Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas
Nifas di mulai setelah 2 jam post partum dan berakhir ketika alat alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya berlangsusng selama 42 hari namun
secara keseluruhan baik secara fisiologis dan psikoligismasa nifas post partum berasal dari
bahasa laitin yaitu “puer” yang artinya bayi dan “oarous” yang artinya melahirkan
(Sulfianti, 2021).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu
atau 40 hari (Ambarwati, 2010). Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah partus
setelah sampai pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum hamil (Abidin,
2017).

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
(puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42
hari) setelah itu. Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah melahirkan anak ini di
sebut puerperium yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan parous melahirkan. Jadi,
puerpurium berarti masa setelah melahirkan bayi. Puerpurium adalah masa pemulihan
kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti prahamil
(Sulfianti, 2021).

1. Tujuan Asuhan Masa Nifas


Tujuan umum masa nifas adalah untuk membantu ibu dan pasangannya selama
masa transisi awal mengasuh anak. Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan
untuk :

a. Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan
bayinya.
b. Menjaga kesehatan ibu dan bayi
c. Melaksanakan skrinik secara konfrehensif
d. Memberikan pendidikan kesehatan diri
e. Konseling tentang KB (Elisabeth, 2015).
Mendeteksi adanya perdarahan masa njfas. Tujuan perawatan masa nifas adalah
untuk menghindarkan/mendeteksi adanya kemungkinan perdarahan postpartum dan
infeksi. Oleh karena penolong persalinan sebaiknya tetap waspada, sekurang-kurangnya
satu jam postpartum untuk mengatasi kemungkinan Terjadinya komlikasi persalinan.
Umumnya wanita sangat lemah setelah melahirkan, terlebih bila partus berlangsung lama
(Juneris, 2021).
Menjaga kesehtan ibu dan bayinya. Baik fisik maupun psikologis harus diberikan
oleh penolong persalinan. Ibu dianjurkan untuk menjaga kebersihan seluruh tubuh. Bidan
mengajarkan kepada ibu bersalin bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun
dan air. Melaksanakan skiring secara komprehensif dengan mendeteksi masalah,
mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Seorang bidan
bertugas untuk melakukan pengawasan kala IV yang meliputi pemerilsaan plasenta,
pengawasan TFU, konsistensi rahim, keadaan umum. Bila ada masalah maka harus
melakukan tindakan sesuai standar pelayanan (Juneris, 2021).

2. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Asuhan Masa Nifas


a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan
kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
b. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
d. Membuat kebijakan perencana program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan
mampu melakukan kegiatan administrasi.
e. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
f. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekkan kebersihan yang aman.
g. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan
diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakan nya untuk mempercepat proses
pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama
periode nifas.
h. Memberikan asuhan secara profesional (Elisabeth, 2015).
Peran bidan antara lain sebagai berikut.
a. Memberikan dukungan secara berkeseinambungan selama masa nifas sesuai dengan
kebutuhan ibu untuk menguragi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
b. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi,serta keluarga.
c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
d. Membuar kebijakan, perencanaan program kesehatan yang berkaitan ibu dan
anak,serta manpu melaksanakan kegitan administrasi.
e. Mendeteksi komplikasi an perlunya rujukan.
f. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah
pendarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktikan kebersihan yang aman.
g. Melakukan manjemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa
dan rencana tindakan dan juga melaksanakannya untuk mempercepat troses
pemulihan, serta mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi
selama priode nifas.
h. Memberikan asuhan secara profesional (Sulfianti, 2021).

