َصا ِل ُحون
َ ِي ال َ الذ ْك ِر أَ َن ْاِل َ ْر
َ ض َي ِرث ُ َها ِع َباد ِ ُور ِم ْن َب ْع ِد َ َولَقَ ْد َكتَ ْبنَا ِفي
ِ الزب
“Dan Kami telah menulis di dalam kitab-kitab yang Kami turunkan setelah
sebelumnya ditulis di dalam Adz-Dzikr, bahwa bumi ini diwarisi oleh hamba-
hamba-Ku yang shalih.” [QS Al-Anbiya’ 105]
Adz-Dzikr adalah nama lain dari Al Lauhul Mahfudz.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
َ ْش ْيء أَح
ص ْينَاهُ فِي إِ َمام ُمبِين َ َو ُك َل ار ُه ْم ُ ُ إِنَا نَحْ نُ نُحْ يِي ْال َم ْوتَى َونَ ْكت
َ َب َما قَ َد ُموا َوآث
“Sesungguhnya Kami-lah yang menghidupkan orang-orang yang mati dan
Kami-lah yang menulis apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas mereka
dan segala sesuatu Kami ihso’ di dalam kitab yang jelas.” [QS Ya-Sin 12]
Makna “ihso’” diantaranya : Allah mengetahuinya, menjaganya,
menetapkannya di dalam kitab tersebut.
Dan yang dimaksud dengan Kitab yang jelas adalah Al Lauhul Mahfudz.
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
ِ َ علَى
ّللا َي ِسير َ َِإ َن َذلِك ِإ َن َذلِكَ ِفي ِكتَاب ِ اء َو ْاِل َ ْر
ض ِ س َم َ َ أَلَ ْم تَ ْعلَ ْم أَ َن
َ ّللا َي ْعلَ ُم َما ِفي ال
“Bukankah kamu mengetahui bahwa Allah mengetahui apa yang ada di
langit dan di bumi. Sesungguhnya yang demikian ada di dalam Kitab,
sesungguhnya yang demikian sangat mudah bagi Allah.” [QS Al-Hajj 70]
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
… َ ب ِم ْن
ش ْيء ْ َما فَ َر..
ِ طنَا فِي ْال ِكتَا
“Kami tidak lupakan sesuatu pun di dalam Al Lauhul Mahfudz.” [QS Al-
An’am 38]
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
… صغ ََر ِم ْن َذلِكَ َو َّل أَ ْكبَ َر ِإ َّل
ْ َاء َو َّل أ ِ ع ْن َربِكَ ِم ْن ِمثْقَا ِل َذ َرة فِي ْاِل َ ْر
َ ض َو َّل فِي ال
ِ س َم ُ َو َما يَ ْع ُز
َ ب
ِفي ِكتَاب ُم ِبين
“Dan tidak terlepas dari pengetahuan Allah. Sesuatu sebesar semut kecil pun
baik di bumi maupun di langit baik yang lebih kecil daripada itu atau lebih
besar kecuali di dalam Kitab yang jelas.” [QS Yunus 61]
Adapun dari Sunnah maka Rasulullah ﷺbersabda :
سنَة َ ض بِخ َْمسِينَ أَ ْل
َ ف َ ت َو ْاِل َ ْر
ِ اوا
َ س َم ِ ِِير ْالخ ََالئ
َ ق قَ ْب َل أَ ْن يَ ْخلُقَ ال َ َب هللاُ َمقَاد
َ َكت
“Allah menulis takdir-takdir bagi para makhluk-Nya lima puluh ribu tahun
sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.” [HR Muslim]
Dan Rasulullah ﷺbersabda :
َ الذ ْك ِر ُك َل
ش ْيء َ َو َكت
ِ َب فِي
“Dan Allah menulis di dalam Adz-Dzikr (Al Lauhul Mahfudz) segala
sesuatu.” [HR Bukhari dan Muslim]
Dan Beliau ﷺbersabda :
ب َم ْقعَ ُدهُ ِم ْن النَا ِر َو َم ْقعَ ُدهُ ِم ْن ْال َجنَ ِة
َ َِما ِم ْن ُك ْم ِم ْن أَ َحد إِ َّل َوقَ ْد ُكت
“Tidak ada diantara kalian kecuali sudah ditulis tempatnya di dalam
neraka dan tempatnya di dalam surga.” [HR Al Bukhari dan Muslim]
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
ُعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َركَاتُه
َ سالَ ُم
َ َو ال
Saudaramu,
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
Halaqah 6 | Cara Beriman dengan Takdir Allah Bagian 3
ث ُ َم َي ُك ْونُ في ذلك، َع َل َقةً ِم ْث َل َذلِك َ ث ُ َم َي ُك ْونُ في ذلك،ط ِن أ ُ ِم ِه أَ ْر َب ِعيْنَ َي ْو ًما ْ إن أَ َح َد ُكم يُجْ َم ُع خلقُهُ ِف ْي َب
َ
َوأَ َج ِل ِه،ب ِر ْزقِ ِه ُّ س ُل ْال َملَكُ فيَ ْنفُ ُخ فِ ْي ِه
ِ ْبِ َكت: َويُؤْ َم ُر بِأ َ ْربَ ِع َك ِل َمات،الر ْو َح َ ث ُ َم ي ُْر، َضغَةً ِمث َل َذلِك
ْ ُم،
س ِعيْد َ
َ ش ِقي أ ْو َ َو،ع َم ِل ِه
َ َو،
(ي َو ُم ْس ِلم ِ ) َر َواهُ ْالبُخ
ُّ َار
“Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dikumpulkan penciptaanya
di perut ibunya selama 40 hari, kemudian di dalamnya sebagai segumpal
darah selama 40 hari, kemudian di dalamnya sebagai segumpal daging
selama 40 hari, kemudian diutus seorang Malaikat kemudian meniup nyawa
di dalamnya dan diperintahkan dengan 4 kalimat yaitu menulis rezekinya,
ajalnya, amalannya, dan apakah dia sengsara atau orang yang bahagia.”
[HR Al Bukhari dan Muslim]
➡ ⑵ Takdir Hauli
Yaitu takdir khusus kejadian selama satu tahun ditentukan di malam
Lailatul Qadar.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
َِإنَا ُكنَا ُم ْنذ ِِرين َ ِإنَا أَ ْنزَ ْلنَاهُ ِفي لَ ْيلَة ُم َب
اركَة
فِي َها يُ ْف َر ُق ُك ُّل أَ ْمر َح ِكيم
“Sesungguhnya Kami telah turunkan Al Qur’an pada malam yang
berbarakah. Sesungguhnya Kami memberikan peringatan, di dalamnya
dipisahkan seluruh perkara yang kokoh.” [QS Ad-Dukhan 3- 4]
➡ ⑶ Takdir Yaumi
Yaitu pelaksanaan apa yang sudah ditulis pada waktu yang sudah
ditentukan.
Dalilnya adalah firman Allah,
.. ُك َل يَ ْوم ه َُو فِي شَأْن
“Setiap hari Dia (Allah) dalam sebuah urusan.” [QS Ar-Rahman 29]
Diantara urusan Allah adalah mengampuni dosa, menciptakan,
melenyapkan, menghidupkan, mematikan, memuliakan dan menghinakan,
memberi dan menahan, dll.
Dan perlu diketahui bahwa Takdir Yaumi, Hauli, dan Umri tidak keluar dari
apa yang sudah tertulis di dalam takdir azali.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
ُعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َو َب َركَاتُه
َ سالَ ُم
َ َو ال
Saudaramu,
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
Halaqah 7 | Cara Beriman dengan Takdir Allah Bagian 4
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
ُعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َو َب َركَاتُه
َ سالَ ُم
َ َو ال
Saudaramu,
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
Halaqah 9 | Beriman dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 1
Sakit dan kesembuhan dari penyakit sudah ditakdirkan oleh Allah azza
wajalla namun kita diperintahkan untuk menjauhi sebab terkena penyakit
dan diperintahkan pula untuk berobat apabila seseorang ditimpa sakit.
