Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

ASUHAN KEBIDANAN KOLABORASI IBU NIFAS


DENGAN BENDUNGAN ASI
DI PUSKESMAS MANGUNSARI, SALATIGA

Oleh :

Siswanti
NIM : P 1337424821105

Pembimbing Institusi :
RIZKY AMELIA, S.ST, M.Kes
NIP. 198105202002122002

PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SEMARANG
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Bendungan ASI
telah diperiksa dan disahkan pada tanggal, Februari 2022

PembimbingKlinik Praktikan

Retno Wulan. SST Siswanti


NIM. P 1337424821105

Mengetahui

PembimbingInstitusi

RIZKY AMELIA, S.ST, M.Kes


NIP. 198105202002122002
LEMBAR PENDAHULUAN

A. Tinjauan Teori Medis


1. Masa Nifas
a. Pengertian
Masa nifas atau post partum ialah masa sesudah persalinan yang
diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu.
Kejadian yang terpenting dalam masa nifas ialah involusi dan lakstasi
(Irianto, 2014).
Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Jadi, puerperiumberartimasa
setelah melahirkan bayi yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil (Susilo Rini,
2016).
b. Masa Nifas dan Laktasi
Masa nifas berkaitan erat dengan proses laktasi. Pada prosesnya
keberhasilan laktasi dipengaruhi kesiapan ibu dari awal masa nifas yang bisa
berhubungan dengan perubahan / adaptasi pada masa nifas.Setelah
melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya.Ia mengalami
stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan
asimilasi terhadap bayinya, berada di bawah tekanan untuk dapat menyerap
pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan
perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar biasa untuk
menjadi seorang ibu.
Ibu terkadang mengalami sedikit perubahan perilaku dan sesekali
merasa kerepotan.Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan
dan pembelajaran. Masa nifas dibagai dalam 3 periode yaitu:
1) Periode taking in
a) Periode ini terjadi 1 – 2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada
umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada
kekhawatiran akan tubuhnya
b) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan
kesehatan akibat kurang istirahat
c) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi
2) Periode taking hold
a) Periode ini berlangsung pada hari 2 – 4 post partum
b) Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya orang tua yang sukses
dan meningkatkan tanggung jawabnya terhadap bayi
c) Pada masa ini ibu biasanya sensitif
3) Periode letting go
a) Periode ini sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang
diberikan oleh keluarga
b) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi
c) Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini
(Eni Retna Ambarwati, 2009)
2. ASI
a. Pengertian
ASI atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi yang
hanya diberi ASI saja sejak usia 30 menit postnatal sampai usia 6 bulan
tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, sari buah, air putih, madu,
air teh dan tanpa tambahan makanan padat seperti buah-buahan, biskuit,
bubur susu, bubur nasi dan nasi tim (Reeder et al., 2015).
Air Susu Ibu ( ASI ) merupakan bahan makanan utama bayi yang
disekresikan oleh kelenjar payudara ibu yang berupa suatu emulsi lemak
dalam larutan protein , laktosa dan garam-garam organik. ASI juga dapat
dimengerti sebagai minuman alami yang sangat diperlukan bayi dalam masa
awal hidupnya utamanya dalam beberapa bulan di awal kehidupannya
(Nelson dan Kliegman , 2008).
ASI adalah sebuah cairan tanpa tanding ciptaan Allah untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan
serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam air susu ibu berada
pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh
bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan
sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan
perkembangan sistem saraf. Makananmakanan tiruan untuk bayi yang
diramu menggunakan teknologi masa kini tidak mampu menandingi
keunggulan makanan ajaib ini (Maryunani, 2012).
b. Manfaat ASI
1) Manfaat Bagi Bayi
a) ASI sebagai nutrisi: sumber gizi yang terdapat dalam ASI sangat
ideal dengan komposisi yang seimbang disesuasikan dengan
kebutuhan pertumbuhan bayi
b) ASI sebagai kekebalan: ASI mengandung kekebalan yang akan
melindungi bayi dari bahaya penyakit dan infeksi seperti; diare,
infeksi telinga , batuk, pilek, dan penyakit alergi
c) ASI meningkatkan kecerdasan bayi: Nutrisi utama untuk
pertumbuhan otal antara lain; Taurin, Lactosa, DHA, AA, Asam
Omega-3 dan Omega-6, semua nutrisi yang dibutuhkan unuk itu
bisa didapatkan dari ASI
d) ASI meningkatkan jalinan kasih sayang: Semakin sering bayi
berada dalam dekapan ibunya maka bayi akan semakin sering
merasakan kasih sayang ibunya
(Walyani & Purwoastuti, 2015).
2) Manfaat Bagi Ibu
a) Mengurangi pendarahan dan anemia setelah melahirkan serta
mempercepat pemulihan rahim ke bentuk semula: Oksitosin
berguna untuk proses kontriksi/penyempitan pembuluh darah rahim
sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti.
b) Menjarangkan kehamilan: Menyusui merupakan cara kontrasepsi
alamiah yang aman, murah dan cukup berhasil
c) Lebih cepat langsing kembali: Menyusui memerlukan energi yang
besar sehingga akan mengambil lemak-lemak yang tertimbun
dibagian paha dan lengan atas.
d) Mengurangi kemungkinan menderita kanker: Menyusui akan
mengurangi kemungkinan terjadinya kanker payudara dan kanker
ovarium
e) Lebih ekonomis dan murah
f) Tidak merepotkan dan hemat waktu
g) Portabel dan praktis karena ASI dapat di bawa kemana-mana
(Walyani & Purwoastuti, 2015)
c. Klasifikasi ASI
ASI dibedakan dalam tiga stadium yaitu: kolostrum, air susu transisi,
dan air susu matur. Komposisi ASI hari 1-4 (kolostrum) berbeda dengan ASI
hari 5-10 (transisi) dan ASI matur (Maryunani, 2012).
1) Kolostrum
Kolostrum merupakan susu pertama keluar berbentuk cairan kekuning-
kuningan yang lebih kental dari ASI matang. Kolostrum mengandung
protein, vitamin yang larut dalam lemak, dan mineral yang lebih banyak
dari ASI matang.Kolostrum sangat penting untuk diberikan karena
selain tinggi immunoglobulin A (IgA) sebagai sumber imun pasif bayi,
kolostrum juga berfungsi sebagai pencahar untuk membersihkan saluran
pencernaan bayi baru lahir.Produksi kolostrum dimulai pada masa
kehamilan sampai beberapa hari setelah kelahiran. Namun, pada
umumnya kolostrum digantikan oleh ASI transisi dalam dua sampai
empat hari setelah kelahiran bayi (Brown, 2004; Olds et all, 2000;
Roesli, 2003 dalam (Pertiwi, 2012).
2) Asi Transisi ( Peralihan)
ASI transisi diproduksi mulai dari berhentinya produksi kolostrum
sampai kurang lebih dua minggu setelah melahirkan.Kandungan protein
dalam ASI transisi semakin menurun, namun kandungan lemak, laktosa,
vitamin larut air, dan semakin meningkat. Volume ASI transisi semakin
meningkat seiring dengan lamanya menyusui dan kemudian digantikan
oleh ASI matang (Olds et all, 2000; Roesli, 2003 dalam Pertiwi, 2012).
3) Asi Matur/Matang
ASI matang mengandung dua komponen berbeda berdasarkan waktu
pemberian yaitu foremilk dan hindmilk.Foremilk merupakan ASI yang
keluar pada awal bayi menyusu, sedangkan hindmilk keluar setelah
permulaan let-down. Foremilk mengandung vitamin, protein, dan tinggi
akan air. Hindmilk mengandung lemak empat sampai lima kali lebih
banyak dari foremilk (Olds et all, 2000; Roesli, 2003 dalam Pertiwi,
2012).
d. Proses Terbentuknya ASI
Pada seorang ibu yang menyusui dikenal dua refleks yang masing-
masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu yaitu refleks
prolaktin dan refleks “let down”
1) Refleks Prolaktin