3. Tahapan Masa Nifas


Nifas menjadi tiga tahap, antara lain :
a. Puerpurium dini
Yaitu masa kepulihan menyeluruh alat-alat genital.
b. Puerpurium intermedial.
Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genital.
c. Remote Puerpurium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna mungkin beberapa minggu, atau tahun (Elisabeth, 2017).
B. ASI
Bagian bagian yang terdapat dalam asi :

1. Kolostrum
a. Pengertian
Kolostrum adalah cairan pra susu yang dihasilkan dalam 24-36 jam setelah
melahirkan (pasca-persalinan). Kolostrum tidak bisa di produksi secara sintesis.
Menyusui atau tidak menyusui kolostrum tetap ada setelah 24-36 jam pertama,
maka yang keluar adalah susu peralihan. Kolostrum mensuplai sebagai faktor
kekebalan (faktor imun) dan faktor pertumbuhan pendukung kehidupan dengan
kombinasi zat gizi (nutrien) yang sempurna untuk menjamin kelangsungan hidup,
pertumbuhan dan kesehatan bagi bayi yang baru lahir (Proverawati & Eni, 2010).
Kolostrum lebih banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI matur,
tetapi kadar karbohidrat dan lemak lebih rendah. Selain itu, mengandung zat anti
infeksi 10-17 kali lebih banyak dibandingkan ASI matur (Juneris, 2021).

2. Faktor Pertumbuhan
Kolostrum mengandung faktor pertumbuhan alami yang berfungsi untuk:

a. Meningkatkan sistem metabolisme tubuh.


b. Memperbaiki sistem DNA & RNA tubuh
c. Mengaktifkan sel T
d. Mencegah penuaan dini
e. Meransang hormon pertumbuhan (HGH)
f. Membantu menghaluskan kulit dan menyehatkan kulit.
g. Menghindari osteoporosis
h. Memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan jaringan tubuh
i. Kolostrum mengandung mineral, anti oksidan, enzim, asam amino dan vitamin
A, B12 dan E.
3. Faktor Nutrisi
Kolostrum adalah konsentrasi tinggi karbohidrat, protein dan zat kebal tubuh.
Zat kebal yang ada antara lain adalah : IgA dan sel darah putih. Kolostrum amat
rendah lemak, karena bayi baru lahir memang tidak mudah mencerna lemak. Satu
sendok teh kolostrum memiliki nilai gizi sesuai dengan kurang lebih 30 cc susu
formula. Usus bayi dapat menyerap 1 sendok teh kolostrum tanpa ada yang
terbuang, sedangkan untuk 30 cc susu formula yang diisapnya, hanya satu sendok
teh sajalah yang dapat diserap ususnya.

Pada hari pertama mungkin hanya diperoleh 3 cc. Namun, dalam setiap
tetesnya terdapat berjuta-juta satuan zat antibodi. SIgA adalah antibodi yang hanya
terdapat dalam ASI. Kandungan SIgA dalam kolostrum pada hari pertama adalah
800 gr/ 100 cc. Selanjutnya mulai berkurang mejadi 600 gr/ 100 cc pada hari
kedua, 400 gr/ 100 cc pada hari ketiga, dan 200 gr/ 100 cc pada hari keempat
(Juneris, 2021).

4. Manfaat Kolostrum
Kolostrum mempunyai manfaat utama diantaranya :

a. Imunoglobin untuk mencegah penyerapan protein yang mungkin menyebabkan


alergi.
b. Laktoferin merupakan protein yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap
zat besi.
c. Lisosom berfungsi sebagai anti bakteri dan menghambat pertumbuhan berbagai
virus. Kadar lisosom pada kolostrum dan air susu jauh lebih besar kadarnya
dibandingkan susu sapi.
d. Faktor antitrispin untuk menghambat kerja trispin sehingga akan menyebabkan
immunoglobin pelindung tidak akan dipecah oleh trispin.
e. Lactobacillus untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen (Juneris, 2021).

