Anda di halaman 1dari 16

TUGAS SEMI MAKALAH

KONSTITUSI

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

SHINTA A. PURBA

ROBERT C. M. FORSALY

JEKO ENDAMA

EKKLESIA Z. TITALEY

DOSEN PENGAJAR :
Ludia Jemima I. R. Reumi, S.H., M.H

Fakultas Hukum
Universitas Cendrawasih
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami kelompok 9 sehingga dapat menyelesaikan tugas semi
makalah ini tepat pada waktunya, dengan judul “KONSTITUSI”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca.
Terimakasih juga kami berikan kepada Ibu Ludia Jemima I. R. Reumi, S.H., M.H yang telah
memberikan tugas ini kepada kami sehingga kami dapat menambah pengetahuan yang lebih
lagi dalam mata kuliah Ilmu Negara.
Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk setiap kita.

Jayapura, 14 Oktober 2023


DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................1
Kata Pengantar...................................................................................................2
Daftar isi............................................................................................................3
BAB I Pendahuluan.............................................................................................4
1.1 Latar Belakang..............................................................................................4
BAB II Pembahasan.............................................................................................5
2.1 Pengertian Konstitusi....................................................................................5
2.2. Sejarah Pertumbuhan Konstitusi.................................................................8
2.3. Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Konstitusi..................................................11
2.4. Faktor-faktor daya ikat konstitusi...............................................................14
BAB III Penutup..................................................................................................16
3.1 Kesimpulan...................................................................................................16
3.2 saran.............................................................................................................16
BAB I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Secara etimologis antara kata “konstitusi”, “konstitusional” dan “ konstitusionalisme” inti


maknanya sama, namun penggunaan atau penerapannya berbeda. Konstitusi adalah segala
ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan ( Undang-Undang Dasar dan sebagainya ),atau
Undang-Undang Dasar suatu negara. Dengan kata lain, segala tindakan atau perilaku seseorang
maupun penguasa berupa kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpangi konstitusi, berarti
tindakan (kebijakan) tersebut adalah konstitusional berbeda halnya dengan konstitusionalisme yaitu
suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.
Konstitusi biasanya juga disebut sebagai hukum fundamental negara, sebab konstitusi ialah aturan
dasar. Namun dalam pengertian ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa
dokumen tertulis (formal). Menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus
diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan
dan distribusi maupun alokasi. Sejak zaman yunani Konstitusi sudah mulai berkembang dari yang
belum menjadi hukum dasar sampai kepada konstitusi tertulis seperti yang kita kenal sekarang. Oleh
karena itu perlulah dipahami hakikat dari konstitusi itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Konstitusi


Istilah kontitusi berasal dari bahasa prancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah
konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu
negara.

Sedangkan istilah Undang-Undang Dasar merupakan istilah dalam bahasa


Belandanya Gronwet.Perkataan wet diterjemahkan dalam bahasa Indonesia undang-
undang,dan grond berarti tanah/dasar

Di negara-negara yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa nasional, dipakai istilah
Constitution yang dalam bahasa Indonesia disebut konstitusi. Pengertian konstitusi dalam praktik
dapat berarti lebih luas daripada pengertian undang-undang Dasar tetapi ada juga yang
menyamakan dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Bagi para sarjana ilmu politik istilah
Constitution merupakan sesuatu yang lebih luas, yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik
yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu
pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.

Dalam bahsa Latin,kata konstitusi merupakan gabungan dari dua kata,yaitu cume dan statuere.
Cume adalah sebuah preposisi yang berarti “bersama dengan...”, sedangkan statuere berasal dari
kata sta yang membentuk kata kerja pokok stare yang berarti berdiri.

Atas dasar itu,kata statuere mempunyai arti “membuat sesuatu agar lebih berdiri atau
mendirikan/menetapkan”. Dengan demikian bentuk tunggal (constitutio) berarti menetapkan
sesuatu secara bersama-sama dan bentuk jamak (consttitusiones) berarti segala sesuatu yang telah
ditetapkan.

Mencermati dikotomi antara istilah constitution dengan gronwet (Undang-Undang Dasar) di atas, L.J.
Van Apeldorn telah membedakan secara jelas di antara keduanya,kalau gronwet (Undang-Undang
Dasar) adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi sedangkan constitution memuat baik peraturan
tertulis maupun yang tidak tertulis.Sementara Sri Soemantri M, dalam disertasinya
mengartikan konstitusi sama dengaan Undang-Undang Dasar. Penyamaan arti dari keduanya ini
seusai dengan praktik ketatanegaraan di sebagian besar negara-negara dunia termasuk di Indonesia.

Penyamaan pengertian antara konstitusi dengan Undang-Undang Dasar,sebenarnya sudah dumulai


sejak Oliver Cromwell (Lord protector republik inggris 1649-1660) yang menamakan Undang-Undang
Dasar itu sebagai Instrument of goverment, yaitu bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai
pegangan untuk memerintah dan di sinilah timbul identifikas dari pengertian Konstitusi dan Undang-
Undang Dasar.