Gambar 1.Proses pembentukan ASI

Hormon prolaktin sangat berpegang peran utama terhadap


pembentukan kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena
aktifitas prolaktin dihambat oleh esterogen dan progesteron yang
kadarnya memang tinggi.Setelah partus berhubungan dengan lepasnya
plasenta dan kurang berfungsinya korpus luteum maka esterogen dan
progesteron sangat berkurang, ditambah lagi dengan ada isapan bayi
yang merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai
reseptor mekanis.Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui
medula spinalis dan mesensephalon. Hipotalamus akan menekan
pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan
sebaliknya akan merangsang pengeluaran hormon faktor-faktor yang
memacu sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin
akan merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga prolaktin
keluar. Prolaktin merangsang sel-sel aveoli yang berfungsi untuk
pengeluaran air susu ibu (Saleha, 2009).

2) Refleks let down

Gambar 2.Let Down Refleks

Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise,


rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neuro
hipofise (hipofise posterior) yang kemudian dikeluarkan
oksitosin.Melalui aliran darah, hormon ini diangkut menuju uterus yang
dapat menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari
organ tersebut. Oksitosin yang sampai pada aveoli akan mempengaruhi
sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah
terbuat dari aveoli dan masuk ke sistem duktulus yang untuk selanjutnya
mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi (Saleha, 2009).
e. Hormon yang Mempengaruhi Pembentukan ASI
Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi
hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara.

Gambar 3. Cara Kerja hormone, Sumber : Saleha (2009)


Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui bahwa proses
bekerjanya hormon dalam menghasilkan ASI adalah sebagai berikut:
1) Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu
mengirimkan pesan ke hipotalamus.
2) Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas “rem” penahan
prolaktin.
3) Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin yang dihasilkan kelenjar
pituitari merangsang kelenjar – kelenjar susu di payudara.
Hormon – hormon yang terlibat dalam proses pembentukan ASI
adalah sebagai berikut :
1) Progesteron
Memengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.Tingkat progesteron
dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan.Hal ini menstimulasi
produksi secara besar-besaran.
2) Estrogen
Menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar.Tingkat estrogen
menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan
selama tetap menyusui.Karena itu, sebaiknya ibu menyusui
menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat
mengurangi jumlah produksi ASI.
3) Prolaktin
Berperan dalam membesarnya alveoli dalam kehamilan.Dalam
fisiologi laktasi, prolaktin merupakan suatu hormon yang
disekresikan oleh glandula pituitari.Hormon ini memiliki peranan
penting untuk memproduksi ASI.Kadar hormon ini meningkat
selama kehamilan.Kerja hormon prolaktin dihambat oleh hormon
plasenta. Peristiwa lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses
persalinan membuat kadar estrogen dan progesteron berangsur –
angsur menurun sampai tingkat dapat dilepaskan dan diaktifkannya
prolaktin.
4) Oksitosin
Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan
setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan,
oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk
memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses
turunnya susulet-down / milk ejection reflex.
5) Human placental lactogen (HPL):
Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL,
yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola
sebelum melahirkan.Pada bulan kelima dan keenam kehamilan,
payudara siap memproduksi ASI.
f. Kandungan ASI
ASI adalah makanan untuk bayi.Kandungan gizi dari ASI sangat
khusus dan sempurna serta sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang
bayi.ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai,
juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang
terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung vitamin yang lengkap
yang dapat mencukupi kebutuhan bayi sampai enam bulan kecuali
vitamin K, karen bayi baru lahir ususnya masih belum mampu
membentuk vitamin K. maka setelah lahir biasanya bayi diberikan
tambahan vitamin K dari luar (Maryunani, 2012).

