Anda di halaman 1dari 67

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sumber daya air merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat
hidup orang banyak yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-
besar kemakmuran ralgratPerencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk
menentukan tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam
rangka mencapai tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air. Rencana Pengelolaan
Sumber Daya Air adalah hasil Perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang
diperlukan untuk menyelenggarakan Pengelolaan Sumber Daya Air (UU RI
No.17/2019).

Berdasarkan pada PERMENKES (No.492/MENKES/Per/IV/2010), Air minum adalah


air yang melalui proses pengolahan atau tanpa melalui proses pengolahan yang
memenuhi syarat dan langsung dapat diminum. Untuk menjaga atau mencapai
kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan
tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau
pengendalian.
Menurut Annisa (2018) Jenis-jenis sarana penyediaan air minum:
a. Sistem Perpipaan
Merupakan sarana penyediaan air minum/bersih dilengkapi dengan sistem
distribusi sampai unit pelayanan. Melayani pelanggan di rumah/tempat tinggal
melalui jaringan perpipaan dan sambungan langganan, hidran umum, dan kran
umum. Sarana penyediaan dengan sistem perpipaan digunakan untuk
masyarakat yang berkelompok, umumnya di daerah perkotaan, ibukota
kecamatan dan sebagian daerah perdesaan.
b. Sistem non Perpipaan
Merupakan sarana penyediaan air minum/ bersih tidak dilengkapi dengan
jaringan distribusi dan unit pelayanan, digunakan untuk kelompok terbatas,
umumnya di daerah perdesaan dan secara individu dan tidak dikelola secara
komersil. Seperti sumur gali (SGL), penampungan air hujan (PAH), sumur
pompa tangan (SPT).
2.2 Sumber Air
Sumber air baku yang digunakan harus ditentukan sebaik mungkin dengan
mempertimbangkan sejauh mana kapasitas sumber dapat memenuhi kebutuhan
konsumen, persyaratan yang harus dipenuhi serta tidak merusak kelestarian
sumber. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Sumber air dibagi
menjadi 4 kelompok, yakni air permukaan, air tanah, air hujan dan mata air:
1. Air permukaan
Air permukaaan merupakan sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan air bersih bahkan air minum. Air
permukaan kualitasnya tergantung pada sumber air dan aktivitas pencemar
yang ada disekitarnya dan apabila dijadikan sebagai sumber air minum
maka perlu dilakukan pengolahan kualitas air sebelum didistribusikan ke
konsumen. Data kualitas air permukaan diambil dalam periode waktu 5-10
tahun, yang kemudian di evaluasi dan dinilai kondisi fisik, kimia,
mikrobiologi dan karakteristik radiologisnya serta kemungkinan
terkontaminasinya air oleh tumpahan bahan kimia dan limbah radioaktif
baik dari masa sekarang maupun masa yang akan datang. Syarat yang harus
dipenuhi oleh air permukaan untuk dapat dijadikan sumber air baku adalah:
a) Kapasitas yang dapat diambil untuk jangka waktu satu tahun lebih
besar dari pada jumlah kebutuhan air bersih dalam satu tahun atau
debit aliran rata-rata sungai lebih besar dari pada pemakaian air rata-
rata.
b) Kapasitas minimum sumber lebih besar dari pada kebutuhan
maksimum per hari. Jika syarat pertama dipenuhi sedangkan syarat
kedua tidak, maka harus dibuat reservoir.

Keberadaan air permukaan ini dipengaruhi oleh fluktuasi dimusim hujan


dan kemarau. Adapun beberapa jenis air permukaan seperti:
a) Sungai
Ketersediaan air sungai sifatnya sangat kontinu sehingga dapat
disimpan sewaktu banjir
b) Danau
Pada dasarnya kualitas air danau lebih baik jika dibandingkan dengan
air sungai dan pengolahannya tidak terlalu banyak
c) Air Laut
Air laut mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCl. Kadar
garam dalam air laut kurang lebih 3%. Dengan keadaan ini, maka air
laut tidak memenuhi syarat untuk air minum apabila belum diolah
terlebih dahulu. Air laut jarang digunakan sebagai air baku untuk air
minum karena pengolahan untuk menghilangkan kadar garamnya
membutuhkan biaya yang cukup besar.
2. Air tanah
Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut. Air tanah
bebas dari polutan karena berada dibawah permukaan tanah. Tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa air tanah tidak dapat tercemar oleh zat-zat
yang mengganggu kesehatan seperti kandungan Fe, Mn, kesadahan yang
terbawa oleh aliran permukaan tanah.
Dari segi kuantitas, apabila air tanah dipakai sebagai sumber air baku air
bersih sebenarnya cukup relatif. Tetapi bila dilihat dari segi kontinuitasnya,
maka pengambilan air tanah harus dibatasi, karena dikhawatirkan
pengambilan yang secara terus-menerus akan menyebabkan penurunan
muka air tanah. Kelebihan air tanah dibandingkan air permukaan adalah:
a) Lebih bersih dan alamiah
b) Tersedia ditempat pengguna, tidak perlu biaya transmisi
c) Berfungsi sebagai reservoir bawah tanah dan tidak perlu biaya
instalasi reservoir.
Air tanah berdasarkan kedalamannya dibagi menjadi dua jenis, yaitu (Al Layla,
1978):
a)Air tanah dangkal
Air tanah dangkal (phreatic), umummnya berasosiasi dengan aquifer tak
tertekan, yakni yang tersimpan dalam aquifer dekat permukaan hingga
kedalaman 15-40m. Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan
air dari permukaan tanah. Sifat air tanah dangkal relatif jernih tetapi banyak
mengandung zat kimia berupa garam-garam yang terlarut, karena proses
peresapannya melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia
tertentu pada masing-masing lapisan tanah. Air tanah dangkal banyak
dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber air minum melalui sumur-sumur
dangkal.
b)Air tanah dalam
Air tanah dalam adalah air tanah yang terletak diantara dua lapisan kedap
air. Air tanah dalam, umumnya berasosiasi dengan aquifer tertekan, yakni
tersimpan dalam aquifer pada kedalaman lebih dari 40m. Pada umumnya
kualitas air tanah dalam lebih baik daripada air tanah dangkal, karena
penyaringannya lebih sempurna, dan bebas bakteri.
Peranan air tanah sebagai kontribusi terhadap air permukaan sangat penting,
dimana mendukung aliran sebagian besar air permukaan pada musim
kemarau.

3. Air Hujan
Air hujan kuantitasnya tidak terbatas, tetapi tidak bisa digunakan sebagai
sumber air baku karena sifatnya yang tidak kontinu/ terus-menerus tersedia,
dan juga dari segi kualitas kandungan mineralnya kurang, sehingga hanya
digunakan untuk sistem individual. Dalam keadaan murni air hujan sangat
bersih, namun karena adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh
kotoran-kotoran industri atau debu, maka untuk menjadikan air hujan
sebagai air minum hendaknya melakukan proses pengendapan terlebih
dahulu. Selain tu air hujan juga memiliki sifat yang korosif.

4. Mata Air
Mata air merupakan suatu tempat di daratan Bumi yang dapat mengeluarkan
pancaran air yang berasal dari dalam bumi atau dari tanah maupun dari
pegunungan. Mata air yang berasal dari air tanah dalam, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan kualitas maupun kuantitasnya sama dengan
keadaan air dalam.

Berikut adalah perbandingan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas masing


masing sumber air :
Tabel 2. 1 Perbandingan Sumber Air
Sumber Kualitas Kuantitas Kontiniutas
Sedikit terpolusi Tidak memenuhi
Tidak dapat terus
Air Hujan oleh polutan untuk persediaan
menerus diambil
percemar udara umum
Air Permukaan Tidak baik Dapat diambil
Mencukupi
karena tercemar terus menerus
Pengambilan dibatasi
Air Tanah Tidak baik
Relatif cukup akibat intrusi air
Dangkal (<10m) karena tercemar
laut
Pengambilan dibatasi
Air Tanah
Cukup baik Relatif cukup akibat
Dalam (>60m)
intrusi air laut
Tidak terus
Mata Air Sangat baik Tidak Mencukupi
menerus diambil
Sumber: Bahan Ajar System Penyediaan Air Bersih

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor


27 tahun 2016, perencanaan sistem penyediaan air minum harus memenuhi tiga
aspek utama dalam pelaksanaannya yaitu aspek kualitas, kuantitas dan
kontiunitas.

2.3 Metode Penentuan Kebutuhan Air


Kebutuhan air adalah jumlah air yang dibutuhkan secara wajar untuk
pemenuhan kebutuhan pokok manusia dan kegiatan lainnya yang membutuhkan
air. Banyak tidaknya pemakaian air ini dipengaruhi oleh beberapa faktor (Al-
Layla, 1977), antara lain :
1. Populasi;
2. Iklim;
3. Kebiasaan dan cara hidup;
4. Sawerage system;
5. Sistem penyaluran air minum;
6. Industri;
7. Tarif atau harga air.
Dalam perencanaan sistem pengolahan air minum ada beberapa faktor yang
berpengaruh pada perhitungan kebutuhan air (Al-Layla, 1977), yaitu antara lain :
1. Proyeksi penduduk;
2. Kebutuhan air sepanjang sistem;
3. Fluktuasi pemakaian air;
4. Kebutuhan air untuk pemadam kebakaran.
Data pendukung lainnya, seperti daerah pelayanan, tata guna lahan, dan
keadaan sosial ekonomi.

2.2.1 Persyaratan Kualitas Air


Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Permenkes No.
492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air minum bagi
kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi, dan
radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan.

Tabel 2.2 Parameter Kualitas Air Minum


Parameter Satuan Kriteria Mutu Air
Berdasarkan Kelas I
Fisika
o
Temperature C
Residu Terlarut mg/L 1000
Residu tersuspensi mg/L 50
Kimia Anorganik
pH 6-9
BOD mg/L 2
COD mg/L 10
DO mg/L 6
Total Fosfat Sebagai P mg/L 0.2
NO3 sebagai N mg/L 10
NH3-N mg/L 0.5
Arsen mg/L 0.05
Kobalt mg/L 0.2
Barium mg/L 1
Boron mg/L 1
Selenium mg/L 0.01
Kadmium mg/L 0.01
Khrom (VI) mg/L 0.05
Tembaga mg/L 0.02
Besi mg/L 0.3
Timbal mg/L 0.03
Kesadahan (CaCO3)* mg/L 500
Fisika
Mangan mg/L 0.1
Air Raksa mg/L 0.001
Seng mg/L 0.05
Khlorida mg/L 600
Sianida mg/L 0.02
Flourida mg/L 0.5
Nitrit sebagai N mg/L 0.06
Sulfat mg/L 400
Khlorin Bebas mg/L 0.03
Belerang sbagai H2S mg/L 0.002
Kekeruhan* NTU 5
Warna* TCU 15
Mikrobiologi
Fecal Coliform Jml/100 ml 100
Total Coliform Jml/100 ml 1000
Sumber: Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, *Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 tahun
2010

2.2.2 Persyaratan Kuantitas Air


Persyaratan kuantitas dalam penyediaan air minum ditinjau dari banyaknya
air baku yang tersedia. Artinya air baku tersebut dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan kebutuhan daerah dan jumlah penduduk yang
akan dilayani. Persyaratan kuantitas juga dapat ditinjau dari standar debit air
minum yang dialirkan ke konsumen sesuai dengan jumlah kebutuhan air minum.
Syarat kuantitas air minum artinya air minum harus memenuhi standar yang
disebut standar kebutuhan air.
2.2.3 Persyaratan Kontinuitas Air
Dalam penyedian air bersih tidak hanya berhubungan dengan kualitas dan
kuantitas saja, tetapi dari segi kontinuitas juga harus mendukung. Dimana air
harus bisa tersedia secara kontinu meskipun di musin kemarau selama masa
perencanaan.
Kontinuitas dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari
atas setiap diperlukan, kebutuhan air harus tersedia. Pemakaian air dapat
diprioritaskan, yaitu minimal 12 jam per hari pada jam-jam aktiftas kehidupan.
Jam aktifitas adalah pukul 06.00 sampai dengan 18.00. Sistem jaringan perpipaan
dirancang untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Kecepatan dalam pipa
tidak boleh lebih dari 0,6 - 1,2 m/dt. Ukuran pipa pun tidak melebihi dimensi yang
diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus tercukupi.
Analisis jaringan pipa distribusi, maka ditentukan dimensi atau ukuran pipa
yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar
kualitas aliran terpenuhi.

