الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا وعلى آله وصحبه أجمعين
Halaqah yang ke-1 dari Silsilah ‘ilmiyyah Beriman Kepada Takdir Allah adalah tentang
“Pengertian Al Qadha dan Al Qadar”.
Al Qadha dan Al Qadar adalah dua kata yang apabila berdampingan maka masing-masing
memiliki makna tersendiri.
Al Qadha
…ۗ َفِإَذ ا َقَضْيُتْم َم َناِس َكُك ْم َفاْذ ُك ُر وا َهَّللا َك ِذ ْك ِر ُك ْم آَباَء ُك ْم َأْو َأَشَّد ِذ ْك ًر ا
“Maka apabila kalian menyelesaikan manasik haji kalian hendaklah kalian mengingat Allah,
seperti kalian mengingat bapak-bapak kalian atau lebih banyak.” [QS Al-Baqarah 200]
Adapun secara syariat yang dimaksud dengan Al Qadha adalah apa yang Allah putuskan
pada makhluk-Nya baik berupa pengadaan, peniadaan, atau perubahan sesuai dengan Qadar atau
ketentuan Allah sebelumnya.
Al Qadar
Adapun secara syariat maka Al Qadar adalah apa yang sejak dahulu atau azali sudah Allah
tentukan akan terjadi.
Dengan demikian Al Qadar lebih dahulu daripada Al Qadha, karena Al Qadar adalah
ketentuan Allah sejak azali sedangkan Al Qadha adalah keputusan Allah setelah itu, berupa
pengadaan atau peniadaan atau pengubahan. Dan keduanya saling melazimi tidak bisa dipisah
satu dengan yang lain.
Apa yang Allah tentukan akan Dia putuskan dan apa yang menjadi keputusan Allah maka
itulah yang dia tentukan sebelumnya.
Namun apabila kata Al Qadha atau Al Qadar datang sendiri dalam sebuah kalimat maka
maknanya mencakup makna kata yang lain.
Al Qadha adalah ketentuan Allah sejak dahulu dan keputusan-Nya. Demikian pula Al
Qadar adalah ketentuan Allah sejak dahulu dan keputusan-Nya.
Halaqah yang ke-2 dari Silsilah ‘ilmiyyah Beriman Kepada Takdir Allah adalah tentang “Dalil
Wajibnya Beriman dengan Takdir Allah”.
Beriman dengan takdir Allah yang baik dan yang buruk adalah termasuk salah satu diantara
enam rukun iman yang harus diimani dan telah tetap kewajibannya di dalam Al-Qur’an, As-
Sunnah, dan Ijma.
Dari Al-Qur’an
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
Maka kaum muslimin telah bersepakat atas wajibnya beriman dengan takdir Allah dan
bahwasanya orang yang mengingkari takdir Allah maka dia telah keluar dari agama Islam.
Berkata Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma ketika mendengar tentang munculnya orang-
orang yang mengingkari takdir dan bahwasanya kejadian terjadi dengan sendirinya tanpa takdir.
َلْو َأَّن َأِلَح ِدِهْم ِم ْثَل ُأُح ٍد َذ َهًبا، َو اَّلِذ ي َيْح ِلُف ِبِه َعْبُد ِهللا ْبُن ُع َم َر،َفِإَذ ا َلِقيَت ُأوَلِئَك َفَأْخ ِبْر ُهْم َأِّني َبِر يٌء ِم ْنُهْم َو َأَّنُهْم ُبَر آُء ِم ِّني
َفَأْنَفَقُه َم ا َقِبَل ُهللا ِم ْنُه َح َّتى ُيْؤ ِم َن ِباْلَقَد ِر
“Apabila kamu bertemu dengan mereka maka kabarkanlah kepada mereka bahwa aku (Abdullah
Ibnu Umar) berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dariku. Demi Dzat yang
Abdullah Ibnu Umar bersumpah dengan-Nya seandainya salah seorang dari mereka memiliki
emas sebesar gunung Uhud kemudian menginfakkannya maka Allah tidak akan menerima
darinya sampai dia beriman dengan takdir.” [Atsar ini diriwayatkan oleh Imam Muslim di
dalam shahihnya]
Yang demikian karena Allah tidak menerima amalan orang yang kafir dan termasuk
kekufuran apabila seseorang mengingkari takdir Allah azza wajalla.
َو َقْد َتَظاَهَر ِت اَأْلِد َّلُة اْلَقْطِع َّياُت ِم َن اْلِك َتاِب ِو الُّس َّنِة َو ِإْج َم اِع الَّصَح اَبِة َو َأْه ِل اْلَح ِّل َو اْلَعْقِد ِم َن الَّسَلِف َو اْلَخ َلِف َع َلى ِإْثَباِت َقَد ِر ِهَّللا
ُسْبَح اَنُه َو َتَعاَلى
“Telah banyak dalil-dalil yang jelas tetapnya yang saling menguatkan dari Al-Qur’an, As-
Sunnah, dan Ijma Shahabat dan para Ahlul Halli wal Aqdi, (yaitu orang-orang yang punya
wewenang dari tokoh-tokoh kaum muslimin) dari kalangan salaf dan kholaf yang menunjukkan
atas penetapan takdir Allah Subhānahu wa Ta’āla.” [Al Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnu
Al Hajjaj jilid I hal 155]
Dan berkata Ibnu Hajar rahimahullah,
Iman dengan takdir Allah memiliki kedudukan yang tinggi di dalam agama Islam.