Komposisi Kandungan ASI


Kandungan Kolostrum Transisi ASI Mature
Hari 1-3 Hari 4-10 Hari 10-dst

Energi (kg kla) 57,0 63,0 65,0


Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Imunoglobin :
- IgA (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
- IgG (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
- IgM (mg/100 ml) 17,1 - 2,9

Lisosin (gr/100 ml) 14,2-16,4 - 24,3-27,5


Laktoferin 420-520 - 250-270

(Sumber: Program Management Laktasi-Perinasia, 2006)

Dengan adanya zat protektif yang terdapat dalam ASI, maka


bayi jarang mengalami sakit. Zat-zat protektif tersebut antara lain
sebagai berikut:
1) Laktobasilus bifidus (mengubah laktosa menjadi asam laktat dan
asam asetat, yang membantu memberikan keasaman pada
pencernaan sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme).
2) Laktoferin, mengikat zat besi sehingga membantu menghambat
pertumbuhan kuman.
3) Lisozim, merupakan enzim yang memecahkan dinding bakteri dan
antiinflamatori bekerja sama dengan peroksida dan askorbat untuk
menyerang Escherichia coli dan Salmonela.
4) Komplemen C3 dan C4.
5) Faktor antistreptokokus, melindungi bayi dari kuman
Streptokokus.
6) Antibodi.
7) Imunitas seluler, ASI mengandung sel-sel yang berfungsi
membunuh dan memfagositosis mikroorganisme, membentuk C3
dan C4, lisozim, serta laktoferin.
8) Tidak menimbulkan alergi
(Astuti,dkk 2015).
g. Volume Produksi ASI
Pada minggu bulan terakhir kehamilan, kelenjar-kelenjar pembuat
ASI mulai menghasilkan ASI. Apabila tidak ada kelainan, pada hari
ketiga hingga keempat setelah bayi lahir akan dapat menghasilkan 50-100
ml sehari. Dari jumlah ini, akan terus bertambah hingga mencapai sekitar
400-450 ml pada minggu kedua hingga 6 bulan. Setelah 6 bulan produksi
ASI akan mencapai sekitar 700-800 ml setiap harinya. Jika keadaan
produksi ASI yang baik, penyedotan atau penghisapan oleh bayi biasanya
berlangsung selama 15-25 menit. 
Ukuran payudara tidak ada hubungannya dengan volume air susu
yang diproduksi meskipun pada payudara yang umumnya berukuran
sangat kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah dan selama masa
kehamilan hanya memproduksi sejumlah kecil ASI (Baskoro, 2008).
3. Bendungan ASI
a. Definisi
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan
duktus lakteferiatau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan
sempurna atau karena kelainan pada putting susu (Manuaba,2010)
Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara
karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan
ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan (Sarwono, 2010)
Keluhan ibu menurut Prawirohardjo (2010), adalah payudara bengkak,
keras, panas dan nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai selama hamil dengan
perawatan payudara untuk mencegah terjadinya kelainan. Bila terjadi juga,
maka berikan terapi simptomatis untuk sakitnya (analgetik) kosongkan
payudara, sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa, sehingga
sumbatan hilang.Kalau perlu berikan stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali
sehari selama 2-3 hari untuk membendung sementara produksi ASI.
Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (2012),adalah sejak hari ketiga
sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan,
payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan dengan
penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa penuh tersebut
pulih dengan cepat.Namun dapat berkembang menjadi bendungan.Pada
bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan.
Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan
pada saluran ASI dengan alveoli meingkat. Payudara menjadi bengkak,
merah dan mengkilap.Jadi dapat diambil kesimpulan perbedaan kepenuhan
fisiologis maupun bendungan ASI pada payudara adalah :
1) Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat
mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-
kadang menetes keluar secara spontan.
2) Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri.
Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang menjadi rata. ASI
tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit menghisap ASI sampai
bengkak berkurang.
Bila nyeri ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi yang
disekresi akan menumpuk sehingga payudara bertambah tegang. Gelanggang
susu menonjol dan putting menjadi lebih getar. Bayi menjadi sulit menyusu.
Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu demam dan payudara
terasa nyeri tekan terjadi statis pada saluran asi (ductus lakhtiferus) secara
lokal sehingga timbul benjolan lokal (Wiknjosastro, 2012).
b. Faktor Penyebab Bendungan ASI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1) Pengosongan mamae yang tidak sempurna Dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan.
apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu & payudara tidak
dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa
ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.
2) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif Pada masa laktasi, bila Ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
3) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar Teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak
mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI.
4) Puting susu terbenam Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi
dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola,
bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.
5) Puting susu terlalu panjang puting susu yang panjang menimbulkan
kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap
areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI.
Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI
( Prawirohardjo, 2012).
c. Gejala Bendungan ASI
Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah:
1) Bengkak pada payudara
2) Payudara terasa keras
3) Payudara terasa panas
4) Terdapat nyeri tekan pada payudara
(Prawirohardjo, 2012).
d. Pencegahan Bendungan ASI
1) Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit)
setelah dilahirkan.
2) Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)
3) Keluarkan asi dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi
kebutuhan bayi
4) Perawatan payudara pasca persalinan ( masa nifas ) menurut Depkes RI
(2013), adalah dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak
(Baby oil) lakukan pengurutan 3 macam cara :
a) Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian
