Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Formulasi dan Metode Pembuatan


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan basis nanoemulsi dengan
komposisi minyak, surfaktan dan kosurfaktan sehingga terbentuk sediaan
berukuran nano, fase minyak yang digunakan yaitu minyak kelapa murni yang
merupakan asam lemak rantai sedang yang dapat digunakan sebagai fase minyak
dalam pembuatan nanoemulsi dan menghasilkan nanoemulsi yang lebih jernih
(Indirasvari et al., 2018). Surfaktan yang digunakan adalah Sukrosa Monoester
1750 merupakan surfaktan jenis nonionik yang bersifat hidrofobik berada
antarmuka minyak-air dengan ekor asam lemak yang tertanam dalam fase minyak
sementara kepala sukrosa monoester 1750 menghadap fase air memberikan
penghalang sterik tolak menolak antara mnyak dan air dan meningkatan stabilitas
nanoemulsi (Sukmawati, 2017). Kosurfaktan yang digunakan adalah gliserol
dengan bagian ekor masuk kedalam fase polar atau air dan bagian kepala masuk
pada fase minyak yang akan membantu memperkecil tegangan antarmuka antara
surfaktan dan minyak dan juga digunakan untuk mengurangi tegangan antarmuka
antara minyak dan air (Sulastri et al., 2015).
Dari formula tersebut dibuat variasi metode pembuatan yang bertujuan
untuk menghasilkan nanoemulsi yang baik, metode yang digunakan ada dua
metode yang pertama metode pengadukan manual menggunakan tangan dan
metode ke dua menggunakan mixer IKA dengan kecepatan rpm yang berbeda-
beda yaitu 100-200 rpm, 500 rpm, 750 rpm, 1000 rpm dan 2000 rpm.
Formula nanoemulsi isolat kurkumin dengan perbandingan zat aktif,
minyak, surfaktan dan kosurfaktan dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Formula Nanoemulsi Kurkumin
Komponen Fungsi Jumlah (gram)
Isolat Kurkumin Zat Aktif 0,005
Minyak Kelapa Murni Minyak 70
Sukrosa Monoester 1750 Surfaktan 5
Gliserol Kosurfaktan 25

Pemilihan isolat kurkumin sebagai zat aktif, yang merupakan senyawa


flavonoid yang tidak larut dalam air dan juga memiliki bioavailabilitas yang
rendah (Anisa et al., 2022). Oleh karna itu, untuk memperbaiki kelarutan dan
bioavailabitas isolat kurkumin dengan dibuat sedian nanoemulsi. Pembentukan
nanoemulsi yang terjadi adalah setelah sediaan ditambahakan dengan air atau
didispersikan kedalam air, sehingga nanoemulsi yang terbentuk bening atau
translucent dan tidak keruh yang menunjukkan pembentukan spontan nanoemulsi.
Teknologi nano merupakan metode yang efektif untuk pelepasan bahan aktif
yang sukar larut dalam air seperti kurkumin. Sehingga dengan ukurannya
nanoemulsi yang kecil sehingga dapat meningkatkan kelarutan bioavailabilitasnya
dan meningkatkan distribusi obat dalam tubuh (Sholihat et al., 2020). Selain itu
juga dapat meningkatkan stabilitas fisik dengan mecegah creaming, flokulasi,
agregasi, sedimentasi, dan stabil secara termodinamika (Aprilya et al., 2021).

4.2 Uji Organoleptis


Uji Organoleptis merupakan evaluasi tahap awal dilakukan untuk melihat
stabilitas yang dilihat dari bentuk, warna, bau dan hasil disperi sedian dalam air.
Hasil dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Uji Organoleptis Sediaan Nanoemulsi
Metode Bentuk Tampilan Bau Hasil
Dispersi
Metode 1 Krim Kuning Harum Kelapa Translucent
Pucat
Metode 2 (100-200 Krim Kuning Harum Kelapa Terlihat
rpm) minyak
memisah
Metode 2 (500 rpm) Krim Kuning Harum Kelapa Terlihat
minyak
memisah
Metode 2 (750 rpm) Krim Kuning Harum Kelapa Translucent
Metode 2 (1000 rpm) Krim Kuning Harum Kelapa Translucent
Metode 2 (2000 rpm) Krim Kuning Harum Kelapa Translucent