. Beriman dengan takdir termasuk diantara enam Rukun Iman yang harus diimani dan
pokok aqidah yang harus diyakini yang tidak sah iman seorang hamba tanpanya.
. Beriman yang benar dengan takdir Allah yang mencakup: beriman dengan Ilmu Allah,
penulisan-Nya, kehendak-Nya, dan Penciptaan-Nya termasuk bagian dari Mentauhidkan Allah di
dalam Rububiyah dan sifat-sifat-Nya, karena Al Qadha (memutuskan) dan Al Qadar
(menentukan) adalah termasuk pekerjaan Allah dan pekerjaan Allah adalah termasuk sifat-sifat-
Nya. Barangsiapa yang tidak beriman dengan takdir maka dia bukan seseorang yang meng-Esa-
kan Allah di dalam Rububiyah-Nya dan ini membawa pengaruh buruk pada Tauhid
Uluhiyahnya.
Adapun orang yang beriman dengan Al Qadha dan Al Qadar maka akan terjaga Tauhid
Rububiyah-Nya dan Uluhiyahnya.
” َو َم ْن َو َّح َد َهَّللا َتَعاَلى، َفَم ْن َو َّح َد َهَّللا َع َّز َو َج َّل َو آَم َن ِباْلَقَد ِر َفِهَي اْلُعْر َو ُة اْلُو ْثَقى اَّلِتي ال اْنِفَص اَم َلَها، اْلَقَدُر ِنَظاُم الَّتْو ِح يِد
” َو َك َّذ َب ِباْلَقَد ِر َنْقَض الَّتْو ِح يَد.
“Takdir adalah aturan Tauhid, barangsiapa mengesakan Allah dan beriman dengan takdir maka
inilah tali yang kuat yang tidak akan terlepas. Dan barangsiapa mentauhidkan Allah dan
mendustakan takdir maka dia telah melepaskan tauhidnya.” [Atsar ini dikeluarkan oleh Al
Firyabi di dalam Kitab Beliau Al Qadar hal 143]
Yang dimaksud dengan takdir adalah aturan Tauhid yaitu beriman dengan takdir
menjadikan teratur dan lurus tauhid seseorang.
. Beriman dengan takdir Allah adalah beriman dengan Qudratullah (kemampuan Allah).
Barangsiapa yang tidak beriman dengan takdir berarti dia tidak beriman dengan Qudratullah.
. Beriman dengan takdir berkaitan dengan hikmah Allah, Ilmu-Nya, Kehendak-Nya, dan
Penciptaan-Nya. Maka barangsiapa yang mengingkari takdir berarti dia telah mengingkari Ilmu
Allah, Kehendak-Nya, dan Penciptaan-Nya.
. Beriman yang benar dengan takdir Allah akan membuahkan kebaikan yang banyak dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sebagaimana akan datang penyebutannya di halaqah-halaqah yang terakhir dari silsilah ini.
Dan kebodohan tentang beriman dengan takdir ataupun kesalahpahaman menyebabkan berbagai
penyimpangan dan kesengsaraan di dunia dan akhirat.
. Beriman dengan takdir adalah aqidah seluruh para Nabi dan para pengikut mereka.
… ۚ َقاَل َيا َأَبِت اْفَعْل َم ا ُتْؤ َم ُر ۖ َس َتِج ُد ِني ِإْن َشاَء ُهَّللا ِم َن الَّص اِبِر يَن
“Ismail berkata, wahai bapakku kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu, niscaya
engkau akan mendapatkan diriku termasuk orang-orang yang sabar apabila Allah
menghendaki.” [QS Ash-Shaffat 102]
Dan Allah berfirman tentang Nabi Musa alaihissalam,
… …ۖ َقاَل َر ِّب َلْو ِش ْئَت َأْه َلْك َتُهْم ِم ْن َقْبُل َو ِإَّياَي
“Musa berkata, wahai Rabb-ku seandainya Engkau menghendaki niscaya Engkau telah
menghancurkan mereka dan diriku sebelum ini.” [QS Al-A’raf 155]
Tiga ayat di atas menunjukkan keimanan para Nabi alaihimussallam terhadap takdir Allah
azza wajalla.
. Diantara yg menunjukkan ketinggian kedudukan beriman dengan takdir di dalam agama
Islam bahwa takdir berkaitan langsung dengan kehidupan manusia setiap harinya, seperti: sehat,
sakit, kaya, miskin, kuat, lemah, bahagia, sengsara, nikmat, adzab, hidayah, kesesatan dll.
Halaqah yang ke-4 dari Silsilah ‘ilmiyyah Beriman Kepada Takdir Allah adalah tentang “ Cara
Beriman dengan Takdir Allah Bagian 1”.
. Ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu, yang ada dan yang tidak ada, yang mungkin
terjadi dan yang tidak mungkin terjadi.