Sebaliknya perlu di catat bahwa dalam kepustakaan Belanda (misalnya L.J. Van Apeldorn) diadakan
pembedaan anatar pengertian Undang-Undang Dasar dengan konstitusi.
Menurut E.C.S. Wade dalam bukunnya Constitutional Law

Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokoknya cara kerja badan-badan tersebut. Jadi
pada pokoknhya dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam suau Undang-Undang Dasar.

Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai organisasi
kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang
menetapkan bagaimana kekuasaan di bagi antara lembaga kenegaraan, misalnya antara badan
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Undang-Undang Dasar menetukan cara-cara bagaimana pusat-pusat
kekuasaan ini bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain, Undang-Undang Dasar merekam
hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu negara

Berikut ini penulis tunjukan beberapa ahli hukum yang mendukung antara membedakan dengan
yang menyamakan pengertian konstitusi dengan Undang-Undang Dasar. Penganut paham yang
membedakan pengertian konstitusi dengan Undang-Undang Dasar. Penganut paham yang
membedakan pengertian lain Herman Helller dan F. Lassalle.

Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga yaitu :

1.Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.
Jadi mengandung pengertian polistis dan sosiologis.

2.Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat.Jadi mengandung
pengertian yuridiis

3.Konstitusi yang di tulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku
dalam suatu negara

Dari pendapat Herman Heller tersebut dapatlah disimpulkan bahwa jika pengertian undang-undang
itu harus dihubungkan dengan pengertian konstitusi,maka artinya Undang-Undang Dasar itu baru
merupakan sebagian dari pengeertian konstitusi,yaitu hanya bersifat yuridis semata-mata,tetapi
mengandung pengertian logis dan poltis

F.Lessalle dalam bukunya Uber Verfassungswesen, membagi konstitusi dalam dua pengertian,
yaitu:

1. Pengertian sosiologis atau politis. Konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan yang nyata
dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut
di antaranya: raja,parlemen,kabinet,pressure groups,partai politik, dan lain-lain; itulah yang
sesungguhnya konstitusi

2. Pengertian yuridis. Konstitusi adalah naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-
sendi pemerintahan

Dari pengertian sosiologis dan politis, ternyata Lassalle menganut paham bahwa konstitusi
sesungguhnya mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar Undang-Undang Dasar. Namun
dalam pengertian yuridis, Lassalle terpengaruh pula oleh paham kodifikasi yang menyamakan
konstitusi dengan Undang-Undang Dasar.

Kelihatannya para penyusun UUD 1945 menganut pemikiran sosiologis di atas, sebab dalam
penjelasan UUD 1945 dikatakan: “ Undang-Undang Dasar suatu Negara ialah hanya sebagian dari
hukumnya dasar Negara itu. Undang-Undang dasar ialah hukum dasar yang tertulis, disamping
Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, disamping Undang-Undang Dasar itu berlaku
juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktik penyelenggara Negara, meskipun tidak tertulis”.

Adapun penganut paham modern yang tegas-tegas menyamakan pengertian konstitusi dengan
Undang-Undang dasar, Adalah C.F. Strong dan Jmaes Bryce.Pendapat James Bryce sebagaimana
dikutip C.F Strong dalam bukunya: Modern Plitical Contitutions menyatakan konstitusi adalah:

“ A frame of political society, organized through and by law, that is to say on in which law has
established permanent instutitions with recognized functions and Definite rights.”

Dari definisi diatas, pengertian konstitusi dapat disederhanakan merumusnya sebagai kerangka
Negara yang teroganisir dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan :

1. Pengaturan mengenai pendirian Lembaga-Lembaga yang permanent.

2. Fungsi dari alat-alat kelengkapan.

3. Hak-hak tertentu yang telah di tetapkan

Kemudian C.F Strong melengkapi pendapat tersebut dengan pendapatnya sendiri sebagai
berikut:

“ Constitutions is a collection of prinviples according to which the power of the government, the rights
of the governed, and the relations between the two are adjusted.”

Artinya, konstitusi juga dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan asas-asas yang
menyelenggarakan:

1. Kekuasan Pemerintahan (dalam arti luas)

2. Hak-Hak yang diperintah

3. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut di dalamnya masalah hak asasi
manusia)

Sri Soemantri menilai bahwa pengertian tentang konstitusi yang diberikan C.F Strong Lebih luas
dari pendapat James Bryce. Walaupun dalam pengertian yang dikemukakan James Bryce itu
merupakan konstitusi dalam kerangka masyarakat politik(Negara) yang diatur oleh hukum. Akan
tetapi dalam konstitusi itu hanya terdapat pengaturan mengenai alat-alat kelengkapan Negara yang
dilengkapi dengan fungsi dan hak-haknya. Dalam batasan Strong, apa yang di kemukakan James
Bryce itu termaksuk dalam kekuasaan pemerintahan semata, sedangkan menurut pendapat Strong,
konstitusi tidak hanya mengatur tentang hak-hak yang di perintah atau hak-hak warga Negara

K.C Wheare mengartikan konstitusi sebagai “keseluruhan system ketatanegaraan dari suatu
Negara berupa kumpulan-kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu Negara”. Peraturan disini merupakan gabungan antara ketentuan-ketentuan
yang memiliki sifat hukum (Legal) dan yang tidak memiliki sifat hukum (nonlegal).