5. Kolostrum pada macam-macam ASI


ASI (Air Susu Ibu) diproduksi secara alami oleh ibu dan sebagai nutrisi
dasar terlengkap untuk bayi selama beberapa bulan pertama hidup sang bayi. ASI
dibedakan menjadi 3 kelompok dan secara tahap terpisah yaitu :

a. Kolostrum
Asi yang dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir.
Kolostrum merupakan cairan yang agak kental berwarna kekuning-kuningan,
lebih kuning dibanding dengan ASI mature, bentuknya agak kasar karena
mengandung butiran lemak dan sel-sel epitel, dengan kasiat kolostrum sebagai
berikut :

1) Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran pencernaan siap


untuk menerima makanan.
2) Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gama globulin sehingga
dapat memberikan perlindungan tubuh terhadap infeksi.
3) Mengandung zat antibodi sehingga mampu melindungi tubuh bayi
berbagai penyakit infeksi untuk jangka waktu sampai dengan 6 bulan.
b. ASI masa transisi (ASI Peralihan)
ASI yang dihasilkan mulai dari hari ke-4 sampai hari ke-10.

c. Mature milk (ASI matur)


ASI yang dihasilkan mulai dari hari ke-10 sampai seterusnya.
(Juneris, 2021).

2. Ada 2 tipe ASI matur :


a. Foremilk
Merupakan ASI yang keluar pada lima menit pertama. ASI ini lebih encer
dibandingan hindmilk, dihasilkan sangat banyak, cocok untuk menghilangkan rasa
haus bayi.

b. Hindmilk
ASI yang mengandung tinggi lemak yang memberikan banyak zat
tenaga/energi dan diproduksi menjelang akhir proses menyusui. Hindmilk keluar
setelah foremik habis saat menyusui hampir selesai, sehingga bisa dianalogikan
seperti hidangan utama setelah hidangan pembuka. Hindmilk mengandung lemak
4-5 kali dibanding foremilk. Bayi memerlukan foremilk dan hindmilk (Sulfianti,
2021).

4. Perbedaan Komposisi Antara Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur


Kandungan kolostrum, ASI transisi dan ASI matur secara keseluruhan dapat
dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.1

Kandungan Kolost Transi ASI


rum si Matur

Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0

Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0

Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8

Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324

Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2

Immunoglobulin :

Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6

Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9

Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9

Lisosin (mg/100 ml) 14,2 - - 24,3 -


16,4 27,5

Laktoferin 420- - 250-


520 270

Sumber : Juneris, 2021

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pengeluaran kolostrum


faktor-faktor yang mempengaruhi waktu pengeluaran kolostrum terdiri dari faktor-
faktor tidak langsung dan langsung.

a. Faktor tidak langsung terdiri dari :


1) Faktor sosial budaya
Adanya budaya yang terdapat di masyarakat tentang menyusui serta
mitos-mitos yang salah tentang menyusui sehingga dapat mempengaruhi ibu
untuk berhenti menyusui. Budaya yang ada di masyarakat misalnya bayi
diberikan makanan selain ASI sejak lahir kemudian adanya mitos yang
berkembang di masyarakat bahwa bayi yang rewel atau menangis karena
lapar sehingga harus diberikan makanan dan minuman selain ASI sehingga
ibu memilih untuk memberikan makanan dan minuman selain ASI. Hal ini
menyebabkan bayi jarang menyusu karena sudah kenyang dan sehingga
rangsangan isapan bayi berkurang.

Pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan dan upaya orang tua


dalam melakukan perawatan dan memelihara kesehatan anak dan beradaptasi
terhadap peran sebagai orang tua sehingga dapat lebih mudah mencapai
sesuatu. Worthington-Roberts menyatakan bahwa ibu yang memiliki
pendidikan rendah kurang dalam memberikan ASI ekslusif.

Dukungan keluarga, teman dan petugas kesehatan juga mempengaruhi


keberhasilan menyusui. Bila suami atau keluarga dapat mengambil alih
semua tugas ibu di rumah, ibu tentu tidak akan kelelahan. Kelelahan
merupakan salah satu penyebab berkurangnya produksi ASI (Maryunani,
2012).

2) Umur
Umur ibu berpengaruh terhadap produksi ASI. Ibu yang umurnya
lebih muda banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu yang sudah
tua
3) Paritas
Ibu yang melahirkan anak kedua dan seterusnya mempunyai
produksi ASI lebih banyak dibandingkan dengan kelahiran anak pertama.
Sedangkan Lovelady menyatakan bahwa ibu multipara menunjukkan
produksi ASI lebih banyak dibandingkan dengan primipara pada hari
keempat post partum.