2.3 Analisis Kebutuhan Air Minum


Suatu perencanaan kebutuhan penyediaan air minum sebuah kota
dipengaruhi oleh keadaan sosial, ekonomi, potensi daerah, angka kelahiran,
angka kematian, perpindahan penduduk, dan perencanaan kota itu sendiri.
Sebelum menghitung kebutuhan air bersih, sebaiknya kita memperhatikan
standar pemakaian air untuk setiap peruntukannya sebagai standar acuan
kebutuhan air bersih pada setiap aktifitas atau kegiatan.
Menurut Al-Layla (1978), pembagian kebutuhan air dapat diklasifikasikan
antara lain :
1. Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan air minum untuk rumah tangga
yang dihitung berdasarkan jumlah penduduk tahun perencanaan.
2. Kebutuhan non domestik merupakan Kebutuhan non domestik adalah
kebutuhan air minum selain untuk keperluan rumah tangga air minum.
Misalnya untuk perkantoran, perdagangan serta fasilitas sosial serta
pelayanan jasa umum lainnya.
3. Kebutuhan air untuk cadangan pemadam kebakaran adalah kebutuhan air
untuk cadangan apabila terjadi kebakaran, sehingga apabila terjadi
kebakaran debit air untuk kebutuhan konsumen tidak mengalami gangguan.
4. Kehilangan air pada sistem penyediaan air minum adalah sejumlah air yang
hilang dari sistem. Besarnya kebutuhan air akibat kebocoran dan kehilangan
air cukup signifikan. Kebocoran dan kehilangan air ini dapat disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu :
a. Kesalahan dalam pembacaan meteran
b. Adanya sambungan tanpa izin (illegal tapping)
c. Adanya kebocoran dalam sistem penyediaan air minum itu sendiri.

Tabel 2.3 Standar Kebutuhan Air


Uraian Standar Kebutuhan
Konsumsi Unit (SR) 1
Jumlah penduduk >20000 120 l/o/h
Jumlah penduduk <20000 60 /l/o/h
Konsumsi unit non domestik (%) 2 15% dari kebutuhan domestik
2
Kehilangan air 15% dari kebutuhan total
Hidran kebakaran 3 5% dari kebutuhan domestik
Faktor maksimum 4 1,1 - 1,5
Faktor jam puncak 1,15 – 3
Sumber: 1 Direktorat Jendral Cipta Karya, 2015 2 Permen PU No. 18/PRT/M/2007
3
SNI 19-6728.1-2002 4 Permen PU No. 27/PRT/M/2016

2.3.1 Metode Perhitungan Proyeksi Penduduk


Prediksi jumlah penduduk di masa yang akan datang sangat penting dalam
memperhitungkan jumlah kebutuhan air minum di masa yang akan datang.
Prediksi ini didasarkan pada laju perkembangan kota dan kecenderungannya,
arahan tata guna lahan serta ketersediaan lahan untuk menampung perkembangan
jumlah penduduk.
Dengan memperhatikan laju perkembangan jumlah penduduk masa lampau,
maka metode statistik merupakan metode yang paling mendekati untuk
memperkirakan jumlah penduduk di masa mendatang. Ada beberapa metode yang
dapat digunakan untuk menganalisa perkembangan jumlah penduduk di masa
mendatang yaitu :
a. Metode Aritmatika/ Linear
b. Metode Logaritma
c. Metode Eksponensial
d. Metode Geometri

a. Metode Aritmatika/ Linear


Metode ini didasarkan pada angka kenaikan penduduk rata-rata setiap
tahun. Metode ini digu nakan jika data berkala menunjukkan jumlah
penambahan yang relatif sama setiap tahunnya. Kriteria pemakaian metode
proyeksi penduduk ini adalah :
1. Pertambahan penduduk relatif konstan
2. Grafik pertambahan penduduk linear
3. Cocok digunakan untuk kota tua yang sangat luas
4. Atau kota kecil dimana tidak terdapat industri dan daerah agraris

Persamaan umumnya adalah (Al-layla, 1978):


Y = a + bX
( ΣYi ) ( ΣXi )2− ( ΣXI ) ( ΣXiYI )
a=
n ( ΣXi 2 )− ( ΣXi )
2

n ( ∑ Xi Yi )− ( ∑ Xi )
( ∑ Yi )
b= 2
n ( ∑ Xi2 )−( ∑ Xi )

Dimana: Y = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke-n;


X = Nilai independen, bilangan yang dihitung dari tahun
ketahun;
a = Konstanta;
b = Koofisien arah garis (gradien) regresi linier
n = Banyak data

2. Metode Logaritma
Metode ini didasarkan pada pertambahan penduduk rata-rata tahunan.
Persamaan umumnya (Al-layla, 1978):
Y = a.bx
Persamaan di atas dapat dikembalikan kepada model linier dengan
mengambil logaritma napirnya (ln), dimana:

Y = a + b.lnX

Apabila diambil X’ = ln X, maka diperoleh bentuk linier Y = a + b.X’,


dengan mengganti nilai X = ln Xi.

a=
∑ Yi−b×(∑ Ln( Xi ))
n

b=
[ n×( ∑ Ln (Xi )×Yi )−( ∑ Ln( Xi ))×( ∑ Yi )
n×( ∑ (Ln Xi)2 )−( ∑ Ln Xi )2 ]
Dimana: Y = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke – n;
X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun
awal;
A = Konstanta;
B = Koefesien arah garis (gradien) regresi linier;
n = Banyak data

3. Metode Eksponensial
Metode ini juga mengacu pada tingkat pertumbuhan penduduk tiap
tahunnya. Persamaannya adalah (Al-layla, 1978):

Y = c dx

∑ lny−b (∑ x )
2

Ln a=
n

n ( ∑ x ln y ) − ( ∑ x ∑ ln y )
b= 2
n ( ∑ x2 ) − ( ∑ x )

Dimana: x = Jumlah tahun dari tahun 1 sampai tahun ke-n;


Y = Jumlah penduduk;
n = Jumlah data;
c = 10a;
d = 10b.

4. Metode Geometri (Power)

Metode ini didasarkan pada ratio pertambahan penduduk rata-rata tahunan.


Sering digunakan untuk meramal data yang perkembangannya melaju sangat
cepat. Pertumbuhan penduduk di plot pada semilog.
1. Didasarkan atas ratio penduduk rata-rata tahun yang sama
2. Kota sedang berkembang
3. Jika digunakan untuk kota muda dengan pertumbuhan industri yang cepat
maka hasilnya akan over estimate.
Persamaan umumnya adalah (Al-layla, 1978):

Y = a.Xb

Persamaan di atas dapat dikembalikan kepada model linier dengan


mengambil logaritma napirnya (ln). Persamaannya adalah:

ln Y = ln a + b.ln X

Dan persamaan tersebut linier dalam ln X dan ln Y.

Ln a=
∑ Ln Yi−b( ∑ Ln (Xi ))
n

n( ∑ (Ln Xi×LnYi ))−(( ∑ Ln (Xi )×( ∑ Ln Yi ))


b =
n ( ∑ Ln Xi2 )−( ∑ ln( Xi ))2

Dimana: Y = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke – n;


X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal;
A = Konstanta;
b = Koefesien arah garis (gradien) regresi linier;
n = banyaknya data.
Pemilihan metode proyeksi dilakukan dengan menghitung standar deviasi
(simpangan baku) dan koefisien korelasi.
Rumus standar deviasi:


n( ∑ xi )−( ∑ xi )
2 2
S=
n( n−1)

Rumus Koefisien Korelasi:

r =±
√ 1−
∑ ( y i − y ' )2
∑ ( y i− ȳ )2
Dimana:
xI = P – P’
yI =P = Jumlah penduduk awal
ȳ = Pr = Jumlah penduduk rata-rata

y’ = P’ = Jumlah penduduk yang akan dicari

a. Nilai Korelasi ( r )
Pertimbangan untuk pemilihan proyeksi penduduk berdasarkan nilai
koefisien korelasi diambil dari pernyataan seberapa dekat hubungan antar
variabel X dan Y, dalam pengambilan pernyataan nilai korelasi ini digunakan
pernyataan yang menyatakan r = 1 atau mendekati 1, karena angka-angka
tersebut diperkirakan mempunyai hubungan yang sempurna antara X dan Y.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Kategori Penilaian Koefisien Korelasi


Nilai r Pernyataan
r = -1 Adanya hubungan linier yang tidak langsung antar variabel
X dan Y.
r=0 Tidak adanya hubungan antara X dan Y atau hubungn X
dan Y sangat lemah.
r=1 Adanya hubungan linier sempurna secara langsung antara X
dan Y.
Sumber : Metode Statistik, Yusuf R. 2005

Koefisien korelasi

R=
[ n×( ∑ XY ) ]− [ ( ∑ X )×( ∑ Y ) ]
√ [ n( ∑ X 2
)−( ∑ X )
2
] ×[ n ( ∑ Y 2 2
)−( ∑ Y ) ]

b. Nilai Standar Deviasi (SD)


Kriteria pemilihan nilai standar deviasi (SD) yang akan dijadikan sebagai
metode yang terpilih untuk perhitungan proyeksi penduduk pada tahun
berikutnya adalah metode yang memiliki nilai standar deviasi paling kecil
karena standar deviasi digunakan untuk menghomogenkan data, maka dari itu
nilai standar deviasi dipilih nilai yang paling kecil (Yusuf R. 2005).

Standar Deviasi (SD)

SD=
√ ∑ ( y 1 −Y n ) 2
n−2
Dimana :
SD = Standar deviasi
Yi = Penduduk awal tahun
Yn = Jumlah penduduk pada waktu n tahun mendatang

Dengan adanya nilai r dan SD dari ketiga metode di atas, maka harus
dipilih salah satu dari metode tersebut untuk digunakan pada perhitungan
selanjutnya yaitu untuk menghitung proyeksi penduduk daerah pelayanan
sampai tahun perencanaan.
Pemilihan metode tersebut dengan pertimbangan pada :
1. Koefisien (r) harus bernilai 1 atau -1 dan atau mendekati keduanya.
2. Standar deviasi (SD) harus yang paling kecil. Karena nilai standar deviasi
yang kecil menunjukan bahwa data yang didapat dari proyeksi tidak berbeda
jauh dengan data aslinya.

2.3.2 Fluktuasi kebutuhan air


Kebutuhan air tidak selalu sama untuk setiap saat tetapi akan berfluktuasi.
Fluktuasi yang terjadi tergantung pada suatu aktivitas penggunaan air dalam
keseharian oleh masyarakat. Fluktuasi pemakaian air terjadi karena adanya:
a. Perbedaan pemakaian air dari tahun ke tahun;
b. Perbedaan pemakaian air dari bulan ke bulan (tahunan);
c. Perbedaan pemakaian air dalam satu jam;
d. Perbedaan pemakaian air dalam satu hari.
Pada umumnya kebutuhan air dibagi dalam tiga kelompok :
1. Kebutuhan rerata
2. Kebutuhan harian maksimum
3. Kebutuhan pada jam puncak
Dalam fluktuasi pemakaian air terdapat 4 macam pengertian dasar yaitu (Al-layla,
1978):
1. Pemakaian rata-rata perhari
a. Pemakaian rata-rata dalam sehari;
b. Pemakaian setahun dibagi 365 hari.
2. Pemakaian sehari terbanyak
a. Pemakaian terbanyak pada suatu hari dalam satu tahun;
b. Qmax = Qrata-rata x Fd, dimana Fd = 1,1 - 1,7;
c. Qmax mempengaruhi sistem PAM dalam penentuan kapasitas maksimum
sistem dan sistem transmisi.
3. Pemakaian sejam rata-rata
a. Pemakaian rata-rata dalam satu jam;
b. Pemakaian sehari dibagi 24 jam.
c. Kebutuhan pada jam puncak = (1,15- 3,00) x Qtotal
4. Pemakaian sistem terbanyak
a. Pemakaian terbanyak sejam dalam satu hari;
b. Qpuncak = Qrata-rata x Fh, dimana Fh = 1,5 – 3;
c. Qpuncak terjadi karena pemakaian air yang bersamaan pada suatu saat
tertentu.
Kebutuhan maksimum adalah jumlah pemakaian terbanyak dalam satu
hari dalam satu tahun. Biasanya faktor maksimum berkisar antara 1,1 sampai
dengan 1,7. Sedangkan kebutuhan puncak adalah jumlah pemakaian air terbanyak
dalam sejam dalam satu hari dengan faktor puncak berkisar antara 1,5 sampai 3.