Rasulullah ﷺbersabda,
ُ
حيث خلق الدا َء خلق الدوا َء فتداووا َ َإن هللا
عز وج َل َ
“Sesungguhnya Allah azza wajalla ketika menciptakan penyakit Dia juga
menciptakan obatnya, maka berobatlah kalian.” [HR Ahmad dari Annas bin
Malik radhiyallahu anhu dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani
rahimahullah]
Dan Beliau ﷺbersabda tentang sikap seorang muslim terhadap tho’un yaitu
wabah penyakit yang merata yang terjadi di sebuah daerah,
ُفرارا منه
ً ُ َ إذا سمعتُم ِبه بأرض فال تقدُموا علَي ِه وإذا وق َع بأرض وأنتُم ِبها فال
تخرجوا
“Apabila kalian mendengar tho’un di sebuah daerah, maka janganlah
kalian datang ke sana dan apabila terjadi di sebuah daerah sedangkan
kalian berada di sana maka jangan kalian keluar dari daerah tersebut
karena lari darinya.” [HR Al Bukhari dan Muslim]
Kematian dan juga musibah, sudah ditakdirkan oleh Allah azza wajalla
dan kita diperintahkan untuk mengambil sebab keselamatan.
Dahulu Rasulullah ﷺbersama keimanan beliau yang dalam tentang
masalah takdir.
Beliau berperang memakai baju perang, menggunakan senjata, mengatur
siasat perang, mengatur pasukan, dll.
Dan ini semua menunjukkan bahwa selain kita diperintah beriman
dengan takdir Allah, kita juga diperintah untuk mengambil sebab yang
diperbolehkan.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
ُعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َو َب َركَاتُه
َ سالَ ُم
َ َو ال
Saudaramu,
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
Halaqah 11 | Beriman dengan Takdir dan Mengambil Sebab Bagian 3
2⃣❌Pencipta keburukan
Dan diantara aliran yang sesat di dalam masalah takdir adalah aliran Al
Musyrikiyah yaitu aliran yang mengikuti jalan orang-orang Musyrikin.
➡ Mereka mengakui takdir Allah tetapi mengingkari syari’at Allah dan
tidak mengikutinya.
➡ Dinamakan Al Musyrikiyah karena orang-orang Musyrikin mengakui
takdir Allah dan tidak mau mengikuti syari’at Allah yang intinya adalah
Tauhid
Allah berfirman tentang mereka :
َ ّللاُ َما أَ ْش َر ْكنَا َو َّل آ َبا ُؤنَا َو َّل َح َر ْمنَا ِم ْن
ش ْيء َ س َيقُو ُل الَذِينَ أَ ْش َر ُكوا لَ ْو شَا َء
َ …
“Akan berkata (orang-orang Musyrikin) seandainya Allah menghendaki
niscaya kita tidak akan berbuat syirik, demikian pula bapak-bapak kami,
dan tentunya kami tidak akan mengharamkan sesuatu.” [Surat Al-An’am
148]
Demikianlah ucapan orang-orang Musyrikin ketika mereka diajak oleh
Rasulullah ﷺuntuk bertauhid, mereka menolak tauhid dan beralasan
bahwa kesyirikan mereka adalah dengan takdir Allah.
Maka setiap orang yang berdalil dengan takdir dalam membolehkan
kemaksiatan, pada hakikatnya dia telah mengikuti jalan orang-orang
Musyrikin.
