah
membutuhkan energi yang rendah pula, hal ini akan meningkatkan produksi biomassa
tanaman. Tingginya produksi biomassa tanaman nilam yang ditanam pada lingkungan
dengan intensitas cahaya yang lebih rendah dibanding dengan tanaman nilam yang
ditanama pada lingkungan dengan intensitas cahaya yang lebih tinggi tersebut juga
dapat disebabkan karena cahaya berpengaruh mengubah keseimbangan fitohormon
dalam tanaman Tanaman nilam yang ditanam pada intensitas cahaya 96 LUX
menghasilkan biomassa tertinggi. Hal ini selain disebabkan oleh laju fotosintesis
yang tinggi dan transpirasi rendah kemugkinan juga disebabkan karena pada
intensitas cahaya tersebut konsentrasi dan keseimbangan IAA dan GA optimal.
Sintesis IAA tinggi dan tidak terjadi fotooksidasi IAA tetapi konsentrasinya belum
melampaui konsentrasi optimal dan sintesis GA rendah sehingga pertumbuhan

36
maksimal. Sedang pada intensitas yang lebih tinggi yaitu 340 LUX dan 780 LUX
selain laju fotosintesis rendah, transpirasi tinggi dan juga disebabkan oleh sintesis
IAA rendah, terjadi fotoosidasi IAA, sintesis GA aktif tinggi tetapi konsentrasi GA
yang tinggi ini belum cukup untuk memacu pembentukan IAA sehingga pertumbuhan
atau produksi biomassa rendah. Sehingga produksi biomassa maksimal dihasilakan
pada tanaman nilam yang ditanam pada lingkungan dengan intensitas cahaya 96 LUX
dan intensitas cahaya yang lebih tinggi menurunkan produksi biomassa tanaman
nilam (Pogostemon cablin)

5. Efisiensi Penggunaan Air Pada Tanaman


Air merupakan kebutuhan mutlak suatu tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan
atau yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan (iklim dan
tanah) serta tanaman (jenis, pertumbuhan, dan fase perkembangan). Kehilangan air
melalui permukaan tanaman teras atau penguapan (evaporasi) dan melalui permukaan
teras (transpirasi) disebut evapotranspirasi atau kadang-kadang disebut penggunaan
air tanaman (water use). Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen neraca air
atau menjadi dua komponen bila dipilih menjadi evaporasi dan transpirasi.
Pengetahuan tentang kebutuhan air tanaman dan efisiensi penggunaan air
sangat diperlukan dalam dunia pertanian. Hal ini disebabkan suatu tanaman akan
tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi ketersediaan air yang cukup dan
tingkat penguapan yang sesuai dengan ketersediaan airnya. Oleh karena itu,
pengetahuan mengenai kebutuhan air tanaman dan tingkat penguapan mutlak
diperlukan sebelum berbudidaya tanaman.
Penggunaan konsumtif adalah jumlah total air yang dikonsumsi tanaman
untuk penguapan (evaporasi), transpirasi, dan aktivitas metabolisme tanaman.
Kadang-kadang istilah itu disebut juga sebagai evapotranspirasi tanaman. Jumlah
evapotranspirasi kumulatif selama pertumbuhan tanaman yang harus dipenuhi oleh
air irigasi, dipengaruhi oleh jenis tanaman, radiasi surya, sistem irigasi, lama
pertumbuhan, hujan, dan faktor lain. Jumlah air yang ditranspirasikan tanaman