2.4 Perencanaan Teknik Penyediaan Air Minum


2.4.1 Intake
Dalam perencanaan Teknik penyediaan air minum adanya bangunan
penangkap air yang disebut dengan Intake. Intake adalah suatu konstruksi yang
berguna untuk mengambil air dari sumber air di permukaan tanah seperti
reservoir, sungai, danau atau kanal. Konstruksi intake disesuaikan menurut
konstruksi bangunan air, dan umumnya secara kualitas airnya kurang baik namun
biasanya secara kuatitas airnya cukup banyak. Bangunan Intake terdiri dari 4
(empat) macam yaitu :
1. Reservoir Intake (Intake Tower)
Intake Tower terletak pada bagian pelimpahan atau dekat sisi bendungan.
Pondasi menara (tower) terpisah dari bendungan dan dibangun pada bagian
hulu. Menara terdiri atas beberapa inlet yang terletak pada ketinggian yang
bervariasiuntuk mengantisipasi fluktuasi tinggi muka air dapat mengalir secara
gravitasi ke fasilitas penjernihan air, maka intake tower tidak diperlukan.
Gambar 2.1 Reservoir Intake
Sumber :Nelwan, 2013.

2. River Intake
River Intake terdiri atas sumur beton berdiameter 3 – 6 m yang dilengkapi
2 atau lebih pipa besar yang disebut penstock. Pipa-pipa tersebut dilengkapi
dengan katup sehingga memungkinkan air memasuki intake secara berkala.
Air yang terkumpul dalam sumur kemudian dipompa dan dikirim kedalam
instalasi pengolahan. River Intake terletak pada bagian hulu kota untuk
menghidari pencemaran oleh air buangan.

Gambar 2.2 River Intake


Sumber : Nelwan, 2013.

3. Lake Intake
Lake Intake terdiri atas satu atau lebih pipa bell-mouthed yang dipasang di
dasar danau. Bell-mouthed ditutup dengan saringan (screen). Sebagai
penyangga pipa dibuat jembatan yang menghubungkan pipa dari danau
menuju tempat pengolahan air.

Gambar 2.3 Lake Intake


Sumber: Nelwan, 2013.

4. Canal Intake
Canal Intake terdiri atas sumur beton yang dilengkapi dengan pipa bell-
mouthed yang terpasang menghadap ke atas. Terdapat saringan halus pada
bagian atas untuk mencegah masuknya ikan-ikan kecil dan benda-benda
terapung. Ruangan juga dilapisi dengan saringan dari kerikil.

Gambar 2.4 Canal Intake


Sumber :Nelwan, 2013.

A. Komponen Intake
Beberapa hal dibawah ini merupakan komponen dari suatu intake, yaitu:
1. Bangunan sadap
Bangunan ini berfungsi untuk mengefektifkan air masuk menuju sumur
pengumpul.
2. Sumur pengumpul (sump well)
Waktu detensi pada sumur pengumpul setidaknya 20 menit atau luas area
yang cukup untuk pembersihan. Dasar sumur minimal 1 m dibawah dasar
sungai atau tergantung pada kondisi geologis wilayah perencanaan.
Konstruksi sumur disesuaikan dengan kondisi sungai dan setidaknya terbuat
dari beton dengan ketebalan minimal 20 cm atau lebih tebal.
3. Screen
Screen terdapat pada inlet sumur pengumpul berfungsi untuk
menyaringpadatan atau bentuk lainnya yang terkandung dalam air baku.
Penyaringan kasar (screening) dimaksudkan untuk menyaring benda-benda
kasar terapungatau melayang di air agar tidak terbawa ke dalam unit
pengolahan. Contoh benda – benda kasar yaitu daun, plastik, kayu, kain, botol
plastik, bangkai binatang, dan sebagainya. Screening biasanya menjadi bagian
dari suatu bangunan penyadap air yang terdiri atas batang-batang besi yang
disusun berjajar/paralel (selanjutnya disebut screen). Screening juga sering
ditempatkan pada saluran terbuka yang menghubungkan sungai (sumber air)
menuju ke bak pengumpul.
Dalam pengoperasiannya, air akan mengalir melalui bukaan (space) di
antara batang besi. Bila air membawa benda kasar, maka benda ini akan
tertahan oleh besi berjajar tersebut. Benda kasar yang tetahan dalam batang –
batang screen akan menurunkan luas bukaan sehingga menghambat laju
aliran air yang berakibat pada terjadinya penyumbatan dan meningkatkan
kehilangan energi aliran atau headloss. Headloss biasanya dihitung pada
kondisi screen bersih dan pada kondisi screen setengah tersumbat.
4. Pompa intake (dengan Bell Mouth Strainer, discharge valve, dan aksesoris
lainnya)
a. Strainer
Untuk menyaring benda-benda yang terkandung dalam air baku, perlu
direncanakan strainer pada ujung pipa suction pompa intake. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Kecepatan melalui lubang strainer = 0,15 – 0,3 m/dt, dan
dianjurkan untuk berada pada batas rendah untuk mencegah
masuknya padatan dasar badan air.
 Bukaan pada lubang strainer antara 6 – 12 mm
 Luas area strainer adalah 2 kali dari luas total lubang
b. Pipa suction dan discharge
Kecepatan pada pipa suction antara 1 – 1,5 m/dt
c. Valve
Valve harus dipasang pada perpipaan pompa agar mudah dalam
pengontrolan aliran, penggantian dan perawatannya.
B. Kriteria Desain Intake
1. Bell Mouth Strainer
 Kecepatan melalui lubang strainer 0,15 – 0,3 m/dtk
 Letak strainer 0,6 – 1 m dibawah tinggi muka air minimum
2. Sumuran pengumpul
 Dasar sumuran diambil 1 m dibawah strainer
 Konstruksi harus kuat dan penempatan pipa dan perlengkapannya
dapat mudah dioperasikan dan dipelihara
 Waktu detensi tidak lebih dari 20 menit
2. Pipa penyalur air baku dengan pengaliran grafitasi
 Kecepatan aliran 0,6 – 1,5 m/dtk untuk mencegah iritasi dan
sedimentasi pada pipa
 Ukuran diameter pipa ditetapkan dengan menjaga aliran 0,6 m/dtk
pada saat level air terendah, dan tidak lebih dari kecepatan aliran
1,5 m/dtk pada saat level air tertinggi.
3. Pipa penyalur air baku dengan pengaliran menggunakan pompa
 Kecepatan aliran berkisar antara 1 – 1,5 m/dtk dengan pengaturan
diameter sama seperti kriteria pipa penyalur secara gravitasi
 Pusat pompa ditempatkan tidak kurang dari 3,7 m di bawah level
air
terendah dan tidak lebih dari 4 m diatas level air terendah
5. Screen
 Jarakantar kisi adalah 25,4 – 76,2 mm
 Lebar kisi 0,25 – 5 inch
 Kemiringan kisi 30o – 45o dari horizontal
 Kehilangan tekanan pada kisi 0,01 – 0,8 m

C. Secara umum perencanaan intake harus mempertimbangkan (Al-layla, 1978):


1. Intake harus merupakan bangunan yang kuat yang tahan arus deras
2. Mempunyai berat sendiri yang cukup agar tidak hanyut
3. Pada kanal navigasi (lalu lintas) ada tiang pancang sebagai pengaman
4. Pondasi harus cukup kuat sehingga tidak tergali oleh aliran air
5. Perlu saringan terhadap benda-benda dan ikan kecil
6. Dapat memasukkan air yang cukup, sesuai kebutuhan
7. Posisi inlet sedemikian rupa sehingga selalu dapat menerima air dengan
kondisi musim apapun.

D. Elemen-elemen dari intake (Al-layla, 1978):


1. Saringan
2. Pipa atau saluran air baku
3. Katup pembuka dan penutup
4. Sumur pengumpul
5. Foot valve
6. Pipa hisap dan pipa penguras.

a.4.2 Perencanaan Unit Transmisi Air Baku


Perencanaan teknis unit transmisi harus mengoptimalkan jarak antara unit
air baku menuju unit produksi atau dari unit produksi menuju reservoir/jaringan
distribusi sependek mungkin, terutama untuk sistem transimisi distribusi (pipa
transmisi dari unit produksi menuju reservoir). Hal ini terjadi karena transmisi
distribusi pada dasarnya harus dirancang untuk dapat mengalirkan debit aliran
untuk kebutuhan jam puncak, sedangkan pipa transmisi air baku dirancang
mengalirkan kebutuhan maksimum. Pipa transmisi sedapat mungkin harus
diletakkan sedemikian rupa dibawah level garis hidrolis untuk menjamin aliran,
sebagaimana diharapkan dalam perhitungan agar debit aliran yang dapat dicapai
sesuai dengan yang diharapkan.
Sistem transmisi harus menerapkan metode-metode yang mampu
mengendalikan pukulan air (water hammer) yaitu bilamana sistem aliran tertutup
dalam suatu pipa transmisi terjadi perubahan kecepatan aliran air secara tiba-tiba
yang menyebabkan pecahnya pipa transmisi atauberubahnya posisi pipa transmisi
dari posisi semula. Sistem pipa transmisi air baku yang panjang dan berukuran
diameter relatif besar dari diameter nominal ND-600 mm sampai dengan ND-
1000 mm perlu dilengkapi dengan aksesoris dan perlengkapan pipa yang
memadai. Perlengkapan penting dan pokok dalam sistem transmisi air baku air
minum antara lain sebagai berikut:
1. Katup pelepas udara, yang berfungsi melepaskan udara yang terakumulasi
dalam pipa transmisi, yang dipasang pada titik-titik tertentu dimana
akumulasi udara dalam pipa akan terjadi.
2. Katup pelepas tekanan, yang berfungsi melepas atau mereduksi tekanan
berlebih yang mungkin terjadi pada pipa transmisi.
3. Katup penguras (Wash-out Valve), berfungsi untuk menguras akumulasi
lumpur atau pasir dalam pipa transmisi, yang umumnya dipasang pada titik-
titik terendah dalam setiap segmen pipa transmisi.
4. Katup ventilasi udara perlu disediakan pada titik-titik tertentu guna
menghindari terjadinya kerusakan pada pipa ketika berlangsung tekanan
negatif atau kondisi vakum udara.
Sistem transmisi merupakan suatu sistem yang mengalirkan air baku dari
sumber air ke distribusi atau dari sumber ke unit pengolahan atau dari sumber ke
reservoir distribusi. Dalam perencanaan dibuat beberapa jalur alternatif dan dipilih
jalur yang paling menguntungkan ditinjau dari segi teknis dan ekonomis. Saluran
transmisi ini dapat berupa saluran terbuka, tertutup dan dengan sistem perpipaan
(Al-Layla, 1978).
a. Saluran Terbuka (Open Channel)
Merupakan saluran yang bekerja pada tekanan atmosfir dimana
permukaannya langsung berhubungan dengan udara bebas. Saluran terbuka
ini jarang digunakan, karena:
1) Harus mengikuti kontur
2) Kemungkinan kehilangan air sangat besar
3) Kemungkinan terjadinya gangguan
4) Kecepatan aliran dipengaruhi oleh kemiringan saluran
1. Karakteristik dari saluran terbuka adalah:
a. Dipengaruhi oleh tekanan udara
b. Penampang saluran umumnya tidak teratur dan berpengaruh terhadap
kekasaran
c. Kedudukan permukaan aliran bebas, cenderung berubah sesuai bentuk
dan ruang

2. Keuntungannya:
a. Kapasitas bebas
b. Ukuran bervariasi

3. Kerugiannya:
a. Harus mengikuti kontur
b. Kemungkinan kehilangan air sangat besar
c. Kemungkinan terjadi gangguan
d. Kecepatan dipengaruhi oleh kemiringan saluran

b. Saluran Tertutup
Biasanya saluran tertutup digunakan untuk mengalirkan air dari intake ke
bangunan pengolahan dan bekerja pada tekanan atmosfir. Berdasarkan
letaknya, ada dua tipe saluran tertutup yaitu pada permukaan tanah dan di
atas permukaan tanah.Debit yang masuk ke saluran tertutup maupun terbuka
dapat dihitung dengan persamaan menurut Schaum(1986), dapat dilihat
sebagai berikut:
Q =A× v
Dimana:
Q = Debit (m3/dtk)
A = Luas penampang saluran (m2)
v = Kecepatan aliran (m/dtk)
Kecepatan air dihitung dengan rumus Manning:
1 2/ 3 1/ 2
v= r s
n
Dimana:
v = Kecepatan aliran (m/dtk)
n = Koefisien Manning
r = Jari-jari hidrolis
s = Kemiringan saluran