Allah Subhānahu wa Ta’āla mengetahui yang ada di langit maupun yang ada di bumi, yang
kelihatan maupun yg tidak kelihatan.
َو ِع ْنَدُه َم َفاِتُح اْلَغْيِب اَل َيْع َلُم َها ِإاَّل ُهَو ۚ َو َيْع َلُم َم ا ِفي اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر ۚ َو َم ا َتْس ُقُط ِم ْن َو َر َقٍة ِإاَّل َيْع َلُم َها َو اَل َح َّبٍة ِفي ُظُلَم اِت اَأْلْر ِض َو اَل
َر ْطٍب َو اَل َياِبٍس ِإاَّل ِفي ِك َتاٍب ُمِبيٍن
“Dan di sisi-Nya kunci-kunci ilmu ghaib, tidak mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui
apa yang ada di daratan dan lautan dan tidaklah jatuh sebuah daun kecuali Allah mengetahuinya
dan tidak ada satu biji di kegelapan-kegelapan bumi dan tidak ada sesuatu yang basah maupun
kering kecuali semuanya tertulis di dalam kitab yang nyata (Al Lauhul Mahfudz).” [QS Al-
An’am 59]
Allah mengetahui yang sudah terjadi, yang sedang terjadi dan yang akan terjadi, bahkan
Allah mengetahui apa yang tidak terjadi, seandainya terjadi bagaimana kejadiannya.
Allah berfirman,
… ۖ َو َلْو ُر ُّدوا َلَعاُدوا ِلَم ا ُنُهوا َع ْنُه َو ِإَّنُهْم َلَك اِذ ُبوَن
“Dan seandainya mereka (yaitu orang-orang kafir) dikembalikan ke dunia niscaya mereka akan
kembali melakukan apa yang mereka sudah dilarang darinya dan sesungguhnya mereka adalah
berdusta.” [QS Al-An’am 28]
Yaitu seandainya orang-orang kafir yang diadzab di dalam neraka yang meminta supaya
dikembalikan ke dunia untuk beriman dan beramal dikabulkan permintaan mereka untuk kembali
ke dunia, niscaya mereka akan kafir kembali.
Dan Allah mengetahui apa yang dilakukan oleh makhluk sebelum Allah menciptakan
mereka, mengetahui rezeki, ajal, dan amalan mereka, bergerak dan diamnya mereka,
kesengsaraan dan kebahagiaan mereka, bahkan Allah mengetahui siapa diantara mereka yang
kelak akan masuk ke dalam surga dan siapa yang akan masuk ke dalam neraka sebelum Allah
menciptakan mereka. Bahkan sebelum mereka diciptakan, Allah mengetahui siapa diantara
mereka yang kelak akan masuk surga dan siapa diantara mereka yang kelak akan masuk neraka.
Rasulullah ﷺbersabda di dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ketika Nabi ﷺ
ditanya tentang anak-anak orang-orang musyrikin beliau mengatakan,
Kewajiban seorang muslim adalah berbaik sangka kepada Allah yang telah memberikan
hidayah kepada agama Islam ini dan Sunnah Rasulullah ﷺkemudian istiqamah dalam
beriman dan beramal shaleh sampai dia meninggal dunia.
Halaqah yang ke-5 dari Silsilah ‘ilmiyyah Beriman Kepada Takdir Allah adalah tentang “ Cara
Beriman dengan Takdir Allah Bagian 2”.
َو َلَقْد َكَتْبَنا ِفي الَّز ُبوِر ِم ْن َبْعِد الِّذ ْك ِر َأَّن اَأْلْر َض َيِر ُثَها ِع َباِدَي الَّص اِلُح وَن
“Dan Kami telah menulis di dalam kitab-kitab yang Kami turunkan setelah sebelumnya ditulis di
dalam Adz-Dzikr, bahwa bumi ini diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih.” [QS Al-
Anbiya’ 105]
ِإَّنا َنْح ُن ُنْح ِيي اْلَم ْو َتٰى َو َنْكُتُب َم ا َقَّد ُم وا َو آَثاَر ُهْم ۚ َو ُك َّل َش ْي ٍء َأْح َصْيَناُه ِفي ِإَم اٍم ُمِبيٍن
“Sesungguhnya Kami-lah yang menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami-lah yang
menulis apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas mereka dan segala sesuatu Kami ihso’ di
dalam kitab yang jelas.” [QS Ya-Sin 12]
Dan yang dimaksud dengan Kitab yang jelas adalah Al Lauhul Mahfudz.
َٰذ َٰذ
َأَلْم َتْع َلْم َأَّن َهَّللا َيْع َلُم َم ا ِفي الَّس َم اِء َو اَأْلْر ِض ۗ ِإَّن ِلَك ِفي ِك َتاٍب ۚ ِإَّن ِلَك َع َلى ِهَّللا َيِس يٌر
“Bukankah kamu mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi.