37
tergantung pada jumlah lengas yang tersedia di daerah perakaran, suhu, dan
kelembaban udara, kecepatan angin, intensitas dan lama penyinaran, tahapan
pertumbuhan, tipe dedaunan (Atusi, 2012).
Air adalah media transport untuk elemen-elemen nutrien dan molekul-
molkekul organik dan tanah ke akar dan sebagai alat atau sarana transport garam dan
terasimilasi dalam tumbuhan, stimulasi gerak organel dan struktur sel, pembelahan
sel dan pemanjangan adalah contoh dari proses yang dikontrol oleh hormon dan zat
tumbuh. Air berperan sebagai pembawa pesan, memungkinkan sistem regulasi
tumbuhan. Jika pasokan air terganggu, rumput-rumputan dan organ tumbuhan akan
layu (Ehlers, 2003).
Air dan mineral dari dalam tanah diambil melalui proses penyerapan yang
dilakukan oleh akar, terutama bulu-bulu akar. Proses penyerapan air dilakukan secara
osmosis dan penyerapan air mineral yang terlarut dalam air tanah dilakukan secara
difusi. Air tanah dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu air kapiler, gravitasi,
higroskopis, dan kimia (Susilowarno,2007).
Kebutuhan air bagi tumbuhan berbeda-beda, tergantung jenis tumbuhan dan
fase pertumbuhannya. Pada musim kemarau, tumbuhan sering mendapatkan cekaman
air (water stress) karena kekurangan pasokan air di daerah perakaran dan laju
evapotranspirasi yang melebihi laju absorbsi air oleh tumbuhan (Levitt, 1980).
Sebaliknya pada musim penghujan, tumbuhan sering mengalami kondisi jenuh air.
Perakaran tumbuhan tumbuh ke dalam tanah yang lembab dan menarik air sampai
tercapai potensial air kritis dalam tanah. Air yang dapat diserap dari tanah oleh akar
tumbuhan disebut air yang tersedia. Air yang tersedia merupakan perbedaan antara
jumlah air dalam tanah pada kapasitas lapang dan jumlah air dalam tanah pada
persentase pelayuan permanen. Air pada kapasitas lapang adalah air yang tetap
tersimpan dalam tanah yang tidak mengalir ke bawah karena gaya gravitasi;
sedangkan air pada persentase pelayuan permanen adalah apabila pada kelembaban
tanah tersebut tumbuhan yang tumbuh diatasnya akan layu dan tidak akan segar
kembali dalam atmosfer dengan kelembaban relatif 100% (Gardner et al., 1991).

38
Efisiensi penggunaan air atau disebut juga produktivitas air tanaman
menunjukkan hubungan antara hasil yang diperoleh (Produksi) dan jumlah total air
yang ditranspirasikan (Stewart et al.,1977) dalam Rosadi (2012). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa varietas Willis memiliki nilai efisiensi penggunaan air yang
paling tinggi. Koefisen stress (Ks) tanaman kedelai varietas Tanggamus, Kaba, dan
Willis adalah 0,8 (Febriana et al., 2014).
Secara umum, biomassa tegakan hutan merupakan atribut hutan yang paling
baik menjelaskan variasi efek residu pada rasio penguapan di seluruh kelompok DAS.
Jaramillo et al., (2019), menyarankan bahwa respon hemat air untuk meningkatkan
CO2 di hutan-hutan ini atau efek negatif lainnya dapat diabaikan atau ditimpa oleh
efek sebaliknya dari peningkatan biomassa hutan. Kami menyimpulkan bahwa
perluasan hutan adalah pendorong utama perubahan evapotranspirasi jangka panjang
dan skala besar di hutan Swedia.
6. Hubungan Evapotranspirasi dengan Penyerapan Hara
Evapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap
besarnya ketersediaan air tanah, semakin besar terjadinya evapotranspirasi maka akan
semakin besar air yang keluar dari sistem tanah. Tinggi rendahnya kandungan karbon
dalam tanah dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme dalam merombak bahan
organik tanah, evapotranspirasi atau terikut ketika panen, seperti dalam literatur
Hanafiah dkk (2009) bahwa C dalam tanah dapat hilang melalui evapotranspirasi,
terangkut panan, dimanfaatkan biota tanah dan erosi.
Evapotranspirasi dapat menggambarkan jumlah air yang hilang dari badan air
karena adanya vegetasi. Jenis vegetasi mempengaruhi jumlah evapotranspirasi secara