Pembentukan nanoemulsi yaitu untuk meningkatkan bioavailabilitas serta


stabil secara termodinamika dalam campuran air, minyak, surfaktan, dan
kosurfaktan. Sehingga proses nanoemulsi yang terjadi adalah setelah penambahan
air pada sediaan atau hasil pendispersian sediaan kedalam air yang akan
membentuk sediaan nanoemulsi, dengan ditandai hasil dispersi yang jernih atau
translucent dan tidak keruh yang artinya menunjukkan pembentukan nanoemulsi
secara sepontan atau Self-Nanoemulsifying. Perubahan hasil dispersi sediaan
kedalam air menghasilkan translucent dapat dilihat secara visual.
Tampilan menunjukkan warna kuning karena hasil pigmen kuning dari
isolat kurkumin, pada metode 1 pengadukan menggunakan tanggan memiliki
warna yang lebih pucat dibandingkan dengan metode 2 pengadukan menggunakan
mix ika, diduga pengadukan menggunakan tangan tidak lebih stabil dibanding
menggunakan mix ika yang lebih stabil sehingga warna yang dihasilkan menjadi
lebih pucat dibandingkan dengan metode 2 yang menggunakan mix ika.
Kecepatan pengadukan dan waktu juga mempengaruhi hasil dispersi sediaan
pada air. Dapat dilihat pada metode 1 pengadukan menggunakan tangan hasil
dispersi menghasilakn warna translucent atau jernih dibandingkan dengan metode
2 dengan kecepatan 100-200 rpm dan 500 rpm hal ini dapat terjadi karena metode
1 pengadukan dengan tangan dan waktu pengadukan lebih lama dibandingkan
pengadukan secara konstan menggunakan rpm rendah namun dengan waktu yang
lebih singkat. Sehingga metode pembuatan dapat berpengaruh seperti semakin
lama pengadukan dan kecepatan yang lebih tinggi dapat mempengaruhi hasil
dispersi (Sari Denni Kartika et al, 2015).
Bau harum kelapa yang dihasilkan berdasarkan minyak kelapa murni yang
digunakan sebagai fase minyak sehingga menghasilkan bau harus, selain memiliki
harus yang khas, minyak kelapa juga mengandung asam-asam lemak jenuh yang
tinggi sehingga dapat mencegah agar sediaan tidak mudah tengik, selain itu juga
menggandung asam laurat yang merupakan asam lemak rantai sedang sehingga
minyak kelapa digunakan sebagai fase minyak dalam pembuatan nanoemulsi,
karena dapat menghasilkan nanoemulsi yang lebih jernih (Indirasvari et al., 2018).

4.3 Uji Sentrifugasi


Pada uji sentrifugasi digunakan untuk pengamatan parameter
ketidakstabilan seperti terjadinya pemisahan, pengendapan, creaming, dan
cracking yang dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Uji Sentrifugasi
Metode Pemisahan Pengendapa Creaming Creaking
n
Metode 1 - - - -
Metode 2 (100-200 + + + +
rpm)
Metode 2 (500 rpm) + + + +
Metode 2 (750 rpm) - - - -
Metode 2 (1000 rpm) - - - -
Metode 2 (2000 rpm) - - - -
Keterangan:
- : Tidak ada
+ : Ada
Sentrifugasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pemisahan fase yang
terjadi akibat adanya gaya gravitasi (Stephanie, 2015). Prinsip kerja sentrifugasi
adalah memisahkan partikel berdasarkan berat jenis molekulnya, dengan gaya
sentrifugal yang diberikan maka partikel dengan berat jenis lebih besar akan
berada dibawah dan yang memiliki berat jenis lebih kecil akan naik ke atas
(Gopala, 2016). Berdasarkan hasil uji sentrifugasi yang dilakukan setelah
satu bulan penyimpanan pada suhu ruang 24°C dengan kecepatan 38000 rpm
selama 30 menit dapat dilihat pada tabel 4.3 metode 1, metode 2 (750 rpm),
metode 2 (1000 rpm) dan metode 2 (2000 rpm) memiliki kestabilitasan secara
fisik lebih baik dengan tidak adanya pemisahan, pengendapan, creaming dan
creaking dibandingkan metode 2 (200 rpm) dan metode 2 (500 rpm) terjadi
pemisahan, pengendapan, creaming dan creaking.
4.4 Uji pH
Uji pH dilakukan untuk mengtahuin derajat keasaman untuk menentukan
keasaman dan kebasaan dari sediaan yang dapat mempengaruhi kestabilan dari zat
aktif dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Uji pH
6 5.86
5.74 5.74
5.8 5.6
5.6
5.4
5.2 5.08
4.95
pH