Konstitusi dalam dunia politik sering digunakan paling tidak dalam dua pengertian, sebagaimana
dikemukakan oleh K.C Wheare dalam bukunya Modern Contitutions: Pertama, dipergunakan dalam
arti luas nyaitu system pemerintahan dari suatu Negara dam merupakan himpunan peraturan yang
mendasari serta mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugasnya. Sebagai system
pemerintahan didalamnya terdapat campuran tata peraturan baik yang bersifat hukum (Logal)

maupun yang bukan peraturan hukum(non legal/esktra legal). Kedua, pengertian dalam arti sempit,
yakni sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan ketatanegaraan suatu Negara yang dimuat
dalam “suatu dokumen” atau “beberapa dokumen” yang terkait sama lain.

Berangkat dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian konstitusi diatas, dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa pengertian konstitusi meliputi konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Undang-
undang dasar merupakan konstitusi yang tertulis. Adapun batasan-batasannya dalam merumuskan
kedalam pengertian sebagai berikut:

1. Suatu kumpulan kaidah yang memeberikan pembatasan-pembatasan kekuasaan kepada para


penguasa.
2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari suatu system politik.
3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga Negara
4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak-hak asasi manusia

2.2. Sejarah pertumbuhan konstitusi


Dalam berbagai literature hukum tata negara maupun ilmu politik kajian tentang ruang lingkup
paham konstitusi (konstitusionalisme) terdiri dari :

1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.

2. Jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia.

3. Peradilan yang bebas dan mandiri.

4. Pertanggungan kepada rakyat (akuntabilitas public) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan
rakyat.

Keempaat prinsip atau ajaran diatas merupakan “mascot” bagi suatu pemerintahan yang
konstitusional. Akan tetapi, suatu pemerintahan (negara) meskipun konstitusinya sudah mengatur
prinsip-prinsip di atas, namun tidak diimplementasikan dalam praktik penyelenggaraan bernegara,
maka belumlah dapat dikatakan sebagai negara yang konstitusional atau mengatur paham konstitusi.

Di Eropa, konstitusi modern dimulai pada abad ke-18, ketika Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis
membawa perubahan besar dalam cara pemerintahan beroperasi. Konstitusi Amerika Serikat, yang
diratifikasi pada tahun 1787, dianggap sebagai salah satu dokumen konstitusional paling
berpengaruh dalam sejarah dunia.

Sejak itu, banyak negara di seluruh dunia mengadopsi konstitusi mereka sendiri. Sebagai contoh,
konstitusi Jepang diratifikasi pada tahun 1947 setelah kekalahan mereka dalam Perang Dunia II,
sementara konstitusi Republik Rakyat Tiongkok diratifikasi pada tahun 1954.

Sejak saat itu, konstitusi modern menjadi lebih umum, dengan banyak negara mengadopsi konstitusi
baru sebagai bagian dari proses transisi demokratis atau sebagai bagian dari upaya reformasi
konstitusional. Di beberapa negara, konstitusi telah mengalami perubahan dan amandemen untuk
mengakomodasi perubahan dalam tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal yaitu sejak bangsa Yunani
Kuno yang memiliki beberapa kumpulan hukum pada tahun 624-404 SM.

Athena pernah memiliki tidak kurang dari 11 konstitusi. Sedangkan Aristoteles sendiri berhasil
mengoleksi sebanyak 158 buah konstitusi dari beberapa negara. Pada waktu itu konstitusi hanyalah
kumpulan dari peraturan-peraturan serta adat kebiasaan semata-mata.

Di Yunani Kuno, konstitusi dipandang sebagai dokumen tertulis yang mengatur kekuasaan dan
pembagian kekuasaan dalam negara-kota atau polis. Beberapa negara-kota di Yunani, seperti Athena,
Sparta, dan Korintus, memiliki konstitusi tertulis yang dianggap sebagai perwujudan terbaik dari
tatanan politik mereka.

Konstitusi Athena, yang disusun oleh Solon pada abad ke-6 SM, merupakan contoh penting dari
konstitusi di Yunani Kuno. Konstitusi ini dianggap sebagai landasan dasar bagi demokrasi modern,
karena memperkenalkan konsep persamaan di depan hukum dan hak untuk memilih dan dihakimi
secara adil. Konstitusi ini juga membentuk badan hukum yang independen untuk menangani masalah
hukum dan politik, yang dikenal sebagai “dewan seribu”.

Di sisi lain, konstitusi Sparta, yang dikenal sebagai “hukum Lycurgus”, merupakan contoh dari bentuk
pemerintahan aristokrasi di mana kekuasaan politik terpusat pada kelompok elit penguasa atau
oligarki. Konstitusi ini menetapkan hukum dan aturan yang sangat ketat dan membatasi kebebasan
individu demi menjaga disiplin dan ketaatan dalam masyarakat.