39
signifikan. Karena air ditranspirasikan melalui daun yang mengalir dari akar,
tumbuhan yang akarnya menancap dalam ke bawah tanah mentranspirasikan air lebih
banyak. Tanaman semak umumnya mentranspirasikan air lebih sedikit dari tanaman
berkayu karena semak tidak memiliki akar yang sedalam tanaman kayu, dan daun
yang posisinya setinggi tanaman kayu.
Banyaknya air yang dapat diikat oleh tanah bergantung kepada tekstur,
struktur dan kandungan bahan organik, sedangkan banyaknya air yang dapat
diambil oleh perakaran tanaman lebih tergantung pada daya tahan atau daya ikat
agregat-agregat tanah terhadap air. Terikatnya air di dalam pori-pori dan agregat
tanah ini dapat terjadi oleh adanya gaya kohesi di antara molekul-molekul air sendiri
dan gaya adhesi antara molekul air dan butir-butir agregat tanah. Gaya kohesi
dan adhesi yang bekerja bersama ini menyebabkan air dapat mengisi pipa-pipa
rambut kapiler, mengisi pori mikro dan pori makro dan terikat kuat menyelimuti
agregat-agregat tanah. Sehingga Makin kering tanah makin kuat daya ikat
terhadap air dan unsur hara.
Secara umum, suhu dan kelembaban tanah merupakan unsur yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Lakitan (1997), suhu tanah
akan dipengaruhi oleh jumlah serapan radiasi matahari oleh permukaan tanah. Suhu
tanah pada saat siang dan malam sangat berbeda, pada siang hari ketika permukaan
tanah dipanasi matahari, udara yang dekat dengan permukaan tanah memperoleh suhu
yang tinggi, sedangkan pada malam hari suhu tanah semakin menurun (Rayadin dkk.,
2016). Lubis (2007) menambahkan suhu tanah berpengaruh terhadap penyerapan air
dan unsur hara. Semakin rendah suhu, maka sedikit air yang diserap oleh akar, karena
itulah penurunan suhu tanah mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman.
Fluktuasi suhu tanah bergantung pada kedalaman tanah.
Hasil pengukuran pada kedalaman 20 cm, semakin dalam tanah, maka
kelembaban tanahnya semakin tinggi. Hal ini akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman. Prentice (1992) menyatakan bahwa curah hujan dan
evepotranspirasi potensial berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan

40
secara tidak langsung, melalui pengaruhnya terhadap kelembaban tanah. Setiap jenis
tanaman memiliki respon yang unik terhadap variasi pada berbagai aspek iklim
tersebut. Faktor-faktor yang menentukan kelembaban tanah adalah curah hujan, jenis
tanah, dan laju evapotranspirasi, dimana kelembaban tanah akan menentukan
ketersediaan air dalam tanah bagi pertumbuhan tanaman
Laju penyerapan air dan hara oleh akar (transport jarak pendek) dan
perjalananya dalam xylem (transport jarak jauh) ditentukan oleh tekanan akar dan laju
transpirasi. Pengaruh transpirasi terhadap penyerapan dan translokasi hara ditentukan
oleh :
a) Umur tanaman. Umur muda (kecambah dan tanaman muda) luas daunnya rendah,
laju transpirasinya rendah sehingga angkutan hara tergantung pada tekanan akar.
b) Waktu. Pada siang hari transpirasi tinggi sehingga peranan penyerapan hara lewat
transpirasi penting. Menjelang petang transpirasi makin menurun sehingga aliran
hara makin tergantung tekanan akar.
c) Jenis hara. Peranan transpirasi lebih besar pada hara yang tidak bemuatan
dibandingkan dalam bentuk ion. d) Konsentrasi larutan luar. Makin tinggi
konsentrasi larutan luar, peranan transpirasi makin besar.

41
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini sebagai berikut:
1. Transpirasi adalah penguapan air dari daun dan cabang tanaman melalui pori-pori
daun oleh proses fisiologi. faktor-faktor yang berpengaruh dalam transpirasi dari
suatu vegetasi adalah radiasi panas matahari, suhu, kecepatan angin, gradient
tekanan udara.
2. Terjadinya pembukaan stomata ditandai dengan saat dimana transpirasi mulai
terjadi, karena adanya respon terhadap cahaya sehingga pertambahan dalam
kerapatan stomata yang menyebabkan terjadinya penurunan air. pembukaan dan
penutupan sel akan disesuaikan dengan kebutuhan dari tanaman terhadap
transpirasi, Oleh sebab itu pembukaan dan penutupan stomata diatur dengan
keratapan dari stomata tersebut.
3. Ada dua faktor yang secara dominan menentukan ketersediaan air dalam tanah.
Pertama, presipitasi melalui mekanisme infiltrasi dan perkolasi sebagai sumber
pengisian dalam sistem, Kedua evapotranspirasi sebagai pengosongan yang
menyebabkan hilangnya air dari sistem.

4. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi biomassa tanaman yaitu:


kemantapan agregat tanah, ketersediaan air, bahan organik dalam kompos dan
intensitas cahaya
5. Respon hemat air untuk meningkatkan CO2 di hutan-hutan ini atau efek negatif
lainnya dapat diabaikan atau ditimpa oleh efek sebaliknya dari peningkatan
biomassa hutan. Kami menyimpulkan bahwa perluasan hutan adalah pendorong
utama perubahan evapotranspirasi jangka panjang dan skala besar di hutan
Swedia.