5
4.8
4.6
4.4
Metode 1 Metode 2 Metode 2 Metode 2 Metode 2 Metode 2
(100-200 (500 rpm) (750 rpm) (1000 rpm) (2000 rpm)
rpm)

Metode

Hasil pemeriksaan pH menunjukkan dari metode 1 pengadukan dengan


tangan dan metode 2 pengadukan menggunakan mix ika dengan variasi rpm
berbeda-beda hasil pH yang didapatkan dibawah pH 6 dengan metode 1 yang
paling rendah dengan pH 4,95 dibandingan dengan metode 2 namun perbedaan
pH tidak signifikan, penurununa pH disebabkan minyak dapat mengalami
penguraian lemak menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol akibat hidrolisis
selama proses penyimpanan, pH emulsi tipe minyak dalam air yang berisfat asam
lemah akan berada pada kisaran pH 5 (perka BPOM No.16 Thn 2014).
Berdasarkan hasil bahwa nanoemulsi memiliki stabilitas yang baik untuk
isolat kurkumin dalam bentuk emulsi karena kurkumin stabil pada pH dari 6,
karena isolat kurkumin memiliki stabilitas yang buruk dan cepat terdegradasi pada
pH 6 sekitar 16% dan pada pH 6,5 sekitar 23% (Mutiah, Roihatul, 2015).
Sehingga semakin tinggi pH pada lingkungan isolat kurkumin maka stabilitas
semakin buruk dan dapat terdegradasi.
4.5 Uji Refraktometer
Uji Refraktometer digunakan untuk mengukur Indeks Bias dari zat terlarut
dari sampel hasil dispersi dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Uji Refraktometer.
Metode Indeks Bias Rata-rata
I II III
Metode 1 1,333 1,333 1,333 1,333
Metode 2 (100- 200 rpm) 1,333 1,333 1,333 1,333
Metode 2 (500 rpm) 1,333 1,333 1,333 1,333
Metode 2 (750 rpm) 1,333 1,333 1,333 1,333
Metode 2 (1000 rpm) 1,333 1,333 1,333 1,333
Metode 2 (2000 rpm) 1,333 1,333 1,333 1,333

Indeks Bias merupakan perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa c


terhadap laju cahaya tersebut dalam medium v, sehingga untuk menentukan
jumlah zat terlarut dalam larutan dengan melewatkan cahaya prisma sehingga zat
padat dalam cairan dapat diindentifikasi indeks bias dari 1,300 sampai 1,700
(Solarbesain dan Pudjihastuti, 2019). Sehingga semakin rendah nilainya indeks
bias maka semakin terlarurnya zat padat tersebut kedalam larutannya.
Dari hasil data pada tabel 4.5 dari setiap sampel baik menggunakan metode
1 pengadukan menggunakan tangan dengan metode 2 menggunakan bantuan mix
ika hasil indek biasnya rendah yaitu 1,3333 yang artinya sediaan tersebut
memiliki kelarutan larut dalam air.

4.6 Uji Persen Transmitan


Uji transmitan dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis
untuk mengetahui persen transmitan kejernihan. Hasil dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Uji Persen Transmitan
Metode Absorbsi Persen Transmitan
Metode 1 0,034 nm 92%
Metode 2 (100-200 rpm) 0,002 nm 98%
Metode 2 (500 rpm) 0,018 nm 96%
Metode 2 (750 rpm) 0,034 nm 92%
Metode 2 (1000 rpm) 0,022 nm 95%
Metode 2 (2000 rpm) 0,027 nm 93%

