Anda di halaman 1dari 2

‫ ָ֭אַהְבִתּי‬DAN ‫ִהָ֣טּה‬

MEMAHAMI MAKNA KATA ‘AHAV DAN NATAH


(MAZMUR 116:1-2)

Saya hanya hendak berbagi (sharing) tentang dua kata dalam bahasa Ibrani yang sedikit
menggelitik karena sering dipahami sama dengan kata-kata lain dalam Bahasa Ibrani
yang maknanya sepadan, padahal ternyata cukup berbeda. Kedua kata itu adalah ‘āhabtî
(‫ )ָ֭אַהְבִתּי‬dari kata ‘ahav (‫ )ָאַהב‬dan hiṭ·ṭāh (‫ )ִהָ֣טּה‬dari kata natah (‫)ָנָטה‬.

Saya menggunakan teks Mazmur 116:1 dan 2 sebagai tempat kutipan kedua kata itu.
Sebab itu perlu dijelaskan binyan dari kedua kata tersebut berikut ini:

1
Kata ’ā·haḇ·tî (‫ )ָ֭אַהְבִתּי‬adalah kata kerja (verb) bentuk V-Qal-P-1cs atau kata
kerja Qal Perfect akhiran orang pertama common tunggal, yang berarti “aku
telah mengasihi”. Teksnya: ‫ ָ֭אַהְבִתּי ִֽכּי־ ִיְשַׁ֥מע ׀ ְיה ָ֑וה ֶאת־ֹ֝קוִ֗לי ַתֲּחנוּ ָֽני׃‬- ’ā·haḇ·tî kî-yisma’
Yahweh ‘et-qōwlî tahãnunāy – aku telah sungguh-sungguh mengasihi TUHAN, sebab
Ia telah sungguh-sungguh mendengar suara dan permohonanku.

Kata dalam binyan v-qal (kata kerja bentuk qal) menerangkan sesuatu yang telah
dilakukan secara penuh/bulat dalam arti sungguh-sungguh. Artinya subyek telah
melakukan aktivitas yang diterangkan oleh kata kerja itu sesuai dengan kaidah dari kata
kerja itu sendiri, tidak ada kekurangan pada kerja/aktivitas yang dilakukan subyek. Ia
melakukan dengan sangat sungguh-sungguh.

Kembali ke kata ’ā·haḇ·tî (‫ )ָ֭אַהְבִתּי‬atau dari kata dasarnya ‘ahav (‫)ָאַהב‬. Mari kita lihat kata
‫ָאַהב‬. Kata itu terdiri dari dua kata yakni ‫( ָאב‬artinya Bapa) dan ‫ה‬, sebagai singkatan dari nama
Yahweh ‫ ְיה ָ֑וה‬. Jadi kata ‘ahav itu mengandung arti “Bapa, yaitu Tuhan yang mengasihi”. Jadi
kata ‘āhabtî (‫ )ָ֭אַהְבִתּי‬itu mengandung arti “aku telah (melibatkan Tuhan yang) mengasihi”.
Di dalam mengasihi, TUHAN ada di perbuatan kita itu.

Kata ini dalam Mazmur 116:1 setara dengan kata ḥō·ḇêḇ ‫( ֹחֵ֣בב‬V-Qal-Participle Masculine
Singular) dalam Ulangan 33:3. Dalam Ulangan subyeknya adalah TUHAN, namun secara
leksikal memiliki kandungan makna yang sama, yang menerangkan bahwa kasih itu telah
dikerjakan dengan sangat sungguh-sungguh.

Teks Mazmur 116:1 dan Ul. 33:3 itu menjelaskan pada jenis kasih yang hanya tertuju
kepada TUHAN dan lahir dari relung hati paling dalam, sebagai gambaran dari adanya
hubungan yang sangat akrab/intim, karena satu menjadi bagian utuh dari lainnya:
TUHAN menjadi bagian utuh dari manusia dan sebaliknya. Sehingga kasih dalam arti itu
cenderung bermakna “telah memberi segala sesuatu dari diri sendiri kepada”. Kata “telah”
menerangkan pada sesuatu yang sudah dikerjakan dengan sangat baik/sempurna, dan
tidak ada yang tersisa pada diri sendiri. Jadi kalau TUHAN ‘ahav artinya tidak ada lagi
sesuatu pada diriNya, semua sudah diberi. Sebaliknya juga demikian jika manusia ‘ahav.