Sesungguhnya yang demikian ada di dalam Kitab, sesungguhnya yang demikian sangat mudah
bagi Allah.” [QS Al-Hajj 70]
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
… ۚ َو َم ا َيْع ُز ُب َعْن َر ِّبَك ِم ْن ِم ْثَقاِل َذ َّرٍة ِفي اَأْلْر ِض َو اَل ِفي الَّس َم اِء َو اَل َأْص َغَر ِم ْن َٰذ ِلَك َو اَل َأْك َبَر ِإاَّل ِفي ِك َتاٍب ُمِبيٍن
“Dan tidak terlepas dari pengetahuan Allah. Sesuatu sebesar semut kecil pun baik di bumi
maupun di langit baik yang lebih kecil daripada itu atau lebih besar kecuali di dalam Kitab yang
jelas.” [QS Yunus 61]
Adapun dari Sunnah maka Rasulullah ﷺbersabda :
َكَتَب ُهللا َم َقاِد يَر اْلَخ اَل ِئِق َقْبَل َأْن َيْخ ُلَق الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر َض ِبَخ ْم ِس يَن َأْلَف َس َنٍة
“Allah menulis takdir-takdir bagi para makhluk-Nya lima puluh ribu tahun sebelum Allah
menciptakan langit dan bumi.” [HR Muslim]
Dan Rasulullah ﷺbersabda :
َم ا ِم ْنُك ْم ِم ْن َأَح ٍد ِإاَّل َو َقْد ُك ِتَب َم ْقَعُد ُه ِم ْن الَّناِر َو َم ْقَعُد ُه ِم ْن اْلَج َّنِة
“Tidak ada diantara kalian kecuali sudah ditulis tempatnya di dalam neraka dan tempatnya di
dalam surga.” [HR Al Bukhari dan Muslim]
Halaqah yang ke-6 dari Silsilah ‘ilmiyyah Beriman Kepada Takdir Allah adalah tentang “ Cara
Beriman dengan Takdir Allah Bagian 3”.
⑴ Takdir Umri
Yaitu penulisan takdir seseorang di awal umurnya ketika di dalam rahim ibunya. Ditulis rezeki,
ajal, amalan, kesengsaraan dia, dan kebahagiaannya. Dalilnya adalah hadits Abdullah Ibnu
Mas’ud radiallahu ‘anhu.
Rasulullah ﷺbersabda :
ُثَّم ُيْر َس ُل، ُثَّم َيُك ْو ُن في ذلك ُم ْض َغًة ِم ثَل َذ ِلَك، ُثَّم َيُك ْو ُن في ذلك َع َلَقًة ِم ْثَل َذ ِلَك،إَّن َأَح َد ُك م ُيْج َم ُع خلُقُه ِفْي َبْطِن ُأِّم ِه َأْر َبِع ْيَن َيْو ًم ا
َو َش ِقٌّي َأْو َسِع ْيٌد، َو َع َم ِلِه، َو َأَج ِلِه، ِبَكْتِب ِر ْز ِقِه: َو ُيْؤ َم ُر ِبَأْر َبِع َك ِلَم اٍت، اْلَم َلُك فَيْنُفُخ ِفْيِه الُّر ْو َح،
( )َر َو اُه اْلُبَخ اِر ُّي َو ُم ْسِلٌم
“Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dikumpulkan penciptaanya di perut ibunya selama
40 hari, kemudian di dalamnya sebagai segumpal darah selama 40 hari, kemudian di dalamnya
sebagai segumpal daging selama 40 hari, kemudian diutus seorang Malaikat kemudian meniup
nyawa di dalamnya dan diperintahkan dengan 4 kalimat yaitu menulis rezekinya, ajalnya,
amalannya, dan apakah dia sengsara atau orang yang bahagia.” [HR Al Bukhari dan Muslim]
⑵ Takdir Hauli
Yaitu takdir khusus kejadian selama satu tahun ditentukan di malam Lailatul Qadar.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
ِإَّنا َأْنَز ْلَناُه ِفي َلْيَلٍة ُم َباَر َك ٍة ۚ ِإَّنا ُكَّنا ُم ْنِذ ِر يَن
ِفيَها ُيْفَر ُق ُك ُّل َأْمٍر َح ِكيٍم
“Sesungguhnya Kami telah turunkan Al Qur’an pada malam yang berbarakah. Sesungguhnya
Kami memberikan peringatan, di dalamnya dipisahkan seluruh perkara yang kokoh.” [QS Ad-
Dukhan 3- 4]
⑶ Takdir Yaumi
Yaitu pelaksanaan apa yang sudah ditulis pada waktu yang sudah ditentukan.
Dalilnya adalah firman Allah,
.. ۚ ُك َّل َيْو ٍم ُهَو ِفي َش ْأٍن
“Setiap hari Dia (Allah) dalam sebuah urusan.” [QS Ar-Rahman 29]
Diantara urusan Allah adalah mengampuni dosa, menciptakan, melenyapkan, menghidupkan,
mematikan, memuliakan dan menghinakan, memberi dan menahan, dll.
Dan perlu diketahui bahwa Takdir Yaumi, Hauli, dan Umri tidak keluar dari apa yang sudah
tertulis di dalam takdir azali.
Halaqah yang ke-7 dari Silsilah ‘ilmiyyah Beriman Kepada Takdir Allah adalah tentang “ Cara
Beriman dengan Takdir Allah Bagian 4”.