urut ke atas, terus ke samping, ke bawah dan melintang hingga
tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari
payudara.
b) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari – jari tangan
saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut
payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara
kanan.
c) Telapak tangan menopang payudara pada cara ke -2 kemudian jari
tangan kanan dikepalkan kemudian buku jari tangan kanan
mengurut dari pangkal ke arah puting.
5) Menyusui yang sering
6) Memakai kantong yang memadai
7) Hindari tekanan lokal pada payudara
(Wiknjosastro, 2012)
e. Penatalaksanaan Bendungan ASI
1) Jika ibu menyusui
a) Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari
luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan
lebih berhati-hati pada area yang mengeras menyusui sesering
mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan
payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan
menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi,
sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.
b) Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali
selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi
payudara yang sakit tersebut
c) Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat
pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi
dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut
di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan
secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.
d) Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
e) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per-oral setiap 4 jam.
f) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
2) Jika ibu tidak menyusui:
a) Gunakan bra yang menopang
b) Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan
nyeri
c) Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
d) Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
e) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
B. TAHAPAN ASUHAN KEBIDANAN NIFAS
Manajemen Kebidanan terdiri atas 7 ( tujuh ) langkah yang berurutan ,diawali
dengan pengumpulan data sampai dengan evaluasi. Proses ini bersifat siklik
(dapat berulang), dengan tahap evaluasi sebagai data awal pada siklus berikutnya
(Varney, 2010) :
1. Langkah I (kesatu) Pengumpulan Data Dasar
Pengumpulan data dilakukan melalui anamnesis. Anamnesis adalah
pengkajiandalam rangka mendapatkan data tentang pasien melalui pengajuan
pertanyaan-pertanyaan. Anamnesis dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
anamnesis yang dilakukan kepada pasien langsung (Auto Anamnesis) dan
anamnesis yang dilakukan kepada keluarga pasien untuk memperoleh data
tentang pasien (Allo Anamnesis). Menurut Puspitasari (2014) dalam
anamnesa diajukan pertanyaan sebagai berikut:
a) Identitas Pasien dan Penanggungjawab/Suami
(1) Nama penderita dan suaminya
Ditanyakan nama dengan tujuan agar dapat mengenal/ memanggil
penderita dan tidak keliru dengan penderita-penderita lain.
(2) Usia penderita
Hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan ibu, terutama pada
nifas yang pertama.Apakah pasien itu termasuk pasien
beresikotinggi untuk melahirkan atau tidak. Menurut pendapat
ahli,kehamilan yang pertama kali itu yang baik antara usia 19
sampaai 25 tahun di mana otot masih bersifat sangat elastis dan
mudah diregang. Tetapi menurut pengalaman, penderita umur 25
tahun sampai 35 tahun masih mudah melahirkan anak, maka ada
yang mengubah pendapat di atas. Jadi melahirkan anak tidak saja
pada umur 19-25 tahun, tetapi 19-35 tahun terutama mengingat pula
emansipasi bahwa wanita yang bercita-cita memegang pimpinan,
menjadi sarjana dan lain-lain hingga kadang-kadang tidak
menghendaki kawin lebih cepat, sebelum cita-citanya tercapai. Jadi
sekarang biasanya primipara tua dikatakan mulai umur 35 tahun,
dimana otot sudah kaku,kurang elastis dan susah diregang.
Primipara ini ada 2 macam, ialah yang memegang ibu itu kawinnya
sudah usia agak tua dan yang lain ialah sudah lama kawin tetapi
dalam usia agak tua baru hamil.
(3) Agama
Agama ini ditanyakan berhubungan dengan perawatan penderita,
misalnya dari agamanya tidak boleh makan daging dan
sebagainya.Dalam keadaan yang gawat ketika memberi pertolongan
dan perawatan dapat diketahui dengan siapa harus berhubungan,
misalnya pada agama Roma katolik memanggil Pastor, pada agama
Protestan memanggil Domine atau Pendeta, dan sebagainya.
(4) Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektualnya, karena tingkat pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku seseorang.
(5) Pekerjaan
Yang ditanyakan pekerjaan suami dan ibu itu sendiri.Menanyakan
pekerjaan ini untuk mengetahui bagaimana taraf hidup dan social
ekonomi penderita itu agar nasehat kita nanti sesuai. Kecuali itu
mengetahui pekerjaan itu akan menganggu kehamilan atau tidak.
Misalnya pada ibu yang bekerja di pabrik rokok, di percetakan
ataau di pabrik yang lain, mungkin zat yang terhisap dalam pabrik
itu akan berpengaruh kepada janin. Bagi ibu yang pekerjaannyaa
dapat mengganggu kehaamilan atau terlalu berat, dapat
dinasehatkan misalnya mengurangi pekerjaan atau pindah ke bagian
yang lain.
(Puspitasari, 2014).
(6) Kebangsaan
Hal ditanyakan untuk mengadakan statistic tentang
kelahiran.Mungkin juga untuk menenukan prognose persalinan
dengan melihat keadaan panggul.Wanita Asia dan Afrika biasanya
mempunyai panggul bundar dan normal bagi persalinan dan
biasanya wanita-wanita dari barat panggulnya ukuran melintang
lebih panjang tetapi ukuran muka belakang lebih kecil.
(7) Alamat
Untuk mengetahui ibu itu tinggal dSana, menjaga kemungkinan bila
ada ibu yang mana hendak ditolong itu. Kecuali yang tersebut
diatas, alamat juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada
penderita.
2. Data Subyektif
a. Alasan Datang: Wanita datang ke tempat bidan/klinik, yang
diungkapkan dengan kata-katanya sendiri.
b. Keluhan Utama : Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan
pasien datang kefasilitas pelayanan kesehatan.
c. Riwayat Kebidanan, Data ini penting diketahui oleh tenaga kesehatan
sebagai data acuan jika pasien mengalami penyulit postpartum.
1) Riwayat Menstruasi
Data ini memang tidak tidak secara langsung berhubungan
dengan masa nifas,namun dari data yang diperoleh kita akan
mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ
reproduksinya. Beberapa data yang diperoleh dari riwayat
menstruasi antara lain sebagai berikut :