42
6. Suhu tanah berpengaruh terhadap penyerapan air dan unsur hara. Semakin rendah
suhu, maka sedikit air yang diserap oleh akar, karena itulah penurunan suhu tanah
mendadak dapat menyebabkan kelayuan tanaman. Fluktuasi suhu tanah
bergantung pada kedalaman tanah.
3.2. Saran
Pembuatan makalah ini harus dengan dukungan beberapa literatur agar dalam
penyusunannya tidak terdapat kendala serta kesusahan dalam mencari materi yang
terkait.

43
DAFTAR PUSTAKA

Ai NS. 2011. Biomassa dan Kandungan Klorofil Total Daun Jahe (Zingiber officinale
L.) Yang Mengalami Cekaman Kekeringan). Jurnal Ilmiah Sains. 11(1).

Atusi. 2012. Kebutuhan Air Tanaman. <http://www.agritusi.com/archives/171>.


Diakses pada 9 Mei 2013.

Barus W.A, H. Khair, M.A. Siregar. 2014. Respon Pertumbuhan dan Produksi
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Akibat Penggunaan Pupuk Organik
Cair dan Pupuk TSP. Agrium 19(1):0852–1077.
Bengtsson, L. (1994). Climate change; climate of the 21st century. Agric. For
meteorol 73: 3-29.
Comargo, .M.A.B, Marenco .R.A. 2011. Density, size and distribution of stomata in
35 rainforest tree species in Central Amazonia. Acta Amozonica, 41(2):
205-206.
Darmanti S, Nurchayati Y, Hastuti ED, Syaifuddin M. 2015. Enghitungan Biomassa
Dan Karbon Di Atas Permukaan Tanah Di Hutan Larangan Adat Rumbio
Kab Kampar. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan
Jurusan Biologi FMIPA UNDIP.
Darmawan, J. dan J. S. Baharsjah. 2010. Dasar – dasar Fisiologi Tanaman. SITC:
Jakarta.

Devlin, R. M. 1975. Plant Physiology Third Edition. New York : D. Van Nostrand.

Djufry, E. 2006. Respon Tanaman Jarak (Richinus communis L.) pada kondisi
cekaman air. Jurnal Agrivigor 5: 98-107.
Ehlers, Wilfred, dan Goss, M. 2003. Water Dynamies Production. CABI Publishing,
USA.
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Febriana N , Rosadi B dan Tusi A. 2014. Pengaruh Defisit Evapotranspirasi


Terhadap Pertumbuhan Tanaman Dan Efisiensi Penggunaan Air Pada
Tiga Varietas Kedelai (Glycine max (L.) Merill). Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. Vol.3, No. 3: 261-266.

44
Fernando Jaramillo F, Cory N, Arheimer B , Laudon H , Velde YVD , Hasper TB ,
Teutschbein C, and Uddling J. 2018. Dominant effect of increasing forest
biomass on evapotranspiration: interpretations of movement in Budyko
space. Hydrol. Earth Syst. Sci. 22, 567–580.

Gardner, F.O., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya
(terjemahan). UI Press. Jakarta.
Gembong, T. 2005. Morfologi Tumbuhan. UGM Press: Yogyakarta

Hakim, dkk. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.


Hanafiah AS, T Sabrina dan H Guchi. 2010. Biologi dan Ekologi Tanah. FP - USU,
Medan.
Hanafiah, K.A. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Harjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademik Persindo.
Haryanti, .S dan Meirina, .T. 2009. Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun
Kedelai (Glycine max (L) merril ) pada Pagi Hari dan Sore. Bioma,
11(1): 18-20
Haryanti, .S. 2013. Jumlah dan Distribusi Stomata pada Daun Beberapa Spesies
Tanaman Dikotil dan Monokotil. 2010. Buletin Anatomi dan Fisiologi.
18(2): 21-23
Herianto, A. K. 2016. Seri Sains dan Teknologi. Jurnal Siliwangi. 2(2).

Holland, N. dan Richardson, A. D. 2009. Stomatal Length Correlates with


Elevationof Growth in Four Temperate Species. Sustainable Forestry,
28(1) : 63 – 73
Hopkins. W.G. & N.P.A. Huner. 2009. Introduction of Plant Physiology. 4th ed.
London: John Wiley & Sons Inc.

Ismail, Gazali. 1989. Ekologi Tumbuhan dan Tanaman Pertanian. Padang: Angkasa
Raya.
Jumin, Basri H. 2002. Dasar-Dasar Agronomi. Jakarta: PT. Rajagrafindo.
Kartasaputra, A.G. 1998. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan, tentang sel dan
jaringan. Bina Aksara: Jakarta.