Uji transmitansi dilakukan untuk melihat tingkat kejernihan emulsi yang


terbentuk dari hasil dispersi. Semakin jernih atau transmitans semakin mendekati
transmitan air suling yakni 100% maka sampel tersebut memiliki kejernihan atau
transparansi yang mirip dengan air dan dapat diperkirakan tetesan emulsi telah
mencapai ukuran nanometer. Ukuran fase terdispersi sangat mempengaruhi
penampakan nanoemulsi. Bila sistem nanoemulsi memiliki ukuran globul sangat
kecil dilewati cahaya, maka berkas cahaya akan diteruskan sehingga warna larutan
terlihat transparan dan transmitan yang dihasilkan semakin besar. Air digunakan
sebagai pembanding karena tidak memiliki partikel yang menahan transmisi
cahaya sehingga akan meneruskan cahaya yang melewatinya tanpa adanya efek
penghamburan cahaya sehingga mempunyai nilai transmitan 100% (Sahumena,
M, H et al, 2019).
Dapat dilihat pada Tabel 4.6 bahwa nilai transmitan yang paling mendekati
adalah metode 2 (100-200 rpm) dengan nilai 98% dan metode 2 (500 rpm) dengan
nilai 96% namun dari hasil pendispersian pada Tabel 4.2 uji organolaptis terjadi
pemisahan antara minyak dan air atau tidak bercampurnya dalam air sehingga
dikhawatirkan emulsi tidak terjadi dan yang terdeteksi adalah airnya saja tanpa
adanya sediaan yang terdispersi. Selain itu persen transmilan metode 1 dan
metode 2 (750 rpm) memiliki hasil yang sama yaitu 92% hal ini dapat disebabkan
oleh berbandingan lamanya waktu pengadukan pada metode 1 pengadukan selama
35 menit sedangkan metode 2 (750 rpm) hanya dilakukan selama 15 menit,
semakin lama pengadukan maka juga mempengaruhi hasil sediaaan. Sehingga
dari transmitan hasil yang paling besar atau mendekati 100% adalah metode 2
dengan kecepatan 1000 rpm dengan nilai transmitan 95%.

4.7 Analisis Ukuran Partikel, Indeks Polidispersitas dan Zeta Potensial


Karakterisasi nanoemulsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan melakukan pengukuran ukuran partikel, indeks polidispersitas dan zeta
potensial dengan hasil dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Analisis Ukuran Partikel, Indeks Polidispersitas dan Zeta Potensial
Nanoemulsi Isolat Kurkumin.
Metode Ukuran Indeks Zeta Potensial
Globula (nm) Polidispersitas (mV)
Metode 1 231,6 ± 72,3 2,266 -
Metode 2 (1000 rpm) 318 ± 157,9 0,433 -48,2

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan ukuran partikel yang


diharapkan adalah nanoemulsi pada rentang ukuran 10-500 nm, pada metode 1
pengadukan menggunakan tangan hasil ukuran partikel sebesar 231,1 ± 72,3 nm
dengan ukuran tersebut metode 1 pengadukan secara manual menggunakan tangan
dan metode 2 diambil dari hasil evaluasi yang lebih baik yaitu metode 2 dengan
pengadukan menggunakan mix ika dengan kecepatan 1000 rpm hasil ukuran
partikel berada pada 318 ± 157,9 nm dari kedua metode hasil yang didapatkan
ukuran partikel berada pada rentang nanoemulsi 10-500 nm.
Indeks polidispersitas merupakan nilai yang menunjukkan tingkat
keseragaman dan distribusi ukuran partikel atau droplet, semakin kecil nilai
indeks polidispersitas (mendekati 0) berada pada rentang 0.01-0.6, artinya
distribusi ukuran droplet yang makin seragam dan homogen. Sedangkan nilai
Indeks polidispersitas lebih besar dari 0.01-0.6 menunjukkan ukuran partikel
cenderung tidak seragam (Amyliana, N, A et al, 2021). Berdasarkan tabel 4.6
indeks polidispersitas hasil pada metode 1 pengadukan menggunakan tangan
2,266 sehingga distribusi ukuran yang dihasilkan lebih luas dan tidak seragam
sedangkan metode 2 dengan menggunakan mix ika dengan kecepatan 1000 rpm
hasil 0,421 menujukan distribusi ukuran lebih sempit yang artinya lebih seragam.
Zeta potensial untuk mengetahui keadaan permukaan nanoemulsi dan
memprediksi stabilitas jangka panjang dari nanoemulsi. Pengukuran zeta potensial
juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi muatan globul dalam nanoemulsi
dengan nilai potensial zeta lebih kecil dari -30 mV dan lebih besar dari +30 mV
memiliki stabilitas lebih tinggi (Abdassah, 2017). Berdasarkan hasil pada tabel 4.7
zeta potensial pada metode 2 (1000 rpm) -48,2 mV sehingga nilanya lebih kecul
dari -30 mV yang artinya memiliki kestabilan yang baik.

Anda mungkin juga menyukai