Kata ‘ahav itu memiliki jenis lain, dan mempunyai makna yang berbeda, seperti tampak
dalam Yeremia 4:30. Di sini digunakan kata ‘ō·ḡə·ḇîm ‫ ֹעְג ִ֖בים‬dari kata dasar yang sama
yaitu ‘agab ‫ֲﬠַגב‬. Kata ini bermakna kasih yang ditunjukkan para pecinta. Jenis kasih ini bisa
saja berubah ke hal yang kasar dan tidak sepadan dengan kasih/mengasihi. Kasih ini dibentuk
oleh emosionalitas yang tinggi, dan kadang berujung kekerasan. Jadi di sini subyek dapat
melakukan hal yang vatalistik dan kadang atas nama cinta/kasih, sesuatu yang merugikan.

Kembali ke teks Mazmur 116:1, kata ’ā·haḇ·tî (‫ )ָ֭אַהְבִתּי‬itu menjelaskan pada adanya
hubungan yang sangat mendalam antara pemazmur dengan TUHAN, sehingga ayat 1 itu
merupakan satu pernyataan tegas dan sangat jujur dari pemazmur bahwa ia telah dengan
sangat sungguh-sungguh mengasihi TUHAN. Karena itu tindakannya mengasihi TUHAN
dilakukan dengan melibatkan TUHAN secara sungguh-sungguh pula. Pernyataan itu
adalah sesuatu yang tidak bisa diubah oleh keadaan apapun, bahwa ia tetap telah dengan
sangat sungguh-sungguh mengasihi TUHAN.

2
Kata hiṭ·ṭāh (‫ )ִהָ֣טּה‬dari kata natah (‫ )ָנָטה‬adalah kata kerja hiphil perfect akhiran
orang pertama maskulin tunggal. Teksnya ‫ ִֽכּי־ִהָ֣טּה ָאְז ֣ ֹנו ִ֑לי וְּבָיַ֥מי ֶאְק ָֽרא׃‬- kî hiṭ·ṭāh
’ā·zə·nōw lî ū·ḇə·yā·may ’eq·rā, yang berarti sebab Ia telah
menyendengkan/memiringkan kepala dan menaruh telinga kepadaku, maka
selama aku hidup aku hanya akan dengan sungguh-sungguh berseru kepada-Nya.

Sesungguhnya dasar dari peristiwa di ayat 2 ini adalah ayat 1 di atas. Tindakan sendeng atau
memiringkan atau mencondongkan telinga itu adalah salah satu jenis aktivitas yang dilakukan
sebagai bentuk memberi perhatian sungguh-sungguh. Binyan hiphil dari kata hiṭ·ṭāh
menerangkan bahwa subyek melakukan satu tindakan, dalam arti tidak pasif. Tindakan itu
bertujuan untuk lebih mendekatkan diri. Jadi jika arti umum adalah “mendengar” maka dengan
binyan hiphil itu berarti subyek hendak mendengar tetapi sambil sendeng atau memiringkan
kepala dan mendekatkan telinga ke mulut orang yang hendak berbicara.

Hal seperti itu bisa dilakukan jika kedua orang yang berbicara memiliki relasi yang akrab.
Sebab berbicara dalam konteks itu lebih condong pada tindakan berbisik/membisik. Bahkan
kata hiṭ·ṭāh sering dilukiskan sebagai tindakan seorang bapa/ayah yang memangku anaknya
dan mendengar bisikannya. Relasi akrab itu dilukiskan seperti itu, karena itu sang anak merasa
apapun ia akan tetap berbisik kepada bapa/ayahnya. Ia menaruh percaya penuh kepada bapanya
seperti bapanya menaruh kasih (‘ahav )yang lebih kepadanya.

Semoga bermanfaat.

Minggu, 23 April 2023


Pastori Sinode GPM, Jl. Tulukabessy, Mardika-Ambon
© Elifas Tomix Maspaitella

Anda mungkin juga menyukai