Kodoatie, R.J. dan Roestam Sjarief. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta: Andi.

45
Kumekawa,Y., H. Miyata, K. Ohga, H. Hayakawa, J. Yokoyama2, K. Ito, S-I.
Tebayashi1, R. Arakawa1, T. Fukuda. 2013. Comparative Analyses of
Stomatal Size and Density among Ecotypes of Aster hispidus
(Asteraceae). Plant Sciences, 4 : 524-527
Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada:
Jakarta

Latuamury N. 2015. Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kandang terhadap. Jurnal


Agroforestri. 10(2):209–216
Lehar, L.,Wardiyati, T., Maghfoer, M.D. and Suryanto, A. 2016. Selection of Potato
Varieties (Solanum tuberosum L.) in Midlands and the Effect of Using
Biological Agents. International Journal of Biosciences 9(3): 129–138.
http://dx.doi. org/10.12692/ijb/9.3.129-138
Marjuki, Asnawi. (1993). Hidrologi Teknik. Jakarta: Erlangga.
Noggle, G. R. and G. J. Fritz. 1983. Introductory Plant Physiology. Prentice Hall. P.
627.

Palit, J. 2008. Teknik Penghitungan Jumlah Stomata Beberapa Kultivar Kelapa.


Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No. 1, 2008.

Pelaihari, K.P. (2010). Air Salah Satu Faktor Penting dalam Pertumbuhan Tanaman.
<http://www.kalimantanpost.com/benua-kita/tanah-laut/1002-air-salah-
satu-faktor-penting-dalam-pertumbuhan-tanaman.html>, diakses pada
tanggal 19 Maret 2011.
Prawiranata, W. S. Haran dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar Fisiologi
Tumbuhan. Departemen Botani. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Rahayu, S, Lusiana, B, van Noordwijk, M 2007. Pendugaan Cadangan Karbon di


Atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di
Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. World Agroforestry Centre.
Bogor.
Sa’diyah, N. 2009. Korelasi Kandungan Klorofil dan Frekuensi Stomata Antaranak
Daun Sebagai Kriteria Seleksi Tidak Langsung Terhadap Hasil
Kedelai. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat,
Unila. Lampung.

Salisbury, F.B & C.W Ross. 1995. Plant Physiology. 3 ed. Wadsworth Publishing:
Co.Belmont California

46
Setiawan, Tohari, dan Shiddieq .D. 2013. Pengaruh Cekaman Kurang Air Terhadap
Beberapa Karakter Fisiologis Tanaman Nilam ( Pogostemon cablin
Benth). Littri. 19(3): 108-111
Todd, (1983), Introduction to Hydrology. Mc Graw Hill. USA.
Woelanningsih, S. 1984. Botani Dasar. Penuntun Praktis Sitologi. Fakultas Biologi.
UGM. Yogyakarta.

Wulandari S, Sumanto S dan Saefudin S. 2019. Pengelolaan Biomassa Tanaman


dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi.
18(2).

Wullschleger, S.D., dan Hanson P.J. 2006. Sensitivity of canopy transpiration to


altered precipitation in an upland oak forest : eviolence fom a long-term
field manipulation study. Global change biologi 12 : 97-109.
Yahmani A. 2013. Studi Kandungan Karbon Pada Hutan Alam Sekunder di Hutan
Pendidikan Mandiangin Fakultas Kehutanan UNLAM [Jurnal]. 1(1).
Fakultas Kehutanan. Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan
Selatan.
Yoo, C. Y., H.E., P. M. Hasegawa, M. V. Mickelbart. 2009. Regulation of
Transpiration to Improve Crop Water Use. Plant Science, 26 (1): 410-425
Yuliasmara, .F., dan Ardiyani, .F. 2013. Morfologi, Fisiologi,dan Anatomi Paku
Picisan (Drymoglossum phylosseloides) serta Pengaruhnya pada
Tanaman Kakao. Pelita Perkebunan, 29(2): 128-133

Yulina H, Devnita R dan Harryanto R. 2018. Pengaruh Terak Baja dan Bokashi
Sekam Padi Terhadap Kemantapan Agregat, Biomassa Tanaman Serta
Korelasinya pada Tanaman Brokoli di Tanah Andisol Lembang. Jagros.
2(2) :2548-7752.

47

Anda mungkin juga menyukai