ِإَّنَم ا َأْم ُرُه ِإَذ ا َأَر اَد َشْيًئا َأْن َيُقوَل َلُه ُك ْن َفَيُك وُن
“Sesungguhnya perkara Allah apabila menginginkan sesuatu adalah mengatakan ‘Jadilah.’, maka
jadilah dia.” [QS Ya-Sin 82]
Dan Allah berfirman :
…ۚ َو َلْو َشاَء َر ُّبَك آَل َم َن َم ْن ِفي اَأْلْر ِض ُك ُّلُهْم َج ِم يًعا
“Dan seandainya Rabb-mu menghendaki niscaya akan beriman seluruh yang ada di bumi.” [QS
Yunus 99]
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
…ۖ ُقِل الَّلُهَّم َم اِلَك اْلُم ْلِك ُتْؤ ِتي اْلُم ْلَك َم ْن َتَشاُء َو َتْنِز ُع اْلُم ْلَك ِم َّم ْن َتَشاُء َو ُتِع ُّز َم ْن َتَشاُء َو ُتِذ ُّل َم ْن َتَشاُء
“Katakanlah, ‘Ya Allah yang memiliki kerajaan, Engkau memberi kekuasaan kepada siapa yang
Engkau kehendaki dan mencabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau
memuliakan siapa yang Engkau kehendaki dan menghinakan siapa yang Engkau
kehendaki.” [QS Ali ‘Imran 26]
Dan Allah berfirman :
ال، إَّنُه يفعُل ما يشاُء، ولَيعِزْم مسألَته، ارزقني إن شئَت، ارحمني إن شئَت، اللهَّم اغفر لي إن شئَت: ال يقل أحُدكم
ل ْك
ُم ِر َه ُه
“Janganlah salah seorang dari kalian mengatakan ‘Ya Allah ampunilah aku jika Engkau
menghendaki, sayangilah aku jika engkau menghendaki, berilah aku rezeki apabila engkau
menghendaki.’ Maka hendaklah dia menguatkan permintaannya karena Allah melakukan apa
yang Dia kehendaki, tidak ada yang memaksanya”. [HR Bukhori]
Berkata Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah :
وإْن لم أَش ْأ – َو َم ا ِش ْئُت إن َلْم َتشْأ َلْم يكْن، َم ا ِش ْئَت َك اَن
“Apa yang Engkau kehendaki ya Allah, terjadi, meskipun aku tidak menghendakinya dan apa
yang aku kehendaki kalau Engkau tidak menghendakinya maka tidak akan terjadi.” [Atsar ini
dikeluarkan oleh Al Lalika-i di dalam kitab beliau Syarhu Ushuli Itiqadi Ahli Sunnati wal
Jamaah Minal Kitabi wa Sunnah Wa Ijmai Shahabah Jilid IV halaman 702]
Halaqah yang ke-8 dari Silsilah ‘ilmiyyah Beriman Kepada Takdir Allah adalah tentang “ Cara
Beriman dengan Takdir Allah Bagian 5”.
Tidak ada yang mencipta selain Allah azza wajalla. Dia-lah Al Kholiq dan selainnya adalah
makhluk.
Halaqah yang ke sembilan dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang
“Beriman dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 1”.
Seorang yang beriman selain diperintah untuk beriman dengan takdir Allah juga diperintah untuk
mengambil sebab dan bertawakal kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla dan tidak bertawakal
kepada sebab tersebut.
Rezeki sudah ditakdirkan oleh Allah azza wa jalla dan kita diperintahkan untuk mencari rezeki
yang halal.
َفِإَذ ا ُقِض َيِت الَّص اَل ُة َفاْن َت ِش ُروا ِفي اَأْلْر ِض َو اْب َتُغ وا ِمْن َفْض ِل ِهَّللا َو اْذ ُك ُروا َهَّللا َك ِثيًر ا َلَع َّلُك ْم ُتْف ِلُحوَن
[QS Al-Jumu’ah 10]
“Kemudian apabila sudah selesai shalat Jum’at maka hendaklah kalian menyebar di permukaan
bumi dan carilah dari karunia Allah dan perbanyaklah di dalam mengingat Allah, semoga kalian
beruntung.”
َأَلْن َي ْح َت ِز َم َأَح ُد ُك ْم ُح ْز َم َة ِمْن َح َط ٍب َفَي ْح ِم َلَه ا َع َلى َظ ْه ِر ِه َفَي ِبيَع َه ا َخ ْيٌر َلُه ِمْن َأْن َي ْس َأَل َر ُج اًل ُيْع ِط يِه َأْو َي ْم َن ُعُه
“Sungguh salah seorang di antara kalian mencari satu ikat kayu bakar kemudian mengangkatnya
di atas punggungnya lebih baik daripada dia meminta orang lain, baik diberi atau tidak diberi.”
[HR Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
َلْو َأَّنُك ْم ُكْنُت ْم َت َو َّك ُلوَن َع َلى ِهَّللا َح َّق َت َو ُّك ِلِه َلُر ِز ْقُتْم َك َم ا ُت ْر َز ُق الَّط ْيُر َتْغ ُد و ِخَم اًص ا َو َت ُروُح ِبَط اًن ا
“Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah niscaya kalian akan diberi rezeki,
sebagaimana burung diberi rezeki. Pagi-pagi mereka pergi dalam keadaan lapar dan datang di
sore hari dalam keadaan kenyang.”