2) Menarche
Menarche adalah usia pertama kali mengalami menstruasi,
wanita Indonesia umumnya mengalami menarche sekitar 12
sampai 16 tahun.
3) Siklus
Siklus menstruasi adalah jarak antara menstruasi yang dialami
denganmenstruasi berikutnya,dalam hitungan hari. Biasanya
sekitar 23 sampai 32 hari.
a) Warna darah : warna normal : merah kehitaman
b) Banyaknya
Data ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi
yang dikeluarkan. Kadang kita akan kesulitan untuk
mendapatkan data yang valid. Sebagai acuan biasanya kita
gunakan kriteria banyak, sedang, dan sedikit. Jawaban
yang diberikan oleh pasien biasanya bersifat subjektif,
namun kita dapat kaji lebih dalam lagi dengan beberapa
pertanyaan pendukung, misalnya sampai berapa kali
mengganti pembalut dalam sehari.
c) Lama : normal 5-7 hari
d) Leukhorhea normal tidak ada leukhorrhe
d. Riwayat Persalinan dan Nifas yang Lalu
PersalinanMeliputi jenis persalinan, ditolong oleh siapa, dSana dan
bagaimankeadaan bayi, waktu lahir ada/tidaknya
penyulit.NifasMeliputi ada tidaknya penyakit/perdarahan selama nifas.
e. Riwayat Persalinan Sekarang, Meliputi paritas, riwayat aborttus,
tempat persalinan, penolong persalinan, jenis persalinan, masalah
dalam persalinan, keadaan plasenta, keadaan tali pusat, keadaan bayi,
jeni kelamin, tanggal/jam lahir, apgar score, berat badan, panjang
badan, ligkar kepala, lingkar dada.
f. Riwayat KB, Meskipun baru melahirkan,namun tidak ada salahnya
jika kita mengkajinya lebih awal agar pasien mendapatkan informasi
sebanyak mungkin mengenai pilihan beberapa alat kontrasepsi. Kita
juga dapat memberikan penjelasan mengenai alat kontrasepsi tertentu
yang sesuai dengan kondisi dan keinginan pasien (Sulistyawati, 2011).
g. Riwayat Kesehatan, Data dari riwayat kesehatan ini dapat kita
gunakan sebagai “penanda” akan adanya penyulit masa nifas.
h. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari
1) Pola Makan
Ini penting untuk diketahui supaya kita mendapatkan gambaran
bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya selama ini. Kita bisa
menggali dari pasien tentang makanan yang disukai dan yang tidak
disukai, seberapa banyak dan sering ia mengonsumsinya,sehingga
jika kita peroleh data yang tidak sesuai dengan standar
pemenuhan,maka kita dapat memberikan klarifikasi dalam
pemberian pendidikan kesehatan mengenai gizi ibu hamil. Beberapa
hal yang perlu kita tanyakan pada pasien berkaitan dengan pola
makan menurut Sulistyawati (2011) adalah sebagai berikut :
a) Menu
Ini dikaitkan dengan pola seimbang bagi ibu hamil. Jika
pengaturan menu makan yang dilakukaan oleh pasien
kurang seimbang sehingga ada kemungkinan beberapa
komponen gizi tidak akan terpenuhi, maka bidan dapat
memberikan pendidikan kesehatan mengenai penyusunan
menu bagi ibu. Kita dapat menanyakan pada pasien tentang
apa saja yang ia makan dalam sehari (nasi, sayur, lauk, buah,
makanan selingan dan lain-lain).
b) Frekuensi
Data ini akan memberi petunjuk bagi kita tentang seberapa
banyak asupan makanan yang dikonsumsi ibu .
c) Jumlah per hari
Data ini memberikan volume atau seberapa banyak makanan
yang ibu makan dalam satu kali makan. Untuk mendapatkan
gambaran total makanan yang ibu makanan, bidan dapat
mengalikannya dengan frekuensi makan dalam sehari.
d) Pantangan
Ini juga penting dikaji karena ada kemungkinan pasien
berpantang makanan justru pada makanan yang sangat
mendukung pemulihan fisiknya, misalnya daging, ikan atau
telur.
2) Pola minum
Kita juga harus dapat memperoleh data dari kebiasaan pasien dalam
memenuhi kebutuhan cairannya.Apalagi dalam masa hamil asupan
cairan yang cukup sangat dibutuhkan. Hal-hal yang perlu kita
tanyakan kepada pasien tentang pola minum menurut Sulistyawati
(2011) adalah sebagai berikut :
a) Frekuensi
Kita dapat tanyakan pasien berapa kali ia minum dalam sehari
dan dalam sekali minum menghabiskan berapa gelas.
b) Jumlah per hari
Frekuensi minum dikalikan seberapa banyak ibu
minumdalamsekali waktu minum akan didapatkan
jumlahasupan cairan dalam sehari
c) Jenis minuman
Kadang pasien mengonsumsi minuman yang sebenarnya
kurang baik untuk kesehatannya.
3) Pola istirahat
Istirahat sangat diperlukan oleh ibu hamil.Oleh karena itu, bidan
perlu menggali kebiasaan istirahat ibu supaya diketahui hambatan
yang mungkin muncul jika di dapatkan data yang senjang tentang
pemenuhan kebutuhan istirahat.Bidan dapat menanyakan tentang
berapa lama tidur di malam dan siang hari. (Sulistyawati, 2011)
4) Aktivitas Fisik sehari – hari
Kita perlu mengkaji aktivitas sehari-hari pasien karena data ini
memberikan gambaran tentang seberapa berat aktivitas yang biasa
dilakukan pasien dirumah. Jika kegiatan pasien terlalu berat sampai
dikhawatirkan dapat menimbulkan penyulit masa nifas, maka kita
dapat memberikan peringatan sedini mungkin kepada pasien untuk
membatasi dahulu kegiatannya sampai ia sehat dan pulih kembali.
Aktivitas yang terlalu berat dapat menyebabkan stress dan dapat
berakibat produksi ASI berkurang.Perlu dikaji juga apakah ibu
sudah melakukan senam nifas atau belum.
5) Personal hygiene
Data ini perlu dikaji karena bagaimanapun juga hal ini akan
memengaruhi kesehatan pasien dan bayinya. Jika pasien
mempunyai kebiasaan yang kurang baik dalam perawatan
kebersihan dirinya, maka bidan harus dapat memberikan bimbingan
mengenai cara perawatan kebersihan diri dan bayinya sedini
mungkin. Beberapa kebiasaan yang dilakukan dalam perawatan
kebersihan diri menurut Sulistyawati (2011) diantaranya adalah
sebagai berikut :
a) Mandi
Kita dapat menanyakan kepada pasien berapaa kali ia mandi
dalam sehari dan kapan waktunya (jam berapa mandi pagi dan
sore).
b) Keramas
Pada beberapa wanita ada yang kurang peduli dengan
kebersihan rambutnya karena mereka beranggapan keramas
tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan. Jika kitaa
menemukan pasien yang seperti ini, maka kita harus
memberikan pengertian kepadanya bahwa keramas harus selalu
dilakukan ketika rambut kotor karena bagian kepala yang kotor
merupakan tempat yang mudah menjadi sumber infeksi. Kepala
akan terasa gatal, yang secara spontan tangan pasti akan
menggaruk-garuk kepalanya yang gatal, padahal saat itu ia juga
harus menyentuh bayinya jika meneteki atau mengganti
popoknya. Kulit bayi yang masih sensitif akan mudah untuk
iritasi dan infeksi akan mudah tertular dari tangan ibunya yang
tidak bersih.
c) Ganti baju dan celana dalam
Ganti baju minimal sekali dalam sehari, sedangkan celana
dalam minimal dua kali. Namun jika sewaktu-waktu baju dan
celana dalam sudah kotor, sebaiknya segera diganti tanpa harus
menunggu waktu untuk ganti berikutnya.
6) Aktivitas seksual
Walaupun ini adalah hal yang cukup privasi bagi pasien, namun
harus menggali data dari kebiasaan ini, karena terjadi beberapa
kasus keluhan dalam aktivitas seksual yang cukup menganggu
pasien namun ia tidak tahu kemana harus berkonsultasi. Dengan
teknik berkomunikasi yang senyaman mungkin bagi pasien, bidan
dapat menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas seksual,
melalui pertanyaan berikut ini.
a) Frekuensi
Kita tanyakan berapa kali melakukan hubungan seksual dalam
seminggu.
b) Gangguan
Kita tanyakan apakah pasien mengalami gangguan ketika
melakukan hubungan seksual, misalnya nyeri saat
berhubungan,adanya ketidakpuasan dengaan suami,kurangnya
keinginan untuk melakukan hubungan, dan lain
sebagainya.Jika kita mendapatkan data-data tersebut di atas
maka sebaiknya kita membantu pasien untuk mengatasi
permasalahannya dengan konseling lebih intensif mengenai hal
ini. (Sulistyawati, 2011)
c) Riwayat Psikososial
7) Riwayat Perkawinan
a) Status Perkawinan
Ini penting untuk dikaji karena dari data ini kita akan
mendapatkan gambaran mengenai suasana rumah tangga
pasangan. Beberapa pertanyaan yang dapat ajukan antara lain
sebagai berikut
 Berapa tahun usia ibu ketika menikah pertama kali?
 Status perkawinan (sah/tidak) ?
 Lama perkawinan?
 Ini adalah suami yang ke?
b) Respon dan dukungan keluarga terhadaap nifas ini
c) Mekanisme koping (cara pemecahan masalah) :Bagaimana
koping ibu sehari-hari apakah dengan musyawarah,
memutuskan sendiri dan sebagainya.
d) Ibu tinggal serumah dengan siapa dan siapa orang terdekat ibu
serta siapa pengambil keputusan utama dalam keluarga akan
membantu tenaga kesehatan untuk mengambil keputusan
klinik.
e) Penghasilan per bulan akan membantu tenaga kesehatan untuk
memberi alternative pelayanan kesehatan yang tepat.
3. Data Obyektif
Setelah data subjektif kita dapatkan, untuk melengkapi data kita dalam
menegakkan diagnosis, maka kita harus melakukan pengkajian data
objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
yang dilakukan secara berurutan. (Sulistyawati, 2011)
Langkah-langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
1) Keadaan umum
Untuk mengetahui data ini cukup dengan mengamati
keadaan pasien secara keseluruhan .hasil pengamatan kita
laporkan dengan kriteria sebagai berikut.
Baik.Jika pasien memperlihatkan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain serta secara fisik pasien
tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan.
Lemah.Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang
atau tidak memberikan respon yang baik terhadap lingkungan
dan orang lain, dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk
berjalan sendiri.
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita
dapat melakukanpengkajian tingkat kesadaran mulai dari
keadaan compos mentis (kesadaran maksimal) sampai dengan
koma (pasien tidak dalam keadaan sadar).
3) Tanda vital
(1) Tekanan Darah,
Tekanan darah pada ibu nifas tidak boleh mencapai 140
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik.
(2) Suhu,
Mengukur suhu bertujuan untuk mengetahui keadaan
pasien apakah suhu tubuhnya dalam keadaan normal (36,5
C – 37,5 C) atau tidak. Pasien dikatakan hipotermi apabila
suhu badan < 36,5 C dan panas bila suhu badan > 37,5 C.
(Kusmiyati, 2009)
(3) Nadi,
Nilai denyut nadi digunakan untuk menilai sistem
kardiovaskular. Nadi harus dihitung 1 menit penuh. Tiga
komponen yang harus diperhatikan dalam mengukur nadi
adalah frekuensi, teratur tidaknya, dan isi. Frekuensi
normal orang dewasa adalah 60-90 kali permenit
(Kusmiyati, 2009).
(4) RR
Tujuan pengukuran pernapasan adalah mempertahankan
penukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru
dan pengaturan asam basa. Pernapasan normal orang
dewasa adalah 16-20 kali permenit.
b. StatusPresent dan Obstetrik
1) Kepala dan leher
a) Oedema di wajah, icterus dan anemis pada mata, oedema
kelopak mata, pandangan kabur, chloasma gravidarum
b) Oedema pada mukosa hidung, polip dan secret
c) Bibir pucat,sianosis,stomatitis,epulis,karies pada mulutdan
lidah kering.
d) Tanda-tanda infeksi pada telinga, serumen dan
kesimetrisan
e) Lehermeliputipembengkakan kelenjarlimfe
ataupembengkakan kelenjar tiroid dan bendungan vena
jugularis.
2) Dada dan mammae
a) Traksi pembesaran kelenjar limfe pada ketiak, massa dan
nyeri tekan.
b) Tegang,hiperpigmentasi aerola, kelenjar montgomery,
papilla mammae menonjol atau masuk, keluarnya
kolostrum.
3) Abdomen
a) Luka bekas operasi, pembesaran hepar dan lien, nyeri pada
daerah ginjal.
b) Linea nigra, striae gravidarum.
4) Tangan dan kaki
a. Oedema di jari tangan , kuku jari pucat, varises vena
b. Oedem, reflek patella dan human sign.
5) Genetalia luar
a) Varices
b) Perdarahan
c) Luka
d) Cairan yang keluar : lochea warna dan baunya
e) pengeluaran dari uretra dan skene
f) Kelenjar bartholini : bengkak (massa), cairan yang keluar
6) Perineum