Tabel 2.4 Kriteria Pipa Transmisi


No Uraian Notasi Kriteria
1 Debit perencanaan Qmax Kebutuhan air haian
maksimum
Qmax = Fmax X Qrata-rata
2 Faktor maksimum Fmax 1,1-1,5
3 Jenis saluran - Pipa atau saluran terbuka
4 Kecepatan aliran dalam pipa
a. Kecepatan minimum Vmin (0,3 – 0,6 ) m/det
b. Kecepatan maksimum
1) Pipa PVC Vmax (3,0 – 4,5) m/det
2) Pipa DCIP Vmax 6,0 m/det
5 Tekanan air dalam pipa
a. Tekanan minimum hmin 1 atm
b. Tekanan maksimum
1) Pipa PVC atau ACP hmax (6 – 8) atm
2) Pipa baja atau DCIP hmax 10 atm
3) Pipa PE 100 hmax 12,4 Mpa
4) Pipa PE 80 hmax 9,0 Mpa
6 Kecepatan saluran terbuka
a. Kecepatan minumun Vmin 0,6 m/det
b. Kecepatan maksimum Vmax 1,5 m/det
7 Kemiringan S (0,5—1) 0/00
8 Tinggi bebas saluran terbuka Hw 15 cm (minimum)
9 Kemiringan tebing terhadap - 45o (untuk bentuk trapesium)
dasar saluran
Sumber : PERMEN PU No18/PRT/M/2007

Sistem perpipaan merupakan saluran tertutup yang bekerja di bawah


tekanan atmosfir dan kapasitasnya terbatas. Karakteristik dari sistem perpipaan ini
adalah:
1. Tidak dipengaruhi oleh tekanan udara, tapi dipengaruhi oleh tekanan
hidrolis.
2. Dimensi pipa dihitung berdasarkan debit maksimum. Bahan pipa yang
digunakan dapat berupa besi tuang, besi baja campur, besi baja, asbes,
PVC, polyethylen dan semen.
Untuk menentukan dimensi pipa transmisi dan menghitung kehilangan
tekanan pada pipa digunakan rumus Hazen William:
2,63 0,54
Q = 0,2785 × CHW × d × S
Dimana:
Q = Debit air (m3/dtk)
CHW = Koefisien kekasaran pipa
d = Diameter pipa (m)
S = Slope = hf/L (m/m)

Selain itu dapat juga digunakan persamaan Darcy Weisbach:

2
L. v
hL = f
D.2g
Dimana:
hL = Kehilangan tekanan (m)
f = Faktor gesekan
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
v = Kecepatan aliran (m/dtk)
g = Percepatan grafitasi (m/dtk2)

Rumus Hazen William ini umumnya digunakan untuk aliran


turbulen,sedangkan untuk aliran laminer digunakan rumus Darcy Wersbach.
Pemilihan bahan pipa berdasarkan:
1. Diameter
2. Kekuatan dan daya tahan
3. Tekanan
4. Ketahanan terhadap lingkungan (korosifitas)
5. Kemudahan dalam pengadaan, pengangkutan, dan pemasangan
6. Harga dan biaya pemeliharaan
7. Kekasaran pipa (berpengaruh pada headloss)

Perletakan pipa harus mempertimbangkan:


1. Memilih jalur yang terpendek
2. Sedapat mungkin menghindari hambatan seperti: jembatan, pemakaian
crossing, pompa, cut, dan cover
3. Lokasi mudah untuk dikontrol
4. Memungkinkan perletakan fasilitas sistem perpipaan
5. Memenuhi kebutuhan hidrolis

Langkah-langkah untuk perletakan pipa:


1. Pelajari peta situasi
a. Penggunaan lahan
b. Jalur jalan umum
c. Peta topografi dan umum
2. Rencana awal perletakan
3. Survey
4. Konfirmasi lapangan guna mencocokkan langkah a
5. Pengukuran profil memanjang dan melintang
6. Melengkapi gambar perletakan dengan peralatan dan perlengkapan pipa
yang dibutuhkan

Peralatan dan perlengkapan sistem transmisi (Al-Layla, 1978):


1. Bangunan Pelepas Tekanan (BPT)
Bangunan pelepas tekanan berfungsi untuk mengembalikan tekanan menjadi
tekanan atmosfir. BPT merupakan salah satu bangunan penunjang pada
jaringan transmisi berfungsi untuk menghilangkan tekanan berlebih yang
terdapat pada aliran yang dapat menyebabkan pipa pecah.
Gambar 2.5 Bangunan Pelepas Tekanan (BPT)
Sumber : Siombo, 2012

2. Unit Penguras
Unit penguras berfungsi untuk mengeluarkan endapan pada saluran.
Endapan (sludge) ini terjadi mungkin karena sistemnya lama tidak digunakan
atau karena kecil kecepatan airnya. Penempatannya pada tempat terendah pada
jaringan pipa dan jalur mendatar (tanpa cabang) yang berjarak (1-1,25) km.Alat
ini biasa dipasang untuk transmisi air baku tetapi bisa juga dipasang di pipa
transmisi air bersih untuk membuang air, endapan atau kotoran pada saat ada
perbaikan pipa. Di sistem distribusi juga perlu dipasang alat ini di tempat-
tempat yang tepat.

3. Unit Pelepas Udara (BPU)/air valve


Berfungsi untuk mengeluarkan udara yang terperangkap pada jaringan pipa
dan untuk memasukkan udara pada saat pipa dikosongkan. Penempatannya
pada titik tertinggi pada jalur pipa, pada pipa mendatar yang berjarak (750-
1.000m) dan pada jembatan pipa.
Gambar 2.6 Katup Udara
Sumber : Siombo, 2012.
4. Jembatan Pipa
Digunakan jika pipa harus melewati sungai dan lembah.

Gambar 2.7 Jembatan Pipa


Sumber : Kawamura, 1991.

5. Crossing
Digunakan pada penyeberangan jalan dan jalur kereta api.

Gambar 2.8 Crossing


Sumber : Kawamura, 1991.

6. Check Valve/Surge Tank


Adalah valve yang berfungsi untuk mencegah aliran balik. Penempatannya
setelah pompa.
Gambar 2.9 Check Valve
Sumber :Pratiwi, 2015.
7. Gate Valve/Stop Valve
Berfungsi untuk membuka dan menutup aliran pada saat pengetesan,
perbaikan, dan pemeliharaan jalur pipa. Penempatannya pada inlet atau outlet,
pada titik pengambilan (tapping) yang disesuaikan dengan arah aliran, pada
titik pertemuan atau percabangan pipa yang dipasang sesuai dengan arah aliran
keluar, pada pipa lurus tanpa cabang yang berjalan lebih kurang 250 m,
sebelum atau sesudah jembatan pipa, penyeberangan jalan, siphon, dan
penguras.

Gambar 2.10 Gate Valve


Sumber : Pratiwi, 2015.

8. Fitting (Sambungan)
Jenis-jenis sambungan beserta fungsinya:
a. Joint
Berfungsi untuk menyambungkan pipa dengan diameter sama.
b. Reducer
Berfungsi untuk menyambungkan pipa dengan diameter berbeda.
c. Elbow/Bend/Knee dan Tee/Cross
Elbow, bend, knee berfungsi merubah arah aliran. Tee/cross berfungsi
untuk membagi aliran.
d. Caps, Plug atau Blind Hange
Berfungsi untuk menutup dan menghentikan aliran pada ujung saluran
pipa.

Gambar 2.11 Macam Macam Sambungan pipa


Sumber: Rahman, 2005.
9. Thrust Block (Angker Blok/Penjangkaran)
Berfungsi untuk menahan sambungan pipa agar tidak bergerak akibat gaya
dorong aliran air dalam pipa maupun gaya luar. Penempatannya pada pipa yang
berubah arah (horizontal/vertikal), pada pipa berubah diameter, pada pipa akhir
perpipaan, pada sambungan pipa dan katup dan pada tanah pendukung yang
tidak stabil.
Gambar 2.12 Lokasi Penggunaan Thrust Block
Sumber : Nelwan, 2013.

10. Pompa
Pompa ini dikelompokkan atas 3 jenis:
a. Jenis putar, seperti: pompa sentrifugal, mixed flow axial, dan regeneratif.
b. Jenis langkah positif, seperti: pompa torak, pompa sudut, dan
pompatangan.
c. Jenis khusus, seperti: pompa vortex, gelembung uap, dan pompa jet.

Jenis pompa yang paling banyak digunakan adalah pompa jenis putar,
karena:
a. Ukurannya kecil dan ringan
b. Dapat memompa terus menerus
c. Bekerja tanpa gejolak
d. Konstruksi sederhana dan mudah dioperasikan

Jenis-jenis pompa putar:


a. Pompa Sentrifugal
1) Komponen utama:impeller dan rumah pompa.
2) Pompa dengan impeller tunggal disebut dengan pompa tingkat tunggal
(single stage).
3) Pompa dengan impeller ganda disebut dengan pompa tingkat banyak
(multistage).

Gambar 2.13 Pompa Sentrifugal


Sumber : Jurnal Analisa Kerusakan Sentrifugal,2013.

b. Pompa Diffuser atau Pompa Turbin


Mempunyai diffusser atau sudu-sudu pengarah terpasang pada rumahnya
yang berfungsi untuk mengarahkan aliran air keluar dari impeller.
Pompa jenis ini juga mengenal tingkat tunggal maupun tingkat banyak,
pompa ini ada 2 jenis:
1) Pompa turbin untuk sumur (bore hole pump)
Dulu digunakan untuk sumur dalam tetapi sekarang sudah tidak
digunakan lagi, karena sudah ada pompa dengan motor listrik yang
dapat dibenamkan ke dalam air.

2) Pompa submersibel
Motor listrik pompa jenis ini terpasang langsung pada rumah pompa
dan merupakan konstruksi yang terpadu. Penyambungan ke atas hanya
dengan pipa keluar dan kabel penghantar daya listrik.
Kelebihan dan ciri pompa submersibel:
a. Tidak memerlukan bangunan pelindung untuk pompa
b. Tidak menimbulkan kebisingan
c. Konstruksi sederhana, karena tidak ada poros penyambung dan
bantalan perantara
d. Pompa dapat bekerja pada putaran tinggi
e. Mudah dipasang
f. Harga relatif murah

Penentuan Head pompa menggunakan persamaan (Al-Layla, 1978):


Ht=Hd + Hfd+ Hmd+ Hs+ Hfs+ Hms Dimana:
Ht = Tinggi angkat total (m)
Hd = Tinggi tekan (m)
Hfd = Kerugian gesekan sepanjang pipa tekan (m)
Hmd = Kerugian gesek pada peralatan pipa tekan (m)
Hs = Tinggi hisap (m)
Hfs = Kerugian gesekan sepanjang pipa hhisap(m)
Hms = Kerugian gesek pada peralatan pipa hisap(m)

Hd, Hfd, Hmd

Ht

Hs, Hfs, Hms

Gambar 2.14 Penentuan Head Pompa


Sumber : Al-Layla, 1978.

Penentuan daya pompa menggunakan persamaan (Al-Layla, 1978):

ρ×g×Q×H
Pw=
η
Dimana:
Q = Debit maksimal satu hari (watt)
H = Total head
η
= Efisiensi pompa

Pemilihan pompa juga perlu dilakukan. Dalam pemilihan pompa, yang


harus dipertimbangkan dalam sistem instalasi adalah daya pompa, head total
pompa, dan kapasitas pompa. Sehingga jika sudah mengetahui hal tersebut jenis
pompa dapat ditentukan dengan diagram pemilihan pompa. Diagram ini berbeda-
beda untuk setiap merk dan jenis pompa, dan biasanya telah disediakan oleh
pabrik pembuatnya.