Secara keseluruhan, konstitusi Yunani Kuno mengatur cara negara-kota di Yunani diatur dan
dijalankan. Mereka mendasarkan kekuasaan pada pemerintahan rakyat dan aristokrasi, dan
menyediakan kerangka hukum untuk menyelesaikan konflik dan memelihara keseimbangan
kekuasaan dalam masyarakat. Namun, penting untuk dicatat bahwa konstitusi Yunani Kuno tidak
mengatur hak asasi manusia dan tidak melindungi hak-hak individu seperti yang dilakukan oleh
konstitusi modern.

Pada saat kekaisaran Roma, pengertian konstitusi mengalami perubahan makna. Yaitu merupakan
suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para Kaisar, pernyataan dan pendapat
ahli hukum, negarawan, serta adat kebiasaan setempat selain undang-undang.

Konstitusi Romawi Kuno merujuk pada serangkaian hukum tertulis dan kebiasaan yang mengatur
sistem pemerintahan dan hukum di Republik Romawi dan Kekaisaran Romawi pada masa lampau.
Konstitusi Romawi Kuno berkembang seiring dengan sejarah Romawi dan memengaruhi
perkembangan sistem hukum di seluruh dunia, termasuk dalam sistem hukum modern.

Beberapa dokumen penting yang membentuk Konstitusi Romawi Kuno antara lain:

The Twelve Tables (Tabelae Duodecim): Tabel ini merupakan dokumen tertulis pertama yang
membentuk Konstitusi Romawi Kuno. Disusun pada tahun 450-449 SM, tabel ini berisi hukum yang
diterapkan secara universal dan mencakup segala hal mulai dari pernikahan, warisan, dan
perbudakan.

Lex Hortensia: Hukum ini disahkan pada tahun 287 SM dan memberikan kekuasaan yang lebih besar
kepada majelis rakyat (plebisit) dalam membuat keputusan hukum. Ini menandai langkah penting
dalam demokratisasi sistem hukum Romawi.
Constitution of the Roman Republic: Konstitusi ini terdiri dari tiga elemen penting yaitu Senat, Komisi
Tinggi dan Majelis Rakyat. Konstitusi ini mengatur struktur dan fungsi dari ketiga elemen ini serta hak
dan kewajiban masing-masing elemen.

Corpus Juris Civilis: Ini adalah sebuah kumpulan undang-undang dan hukum Romawi yang disusun
pada abad ke-6 Masehi. Karya ini merupakan satu dari sumber paling penting tentang hukum
Romawi dan berpengaruh dalam perkembangan sistem hukum di Eropa dan sebagian besar negara di
seluruh dunia.

Konstitusi Romawi Kuno terus berevolusi selama berabad-abad dan membentuk dasar dari banyak
sistem hukum modern.

Pada abad XVII kaum bangsawan Inggris yang menang dalam revolusi istana, telah mengakhiri
kekuasaan raja yang absolut dan menggantikannya dengan sistem parlementer dan terjadinya
ketegangan dalam masyarakat yang memunculkan adanya konstitusi untuk mengatur kehidupan
negara.

Maka pada tanggal 14 September 1791 tercatat sebagai diterimanya konstitusi di Eropa yang
pertama oleh Raja Louis XVI, dan sejak saat itu negara-negara di dunia dalam pengaturan kehidupan
kenegaraannya mendasarkan pada konstitusi.

Teori Du contract social dari JJ Reuseau yang menerangkan bahwa manusia terlahir dalam keadaan
bebas dan sederajat dalam hak-haknya, sedang hukum merupakan ekspresi kehendak umum
(rakyat).

Pandangan Reusseau sangat memengaruhi timbulnya hak-hak dan kemerdekaan rakyat yang terkenal
dengan deklarasi hak-hak rakyat Perancis De Declaration des Droit d l’home et du citoyen, dimulai
dari deklarasi ini yang mengilhami Konstitusi Perancis tahun 1791, khususnya yang menyangkut hak
asasi.

Setelah peristiwa ini maka muncul konstitusi dalam bentuk yang tertulis yang dipelopori oleh
Amerika.

Konstitusi modern Eropa dimulai pada abad ke-18 dengan Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis.
Setelah itu, banyak negara di Eropa mengadopsi konstitusi mereka sendiri yang terinspirasi oleh
prinsip-prinsip yang dikembangkan selama revolusi tersebut.

Salah satu konstitusi Eropa modern yang paling terkenal adalah Konstitusi Amerika Serikat, yang
diratifikasi pada tahun 1787. Konstitusi ini menetapkan dasar-dasar pemerintahan Amerika Serikat
dan melindungi hak-hak individu seperti kebebasan berbicara, agama, dan pers, serta hak untuk
memiliki senjata api dan hak atas hakim yang adil.

Di Eropa, banyak negara mengadopsi konstitusi mereka sendiri setelah abad ke-18. Konstitusi
Perancis diratifikasi pada tahun 1958, sedangkan konstitusi Jerman diratifikasi pada tahun 1949.
Konstitusi Uni Eropa juga disusun dan diratifikasi oleh negara-negara anggotanya.