Adapun Ahlus Sunnah maka seperti yang sudah berlalu, mereka beriman
dengan takdir dan beriman dengan syari’at.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
ُعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َركَاتُه
َ سالَ ُم
َ َو ال
Saudaramu,
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
Halaqah 13 | Dua Macam Iradah atau Keinginan Allah
يرا ْ ط ِه َر ُك ْم ت
ً َط ِه ِ س أَ ْه َل ْالبَ ْي
َ ُت َوي ِ ع ْن ُك ُم
َ ْالرج َ ّللاُ ِليُ ْذه
َ ِب َ إِنَ َما ي ُِري ُد
“Sesungguhnya Allah hanya menginginkan untuk menghilangkan kotoran
dari kalian wahai Ahlul Bait dan membersihkan kalian dari dosa dengan
sebenar-benarnya.” [QS Al-Ahzab 33]
Dan Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
علَ ْي ُك ْم َ ُ ّللاُ ي ُِري ُد أَ ْن يَت
َ وب َ … َو
“Dan Allah menginginkan untuk menerima taubat kalian.” [Surat An-Nisa’
27]
Dan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺBeliau bersabda :
ش ْيء أَ ُك ْنتَ تَ ْفتَدِي بِ ِه
َ ض ِم ْن ِ لَ ْو أَ َن لَكَ َما فِي ْاِل َ ْر: ع َذابًا يَ ْو َم ْال ِقيَا َم ِة ِ َ ِِل َ ْه َو ِن أَ ْه ِل الن: ” يقول هللا تعالى،
َ ار
َ فَأ َ َبيْت، ش ْيئًا ِ ص ْل
َ أَ ْن َّل ت ُ ْش ِركَ ِبي، ب آ َد َم ُ َوأَ ْنتَ ِفي، أَ َردْتُ ِم ْنكَ أَ ْه َونَ ِم ْن َه َذا: ” فَ َيقُو ُل، نَ َع ْم: فَ َيقُو ُل
” إِ َّل أَ ْن ت ُ ْش ِركَ بِي
“Allah Subhānahu wa Ta’āla berkata kepada penduduk neraka yang
paling ringan adzabnya di hari kiamat, ‘Seandainya engkau memiliki seluruh
apa yang ada di bumi apakah engkau akan menebus dengannya?’ Maka
dia berkata, ‘Iya’. Maka Allah berkata, ‘Aku menginginkan darimu yang
lebih ringan daripada ini, sedangkan engkau saat itu berada di dalam sulbi
Adam, yaitu supaya engkau tidak menyekutukan Aku sedikitpun, maka
engkau pun enggan, kecuali menyekutukan diri-Ku’ ” [HR Al Bukhari dan
Muslim]
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
ُعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َركَاتُه
َ سالَ ُم
َ َو ال
Saudaramu,
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
Halaqah 14 | Perbedaan Antara Iradah Kauniyah Qadariyyah dan Iradah
Syar’iyyah Diniyyah
PERBEDAAN ANTARA
IRADAH KAUNIYAH QADARIYYAH DAN IRADAH SYAR’IYYAH DINIYYAH
السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته
الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا وعلى آله وصحبه أجمعين
Halaqah yang ke-14 dari Silsilah ‘ilmiyyah Beriman Kepada Takdir Allah
adalah tentang “ Perbedaan Antara Iradah Kauniyah Qadariyyah dan
Iradah Syar’iyyah Diniyyah ”.
Perbedaan antara Iradah Kauniyah Qadariyyah dan Iradah Syar’iyyah
Diniyyah diantaranya:
1⃣. Iradah Kauniyah melazimkan terjadinya apa yang diinginkan oleh Allah.
🇸🇩 Misalnya Allah menginginkan menciptakan matahari maka terciptalah
matahari.
🇸🇩 Sedangkan Iradah Syar’iyyah maka tidak melazimkan terjadinya apa
yang Allah inginkan, seperti secara syari’at Allah menginginkan ke-Islam-an
Abu Lahab tetapi hal tersebut tidak terjadi.
2⃣. Bahwa Iradah Kauniyah tidak melazimkan apa yang Allah inginkan
tersebut dicintai oleh Allah, akan tetapi terkadang kejadiannya ada yg
dicintai oleh Allah,
🇸🇩 misal keimanan orang yang beriman. Dan terkadang ada yang
kejadiannya tidak dicintai oleh Allah, seperti kemaksiatan.
🇸🇩 Adapun Iradah Syar’iyyah maka kejadiannya pasti sesuatu yang dicintai
oleh Allah, seperti keimanan orang yang beriman, ketaatan orang yang
taat, dll.
3⃣. 🇸🇩 Iradah Kauniyah tidak melazimkan bahwa itu diperintah oleh Allah.