2.4.2.1 Energy Grade Line (EGL) dan Hydraulic Grade Line (HGL)
1. Energy Grade Line (EGL)
Garis gradien energi (Energy Grade Line) adalah garis yang
menghubungkan sederatan titik-titik yang menandakan energi tersedia
dalan meter-newton per newton untuk titik sepanjang pipa sebagai ordinat,
yang digambarkan terhadap jarak sepanjang pipa sebagai absis. Jika
disetiap titik sepanjang suatu sistem pipa, suku p/γ ditentukan serta
digambar sebagai jarak vertikal diatas sumbu pipa, maka tempat
kedudukan titik-titik adalah garis gradien hidrolik.
2
v P
+ +Z
2g γ

Dimana:
2
v
= Minor Losses/ kerugian kecil
2g
γ = ρ.g
ρ = Massa jenis cairan (kg/m3)
g = Kecepatan grafitasi (m/det2)
P = Tekanan (Newton)

Berdasarkan defenisi, garis gradien energi selalu terletak vertikal diatas


garis gradien hidrolik pada jarak V2/2g, dengan faktor energi kinetik
diabaikan. Untuk lebih jelasnya garis gradien hidrolik dan garis gradien
energi dapat dilihat pada Gambar 2.15
Gambar 2.15 Garis Gradien Hidrolik dan Garis Gradien Energi

2. Hydraulic Grade Line (HGL)


Garis gradien hidrolik (HGL) adalah suatu garis yang
menunjukkan taraf atau level muka cairan. Untuk pipa yang mempunyai
jalur yang panjang maka kerugian-kerugian kecil dapat diabaikan (bila
lebih kecil dari 5 persen dari kerugian gesekan pipa). Atau dapat
dimasukkan sebagai panjang pipa ekuivalen yang ditambah pada panjang
nyata. Untuk keadaan seperti ini maka V2/2g kecil dibandingkan
f(L/D)V2/2g maka diabaikan.
Dalam ikhwal yang khusus tetapi amat lazim ini, bila efek-efek
kecil diabaikan, maka garis gradien hidrolik dan garis gradien energi
berimpit. Biasanya disebut garis gradien hidrolik. Untuk kerugian kecil
tidak ditunjukkan perubahan garis gradien hidrolik. Untuk situasi ini
dengan jalur pipa yang panjang maka gradient hidrolik menjadi hf/L,
dengan hf yang ditentukan dari persamaan Darcy Weisbach.
2
L v
hf = f x x
D g
Garis gradien hidrolik dan garis gradien energi yang berimpit
ditunjukkan pada Gambar 2.16
Gambar 2.16 Garis Gradien Energi Untuk Jalur Pipa yang Panjang
dengan Kerugian-kerugian Kecil yang Diabaikan atau Dimasukkan
sebagai Panjang Pipa Ekuivalen

a.4.3 Perencanaan Teknis Unit Produksi


Perencanaan teknis pengembangan SPAM unit produksi disusun
berdasarkan kajian kualitas air yang akan diolah, dimana kondisi rata-rata dan
terburuk yang mungkin terjadi dijadikan sebagai acuan dalam penetapan proses
pengolahan air, yang kemudian dikaitkan dengan sasaran standar kualitas air
minum yang akan dicapai. Rangkaian proses pengolahan air umumnya terdiri dari
satuan operasi dan satuan proses untuk memisahkan material kasar, material
tersuspensi, material terlarut, proses netralisasi dan proses desinfeksi. Unit
produksi dapat terdiri dari unit koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi,
netralisasi, dan desinfeksi.

a) Prasedimentasi
Prasedimentasi merupakan bak pengendap material pasir dan lain-lain yang
tidak tersaring pada screen. Pada umumnya bentuk dari bak prasedimentasi adalah
segi empat dan melingkar. Pada unit ini tidak ada penambahan bahan kima, dan
pengendapan digunakan pengendapan secara gravitasi.
Bak prasedimentasi ini direkomendasikan dalam pengolahan air baku
dengan tingkat kekeruhan lebih dari 10000 NTU dengan penghilangan yang
dicapai dari 65 – 80% yang dilengkapi dengan sarana pegendalian dan
pengukuran debit air yang akan diolah di Instalasi Pengolahan Air (IPA).
Efesiensi pemisahan kekeruhan dapat mencapai 40 – 60%. Illutrasi umum unit
prasedimentasi dapat dilihat pada gambar Gambar 2.3.
Gambar 2.1 Denah dan Potongan Unit Prasedimentasi
Sumber: Joko, 2010
Kriteria desain unit prasedimentasi ditunjukan pada Tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.5 Kriteria Desain Unit Prasedimentasi
Parameter Nilai Satuan
Jumlah basin minimum 2 -
Kedalaman basin 3,5 – 5 m
Rasio Panjang : kedalaman
6:1 -
minimum
Rasio Panjang : lebar 4:1–8:1 -
Surface loading 200 – 400 m3/m2.hari
Kecepatan horizontal 0,05 – 0,07 m/s
Waktu detensi 6 – 15 Menit
Sumber: Crittenden dkk, 2012

b. Unit Koagulasi
Koagulasi adalah proses stabilisasi partikel-partikel koloid. Partikel-partikel
tersebut harus dilapisi dengan suatu lapisan pengikat kimia yang menjadikannya
berflokulasi (aglomerasi) dan diam dalam waktu tertentu. Pengadukan cepat
merupakan bagian dari koagulasi, yang bertujuan untuk mempercepat dan
meratakan zat-zat kimia yang digunakan untuk pengolahan air. Proses koagulasi
dapat terjadi dengan dua cara yaitu:
1. Destabilisasi/eliminasi stabilitas partikel dalam suspensi dengan menetralisir
muatan dengan suatu elektrolit dengan garam atau kedua cara diatas;
2. Penambahan absorban, serentak pada permukaan sebagai usaha untuk
meningkatkan daya atraksi inter-molekuler guna mendapatkan aglomerasi
yang kuat.
Koagulan yang biasa digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan garam-
garam besi, dengan alum sebagai agen yang paling banyak digunakan. Selain itu
juga digunakan polimer-polimer kation, anion dan non ionik sintetis yang
merupakan koagulan-koagulan yang efektif tetapi biasanya lebih mahal dari
senyawa-senyawa alami.
Menurut Kawamura (2000) pengadukan cepat pada proses ini terdiri dari
beberapa tipe yaitu:
1. Pengadukan mekanis
Pengadukan menggunakan alat pengaduk berupa impeller yang digerakan
dengan motor bertenaga listrik. Pengadukan mekanis tidak dianjurkan untuk
sistem pengoalahan yang kontiniu dikarenakan ada kemungkinan short-circuit
pada aliran. Selain itu terdapat kesukaran dalam menganalisis berbagai gaya yang
ada pada pengaduk. Hal ini yang menyebabkan kegagalan di instalasi sehingga
biaya untuk pemeliharaan yang tinggi.
2. Pengadukan Pneumatis
Pengadukan Pneumatis adalah tipe yang menggunakan peralatan aerasi
sebagai pengadukan. Beda berat jenis antara gelembung udara hasil aerasi dengan
air mengakibatkan gelembung naik ke permukaan dan mendorong air yang
dilewatinya. Variasi gradien kecepatan dapat diperoleh dengan memvariasikan
debit aliran udara. (Sincero dan Sincero, 2003)
3. Pengadukan Hidrolis
Pengadukan yang memanfaatkan gerakan air sebagai tenaga pengadukan.
Sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik yang dihasilkan dari suatu
aliran. Energi hidrolik dapat berupa energi gesek, energi potensial (jatuhan) atau
lompatan hidrolik.

Tabel 2.4 Jenis-jenis Koagulan


Nama Komposisi
Aluminium Sulfate Al2(SO4)3. 18 H2O
Sodium Aluminate Na3AlO3
Ferrous Sulfate FeSO4.7H2O
Ferric Sulfate Fe2(SO4)3
Ferric Chloride FeCl3
Chlorinated Coppears FeCL2Fe(SO4)3
Sumber: Penyediaan dan Teknologi Pengolahan Air Minum, Benny Chatib,
1991

c. Unit Flokulasi
Flokulasi merupakan suatu proses penggabungan flok-flok hasil
koagulasi dengan pengadukan lambat sehingga dapat menghasilkan flok-
flok besar untuk diendapkan. Proses ini akan menghasilkan endapan
lumpur, untuk itu harus disediakan ruang lumpur pada tiap-tiap
kompartemennya. Ada berbagai cara yang digunakan untuk melakukan
pengadukan lambat (flokulasi) misalnya tangki dengan paddle yang
digerakkan secara mekanis, flokulator pneumatic. Peralatan hidrolis yang
digunakan adalah pipa, buffled, channel, flokulator dan tangki aliran spiral.
Perhitungan head loss dibuat dari prinsip-prinsip fluida. Banyak studi
menunjukkan bahwa efisiensi flokulasi berhubungan dengan nilai gradien
kecepatan (G).
Secara umum, tipe flokulasi yang sering digunakan yaitu flokulasi
mekanis dan flokulasi hidrolis dengan saluran penyekat (baffle channel).
Flokulasi mekanis dapat dibedakan menjadi :
1. Flokulasi dengan sumbu pengaduk vertikal berbentuk turbin;
2. Flokulasi dengan sumbu pengaduk horizontal berbentuk paddle;
3. Unit-unit lain yang telah dipatenkan seperti walking bean, floksilator
dan NU-treat.
Unit flokulasi hidrolis dengan saluran bersekat dapat dibedakan
atas :
1. Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran horizontal;
2. Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran vertical.

Gambar 2.17 Flokulasi dengan Paddle Tipe Aliran Horizontal

Gambar 2.18 Paddle Blade dalam Flokulator

Pengadukan dilakukan dengan gradien kecepatan yang tepat. Pengadukan


yang terlalu cepat mengakibatkan flok – flok hasil koagulasi pecah kembali yang
mengakibatkan gagalnya flokulasi. Hal lain yang diperhatikan pula adalah
konstruksi dari unit flokulasi ini harus dapat menghindari aliran mati pada bak.
Terdapat beberapa kategori sistem pengadukan untuk flokulasi ini menurut
(Kawamura, 2000), yaitu:
1. Pengadukan Mekanis
Pengadukan Mekanis yaitu pengadukan menggunakan impeller yang
digerakan dengan motor listrik. Pengadukan dilakukan dengan gradien kecepatan
yang telah disesuaikan ditiap kompartemen. Flokulator mekanis pada instalasi
pengolahan air minum yang sering dipakai adalah :
a. Vertical Shaft Flocculator
Proses pendadukan lambat menggunakan impeller yang dipasang pada shaft
vertical, shaft digerakan dengan motor listrik, dibantu dengan speed reducer
untuk penyesuaian kecepatan. Tipe ini biasa digunakan untuk proses direct
filtration (tanpa sedimentasi).
b. Horizontal Shaft Flocculator
Perbedaan tipe ini dengan Vertical Shaft Flocculators adalah shaft diletakan
pada sumbu horizontal, pada shaft terdapat susunan beberapa paddle.
Pemeliharaan dan biaya tipe ini termasuk tinggi karena semua komponen dalam
keadaan terendam di kompartemen. Dan juga keandalan tipe ini termasuk rendah
karena jika shaft tunggal tersebut mengalami gangguan sedikit saja, 25 sampai
30% efisiensi pengadukan akan menurun.

2. Pengadukan Hidrolis
Pengadukan Hidrolis adalah pengadukan lambat dengan mengandalkan
energi hidrolis suatu aliran. Jenis pengadukan hidrolis yang sering digunakan
adalah Baffled Channels. Energi pengadukan Baffled channels berasal dari friksi
pada dinding saluran pada saluran lurus dan turbulensi pada belokan. Keunggulan
pengadukan dengan cara ini adalah pengendalian terhadap pengadukan mudah dan
kapasitas dapat ditingkatkan dengan mudah.

Ilustrasi ketiga tipe flokulator yang umum digunakan ini dapat dilihat pada
Gambar 2.5 berikut.