Konstitusi modern di Eropa biasanya menetapkan pembagian kekuasaan antara lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif. Mereka juga menetapkan hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi, dan
perlindungan hukum bagi warga negara.

Beberapa negara di Eropa juga telah mengadopsi konstitusi baru sebagai bagian dari proses transisi
demokratis atau sebagai bagian dari upaya reformasi konstitusional. Misalnya, konstitusi Spanyol
diubah pada tahun 1978 setelah kematian diktator Francisco Franco, sementara konstitusi Rusia
diubah pada tahun 1993 setelah keruntuhan Uni Soviet.

2.3. Kedudukan, Fungsi, Dan Tujuan Konstitusi


Kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi dalam Negara berubah dari zaman ke zaman.Pada
masa peralihan dari Negara feudal monarki atau oligarki dengan kekuasaan mutlak penguasa ke
Negara nasional demokrasi, konstitusi berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan
penguasa yang kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam
perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa.yaitu setelah perjuangan dimenangkan oleh
rakyat, konstitusi bergeser kedudukanya dan peranny dari sekedar penjaga keamanda dan
kepentingan hidup rakyat terhdapat kezaliman golongan penguasa, menjadi senjata pamungkas
rakyat untuk mengakhiri kekuasaan sepihak atau golongan dalam system monarki dan oliogarki, serta
untuk membangun tatakehidupan baru atas dsar landasan kepentingan bersama rakayat dengan
menggunakan berbagai ideology seperti; individualisme, liberalisme, universalisme, demokrasi dan
sebagainya. Selanjutnya kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideology yang melandasi
Negara.

Dalam sejarahnya didunia barat, konstitusi dimaksudkan untuk menentukan batas wewenang
penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur jalanya pemerintahan. Dengan kebangkitan paham
kebangsaan sebagai kekuatan pemersatu, serta dengan kelahiran demokrasi sebagai paham politik
yang progresif dan militant, konstitusi menjamin alat rakyat untuk konsolidasi kedudukan hukum
dan politik, untuk mengatur kehidupan bersama dan untuk mencapai cita-citanya dalam bentuk
Negara. Berhubung dengan itu konstitusi di zaman modern tidak hanya memuat aturan-aturan
hukum, tetapi juga merumuskan atau menyimpulkan prinsip-prinsip hukum, haluan Negara, dan
patokan kebijaksanaan, yang kesemuanya mengikat penguasa.

Sementara ini Inggris tidak mempunyai Undang-Undang Dasar, tetapi mempunyai konstitusi
yang secara lengkap memuat aturan-aturan keorganisasian Negara berdasarkan perkembangan
selama kurang lebih delapan abad.Aturan-aturan konstitusional itu tersebar dalam berbagai undang-
undang dan dokumen Negara lainya, hukum adat (common Law), dan konvensi (conventions).
Walaupun Inggris tidak mempunyai Undang-Undang Dasar, Negara ini merupakan model Negara
konstitusional tertua yang tumbuh secara evolusi sejak diterbitkannya magna charta tahun 1215
yang mewajibkan raja menegakkan hukum sebagai hasil perlawanan bersenjata dan tuntutan dari
para bangsawan. Karena itu, Negara inggris menjadi contoh bagi Montesquieu ketika ia mengajarkan
teori pemisahan tiga kekuasaan pemerintahan (trias politica) yang kemudian dirumuskan dalam
Undang-Undang Dasar Amerika Serikat tahun 1787. Dalam hubungan ini Strong menerangkan,
bahwa pemerintahan dalam arti luas harus mempunyai kekuasaan perundang-undangan (legislatif
power), kekuasaan pelaksanaan (eksekutif power), dan kekuasaan peradilan (yudikal power) yang
biasa disebut sebagai tiga bagian pemerintahan dan bersama-sama menjelmakan kedaulatan dalam
Negara modern.

Di dalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional, Undang-


Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian
diharapkan hak-hak warga Negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme.

Menurut Carl J. Friedrich dalam bukunya Constitutional Government and Democracy,


konstitusionalisme ialah:
“merupakan gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang
diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang
diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak
didalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah”.

Cara pembatasan yang dianggap paling efektif ialah dengan jalan membagi kekuasaan.Lebih
lanjut Friedrich mengatakan bahwa dengan jalan membagi kekuasaan, konstitusionalisme
menyelenggarakan suatu system pembatasan yang efektif atas tindakan – tindakan pemerintah.

Pembatsan-pembatasan ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi. Jadi, dalam
anggapan ini, konstitusi mempunyai fungsi yang khusus dan merupakan perwujudan atau
manifestasi dari hukum yang tertinggi (Supremation of Law) yang harus ditaati, bukan hanya oleh
rakyat tetapi oleh pemerintah serta penguasa sekalipun.