Dikaji apakah terdapat luka jahitan pada perineum, jenis
jahitan, keadaan luka, infeksi atau tidak
7) Anus : adakah hemoroid
c. Pemeriksaan laboratorium :
1) Pemeriksaan haemoglobin
2) Pemeriksaan protein urine
3) Pemeriksaan glukosa urine.
2. Langkah II ( kedua ) Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa atau
masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar
atas data-data yangdikumpulkan.Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehinggaditemukan masalah atau
diagnosa yang spesifik.Kata masalah dan diagnosa keduanya
digunakan, karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan
seperti diagnosa tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang
dituangkan kedalam sebuahrencana asuhan terhadap klien.
Dalam bagian ini yang disimpulkan oleh bidan menurut Sulistyawati
(2011) antara lain sebagai berikut :
a) Diagnosa
b) Masalah
Dalam asuhan kebidanan digunakan istilah “masalah” dan
“diagnosis”. Kedua istilah tersebut dipakai karena beberapa masalah
tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosis, tetapi tetap perlu
dipertimbangkan untuk membuat rencana yang menyeluruh.
Masalah sering berhubungan dengan bagaimana wanita itu
mengalami kenyataan terhadap diagnosisnya.
c) Kebutuhan : asuhan yang diberikan kepada klien sesuai masalah
yang timbul
3. Langkah III (ketiga) : Merumuskan Diagnosis/ Masalah Potensial
Pada langkah ini kita kita mengidentifikasi masalah aataau diagnose
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah yang lain juga. Langkah ini
membutuhkan anitisipasi, bila memungkinkan dilakukaan
pencegahan,sambil terus mengamati kondisi klien. Bidan diharapkan dapat
bersiap-siap bila diagnosis atau masalah potensial benar-benar terjadi.
4. Langkah IV (keempat) : Mengindentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan
yang Memerlukan Penanganan Segera
Dalam pelaksanaannya terkadang bidan diharapkan pada beberapa situasi
yang memerlukan penanganan segera (emergensi) di mana bidan harus
segera melakukan tindakan untuk menyelamatkan pasien,namun kadang
juga berada pada situasi pasien yang memerlukan tindakan segera
sementara menunggu instruksi dokter, atau bahkan mungkin juga situasi
pasien yang memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Disini
bidan sangat dituntut kemampuannya untuk dapat selalu melakukan
evaluasi keadaan pasien agar asuhan yang diberikan tepat dan aman
5. Langkah V (kelima) Pelaksanaan Asuhan Kebidanan
Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang diuraikan pada
langkah ke lima dilaksanakan secara efisien dan aman. Realisasi dari
perencanaan dapat dilakukan oleh bidan, pasien atau anggota keluarga yang
lain. Jika bidan tidak melakukannya, ia tetap memikul tanggung jawab atas
terlaksananya seluruh perencanaan. Dalam situasi dSana ia harus
berkolaborasi dengan dokter, misalnya karena pasien mengalami
komplikasi, bidan masih tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya
rencana asuhan bersama tersebut. Manajemen yang efisiensi akan
menyingkat waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan. (Sulistyawati,
2011)
6. Langkah VI (keenam) : melaksanakan perencanaan. Pada langkah keenam
ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah
kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa
dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan dan
sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan yang lain.
7. Langkah VII (ketujuh) : evaluasi. Pada langkah ketujuh ini dilakukan
evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar terpenuhi sesuai
dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam masalah
dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar
efektif dalam pelaksanaannya.
8. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas
mengenai keadaan yang ditemukan dan dilakukan dalam pemberian asuhan
kebidanan.
Kriteria :
a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia. (rekam medis atau KMS atau status klien atau
buku KIA)
b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
1) S adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesis, berhubungan
dengan masalah dari sudut pandang klien.
2) O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan fisik, lab atau
diagnostik lainnya. Catatan medik dan informasi dari keluarga atau
orang lain dapat dimasukkan sebagai data objektif.
3) A adalah hasil assesment atau analisis:
a) Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi
(kesimpulan) data subyektif dan obyektif.
b) Mencatat diagnosis atau masalah kebidanan, diagnosis atau
masalah potensial serta perlunya identifikasi kebutuhan
tindakan segera untuk antisipasi diagnosis atau masalah
potensial.
c) Assesment yang tepat akurat mengikuti perkembangan data
klien dan sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan
yang tepat.
4) P adalah planning atau penatalaksanaan mencatat seluruh
perencanaan, penatalaksaan dan evaluasi.
a) Membuat rencana asuhan saat ini dan yang akan datang.
b) Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis dan
interpretasi data.
c) Bertujuan mengusahakan tercapainya kondisi klien seoptimal
mungkin dan mempertahankannya.
d) Pelaksanaan tindakan harus disetujui oleh klien, kecuali jika
tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan
klien
e) Sebanyak mungkin klien harus dilibatkan dalam pelaksanaan.
f) Evaluasi adalah tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil
untuk menilai efektifitas asuhan atau hasil pelaksanaan
tindakan.
g) Jika kriteria tujuan tidak tercapai maka proses evaluasi dapat
menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif untuk
mencapai tujuan.
h) Untuk mendokumentasian proses evaluasi, diperlukan sebuah
catatan perkembangan, dengan tetap mengacu pada metode
SOAP. (Esti H, 2016).