🇸🇩 Sedangkan Iradah Syar’iyyah melazimkan bahwa hal tersebut
diperintahkan oleh Allah, artinya setiap yang diinginkan oleh Allah secara
syari’at berarti dia diperintahkan.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
ُعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َو َب َركَاتُه
َ سالَ ُم
َ َو ال
Saudaramu,
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
Halaqah 15 | Beberapa Contoh Keadaan yang Berkaitan dengan Iradah
Syar’iyyah dan Iradah Kauniyah
❌ Al Jabriyyah
Mereka tidak membedakan antara Iradah Syar’iyyah dan Iradah
Kauniyyah.
Mereka menganggap bahwa semua yang terjadi adalah dicintai oleh Allah.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
ُعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َركَاتُه
َ سالَ ُم
َ َو ال
Saudaramu,
Abdullāh Roy
Di kota Al-Madīnah
Halaqah 18 | Kapan Seseorang Boleh Beralasan dengan Takdir
✅ Dan tidak boleh dijadikan hujjah dan alasan di dalam dosa dan
kemaksiatan.
Ketika musibah seseorang mengatakan :
“Ini adalah takdir Allah.”
“Ini adalah dengan izin Allah.”
Atau mengatakan, “Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi.”
Maka hal ini akan membawa ketenangan dan kebaikan pada dirinya.
➡ Maka hadits ini tidak menunjukkan bahwa kejelekan tidak dicipta oleh
Allah.
Para ulama telah menjelaskan bahwa makna hadits ini:
1⃣. Ini adalah bentuk adab kita kepada Allah azza wajalla. Tidak boleh kita
berkata “Wahai Yang Menciptakan kejelekan” atau mengatakan “Wahai
Pencipta Babi” meskipun Allah Subhānahu wa Ta’āla Dia-lah Yang
Menciptakan itu semua.
2⃣. Allah Subhānahu wa Ta’āla tidak menciptakan kejelekan, secara murni
kejelekan. Kejelekan yang Allah ciptakan pasti ada hikmahnya. Dilihat dari
sisi hikmah inilah kejelekan yang menimpa manusia tersebut adalah baik di
pandangan Allah azza wajalla, maka tidak boleh disandarkan kejelekan
kepada Allah azza wajalla.
Misalnya Allah mentakdirkan rezeki.
Ada diantara manusia yang diluaskan rezekinya dan ada yang disempitkan.
Disempitkan dengan hikmah dan diluaskan dengan hikmah.
Dan diantara hikmah disempitkan rezeki seseorang adalah supaya dia tidak
berlebihan di dunia, supaya dia banyak berdoa, dan mendekatkan diri
kepada Allah.
Dan diantara hikmahnya adalah supaya terjadi saling membutuhkan
antara orang yang kaya dan orang yang miskin.
3⃣. Ada di antara ulama yang mengatakan bahwa makna ucapan Nabi ﷺ
“Kejelekan tidak disandarkan kepada-Mu” maksudnya tidak boleh
bertaqarrub kepada Allah dengan kejelekan.
4⃣. Ada di antara ulama yang mengatakan bahwa maknanya kejelekan
tidak akan sampai kepada Allah, tetapi kebaikan itulah yang akan sampai
kepada Allah.
✅ Di dalam ayat ini Allah mengabarkan bahwa amal yang dilakukan para
hamba adalah sebab mereka mendapatkan kenikmatan di surga,
menunjukkan bahwa pelaku amalan tersebut adalah hamba dan bukan
Allah.
Allah Subhānahu wa Ta’āla memberikan para hamba qudrah atau
kemampuan sebagaimana firman Allah,
سا إِ َّل ُو ْسعَ َها
ً ّللاُ نَ ْف
َ ف ُ َّل يُك َِل..