4) Gizi ibu menyusui


bahwa ibu dengan status gizi baik, akan mengeluarkan kolostrum
lebih cepat dibandingkan dengan yang gizi kurang. Ini diukur dengan Lila
ibu.

5) Faktor kenyamanan ibu


Faktor kenyamanan ibu yang secara tidak langsung mempengaruhi
produksi ASI meliputi puting lecet, pembengkakan dan nyeri akibat insisi.
Faktor ketidaknyamanan yang ibu rasakan sering menyebabkan ibu berhenti
menyusui. Dengan berhenti menyusui maka rangsang isapan bayi akan
berkurang sehingga produksi ASI akan menurun

6) Faktor bayi
a) Berat badan
Bayi kecil prematur atau dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mempunyai masalah dengan proses menyusui karena refleks
menghisapnya masih relatif lemah

b) Status kesehatan
Bayi yang sakit dan memerlukan perawatan akan mempengaruhi
produksi ASI. Hal ini disebabkan karena tidak adanya rangsangan
terhadap reflek let down.

b. Faktor Langsung
1) Perilaku menyusui
a) Waktu inisiasi
Inisiasi dapat dilakukan segera pada jam-jam pertama kelahiran
dengan melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) akan dapat meningkatkan
produksi ASI. IMD dilakukan berdasarkan pada refleks atau kemampuan
bayi dalam mempertahankan diri. Bayi yang baru berusia 20 menit dengan
sendirinya akan dapat langsung mencari puting susu ibu. Selain membantu
bayi belajar menyusu kepada ibunya dan memperlancar pengeluaran ASI,
proses inisiasi diharapkan dapat mempererat ikatan perasaan antara ibu dan
bayinya, serta berpengaruh terhadap lamanya pemberian ASI kepada
bayinya.

b) Frekuensi dan lamanya menyusu


Bayi sebaiknya disusui secara on demand karena bayi akan dapat
menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan
satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong
dalam waktu 2 jam.

2) Faktor psikologis
Faktor psikologis ibu yang mempengaruhi kurangnya produksi ASI antara
lain adalah ibu yang berada dalam keadaan stress, kacau, marah dan sedih,
kurang percaya diri, terlalu lelah, ibu tidak suka menyusui, serta kurangnya
perhatian dan dukungan suami dan keluarga kepada ibu.

3) Faktor fisiologis
Faktor fisiologis ibu meliputi status kesehatan ibu, nutrisi, intake cairan,
pengobatan, dan merokok. Selama menyusui, seorang ibu membutuhkan
kalori, protein, mineral dan vitamin yang sangat tinggi. Ibu menyusui
membutuhkan tambahan 800 kalori per hari selama menyusui. Selain
kebutuhan makanan, ibu menyusui juga memerlukan minum yang cukup
karena kebutuhan tubuh akan cairan pada ibu menyusui meningkat (Juneris,
2021).

6. Pembentukan ASI
a. Proses Pembentukan Laktogen
1) Laktogenesis I
Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase
Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa
cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang
tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya.

Tetapi bukan merupakan masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan


kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit
atau banyaknya produksi ASI setelah melahirkan nanti.
2) Laktogenesis II
Saat melahirkan keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat
hormon progesteron, estrogen, dan human placental lactogen (HPL) secara
tiba-tiba, tetapi hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan
produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II.

Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat,


memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level
sebelum rangsangan tiga jam kemudian.

Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk


memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri.
Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi
apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6
pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.

Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam
proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda
biokimiawi mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar
30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan
payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya,
memang produksi ASI sebenarnya tidak langsung setelah melahirkan.

Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum


mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI
sebenarnya, khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA), yang
membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman
memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan. Dalam dua
minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang dan
tergantikan oleh ASI sebenarnya.

3) Laktogenesis III
Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama
kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi
ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan
Laktogenesis III.

Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan


memproduksi ASI dengan banyak pula. Penelitian berkesimpulan bahwa
apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan
taraf produksi ASI. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi
seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa
sering payudara dikosongkan.

Gambar 2.3. Laktogenesis Sumber : Perinasia (2011)

7. Hormon yang Mempengaruhi Pembentukan ASI


Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon
yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara.

Hormon – hormon yang terlibat dalam proses pembentukan ASI adalah sebagai
berikut :

1) Progesteron: memengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat


progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini
menstimulasi produksi secara besar-besaran

2) Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen


menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap
menyusui. Karena itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal
berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.

3) Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan. Dalam


fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh
glandula pituitari. Hormon ini memiliki peranan penting untuk memproduksi
ASI. Kadar hormon ini meningkat selama kehamilan. Kerja hormon prolaktin
dihambat oleh hormon plasenta. Peristiwa lepas atau keluarnya plasenta pada
akhir proses persalinan membuat kadar estrogen dan progesteron berangsur-
ansur menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkannya prolaktin.
4) Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan
setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin
juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju
saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down / milk
ejection reflex.

5) Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta


mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara,
puting, dan areola sebelum melahirkan. Pada bulan kelima dan keenam
kehamilan, payudara siap memproduksi ASI (Susilo, 2017).

8. Refleks dalam Proses Laktasi


Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar estrogen
dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan,
sehingga pengaruh prolaktin lebih dominan dan pada saat inilah mulai terjadi
sekresi ASI. Dengan menyusukan lebih dini, terjadi perangsangan pada putting
susu, terbentuklah prolaktin oleh hipofisis, sehingga sekresi ASI makin lancar.
Pada proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan
refleks aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi

a. Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin
dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pascapersalinan,
yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka
estrogen dan progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang puting
susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi
sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis
hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi prolaktin
dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi prolaktin. Faktor
pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior sehingga keluar
prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat
air susu.
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah
melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada
peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
berlangsung.
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal pada
minggu ke 2-3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan meningkat dalam
keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan
puting susu.
b. Refleks Aliran (let down reflex)
Rangsangan putting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar
hifofisis depan tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian belakang, yang
mengeluarkan hormone oksitosin. Hormon ini berfungsi memacu kontraksi otot
polos yang ada di dindng alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI dipompa
keluar. makin sering menyusui, pengosongan alveolus dan saluran makin baik
sehingga kemungkinan terjadinya bendungan ASI makin kecil, dan menyusui
makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak hanya
mengganggu proses menyusui tetapi juga mudah terkena infeksi.
Faktor-faktor yang meningkatkan let down adalah: melihat bayi, mendengarkan
suara bayi, mencium bayi, memikirkan untuk menyusui bayi. Faktor-faktor yang
menghambat reflek let down adalah stress, seperti: keadaan bingung/ pikiran
kacau, takut dan cemas (Susilo, 2017).

C. Anatomi Payudara dan Fisiologi Laktasi


1. Anatomi Payudara
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas
otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia
mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat
hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram.
Gambar 2.1

Sumber : http//www.lusa.web.id/anatomi-dan-fisiologi-payudara/

Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :

a. Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.


Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus
adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh
darah.
Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang
berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.
ASI disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian
beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus
laktiferus).

b. Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.


Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya
memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus
maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat
memompa ASI keluar.

c. Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara.


Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang
dan terbenam (inverted).
Gambar 2.2. Puting (Perinasia 2011)

Secara mikroskopis setiap payudara terdiri dari 15-20 lobus dari jaringan
kelenjar. Banyaknya jaringan lemak pada payudara bergantung pada faktor, termasuk
usia, persentase lemak tubuh, dan keturunan. Struktur di dalamnya menyerupai
segmen buah anggur atau buah jeruk yang dibelah. Setiap lobus terbuat dari ribuan
kelenjar kecil yang diseut alveoli atau acini.