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati (2014) Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia


Anggraeni, Shinta (2016) Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya
Pembengkakan Payudara Pada Ibu Post Partum
Ardyan RN (2014) Hubungan Frekuensi dan Durasi Pemberian ASI dengan Kejadian
Bendungan ASI Pada Ibu Nifas.
Astuti, S. Judistiani, T. Rahmiati, L. Susanti, A. (2015) Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. Erlangga: PT Gelora Aksara Pratama
Kemenkes RI. (2013) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar
dan Rujukan.Edisi pertama.
Maryunani, A. (2012). Asuhan Pada Ibu Nifas dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta:
Trans Info Media
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu PerilakuKesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pollard, Maria. 2016. ASI Asuhan Berbasis Bukti. Jakarta: EGC
Reni. (2014) Payudara dan Laktasi.Jakarta : Salemba medika
Retnayu, Pradanie; 2011PAKET DUKUNGAN TERHADAP BREASTFEEDING SELF
EFFICACY DAN KEBERHASILAN MENYUSUI PADA IBU
POSTPARTUM
Rukiyah AY. (2010) Asuhan Kebidana IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: Trans Info Medi
Rukmana R, Yudirachman. (2013). ASIdan Panduan Ibu Menyusui.Yogyakarta : Nuha
Medika
Safitri.I. (2016).Faktor-faktor yangmempengaruhi kelancaran produksiASI pada ibu
menyusui. Tesis:Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Suherni (2016) Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya
Walyani, S.E., & Purwoastuti E.Th (2015) Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan
Menyusui.Yogyakarta. PT. Pusaka Baru
World Health Organization (2013) Matitis Penyebab dan Penatalaksaannya. Jakarta: widya
medika

Anda mungkin juga menyukai