[HR At Tirmidzi dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah]
Dan burung di dalam mencari rezeki tidak hanya berdiam diri dan berpangku tangan di
sarangnya tetapi dia pergi mencari sebab di dalam mendapatkan rezeki tersebut.
Dan dahulu para Nabi alaihimussalam bekerja dan mereka adalah orang-orang yang beriman
dengan takdir Allah.
َأْل ْأ
…ۗ َو َم ا َأْر َس ْلَن ا َقْب َلَك ِمَن اْلُمْر َس ِليَن ِإاَّل ِإَّن ُهْم َلَي ُك ُلوَن الَّط َع اَم َو َي ْم ُشوَن ِفي ا ْس َو اِق
[QS Al-Furqan 20]
“Dan Kami tidaklah mengutus sebelummu seorang Rasul pun kecuali mereka memakan
makanan dan pergi ke pasar”
Dan Nabi Musa alaihissalam pernah bekerja sebagai seorang penggembala untuk orang yang
shaleh dari Madyan selama beberapa tahun, sebagaimana Allah Subhānahu wa Ta’āla sebutkan
di dalam surat Al Qashash ayat 27.
Halaqah yang ke sepuluh dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang
“Beriman dengan Takdir Allah dan Mengambil Sebab Bagian 2”.
Banyak dan sedikitnya keturunan sudah ditakdirkan oleh Allah azza wajalla tetapi bukan berarti
seorang muslim menunggu tanpa usaha untuk mendapatkan keturunan. Bahkan dia diperintahkan
untuk menikah sebagai sebab dan upaya mendapatkan keturunan.
Rasulullah ﷺbersabda,
َتَز َّو ُجْو ا اْلَو ُدْو َد اْلَو ُلْو َد َفِإِّن ي ُم َك اِثُر بكم األمَم..
“Nikahilah wanita yang penyayang lagi subur karena sesungguhnya aku membanggakan
banyaknya kalian di depan umat yang lain.” [HR Abu Daud dan An Nasai dan hadits ini
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah]
Sakit dan kesembuhan dari penyakit sudah ditakdirkan oleh Allah azza wajalla namun kita
diperintahkan untuk menjauhi sebab terkena penyakit dan diperintahkan pula untuk berobat
apabila seseorang ditimpa sakit.
Rasulullah ﷺbersabda,
إَّن َهللا عَّز وجَّل حيُث خلق الداَء خلق الدواَء فتداووا
“Sesungguhnya Allah azza wajalla ketika menciptakan penyakit Dia juga menciptakan obatnya,
maka berobatlah kalian.” [HR Ahmad dari Annas bin Malik radhiyallahu anhu dan dihasankan
oleh Syaikh Al Albani rahimahullah]
Dan Beliau ﷺbersabda tentang sikap seorang muslim terhadap tho’un yaitu wabah penyakit
yang merata yang terjadi di sebuah daerah,
َ إذا سمعُت م ِبه بأرٍض فال تقُد موا عَليِه وإذا وقَع بأرٍض وأنُت م ِبها فال تخُرجوا فراًر ا منُه
“Apabila kalian mendengar tho’un di sebuah daerah, maka janganlah kalian datang ke sana dan
apabila terjadi di sebuah daerah sedangkan kalian berada di sana maka jangan kalian keluar dari
daerah tersebut karena lari darinya.” [HR Al Bukhari dan Muslim]
Kematian dan juga musibah, sudah ditakdirkan oleh Allah azza wajalla dan kita diperintahkan
untuk mengambil sebab keselamatan.
Dahulu Rasulullah ﷺbersama keimanan beliau yang dalam tentang masalah takdir.
Beliau berperang memakai baju perang, menggunakan senjata, mengatur siasat perang, mengatur
pasukan, dll.
Dan ini semua menunjukkan bahwa selain kita diperintah beriman dengan takdir Allah, kita juga
diperintah untuk mengambil sebab yang diperbolehkan.
Halaqah yang ke sebelas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang
“Beriman dengan Takdir Allah dan Mengambil Sebab Bagian 3”.
Seorang yang beriman diperintahkan mengambil sebab mendapatkan kebahagiaan di akhirat dan
mengambil sebab keselamatan dari adzab.
Dan sebab mendapatkan kebahagiaan di akhirat dan keselamatan dari adzab di akhirat adalah:
– Beriman dengan syari’at Allah dengan cara menjalankan perintah, menjauhi larangan,
membenarkan kabar-kabar Allah azza wajalla, mengimani janji-janji pahala, dan juga mengimani
ancaman-ancaman terhadap dosa.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
َو اَّلِذيَن آَم ُنوا َو َعِم ُلوا الَّصاِلَح اِت ُأوَٰل ِئَك َأْص َح اُب اْلَج َّن ِة ۖ ُه ْم ِفيَه ا َخ اِلُد ون
[QS Al-Baqarah 82]
“Dan orang-orang yang beriman dan beramal shalih, merekalah penduduk surga, mereka kekal di
dalamnya.”