a. Alveoli
Alveoli adalah bagian yang mengandung sel – sel yang menyekresi air susu.
Setiap alveolus dilapisi oleh sel – sel yang menyekresi air susu yang disebut
acini. Acini mengsekresi faktor – faktor dari darah yang penting untuk
pembentukan air susu. Di sekeliling setiap alveolus terdapat sel – sel miopel
yang kadang disebut sel keranjang (basket cell) atau sel laba – laba (spider cell).
Apabila sel ini dirangsang oleh oksitosin, maka akan berkontraksi sehingga
mengalirkan air susu ke dalam duktus laktifer.
b. Tubulus Laktifer
Merupakan saluran kecil yang berhubungan dengan alveoli.
c. Duktus Laktifer
Merupakan saluran sentral yang merupakan muara beberapa tubulus laktifer.
Lanjutan masing – masing duktus laktifer meluas dari ampulla sampai muara
papilla mammae.

d. Ampulla
Bagian dari duktus lakifer yang melebar dan merupakan tempat menyimpan air
susu. Ampulla terletak di bawah areola.

Selain bagian – bagian di atas, ada bagian – bagian lain yang berperan pada
payudara, di antaranya sebagai berikut :

a. Vaskularisasi
Suplai darah (vaskularisasi) ke payudara berasal dari arteria mammaria interna,
arteria mammaria eksterna, dan arteria – arteria intercostalis superior. Drainase
vena melalui pembuluh – pembuluh yang sesuai dan akan masuk ke dalam vena
mammaria interna dan vena aksilaris.

b. Drainase Limfatik
Drainase limfatik terutama ke dalam kelenjar aksilaris yang sebagian akan
dialirkan ke dalam fissura portae hepar dan kelenjar mediasanum. Pembuluh
limfatik dari masing – masing payudara berhubungan satu sama lain.

c. Persarafan
Fungsi payudara terutama dikendalikan oleh aktivitas hormon. Pada kulit
terdapat cabang-cabang nervus thoracalis. Selain itu, terdapat sejumlah saraf
simpatis, terutama di sekitar areola dan papilla mammae

D. Tehnik Marmet

Memproduksi lebih banyak ASI (6). Penggunaan metode marmet merupakan salah
satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan cakupan ASI eksklusif pada bayi 0-6
bulan serta peningkatan pengeluaran ASI. Cara ini sering disebut juga dengan back to
nature karena caranya sederhana dan tidak membutuhkan biaya serta efektif merangsang
payudara untuk memproduksi lebih banyak ASI (Rumini, dkk 2019).
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi
ASI adalah dengan teknik marmet, dimana teknik tersebut merupakan Teknik
gabungan memerah dan memijat payudara yang diberikan pada Ibu postpartum 24
jam pertama Teknik marmet merupakan teknik dasar seperti memerah dan memijat
payudara yang dilakukan secara bergantian setelah 24 jam kelahiran bayi yang
berguna untuk memberikan reflek keluarnya ASI secara maksimal (Rumini,
dkk 2019).

Teknik marmet merupakan kombinasi cara memerah ASI dan memijat payudara
sehingga reflex ASI dapat optimal. Teknik memerah ASI dengan cara marmet bertujuan
untuk mengosongkan ASI dari sinus laktiferus yang terletak di bawah areola sehingga
diharapkan dengan mengosongkan ASI pada sinus laktiferus akan merangsang
pengeluaran iolaktin (Puspitasari, Dewi 2022). Tehnik marmet ini dapat di lakukan mulai
dari 18 jam post partum yang di lakukan semalam kurang lebih 50 menit, teknik marmet
ini di berikan intervensi pada pasien selama 3 hari yang akan di ukur di setiap pagi selama
3 hari (Selistiyaningtias, 2021).
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TEKNIK MARMET

Pengertian : Memijat dan memerah ASI


Tujuan : Memperlancar produksi ASI
Indikasi : Ibu yang mempunyai bayi dan memberikan ASI secara Eksklusif
Prosedur :