“Allah tidak membebani sebuah jiwa kecuali sesuai dengan
kemampuannya.” [QS Al-Baqarah 286]
Dan Allah juga memberikan mereka iradah atau keinginan. Allah-lah yang
menciptakan iradah pada diri mereka dan iradah mereka di bawah iradah
Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Allah berfirman,
َ ِل َم ْن شَا َء ِم ْن ُك ْم أَ ْن َي ْستَ ِق
يم
َّللاُ َربُّ ْالعَالَ ِمين َ َو َما تَشَا ُءونَ إِ َّل أَ ْن يَشَا َء
“Bagi siapa diantara kalian yang ingin istiqomah dan tidaklah kalian
menghendaki istiqomah kecuali dengan kehendak Allah Rabb semesta
alam.” [QS At-Takwir 28-29]
Ini semua menunjukkan tentang batilnya ucapan Al Jabriyyah bahwa
hamba dipaksa melakukan ketaatan atau kemaksiatan, tidak ada pilihan
bagi mereka, mereka tidak memiliki qudrah dan iradah, keadaan mereka
seperti gerakan pohon yang tertiup angin mengikuti ke mana arah angin
tersebut.
Itulah yang bisa kita sampaikan pada halaqah kali ini, dan sampai bertemu
kembali pada halaqah selanjutnya.
Barangsiapa yang Allah berikan hidayah taufiq, maka tidak ada yang
bisa menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada
yang bisa memberikan hidayah.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
ُِي لَه
َ ّللاُ فَ َال هَاد ْ ُ… َم ْن ي
َ ض ِل ِل
“Barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak akan ada yang memberikan
hidayah.”
[QS Al-A’raf 186]
Dan Allah berfirman,
ِ ّللاُ فَ َما لَهُ ِم ْن ُم
ضل َ … َو َم ْن يَ ْه ِد
“Dan barangsiapa yang Allah berikan hidayah maka tidak ada yang bisa
menyesatkan dirinya.” [QS Az-Zumar 37]
Dan Rasulullah ﷺbersabda,
ُِي لَه ْ ُ َو َم ْن ي, ُض َل لَه
َ ض ِل ْل فَالَ َهاد ِ ّللاُ فَالَ ُم
َ َم ْن يَ ْه ِد ِه
“Barangsiapa yang Allah berikan hidayah maka tidak ada yang
menyesatkan dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang
memberikan hidayah.” [HR Muslim]
Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki dengan
karunia-Nya dan anugerah-Nya dan Allah lebih mengetahui siapa diantara
hamba-Nya yang berhak untuk mendapatkan petunjuk.
Dan Allah menyesatkan siapa yang Allah kehendaki dengan keadilan-
Nya dan Allah lebih tahu siapa yang berhak untuk disesatkan.
Kesesatan tersebut adalah keadilan Allah, bukan kedzoliman-Nya,
karena Allah Subhānahu wa Ta’āla telah menegakkan hujjah atas hamba-
Nya, memberikan kesempatan baginya untuk mengikuti petunjuk Allah,
diberikan akal untuk berfikir dan memilih, diutus kepadanya seorang Rasul
yang menjelaskan, diturunkan kepadanya kitab, dan diperlihatkan
kepadanya jalan yang lurus.
Apabila dia adalah orang yang hilang akalnya, atau anak yang belum
baligh, atau orang yang tidur, maka tidak ditulis amalannya.
Rasulullah ﷺbersabda,
المجنون حتَى يعقل أو
ِ وعن
ِ َ عن الصغير حتَى يَ ْك
، َ بر ِ و، ائم حتَى يستَي ِقظ
ِ َع ِن الن
َ ،ُرفِ َع القل ُم عن ثالث
يفيق
“Diangkat pena dari tiga golongan: dari orang yang tidur sampai dia
bangun, dan dari anak kecil sampai dia baligh, dan dari orang yang gila
sampai dia berakal atau sadar.” [Hadits Shahih riwayat An Nasai dan Ibnu
Majah dari Aisyah radhiyallahu ‘anha]
Orang yang belum sampai kepadanya risalah seorang Rasul, maka tidak
akan diadzab.
Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman,
… ً س
وّل َ ََو َما ُكنَا ُمعَ ِذبِينَ َحت َى نَ ْبع
ُ ث َر
“Dan Kami tidak akan mengadzab sampai Kami mengutus seorang Rasul.”
[QS Al-Isra’ 15]