Gagasan konstitusionalisme mengandung arti bahwa penguasa perlu dibatasi kekuasaannya


dan karena itu kekuasaanya harus diperinci secara tegas. Pada tahun 1215, Raja John dari Inggris
dipaksa oleh beberapa bangsawan untuk mengetakui beberapa hak merka, yang kemudian
dicantumkan dalam Magna Charta. Dalam Charter of English Liberties ini, Raja John menjamin
bahwa pemungutan pajak tidak akan dilakukan tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, dan
bahwa tidak akan diadakan penangkapan tanpa peradilan . meskipun belum sempurna, Magna
Charta di dunia barat dipandang sebagai permulaan dari gagasan konstitusional isme serta
pengakuan terhadap kebebasan dan kemerdekaan rakyat.

Dalam perkembangan selanjutnya, di Amerika kita saksikan adanya perjuangan untuk


pengakuan hak-hak asasi manusia sepertiadanya Bill of Right yang diproklamirkan pada tahun 1778
oleh Virgina.Di situ dinyatakan bahwa sebenarnya setiap manusia diciptakan bebas dengan dikaruniai
hak-hak yang tidak dapat dirampas atau dienyahkan. Setiap manusia berhak untuk hidup dalam
kesejahteraan dan perdamaian tanpa ketakutan akan dirampas hak miliknya oleh penguasa. Semua
kekuasaan itu sebenarnya berasal dari rakyak. Akan tetapi karena rakyat insyaf jika setiap orang
boleh menggunakan hak-haknya sekehendaknya sendiri tentu akan timbul kekacauan, maka rakyat
menyerahkan sebagian hak-haknya kepada penguasa. Kalau rakyat diperlakukan sewenang-wenang,
maka berdasarkan teori itu, rakyat berhak pula untuk merampas kembali itu dari penguasa.Anggapan
ini dipengaruhi oleh filsafat John Locke tentang teori kontrak social.

Dalam suasana melawan perjuangan melawan kolonialisme Inggris, di Amerika kita saksikan
juga lahirnya Declaration of Independence pada tahun 1776, yang juga merupakan salah satu tulang
punggung hak-hak kebebasan individu.

Di Perancis muncul reaksi atas perlakuan sewenang-wenang dari raja-raja absolut, maka
timbullah revolusi Perancis pada tahun 1789. Perngaruh positif dari adanya tujuan revolusi tersebut,
pada tahun 1789 telah diproklamirkan suatu pernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan rakyat
yang terkenal sebagai declaration des doroits de I’homme et du citoyen. Dengan sendirinya
menunjukkan adanya pembatasan atas kekuasaan raja.

Di Negara-negara komunitas, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi ganda.Di satu pihak


mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah dicapai dalam perjuangan kea rah tercapainya
masyarakat komunis dan merupakan pencatatan formil dan legal dari kemajuan yang telah tercapai.
Di pihak lain, Undang-Undang Dasar memberikan rangka dan dasar hukum untuk perubahan
masyarakat yang dicita-citakan dalam tahap perkembangan berikutnya.
Seperti kata Andrei Y. Vyshinsky, bahwa Undang-Undang Dasar Soviet menggambarkan
perkembangan historis yang telah dijalani oleh Negara Soviet. Sekaligus Undang-Undang Dasar itu
memberikan dasar hukum untuk perkembangan kehidupan kenegaraan selanjutnya.

Dengan demikian jelaslah bahwa Undang-Undang Dasar komunis mengikuti perkembangan ke


arah terbentuknya masyarakat komunis dan diganti setiap kali diciptakan suatu tahap yang lebih
maju.Oleh karena itu adalah sukar untuk mengerti isi dan karakteristik Undang-Undang Dasar Negara
komunis tanpa didahului dengan suatu analisis historis dari perkembangan yang telah dicapai kea rah
terciptanya masyarakat komunis di dalam Negara yang bersangkutan.

Dapat dibedakan dua tahap yang tercermin dalam Undang-Undang Dasar.Tahap pertama ialah,
berhasilnya perebutabn kekuasaan oleh golongan komunis dan diselenggarakannya diktator
ploretariat. Tahap ini di Rusia tercermin dalam UUD 1918, sedangkan di Negara-negara Eropa Timur
hal ini terjadi sesuai sesudah Perang Dunia ll. Pada tahap ini Undang-Undang Dasar dengan jelas
menunjukkan sifat kekarasan dalam rangka menghancurkan masyarakat lama serta membangun
masyarakat baru di atas runtuhan masyarakat lama. Tahap kedua ialah, yang dinamakan tercapainya
kemenangan sosialisme dan dimulainya pembangunan masyarakat komunis.Di Uni Soviet tahap ini
tercapai dalam tahun 1936 dan tercermin dalam UUD 1936.Di Negara-negara komunis Eropa Timur
tahap ini umumnya dicapai dalam decade enam puluhan.

Usaha Negara untuk mencapai tujuan masyarakat negaranya, dalam konstitusi telah ditentukan
masyarakat negaranya, dalam konstitusi telkah ditentukan adanya bermacam-macam lembaga
Negara.Supaya tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan, kedudukan serta tugas dan wewenang
maisng-masing lembaga Negara juga ditentukan.Hal ini berarti adanya pembatasan kekuasaan
terhadap setiap lembaga politik. Pembatasan terhadap lembag-lembaga tersebut meliputi dua hal :

1.Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya.