َٰذ
ِتْلَك ُح ُد وُد ِهَّللا ۚ َو َم ْن ُيِط ِع َهَّللا َو َر ُسوَلُه ُيْد ِخ ْلُه َج َّن اٍت َت ْج ِر ي ِمْن َت ْح ِتَه ا اَأْلْن َه اُر َخ اِلِديَن ِفيَه ا ۚ َو ِلَك اْلَفْو ُز اْلَع ِظ يُم
َو َم ْن َي ْع ِص َهَّللا َو َر ُسوَلُه َو َي َت َع َّد ُح ُد وَد ُه ُيْد ِخ ْلُه َن اًر ا َخ اِلًد ا ِفيَه ا َو َلُه َع َذ اٌب ُم ِه يٌن
[QS An-Nisa’ 14]
“Itulah batasan-batasan Allah dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, Allah akan
memasukkan dia ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya dan yang demikian adalah keberuntungan yang sangat besar. Dan barangsiapa yang
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batasan-batasan Allah, maka Allah
memasukkan dia ke dalam neraka, kekal di dalamnya, dan dia akan mendapatkan adzab yang
menghinakan.”
Para shahabat Nabi ﷺketika dikabarkan oleh Nabi ﷺbahwa tidak ada sebuah jiwa
kecuali telah diketahui tempatnya di dalam surga dan neraka, mereka bertanya,
“Wahai Rasulullah, untuk apa kita beramal? Mengapa kita tidak pasrah saja?”
“Tidak demikian, akan tetapi beramallah kalian, karena masing-masing akan dimudahkan
melakukan apa yang dia diciptakan untuknya.”
[HR Al Bukhari dan Muslim]
Dari dalil-dalil di atas kita mengetahui bahwa seorang yang beriman diperintahkan untuk
beriman dengan takdir Allah dan diperintahkan untuk beriman dengan syari’at Allah.
Halaqah yang ke dua belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang
“Aliran Sesat yang Menyimpang di Dalam Masalah Takdir”.
Diantara aliran sesat yang menyimpang di dalam masalah takdir adalah aliran Al Majusiyah,
yaitu aliran yang mengikuti jalan orang-orang Majusi.
Mereka adalah orang-orang yang beriman dengan syari’at, akan tetapi mendustakan takdir Allah.
Ada diantara mereka yang mengingkari ilmu Allah dan mengatakan bahwa Allah tidak
mengetahui sesuatu kecuali setelah terjadinya.
Dan ada diantara mereka yang mengingkari keumuman Masyiah Allah dan penciptaan-Nya.
Mereka berkata,
“Allah yang mencipta manusia dan manusialah yang menciptakan amalannya sendiri.”
Sehingga mereka dinamakan dengan Al-Majusiyah karena orang-orang Majusi meyakini bahwa
pencipta ada dua:
⑴ Pencipta kebaikan
⑵ Pencipta keburukan
Dan diantara aliran yang sesat di dalam masalah takdir adalah aliran Al Musyrikiyah yaitu aliran
yang mengikuti jalan orang-orang Musyrikin.
Mereka mengakui takdir Allah tetapi mengingkari syari’at Allah dan tidak mengikutinya.
Dinamakan Al Musyrikiyah karena orang-orang Musyrikin mengakui takdir Allah dan tidak mau
mengikuti syari’at Allah yang intinya adalah Tauhid.
“Akan berkata (orang-orang Musyrikin) seandainya Allah menghendaki niscaya kita tidak akan
berbuat syirik, demikian pula bapak-bapak kami, dan tentunya kami tidak akan mengharamkan
sesuatu.”
Demikianlah ucapan orang-orang Musyrikin ketika mereka diajak oleh Rasulullah ﷺuntuk
bertauhid, mereka menolak tauhid dan beralasan bahwa kesyirikan mereka adalah dengan takdir
Allah.
Maka setiap orang yang berdalil dengan takdir dalam membolehkan kemaksiatan, pada
hakikatnya dia telah mengikuti jalan orang-orang Musyrikin.
Adapun Ahlus Sunnah maka seperti yang sudah berlalu, mereka beriman dengan takdir dan
beriman dengan syari’at.
Halaqah yang ke tiga belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang
“Dua Macam Iradah atau Keinginan Allah azza wajalla”.
Diantara perkara yang penting dipahami oleh setiap muslim di dalam masalah beriman dengan
takdir Allah bahwa Iradah atau keinginan Allah ada dua macam:
Dalil Iradah Kauniyah Qadariyyah diantaranya adalah firman Allah azza wajalla,
ِإَّن َم ا َأْم ُرُه ِإَذ ا َأَر اَد َش ْي ًئ ا َأْن َي ُقوَل َلُه ُك ْن َفَي ُك وُن
[QS Ya-Sin 82]
“Sesungguhnya perkara Allah apabila menginginkan sesuatu adalah mengatakan ‘Jadilah’, maka
jadilah dia.”