(a)

(b)
(c)
Gambar 2.2 Desain dan Alur Jenis – Jenis Flocculator (a)
Vertical Shaft Flocculator (b) Horizontal Shaft Flocculator (c)
Baffled Channels Floccuator
(Sumber: Crittenden dkk, 2012)

Penjelasan dan perbandingan desain dan gambaran operasional ketiga tipe


flokulator ini dapat dilihat pada Tabel 2.10 berikut:
Tabel 2.6 Perbandingan Tipe Unit Flokulasi
Horizontal Shaft Vertical Shaft
Parameter Baffled Channel
Flocculators Flocculators
Jenis Flok yang Besar dan lembut Kecil – sedang, Besar dan lembut
dihasilkan padat
Headloss Tidak ada Tidak ada 0.05 – 0.15
Fleksibilitas Baik, dengan G Sangat baik Sedang
operasi rendah
Pertimbangan Sedang hingga tinggi Sedang Rendah hingga
Biaya sedang
Jenis Flok yang Besar dan lembut Kecil – sedang, Sangat besar dan
dihasilkan padat lembut
Headloss Tidak ada Tidak ada 0.05 – 0.15
Fleksibilitas Baik, dengan G Sangat baik Sedang
operasi rendah
Pertimbangan Sedang hingga tinggi Sedang Rendah hingga
Biaya sedang
Kesulitan Sedang Mudah – sedang Mudah – sedang
konstruksi
Tingkat Sedang Rendah – sedang Rendah – sedang
pemeliharaan
Kelebihan Utama 1.Pembentukan flok 1.Gradien 1. Sederhana dan
baik fleksibel ,muda efektif
2.Tidak terjadi h diatur 2. Biaya rendah
headloss 2.Input energi 3. Tidak ada
3.satu shaft untuk gradien tinggi komponen yang
beberapa pengaduk 3.Tidak terjadi bergerak
headloss (pemeliharaan
mudah )
4. Tidak terjadi
short circuit
Kekurangan Utama 1. Pemasangan unit 1. Sukar untuk 1. Tidak terlalu
harus presisi mendapatkan fleksibel
2. Gradien pengaduk 2. Gradien
kecepatan (impeller) pengadukan
terbatas yang sesuai, tergantung dari
3. Pemeliharaan 2. Harus debit influen
harus rutin mengikuti 3. Lahan yang
produk yang dibutuhkan
ada di pasaran cukup luas
3. Shear force
yang besar
diujung blade
Sumber : Kawamura, 2000

d. Unit Sedimentasi
Sedimentasi merupakan tempat terjadinya proses pengendapan
setelah penambahan zat kimia pada proses koagulasi dan flokulasi.
Partikelnya bersifat flokulan pada suspensi encer. Untuk meningkatkan
kapasitas bak dan efisiensi dipasang tube settler. Proses pengendapan
menghasilkan lumpur biologis. Lumpur ini ditampung pada zone settling
yang terletak dibagian bawah bak sedimentasi. Untuk proses pengolahan
lumpur dapat dilakukan dengan cara thickening dan digester.
Tujuan Sedimentasi:
1. Mendapatkan effluent yang lebih jernih;
2. Memisahkan pasir;
3. Memisahkan partikel material pada bak pengendapan;
4. Memisahkan bioflok proses biologi;
5. Memisahkan chemical flok proses koagulasi dan flokulasi kimia;
6. Mendapatkan concentrated sludge pada proses sludge thickeness.
Dalam unit sedimentasi terdapat 4 (empat) zona, yaitu: zona inlet,
zona pengendapan atau settling zone, ruang lumpur, zona outlet.
Sedangkan jenis-jenis bak sedimentasi yang bisa digunakan antara lain
adalah: rectangular/persegi panjang dan circular/lingkaran. Jenis aliran air
ada yang berupa aliran horizontal, vertikal, dan radial.
Terdapat dua tipe dari unit sedimentasi, yaitu:
1. Klarifikasi golongan I
Merupakan suatu unit tempat terjadinya pengendapan partikel
diskrit secara gravitasi, yaitu pengendapan dengan berat sendiri tanpa
adanya penambahan zat kimia. Dimanfaatkan pada proses prasedimentasi.
Tujuan pengendapannya adalah untuk menurunkan tingkat kekeruhan agar
lebih mudah diolah dan mengurangi pemakaian zat kimia pada proses
selanjutnya. Kecepatan mengendap partikel dipengaruhi oleh berat jenis
dan diameter partikel dalam air baku.

2. Klarifikasi golongan II
Merupakan tempat terjadinya pemisahan partikel flokulan dari
suspensi setelah terlebih dahulu mengalami proses koagulasi dan flokulasi.
Kecepatan pengendapan tergantung dari pembentukan flok. Untuk
meningkatkan kapasitas bak dan efisiensi dipasang tube settler. Tube
settler ini bentuknya dapat beraneka ragam, diantaranya berbentuk segi
enam (hexagon), sarang tawon, dan segi empat. Sedangkan bahan tube
settler ini umumnya terbuat dari bahan fiber glass karena tahan air dan
ringan. Dengan dipasangnya tube settler ini kecepatan mengendap lebih
besar sehingga efisiensi meningkat pula. Proses pengendapan ini sendiri
akan menghasilkan lumpur biologis yang nantinya akan diolah lagi dengan
thickening dan digester.

e. Unit Filtrasi
Didefinisikan sebagai proses pemisahan antara solid-liquid dengan
melewatkan cairan melalui suatu media berpori atau material porus lainnya
untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat terlarut. Terdapat
beberapa jenis filtrasi, yaitu:
1. Saringan pasir cepat (rapid sand filter)
Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air minum
dan industri, mudah terjadi clogging, sehingga diperlukan pencucian
dengan menggunakan aliran yang berlawanan dengan arah penyaringan.
2. Saringan pasir lambat (slow sand filter)
Filtrasi jenis ini umumnya digunakan untuk mengolah air dengan
tingkat kekeruhan kecil atau sama dengan 50 ppm, pencucian dapat
dilakukan setelah beberapa minggu atau bulan, zat tersuspensi dan koloidal
akan tertahan pada lapisan atas filter, clogging dapat diatasi dengan
melakukan pengikisan pada bagian atas.
3. Filter Bertekanan
Klasifikasi filter berdasarkan media yang digunakan:
 Media tunggal, mempunyai satu tipe media, biasanya pasir atau
antrasit;
 Media ganda, terdiri dari dua media yaitu pasir dan antrasit;
 Multi media, terdiri atas beberapa media yaitu pasir, kerikil dan
antrasit.

f. Unit Desinfeksi
Desinfeksi merupakan suatu proses yang menggunakan zat kimia
yang berfungsi untuk membunuh mikroorganisme patogen. Pada unit ini
digunakan klorin karena selain efektif untuk membunuh mikroorganisme
patogen juga murah dan banyak tersedia dipasaran selain itu juga
menghasilkan residu yang penting agar selama diperjalanan ke konsumen
air tersebut terbebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan, sehingga
air hasil pengolahan tetap aman sebagai sumber air minum. Reaksi
desinfeksi ini dipengaruhi oleh: temperatur, aliran air , kualitas air dan
waktu kontak.
Metoda pembubuhan klorin:
1. Prachlorinasi, yaitu klorin ditambahkan langsung pada air baku,
bertujuan untuk mengurangi bakteri yang akan melewati filter sehingga
beban filter dapat dikurangi;
2. Dastchlorinasi, yaitu klorin ditambahkan pada air hasil filtrasi,
dibubuhkan saat outlet;
3. Break point, yaitu penambahan klorin ketika terjadi titik break point
dari residu klorin kombinasi menjadi klorin bebas.

Perencanaan unit produksi antara lain dapat mengikuti standar


berikut ini:
 SNI 03-3981-1995 tentang tata cara perencanaan instalasi saringan
pasir lambat;
 SNI 19-6773-2002 tentang Spesifikasi Unit Paket Instalasi
Penjernihan Air Sistem Konvensional Dengan Struktur Baja;
 SNI 19-6774-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket
Instalasi Penjernihan Air.

Dalam penyusunan rencana teknik unit produksi mengikuti kegiatan:


1. Survei dan pengkajian
a. penyelidikan tanah
b. survei dan pengkajian lokasi IPA
c. survei dan pengkajian topografi
d. survei dan pengkajian ketersediaan bahan konstruksi
e. survei dan pengkajian ketersediaan peralatan elektro
f. survei dan pengkajian sumber daya energi
2. Perhitungan:
Perhitungan mengacu pada tata cara perancangan teknis unit produksi
3. Gambar
a. gambar jaringan pipa transmisi
b. gambar lokasi/tata letak IPA
c. gambar lokasi reservoir
d. gambar detail konstruksi : pipa transmisi, reservoir, dan IPA.

f.4.2 Perencanaan Unit Air Baku Sistem Distribusi


Sistem distribusi merupakan sistem yang digunakan setelah unit
pengolahan. Sistem distribusi merupakan penentu berhasil atau tidaknya sistem
penyediaan air minum yang direncanakan. Sistem distribusi terdiri dari reservoir,
water meter dan jaringan perpipaan beserta aksesorisnya.
Bangunan dalam Sistem Distribusi
1. Reservoir
Fungsi reservoir :
a. Mengumpulkan dan menyimpan air
b. Pemerataan aliran dan tekanan skibat variasi pemakaian air dalam
daerah distribusi
c. Sebagai distributor

Tipe reservoir :
a. Ground reservoir
Digunakan jika muka air lebih rendah dari daerah pelayanan, sehingga
dibutuhkan pompa untuk menaikan tekanan
b. Elevated reservoir
Digunakan jika muka air lebih tinggi dari daerah pelayanan.

Jenis-jenis reservoir :
a) Berdasarkan posisi reservoir terhadap jaringan perpipaan:
1. Reservoir langsung
a. Terletak antara sungai atau transmisi yang panjang dengan daerah
pelayanan
b. Air langsung dialirkan ke reservoir
c. Pengoperasian jelas, pengukuran volume masuk dan keluar, dan
sumber air dapat berbeda-beda
Keuntungan:
a. Fluktuasi di daerah pelayanan kecil
b. Persediaan air dialirkan dan dinaikkan ke reservoir
c. Aliran air ke daerah pelayanan hanya satu arah
2. Reservoir oposisi atau berhadapan
a. Letaknya terlihat dari daerah aliran yaitu di belakang daerah
pelayanan
b. Jika air tidak digunakan di daerah pelayanan, dipompakan ke
reservoir
c. Saat pemakaian tinggi, air dipompakan ke daerah pelayanan dan
dialirkan dari resevoir
d. Kondisi hidrolis dan pengukuran teknis sulit dan tidak jelas;
e. Tidak diperkenankan sumber air yang berbeda-beda

Keuntungan:
a. Sebagian air tidak digunakan di daerah pelayanan masuk ke reservoir
b. Garis tekanan hidrolis saat kebutuhan puncak lebih datar, kehilangan
tekanan lebih kecil karena daerah pelayanan dilayani oleh sumber
dan Q lebih kecil
c. Keamanan operasional teradap pipa dan gangguan lebih besar

Kerugian:
a. Fluktuasi tekanan di daerah pelayanan lebih besar, saat pengisian
reservoir tinggi tekanan di daerah pelayanan di atas muka air
reservoir
b. Pergantian air dalam reservoir harus diperhatikan
3. Reservoir kontrol
a. Reservoir terletak di tengah daerah pelayanan
b. Reservoir kontrol yang terbaik bila dapat berfungsi sebagai reservoir
langsung dan atau reservoir berhadapan
Keuntungan:
a. Lebih ekonomis dan jaringan lebih pendek
b. Tekanan merata dengan kehilangan tekan minimal

Kerugian:
a. Sulit karena tergantung bentuk tanah
b. Elevasi pembebasan tanah dan elevasi
b) Berdasarkan tekanan:
a. Reservoir tinggi ( High Pressure Resevoar)
a. Pengaliran dilakukan secara gravitasi
b. Reservoir terletak pada elevasi tinggi
c. Dapat berupa ground reservoar atau menara air tergantung kondisi
tanah

b. Reservoir rendah (Low Pressure Reservoar)


a. Pengaliran dilakukan dengan pompa
b. Reservoir terletak di atas tanah dan harus memenuhi tambahan
tenaga (energi)

Perhitungan volume reservoir :


Volume reservoir dihitung dengan persamaan (Al-Layla,1978):
Vreservoir=(Qmd× A %)+vol . kebakaran
Dimana:

A %=
∑ surplus +∑ defisit
2

2. Water meter induk distribusi


Water meter ini berfungsi untuk mengukur debit air yang didistribusikan
dari reservoir ke daerah pelayanan.

Gambar 2.19 Water meter sambungan rumah


Sumber: Cipta Karya, 2015

3. Perpipaan distribusi
Sistem perpipaan distribusi adalah sistem untuk mendistribusikan air pada
setiap konsumen melalui Sambungan Rumah (SL) ataupun melalui Hidran
Umum (HU).
Sistem Perpipaan Distribusi :
1. Pola loop (AL-Layla,1978)
a. Terdiri dari pipa induk dan pipa cabang yang saling berhubungan satu
sama lain sehingga membentuk loop, tanpa memiliki ujung mati
b. Perhitungan pipa biasa dilakukan dengan rumus Hardy Croos
c. Biasanya digunakan pada daerah yang bentuk dan penyebarannya merata
ke segala arah.

Gambar 2.20 Sistem Perpipaan Distribusi Pola Loop


Sumber : Al-Layla, 1978

Keterangan:
R = Reservoar
A = Daerah Pelayanan
Keuntungannya:
a. Bila ada kerusakan pada bagian pipa, maka daerah lain masih bisa
mendapatkan air karena aliran bukan satu arah saja
b. Tekanan air dapat dikatakan merata, sehingga distribusi air minum
dapat merata pula.

Kerugiannya:
a. Gradasi ukuran pipa tidak jelas
b. Diperlukan banyak katup
c. Perhitungan Sulit.

2. Pola cabang (Al-Layla,1978)


Karakteristik sebagai berikut :
a. Disebut juga open system
b. Terdiri dari main freeder yang disambung langsung pada cabang pipa
berikutnya
c. Luas daerahnya relatif kecil
d. Jalur jalan yang ada tidak berhubungan satu sama lain.