2.Pembatasan kekuasaan yang berkenan dengan waktu dijalankannya kekuasaan tersebut.

Pembatasan kekuasaan dalam arti isi mengandung arti, bahwa dalam konstitusi ditentukan

tugas serta wewenang lembaga-lembaga Negara. Bahkan terhadap lembaga Negara yang mempunyai
kedudukan dan peranan penting dalam usaha pencapaian tujuan Negara, dalam hal ini pemerintah,
masih mendapat pengawasan dari lembaga/permusyawaratan rakyat.

Pembatasan dalam arti kedua adalah pembatasan kekuasaan mengenai waktu kekuasaan itu
dapat dijalankan.Hal ini berkenan dengan masa jabatan masing-masing lembaga Negara atau
pejabatnya dalam menjalankan kekuasaannya.Dengan demikian dalam waktu-waktu yang telah
ditentukan harus dilakukan penggantian atau pembaharuan si pejabat.

Secara spesifik C.F Strong memberikan batasan-batasan tentang tujuan suatu konstitusi dalam
Negara,yakni : Are to Limit the arbitrary action of the government, to quarantee the rights of the
governed and to define the operation of the sovereign power.

Pada prinsipnya tujuan konstitusi adsalah untuk membatasi kesewenangan tindakan


pemerintah,untuk menjamin hak-hak yang diperintah,untuk membatasi kesewenangan tindakan
pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan
yang berdaulat. Pendapat yang hamper sama disampaikan oleh Loewenstein di bdalam
bukunya Political Power and the Governmental Proce’s. bahwa konstitusi itu suatu sarana dasar
untuk mengawasi proses-proses kekuasaan. Oleh karena itu, setiap konstitusi senantiasa mempunyai
dua tujuan :
1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik,

2. Untuk membebaskan kekuasaan dari control mutlak para penguasa, serta menetapkan bagi para
penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka.

Antara sejarah konstitusi, pengertian konstitusi, materi muatan konstitusi, fungsi dan tujuan
konstitusi harus dipahami secara holistik. Karena pada saat seseorang berbicara tentang konstitusi ,
pada dasarnya ia berusaha mengetahui system pemerintahan/system politik suatu Negara pada
umumnya dapat dilihat dalam hukum dasarnya, mekanisme kerja lembaga-lembaga Negara, dan
batasan-batasannya, sekaligus jaminan atas hak asasi manusia dan hak asasi sebagai warga Negara.
Sehingga belumlah cukup bagi orang yang memahami konstitusi hanya dengan menghafalkan
pengertiannya tanpa mengetahui latas belakang historis lahirnya konstitusi suatu Negara.

2.4. Faktor-Faktor Daya Ikat Konstitusi


Mengawali pembahasan ini, ada suatu permasalahan yang memerlukan alternative jawaban
konkret yaitu berangkat dari pertanyaan sederhana, factor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
warga Negara menaati suatu konstitusi? Mungkin alternative jawabannya banyak, namun perlu
dibatasi dengan menggunakan tiga jalur pendekatan yaitu pendekatan jalur hukum, aspek politik,
dan aspek moral. Sebelum membahas lebih lanjut, ada baiknya diketahui terlebih dahulu apa itu
warga Negara?

Warga Negara adalah penduduk sebuah Negara atau bangsa yang berdasarkan keturunan,
tempat lahir, dan atau orang-orang lain (bangsa lain) yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga warga Negara yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga negara
dalam suatu Negara tertentu. Sedangkan pengertian tentang Negara itu sendiri san gat beraneka
ragam. Di antaranya, Megara didefenisikan sebagai suatu susunan kelas atau organisasi satu kelas
yang terdiri atas kelas-kelas lain.definisi yang lain lagi ialah “ satu-satunya organisasi yang mengatasi
kelas-kelas dan mewakili masyarakat sebagai satu keutuhan.”

Berdasarkan pada rumusan diatas, maka yang dapat digolongkan sebagai warga Negara ialah
penduduk asli dan atau orang asing yang dinyatakan secara sah oleh undang-undang sebagai warga
Negara baik yang meduduki jabatan sebagai alat kelengkapan Negara maupun rakyat biasa.

Setelah menemukan rumusan arti “Warga Negara” sampailah pada pembahasan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi ketaatan warga Negara terhadap konstitusi.

1. Pendekatan dari Aspek Hukum


Menurut K. C. Wheare, kalau berangkat dari aliran positivisme hukum maka konstitusi itu
mengikat sebab ditetapkan oleh badan yang berwenang membentuk hukum dan konstitusi itu dibuat
untuk dan atas nama rakyat (yang di dalamnya sarat dengan ketentuan sanksi yang diatur lebih lanjut
dalam undang-undang organik).

Apabila dilihat dari prinsip-prinsip wawasan negara berdasarkan hukum (rechsstaat) sebagaimana
dikatakan oleh Zippelius, konstitusi merupakan alat untuk membatasi kekuasaan negara,
penyelenggaraan yang didasarkan pada undang-undang, dan adanya pengawasan yudisial terhadap
penyelenggaraan pemerintah.
Berbicara tentang esensi hukum positif (rechtsstat), inklusif di dalam pemahaman tentang konstitusi
sebagai hukum formal yang terlembagakan oleh alat-alat negara dan sekaligus sebagai hukum dasar
tertinggi sehingga konstitusi akan selalu mengikat warga negara.

2. Pendekatan dari Aspek Politik


Dengan adanya pendekatan politis maka hukum adalah produk politik yang telah menjadikan
badan konstituante (lembaga lain yang ditunjuk) sebagai badan perumus dan pembuat konstitusi
suatu negara, kemudian peran tersebut dilanjutkan oleh lembaga legislatif sebagai pembuat undang-
undang.

Proses yang dilakukan oleh dua badan tersebut merupakan kristalisasi dan atau produk politik
sehingga produk politik yang berupa konstitusi atau segala macam peraturan perundang-undangan
mempunyai daya ikat pemberlakuannya bagi warga negara.

Kemudian hubungan antara hukum dan kekuasaan telah terimplementasikan dalam konstitusi baik
dalam pengertian hukum dasar tertulis maupum hukum dasar tidak tertulis yang pada dasarnya telah
membatasi tindakan penguasa yang memaksa warga negara untuk menaatinya.

3.Pendekatan dari Aspek Moral

Moral adalah pengaturan perbuatan manusia sebagai manusia tinjau dari segi baik buuknya
dipandang dari hubungan dari tujuan akhir hidup manusia berdasarkan hukum kodrati.Dalam
pelaksanaan moral tidak perna dapat dipaksakan.Moral menuntuk dari kita kepatuhan penyerahan
diri secara mutlak.Moral tidak mengenal tawar menawar, menuntuk ketaatkan secara mutlak. Tetapi
moral tidak mengenal aparat atau sarana untuk menuntut dari kita manusia supaya kita
melaksanakan apa yang dipinta oleh moral. Moral tidak dapat melembaga.Disampng itu moral
menuntut bukan hanya perbuatan lahirriya manusia.Melainkan juga sikap batin manusia. Manusia
secara total sebagai pribadi maupun sebagai makhluk social tunduk kepada norma moral.

Paul Scholteen menambahkan bahwa keputusan moral adalah otonom/ teonom.Barangkali


yang dimaksud dengan teonom adalah hukum abadi.Yakni kehendak ilahi yang mengarahkan segala
ciptaannya kearah tujuan mereka.Sebagai landasan yang terdalam dari segala hukum dan
peraturan.dalam moral juga dikenal sanksi, tapi tidak bersifat lahiriyah melainkan bersifat batinniyah,
seperti rasa malu, menyesal, dan kaarena orang yang melanggar moral merasa dirinya tidak tenang
dan tidak tentram.Disinilah esensi tujuan moral nyaitu untuk mengatur hidup manusia sebagai
manusia, tanpa pandang bulu, tanapa pandang suku, agama, dan tidak mengenala rasial.Mengenal
daya berlakunya, moral tidak terikat pada waktu tertentu dan juga tidak tergantung pada tempat
tertentu.

Otoritas konstitusi kalau di pandang dari segi moral sama halnya dengan pandangan aliran
hukum alam, nyaitu mempunyai daya ikat terhadap warga negara, karena penetapan konstitusi juga
didasarkan pada nilai-nilai moral. Lebih tegas lagi seperti dikatakan dimuka bahwa konstitusi sebagai
landasan fundamental tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai universal dari etika moral.

Dua sarjana kenamaan juga memberikan tesisnya yang mendukung pernyataan diatas, menurut
K.C. Wheare.Konstitusi mengklaim diri mempunyai otoritas dengan dasar moral.William H. Hewet
dalam pendiriannya menyatakan bahwa masih ada hukum yang lebih tinggi diatas konstitusi yaitu
moral.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Istilah konstitusi berasal dari bahasa prancis (constituer) yang berarti membentuk. Pemakaian istilah
konstitusi yang dimaksud ialah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu
negara. Konstitusi berkembang sejak jaman yunani kuno sampai berlakunya konstitusi modern.

Konstitusi mempunyai kedudukan dan Fungsi Konstitusi dokumen nasional yang mengandung
perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan, budaya,
ekonomi, kesejahteraan dan aspek fundamental yang menjadi tujuan Negara sebagai hukum dasar.
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak
rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.

Faktor-faktor daya ikat konstitusi dapat dilihat melalui beberapa pendekatan yaitu :Pendekatan dari
aspek hukum, Pendekatan dari aspek Politik, Pendekatan dari aspek moral ( Sosiologis )

3.2. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian.
Apabila terdapat saran maupun kritik yang sekiranya ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada
kami. Apabila terdapat kesalahan mohon untuk memaafkan, kami manusia tak ada yang sempurna
maupun luput dari kesalahan.

Anda mungkin juga menyukai