…ۚ َفَم ْن ُي ِر ِد ُهَّللا َأْن َي ْه ِدَي ُه َي ْش َر ْح َص ْد َر ُه ِلِإْل ْس اَل ِم ۖ َو َم ْن ُي ِر ْد َأْن ُيِض َّلُه َي ْج َع ْل َص ْد َر ُه َض ِّي ًقا َح َر ًج ا َك َأَّن َم ا َيَّصَّع ُد ِفي الَّسَم اِء
[QS Al-An’am 125]
“Barangsiapa yang Allah inginkan untuk diberi hidayah maka Allah lapangkan dadanya untuk
menerima Islam dan barangsiapa yang Allah inginkan untuk disesatkan maka Allah akan
menjadikan dadanya sempit lagi sesak seperti ketika dia berusaha naik ke atas.”
Dan Masyiah Allah atau Kehendak Allah yang disebutkan di dalam halaqah yang ke-7 adalah
nama lain dari Iradah Kauniah Qadariyyah.
Dalil Iradah Syar’iyyah Diniyyah diantaranya adalah firman Allah azza wa jalla,
ِإَّن َم ا ُي ِر يُد ُهَّللا ِلُيْذ ِهَب َع ْنُك ُم الِّر ْج َس َأْه َل اْلَبْيِت َو ُيَط ِّه َر ُك ْم َت ْط ِه يًر ا
[QS Al-Ahzab 33]
“Sesungguhnya Allah hanya menginginkan untuk menghilangkan kotoran dari kalian wahai
Ahlul Bait dan membersihkan kalian dari dosa dengan sebenar-benarnya.”
Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺBeliau bersabda,
، َن َع ْم: َفَي ُقوُل، ” َلْو َأَّن َلَك َم ا ِفي اَأْلْر ِض ِمْن َش ْي ٍء َأُكْن َت َت ْف َت ِدي ِبِه: َأِلْه َو ِن َأْه ِل الَّن اِر َع َذ اًبا َي ْو َم اْلِقَياَمِة: يقول هللا تعالى
َفَأَب ْيَت ِإاَّل َأْن ُتْش ِر َك ِبي، َأْن اَل ُتْش ِر َك ِبي َش ْي ًئ ا، َو َأْن َت ِفي ُص ْلِب آَد َم، ” َأَر ْد ُت ِم ْن َك َأْه َو َن ِمْن َه َذ ا: ” َفَي ُقوُل
“Allah Subhānahu wa Ta’āla berkata kepada penduduk neraka yang paling ringan adzabnya di
hari kiamat, ‘Seandainya engkau memiliki seluruh apa yang ada di bumi apakah engkau akan
menebus dengannya?’
Maka dia berkata, ‘Iya’.
Maka Allah berkata, ‘Aku menginginkan darimu yang lebih ringan daripada ini, sedangkan
engkau saat itu berada di dalam sulbi Adam, yaitu supaya engkau tidak menyekutukan Aku
sedikitpun, maka engkau pun enggan, kecuali menyekutukan diri-Ku’ ” [HR Al Bukhari dan
Muslim]
Halaqah yang ke empat belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang
“Perbedaan Antara Iradah Kauniyah Qadariyyah dan Iradah Syar’iyyah Diniyyah”.
Perbedaan antara Iradah Kauniyah Qadariyyah dan Iradah Syar’iyyah Diniyyah diantaranya:
Sedangkan Iradah Syar’iyyah maka tidak melazimkan terjadinya apa yang Allah inginkan,
seperti secara syari’at Allah menginginkan ke-Islam-an Abu Lahab tetapi hal tersebut tidak
terjadi.
2. Bahwa Iradah Kauniyah tidak melazimkan apa yang Allah inginkan tersebut dicintai oleh
Allah, akan tetapi terkadang kejadiannya ada yg dicintai oleh Allah, misal keimanan orang yang
beriman.
Dan terkadang ada yang kejadiannya tidak dicintai oleh Allah, seperti kemaksiatan.
Adapun Iradah Syar’iyyah maka kejadiannya pasti sesuatu yang dicintai oleh Allah, seperti
keimanan orang yang beriman, ketaatan orang yang taat, dll.
3. Iradah Kauniyah tidak melazimkan bahwa itu diperintah oleh Allah, sedangkan Iradah
Syar’iyyah melazimkan bahwa hal tersebut diperintahkan oleh Allah, artinya setiap yang
diinginkan oleh Allah secara syari’at berarti dia diperintahkan.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini dan sampai bertemu kembali pada halaqah
selanjutnya.
Halaqah yang ke lima belas dari Silsilah Ilmiyyah Beriman dengan Takdir Allah adalah tentang
“Beberapa Contoh Keadaan yang Berkaitan dengan Iradah Syar’iyyah dan Iradah Kauniyah”.
1. Keimanan Abu Bakar
Keimanan Abu Bakar berkaitan dengannya dua Iradah sekaligus (Iradah Syar’iyyah dan Iradah
Kauniyah).
Berkaitan dengannya Iradah Syar’iyyah karena Allah mencintai dan menginginkan keimanan
Abu Bakar.
Dan berkaitan dengannya Iradah Kauniyah karena Allah mentakdirkan, mewujudkan, dan
menciptakan keimanan Abu Bakar.