Gambar 2.21 Sistem Perpipaan Distribusi Pola Cabang


Sumber : Al-Layla, 1978

Dimana :
R = Reservoar
A = Daerah pelayanan
Keuntungannya:
a. Banyaknya daerah mati diujung pipa
b. Banyak sekali dibutuhkan glow off katup penguras dan pengurasan
dilakukan pada waktu-waktu tertentu
c. Bila terjadi kerusakan pipa, maka daerah ini di bawahnya tidak
mendapatkan air bila dilakukan perbaikan pipa.

3. Pola kombinasi (Al-Layla,1978)


Untuk wilayah yang mempunyai karakteristik
a. Pada kota yang sedang berkembang
b. Bentuk dan penyebaran kota tidak teratur
c. Elevasi muka air tanah bervariasi
d. Terdapat daerah pelayanan yang jauh.

Gambar 2.22 Sistem Perpipaan Distribusi Pola Kombinasi


Sumber : Al-Layla, 1978.

Dimana :
R = Reservoir
A = Daerah pelayanan

1.5.3 Sistem Distribusi


Unit distribusi adalah sarana untuk mengalirkan air minum dari pipa
transmisi air minum sampai unit pelayanan (Permen PU No. 18 tahun 2007).
Sistem distribusi berfungsi untuk mendistribusikan air kepada konsumen/ pemakai
dengan tekanan yang mencukupi pada jaringan pipa distribusi. Sistem distribusi
terdiri atas sistem perpipaan, perlengkapan/peralatan distribusi dan reservoir
distribusi atau semua peralatan dan perlengkapan setelah air meninggalkan stasiun
pompa atau reservoir distribusi.

2. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat ekualisasi aliran dan tekanan bagi
pelayanan kebutuhan air minum penduduk. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
merancang reservoir adalah :
1. Volume reservoir
Volume ditentukan berdasarkan tingkat pelayanan dengan memperhatikan
fluktuasi pemakaian dalam satu hari di satu kota yang akan dilayani.
2. Tinggi elevasi energi
Elevasi energi reservoir harus bias melayani seluruh jaringan distribusi.
Elevasi energi akan menentukan sistem pengaliran dari reservoir menuju
jaringan distribusi. Bila elevasi energy pada reservoir lebih tinggi dari
sistem distribusi maka pengaliran dapat dilakukan secara gravitasi. Untuk
kondisi sebaliknya, bila elevasi energy lebih rendah dari jaringan distribusi
maka pengaliran dapat dilakukan dengan menggunakan pompa.
3. Letak reservoir
Reservoir diusahakan terletaak di dekat dengan daerah distribusi. Bila
topografi daerah distribusi rata maka reservoir dapat diletakkn di tengah-
tengah daerah distribusi. Bila topografi naik turun maka reservoir
diusahakan diletakkan pada daerah tinggi sehingga dapat mengurangi
pemakaian pompa dan menghemat biaya.
4. Pemakaian pompa
Jumlah pompa dan waktu pemakaian pompa harus bisa mencukupi
kebutuhan pengaliran air.
5. Konstruksi reservoir
A. Ambang bebas dan dasar bak
a. Ambang bebas minimum 30 cm diatas muka air tertinggi
b. Dasar bak minimum 15 cm dari muka air terendah
B. Inlet dan outlet
a. Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan bentuk
dan struktur tanki sehingga tidak ada daerah aliran yang mati
b. Pipa outlet dilengkapi dengan saringan dan diletakkan minimum 10 cm
diatas lantai atau pada muka air terendah
c. Perlu memperhatikan penempatan pipa yang melaui dinding reservoir
harus dapat dipastikan dinding kedap air dan diberi flexible-joint
d. Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve
e. Pipa peluap dan penguras memiliki diameter yang mampu mengalirkan
debit air maksimum secara gravitasi dan saluran outlet harus terjaga dari
kontaminasi luar.
C. Ventilasi dan manhole
a. Reservoir dilengkapi dengan ventilasi, manhole, dan alat ukur tinggi
muka air
b. Tinggi ventilasi ±50 cm dari atap bagian dalam
Ukuran manhole harus cukup untuk dimasuki petugas dan kedap air.
Kriteria perencanaan reservoir menurut (kawamura, 2000; Schulz-Okun,
1984 dan Al-Layla, 1978) adalah :
a. Pipa intake diletakan minimal 10 cm diatas lantai bak atau permukaan air
minimum dan dilengkapi dengan strainer
b. Kemiringan dasar bak menuju outlet 1/500 – 1/1000;
c. Terdapat pipa peluap dan pipa penguras yang mampu mengalirkan debit
maksimum secara gravitasi serta dilengkapi dengan gate valve;
d. Reservoir harus dilengkapi dengan ventilasi untuk memberikan sirkulasi
e. Reservoir dilengkapi dengan manhole untuk memudahkan pemeliharaan
unit

3. Jaringan Perpipaan Distribusi


Jaringan distribusi dapat dibedakan berdasarkan beberapa kategori, yaitu
berdasarkan cara pengalirannya, pola jaringan dan kelangsungan suplai air.
1. Cara pengaliran
Sistem pengaliran air minum dapat dilakukan dengan beberapa cara
tergantung kondisi topografi yang menghubungkan sumber air dengan
konsumen. Distribusi secara gravitasi, pemompoaan atau kombinasi dapat
digunakan untuk menyuplai air ke konsumen dengan tekanan yang
mencukupi. Berikut penjelasan sistem pengaliran distribusi air minum
(Joko, 2010) :
a. Cara Gravitasi
Cara pengaliran gravitasi digunakan apabila elevasi sumber air
mempunyai perbedaan cukup besar dengan elevasi daerah pelayanan,
sehingga tekanan yang diperlukan dapat dipertahanakan. Cara ini
dianggap cukup ekonomis, karena hanya memanfaatkan beda ketinggian
lokasi.
b. Cara Pemompaan
Pada cara ini digunakan untuk meningkatkan tekanan yang diperlukan
untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke konsumen. Cara
ini digunakan jika daerah pelayanan merupakan daerah yang datar dan
tidak ada daerah yang berbukit.
c. Cara Gabungan
Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan
tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada
kondisi darurat, misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya
energi. Selama periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan
disimpan dalam reservoir distribusi. Karena reservoir distribusi
digunakan sebagai cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau
pemakaian puncak, maka pompa dioperasikan pada kapasitas debit rata-
rata.

2. Pola Jaringan Pipa Distribusi


Pola jaringan pipa distribusi air minum secara umum dapat dibagi menjadi
dua pola utama, yaitu : sistem cabang dan sistem loop/ring (Shammas &
Wang, 2016) :
a. Sistem cabang
Ciri dari sistem cabang adalah terdapat pipa induk, pipa sub-induk dan
seterusnya yang dihubungkan secara cabang. Selain itu, sistem cabang
memiliki ujung pipa yang tertutup (dead-end).
b. Sistem gridiron
Sistem gridiron merupakan salah satu pola jaringan perpipaan distribusi
air minum. Sistem gridiron adalah bentuk modifikasi dari sistem cabang.
c. Sistem ring/sirkular
Sistem ring/sirkular pada umumnya digunakan pada daerah-daerah yang
terencana dengan baik. Pada penerapan sistem ring/sirkular ini, daerah
pelayanan dibagi menjadi beberapa blok pelayanan, dengan pipa induk
mengelilingi blok tersebut. Prinsip perhitungan dari sistem ring/sirkular
identik dengan sistem gridiron.
3. Kelangsungan suplai air
a. Continuous Suplly
Air dapat disuplai dengan periode menerus selama 24 jam (sistem
kontiniu). Suplai kontiniu digunakan apabila debit dan tekanan air
mencukupi untuk seluruh konsumen. Keuntungannya adalah jika terjadi
kebakaran air tetap tersedia, diameter pipa yang dibutuhkan untuk
proses distribusi lebih kecil dan tidak memerlukan air valve yang terlalu
banyak akibat kekosongan pipa.
b. Intermittent ( penggiliran air)
Pada dasarnya, pola ini diterapkan untuk tindakan daurat (jangka
pendek), misalnya karena debit dan tekanan yang belum memenuhi
kebutuhan yang sesungguhnya. Pada aplikasi pola ini, konsumen harus
memiliki tempat penyimpanan khusus karena air minum tidak dapat
diakses selama 24 jam penuh. Kekurangan dari pola suplai Intermittent
ini adalah aka nada masalah apabila terjadi kebakaran pada daerah yang
giliran tidak terlayani.

4. Kriteria Pipa Distribusi


Hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah
tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas
pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi
pengolahan. Batasan-batasan hidrolis yang akan menjadi batasan dalam analisa
dapat dilihat pada Tabel 2.16.
Tabel 2.7 Kriteria Pipa Distribusi
No Uraian Notasi Kriteria
1 Debit Perencanaan Q puncak Kebutuhan air jam
puncak
Qpeak = f peak X Q rata-rata
2 Faktor jam puncak F puncak 1,15 – 3
3 Kecepatan aliran dalam pipa
a. Kecepatan minimum V min 0,3 – 0,6 m/det
b. Kecepatan maksimum
No Uraian Notasi Kriteria
a) Pipa PVC V max 3,0 – 4,5 m/det
b) Pipa baja atau DCIP V max 6,0 m/det
4 Tekanan air dalam pipa
a. Tekanan minimum h min (0,5 – 1,0) atm, pada titik
jangkauan pelayanan
terjauh
b. Tekanan maksimum
a) Pipa PVC h max 6 – 8 atm
b) Pipa baja atau DCIP h max 10 atm
Sumber : Permen PU No. 18 Tahun 2007

Headloss maksimal yang diizinkan adalah 10 m/km (USAID, 2009). Jika


dalam model yang dibuat nantinya banyak output data yang tidak masuk dalam
kriteria ini, maka model yang dibuat harus dilakukan perbaikan-perbaikan dalam
model dengan melakukan simulasi terhadap diameter pipa, pengoperasian valve
dan sebagainya, sampai model sesuai dengan batasan.

4.5 Aplikasi Epanet 2.0 dalam Pemodelan Jaringan Distribusi Air


Bersih
EPANET 2.0 adalah program komputer yang dapat menampilkan simulasi
hidrolis dan kualitas air dalam jaringan pipa bertekanan. Jaringan tersebut terdiri
dari pipa, node atau junction pipa, pompa, valve, tangki penampungan atau
reservoir. EPANET dapat mengidentifikasi aliran air dalam setiap pipa, tekanan
pada setiap node, ketinggian air pada tangki, dan konsentrasi senyawa kimia
dalam jaringan selama periode simulasi. Hasil analisis running EPANET dapat
berupa peta jaringan dengan kode warna, tabel data, grafik time-series, dan kontur
plot.
EPANET didesain untuk membantu analisis sistem distribusi air minum,
sehingga dapat digunakan untuk hal-hal berikut ini :
1. Pemilihan sumber pada sistem.
2. Pemilihan pompa beserta jadwal kerjanya.
3. Penentuan treatment tambahan, misalnya, re-chlorinasi.
4. Penentuan pipa yang perlu ditambahkan atau diganti.
EPANET adalah alat bantu analisis yang di dalamnya terdapat kemampuan
seperti (Rossman, 2000):
1. Kemampuan analisa yang tidak terbatas pada penenempatan jaringan
2. Perhitungan harga kekasaran pipa dan kehilangan air dengan menggunakan
persamaan Hazen-Williams, Darcy-Weisbach atau Chezy-Manning
3. Perhitungan minor headloss akibat pemasangan aksesori seperti bend dan
fiiting
4. Menghitung energi dan biaya pompa
5. Pemodelan terhadap variasi tipe dari valve, termasuk shutoff, check, pressure
regulating dan flow control valve
6. Tersedia tangki penyimpan dengan berbagai bentuk (seperti diameter yang
bervariasi terhadap tingginya)
7. Memungkinkan dimasukannya kategori kebutuhan (demand) ganda pada
node, masing-masing dengan pola tersendiri yang bergantung pada variasi
waktu.
8. Model tekanan yang bergantung pada pengeluaran air dari emitter/sprinkler
head
1.6.1 Model Jaringan
EPANET memodelkan sistem distribusi air sebagai kumpulan dari node
yang dihubungkan oleh link, yang dimaksud sebagai link adalah pipa, pompa, dan
valve. Node mewakili junction, tangki, dan reservoir. Hubungan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.10:

Gambar 2.3 Hubungan Antar Komponen Fisik dalam


EPANET

Komponen-komponen fisik dalam pemodelan sistem distribusi air


EPANET, antara lain :
1. Sambungan (Junction)
Junction adalah titik-titik dalam jaringan tempat terjadinya pertemuan antar
link, dimana air memasuki atau meninggalkan jaringan. Input data utama yang
dibutuhkan adalah elevasi (meter atau feet) dan kebutuhan air. Hasil untuk
sambungan (junction) pada seluruh periode waktu simulasi adalah head hidrolis
(energi internal persatuan berat dari fluida) dan tekanan (pressure). Data
pelengkap pada junction terdiri dari :
a. Base demand, berupa demand, atau kebutuhan air pada junction tersebut.
b. Demand pattern, pola pemakaian (demand) air yang bervariasi terhadap
waktu.
2. Reservoir
Reservoir adalah node yang menggambarkan sumber eksternal yang terus
menerus mengalir ke jaringan, digunakan untuk menggambarkan danau, sungai,
akuifer air tanah dan koneksi dari sistem lain. Input utama untuk reservoir adalah
head hidrolis (sebanding dengan elevasi permukaan air jika bukan reservoir
bertekanan). Dalam EPANET, reservoir diasumsikan sebagai sumber air dengan
kapasitas yang tidak terbatas.
3. Tangki
Tangki adalah node yang memiliki kapasitas penyimpanan, dimana volume
air yang tersimpan bervariasi terhadap waktu. Tangki biasanya digunakan untuk
menyimpan air yang akan disalurkan secara gravitasi. Input data yang dibutuhkan
untuk node Tangki adalah :
a. Elevation, Ketinggian permukaan tanah pada titik node Tank berada.
b. Initial Level, Tinggi muka air pada Tank pada saat awal simulasi
dilakukan.
c. Minimum Level, Tinggi muka air minimum yang diizinkan untuk dapat
digunakan pada simulasi.
d. Maximum Level, Tinggi muka air maksimum yang diizinkan untuk dapat
digunakan pada simulasi.
e. Diameter, Diameter tangki untuk tangki yang berbentuk silindris. Untuk
tangki yang berbentuk non silindris penyesuaian bentuk tangki dapat
dilakukan dengan mengatur Minimum Volume, Volume Curve (dengan
menentukan kurva hubungan volume air pada tank dengan ketinggian
muka air).
Hasil keluaran yang didapat dari komputasi tangki terhadap waktu adalah
tekanan hidrolis (sebanding dengan elevasi permukaan air) dan kualitas air.
Tangki membutuhkan level maksimum dan minimum untuk beroperasi. EPANET
akan menghentikan air yang keluar jika tangki memiliki level air minimum, begitu
juga jika tangki memiliki level air minimum.
4. Pipes
Pipes atau pipa adalah link yang digunakan untuk mengalirkan air dari satu
node ke node lainnya pada suatu sistem jaringan perpipaan. EPANET akan
mengasumsikan bahwa pipa akan selalu terisi penuh. Arah aliran adalah dari titik
yang memiliki head hidrolik lebih besar menuju titik yang lebih sedikit head
hidroliknya. Input data utama yang perlu diisikan, adalah :
a. Start node, merupakan titik awal atau pangkal pipa.
b. End Note,merupakan titik akhir pipa atau ujung pipa.
c. Length, merupakan panjang pipa dalam meter atau feet.
d. Diameter, merupakan diameter atau garis tengah pipa. Satuan yang
digunakan adalah inchi atau millimeter.
e. Roughness, koefisien kekasaran pipa untuk menghitung headloss.
Data Output dari junction pipa adalah :
a. Flow (Debit aliran)
b. Velocity (Kecepatan aliran)
c. Unit Headloss (Headloss di dalam pipa)
Kehilangan tekan hidrolis pada pengaliran air dalam pipa karena faktor
gesekan dapat dihitung dengan menggunakan beberapa persamaan. Persamaan
Hazen-Williams adalah yang paling umum digunakan. Namun, persamaan
tersebut tidak dapat digunakan untuk fluida selain air dan hanya untuk aliran
turbulen. Persamaan Darcy-Weisbach banyak digunakan secara teoritis, dan dapat
diaplikasikan untuk semua kondisi cairan. Persamaan Chezy-Manning banyak
digunakan untuk aliran pada saluran terbuka.
5. Pumps
Pumps atau Pompa adalah link yang memberikan tenaga ke fluida untuk
menaikkan Head hidrolisnya. Input parameternya adalah node awal dan akhir dan
kurva pompa (kombinasi dari Head dan aliran dimana pompa harus
memproduksinya). Sebagai pengganti kurva pompa, pompa dapat
direpresentasikan sebagai pompa yang memiliki energi konstan, mensuplai
konstan energi (horse power atau kilowatt) kepada fluida untuk seluruh kombinasi
dari aliran dan Head.
6. Pattern
Pattern adalah gabungan dari beberapa pola faktor pengali yang dapat
berubah terhadap waktu. Demand tiap node, Head reservoir dan jadwal operasi
pompa dapat memiliki time pattern yang diatur khusus untuk masing-masing
komponen fisik. Interval waktu pada pattern merupakan variabel utama yang
dapat di set pada time option dalam project.
7. Curve
Curve adalah obyek yang mengandung rangkaian data yang menjelaskan
tentang hubungan antara dua besaran. Dua atau lebih obyek dapat digabungkan
dalam sebuah kurva. Model EPANET 2.0 dapat menyediakan Pump Curve,
Efficiency Curve, Volume Curve, Headloss Curve. Pump Curve atau kurva pompa
menjelaskan hubungan antara Head dan laju aliran yang dapat dialirkan oleh
pompa pada pengaturan kecepatan nominal. Head adalah Head yang diperoleh air
dari pompa dan digambarkan pada sumbu vertikal (Y) dengan satuan feet (meter).
Laju Aliran digambarkan pada sumber Horizontal (X) dalam unit debit. Kurva
pompa yang valid harus memiliki Head yang berkurang dalam pertambahan
aliran.
1.6.2 Model Simulasi Hidrolik
Simulasi hidrolis EPANET menghitung head junction dan aliran dalam link
secara lengkap terhadap level reservoir, level tangki dan kebutuhan air selama
periode waktu. Langkah waktu terhadap level reservoir dan kebutuhan junction
diperbaharui menggunakan aliran saat itu. Penyelesaian secara simultan langkah-
langkah hidrolis digunakan untuk memperpanjang periode simulasi dapat diatur
oleh pengguna. Biasanya digunakan selama 1 jam. Langkah waktu yang pendek
dari yang normal akan muncul jika kondisi berikut terjadi:
1. Periode berikutnya dari pelaporan output muncul
2. Pola periode waktu berikutnya muncul
3. Tangki menjadi penuh atau kosong
4. Simple control atau rule-based control aktif
Model simulasi hidrolis dapat digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan yang sedang berlangsung, menganalisis perubahan operasional dan
mempersiapkan peristiwa diluar kebiasaan. Dengan membandingkan data hasil
simulasi dengan data hasil pengukuran lapangan maka operator dapat menentukan
penyebab permalahan dalam sistem dan mengusulkan penyelesaian masalah tanpa
harus melakukan trial and error. Pada praktek dilapangan menunjukkan bahwa
pengukuran parameter dilapangan bukan saja menyulitkan namun juga memakan
biaya yang cukup tinggi. Misalkan untuk untuk mendapatkan satu data mengenai
flow disatu segmen, operator pertama-tama harus menggali lapangan dimana pipa
tersebut berada, men-tapping pipa dan memasang alat ukur pitot atau alat ukur
debit yang lainnya, setelah data diperoleh kemudian harus dilakukan pengurugan
lapangan kembali. Dan perlu disadari bahwa dalam memahami kondisi jaringan
maka diperlukan banyak data lapangan sedemikian rupa sehingga dapat yang
diperoleh cukup merepresentasikan kondisi jaringan sebenarnya. Dengan kondisi
seperti demikian, model distribusi akan sangat membantu dalam hal mengurangi
jumlah data yang diperlukan, orang yang terlibat dalam pekerjaan, kontaminasi
terhadap air dan akhirnya akan mengurangi besarnya biaya yang harus
dikeluarkan.
Dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih maka
kini kalibrasi model dapat dilakukan setiap saat dan sebanyak mungkin.
Teknologi kontrol seperti DCS (Distributed Control System) dan SCADA
(Supervisory Control and Data Acquisition) yang kemudian diintegrasikan dengan
GIS (Geographic Information System) dapat meningkatkan pengendalian operator
terhadap jaringannya sehingga kerusakan sekecil apapun di dalam jaringannya
dapat diketahui dengan waktu yang sesingkat-singkatnya (Walski, et al., 2003).
1.7 Deskripsi Wilayah Perencanaan
Kecamatan Pangkalan Lesung merupakan salah satu kecamatan yang ada di
wilayah Kabupaten Pelalawan yang sebelumnya merupakan sebuah desa yang
dikenal dengan Desa Pangkalan Lesung Kecamatan Pangkalan Lesung
Kabupaten Kampar dengan batas wilayah Kecamatan Pangkalan Lesung sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Bandar Sekijang
Sebelah Selatan : Kecamatan Ukui
Sebelah Timur : Kecamatan Kerumutan
Sebelah Barat : Kecematan Ukui
Kecamatan Pangkalan Lesung mempunyai luas wilayah 472,74 km 2 jika
dipersentasekan ±95% merupakan wilayah daerah dataran rendah yang terdiri dari
sembilan desa dan satu kelurahan dengan jumlah penduduk ± 33.509 jiwa dengan
perincian jumlah penduduk laki-laki sebanyak 17.325 jiwa dan perempuan
sebanyak 16.185 jiwa pada tahun 2018. Kecamatan Pangkalan Lesung terletak di
jalur khatulistiwa dengan iklim panas dengan suhu rata-rata 28 – 35 oC dengan
ketinggian dari permukaan laut 10 – 15 mil serta curah hujan 5.583,5 mm/tahun.
1.7.1 Lokasi Wilayah Perencanaan
Lokasi perencanaan unit produksi dan distribusi air minum dilakukan di
Kecamatan Pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan yang terletak di Pesisir
Pantai Timur Pulau Sumatera antara 48’ 32” Lintang Utara – 24’ 14” Lintang
Selatan dan 1010 30’ 40” – 1030 23’ 22” Bujur Timur dengan luas wilayah
Pangkalan Lesung sebesar 472,74 km2.
Gambar 2.4 Peta Administrasi
Gambar 2.5 Peta Tata Guna Lahan
1.7.2 Kondisi Kependudukan
Dari data statistik jumlah penduduk di Kecamatan Pangkalan Lesung
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berikut jumlah penduduk Kecamatan
Pangkalan Lesung dapat dilihat pada tabel 2.15 Berikut :
Tabel 2.8 Jumlah Penduduk Kecamatan Pangkalan Lesung
Jumlah Penduduk
No Tahun
(jiwa)
1 2009 23074
2 2010 25958
3 2011 27556
4 2012 29035
5 2013 29152
6 2014 30158
7 2015 31147
8 2016 31624
9 2017 32582
10 2018 33509*
Jumlah 293795
Sumber : BPS Kecamatan Pangkalan Lesung dalam angka
*BPS Kabupaten Pelalawan dalam angka

1.7.3 Kondisi Eksisting Penyediaan Air Minum Lokasi Perencanaan


Pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat Kecamatan Pangkalan Lesung
masih dikelola oleh masyarakat dengan kemampuan yang terbatas dan tanpa
adanya kontrol kualitas yang jelas. Adapun sumber air minum di Kecamatan
Pangkalan Lesung dapat di lihat pada Tabel 2.16.
Tabel 2.9 Sumber air Kecamatan Pangkalan Lesung
Sumber Air Minum
Desa/ Sungai/ Air Jumlah
Kelurahan Air Isi PAM/ Sumu (keluarga)
Mata Hujan/
Ulang/ Ledeng r
Air Lainnya
kemasan
Genduang 501 0 897 0 0 1398
Rawang Sari 192 0 498 0 0 690
Sari Makmur 309 0 224 0 0 533
Mulia Subur 188 0 190 0 0 378
Mayang Sari 224 0 385 0 0 609
Sari Mulia 158 0 252 15 0 425
Dusun Tua 170 0 105 0 0 275
Pangkalan
Lesung 1260 132 972 0 0 2364
Tanjung Kuyo 148 0 186 0 0 334
Tabel 2.16 Sumber air Kecamatan Pangkalan Lesung
(Lanjutan)
Sumber Air Minum
Desa/ Air Isi Sungai/ Air Jumlah
Kelurahan PAM/ Sumu (keluarga)
Ulang/ Mata Hujan/
Ledeng r
kemasan Air Lainnya
Pesaguan 751 0 156 0 0 907
Jumlah 3901 132 3865 15 0 7913
Sumber : BPS Kecamatan Pangkalan Lesung dalam angka 2017

Anda mungkin juga menyukai