A. PERSIAPAN
NO KEGIATAN
1 Kapas
2 Wadah bersih

B. PELAKSANAAN
NO KEGIATAN
1 Cuci tangan
2 Bersihkan puting susu dengan Kapas
3 Perah payudara selama 5 – 7 menit
4 Pijat payudara ± 1 menit
5 Perah payudara selama 3 – 5 menit
6 Pijat payudara ± 1 menit, dan
7 Perah payudara selama 2 – 3 menit
Cara Memerah/Memompa Payudara
a. Letakkan ibu jari di tepi atas aerola pada posisi pukul 12
b. Letakkan jari telunjuk di tepi bawah aerola pada posisi pukul 6. Ketiga
jari lain menyangga payudara
c. Dengan kedua jari, tekan jaringan payudara ke dalam ke arah rongga
dada tanpa ibu jari dan jari telunjuk berubah posisi
d. Lanjutkan dengan gerakan ke depan memijat jaringan di bawah aerola
sehingga memerah ASI dalam saluran ASI dan tampung ke dalam
wadah bersih. Lakukan gerakan ini beberapa kali sampai pancaran
ASI yang keluar berkurang
e. Ubah posisi ibu jari dan telunjuk misalkan pada posisi pukul 9 dan 3.
Ulangi tahap 3-4
f. Lakukan hal sama pada posisi yang berbeda. Setiap posisi ibu jari dan
telunjuk selalu berhadap-hadapan
Cara Memijat Payudara
a. Tekan 2 jari atau 3 jari ke dinding dada. Buat gerakan melingkar pada
satu daerah di payudara. Setelah beberapa detik, pindahkan jari ke
daerah berikutnya. Arah pijatan spiral mengeliling payudara atau radial
menuju puting susu
b. Kepalkan tangan, tekan ruas ibu jari ke dinding dada. Pindahkan
tekanan berturut-turut ruas telunjuk, jari tengah, jari manis dan
kelingking ke arah puting. Ulangi gerakan ini pada daerah berikutnya
Memerah ASI yang Tidak Dianjurkan
a. Menekan puting susu (Squeeze), memijat dengan 2 jari dapat
menyebabkan lecet
b. Mengurut – mendorong (Sliding on) dari pangkal payudara, dapat
menyebabkan kulit nyeri (payudara memar atau memerah)
c. Menarik puting dan payudara (Pulling) dapat menyebabkan kerusakan
jaringan (merusak lapisan lemak pada aerola)

C. EVALUASI
NO KEGIATAN
Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan mengerti teknik
1
marmet (pengosongan payudaa)

2 Evaluasi hasil perahan ibu


Berikan hasil perahan ibu dengan sendok (agar bayi tidak bingung puting
3
susu)

4 Simpulkan hasil kegiatan

5 Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya.

6 Akhiri kegiatan

7 Ibu mencuci tangan

D. DOKUMENTASI
NO KEGIATAN
Catat hasil tindakan di Lembar Observasi (nomor responden, tanggal,
1
hasil kegiatan atau hasil pengamatan)
11

E. Kerangka Teori

Faktor – faktor yang mempengaruhi waktu pengeluaran ASI adalah :

Faktor resiko :

1. Faktor Sosial Budaya Metode merangsang ASI


1) Budaya
2) Pendidikan 1. Pijat Oksitosin
3) Dukungan keluarga, teman 2. Teknik Marmet
dan tenaga kesehatan 3. Breast care
2. Faktor kenyamanan ibu 4. Massage rolling
1) Puting lecet punggung
2) Pembengkakan
3) Nyeri luka op
3. Faktor Bayi
1) Berat badan
2) Status kesehatan Pengeluaran ASI
4. Faktor psikologis
5. Faktor fisiologis
1) Perawatan payudara saat
hamil
2) Status kesehatan ibu
3) Nutrisi ibu
4) Ibu merokok
6. Faktor perilaku menyusui
1) IMD

Bagan 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Sumber : Puspitasari, Dewi (2022), (Susilo, 2017), Rumini, dkk (2019)


Keterangan : Yang dihitamkan merupakan intervensi dalam penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai