Oleh
Muhammad Arjuna ( 010002000376 )
Marchelino Hizkia ( 010001800281 )
Pramudika Ananda Putra ( 010001900479 )
Fakultas Hukum
Universitas Trisakti
2020/2021
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu.
Makalah dengan judul “Perbandingan Sejarah Masuknya Islam Versi Orientalis Barat
dan Sarjana Hukum Islam di Indonesia” disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Hukum Islam.
Saya ucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Hj. Wahyuni Retnowulandari, SH. MH. selaku
dosen mata ajar Hukum islam sekaligus pembimbing penyusunan makalah ini,
orangtua, serta semua pihak yang sudah membantu dalam penyusunan makalah dari
awal hingga selesainya makalah ini. Penulis meyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih ada kekurangan, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk
perbaikan penulisan dan penyusunan makalah di masa mendatang.
Pandangan kaum orientalis dalam ranah studi Islam cukup menarik, mereka
menawarkan cara pandang yang berbeda dalam mengkaji soal Al-Quran, Hadits,
sejarah Islam, dan teologi Islam. Tak jarang para akademisi Barat tersebut cenderung
kritis dan skeptis pada referensi yang diakui oleh umat Islam. Corpus yang berada di
tangan umat Islam, dianggap oleh mereka bukan sebagai literatur sejarah, namun
sebagai literatur teologi dan ritual agama. Mun’im Sirry menjelaskan keberatan-
keberatan orientalis terhadap sumbersumber Islam klasik disebabkan adanya jarak
yang cukup jauh antara teks sejarah dengan kehidupan Muhammad sang nabi.
Contohnya adalah kitab sejarah tertua mengenai kelahiran Nabi Muhammad dan
Islam adalah kitab Sirah Ishaq karangan Muhammad bin Ishaq bin Yasar. Walau kitab
ini dalam literatur Islam dianggap sebagai kitab tertua, namun jarak antara kitab ini
terbit dengan kehidupan Nabi Muhammad sejauh 100 tahun. Ini berarti antara Ibn Ishaq
dengan Nabi Muhammad memiliki rentang waktu yang jauh. Dan yang lebih
memusingkan, kitab Sirah Ibn Ishāq hingga saat ini tidak ditemui kecuali cuplikan
tentangnya yang dikumpulkan oleh Abu Muhammad bin Abdul Malik Hisyam atau yang
biasa dikenal sebagai Hisyam. Hisyam mengumpulkan data-data sejarah yang
dikumpulkan oleh Ishaq yang kemudian menjadi kitab Sirah Hisham. Dan Hisyam
sendiri tidak bertemu secara langsung dengan Ishaq sang penulis sejarah.Jarak
rentang waktu yang panjang ini membuat para akademisi Barat merasa skeptis dan
tidak yakin akan akurasi sejarah yang tertulis dalam sumber-sumber Islam, lalu
alternatif apa yang mereka tawarkan?
Para orientalis menawarkan untuk mencari sumbersumber tertulis melalui skrip-skrip
sejarah yang ditulis oleh kelompok pendeta Suryani, Yahudi, Majusi dan tulisan-tulisan
sejarah yang ditulis oleh kelompok nonmuslim yang sezaman.
Salah satu orang yang secara radikal menolak sumber-sumber Islam adalah Patricia
Crone. Crone dengan tegas menolak sumber-sumber teks yang dihasilkan oleh sarjana
Islam, bagi Crone teks-teks Islam hanyalah berisi dogma dan sakralisasi Muhammad,
sedangkan secara historis tidak mampu di pertanggung jawabkan. Crone mengatakan
bahwa sumber-sumber Islam terkadang tidak konsisten, contohnya kisah tentang Ami
bin Ash yang datang ke Etiopia, ada riwayat yang menyebutkan Amir pergi ke Etiopia
untuk berdagang, ada yang mengatakan ia datang dengan pakaian perang untuk
mengeksekusi kaum Muslim yang hijrah ke Etiopia, tapi ada riwayat lain yang menyebut
ia kesana untuk mengungsi. Anehnya, meski riwayat-riwayat itu berbeda-beda, namun
penulisnya menjelaskan dengan begitu detail,kemudian membuatnya melihat Islam
secara keseluruhan melalui teks-teks Suryani yang sezaman dengan kehidupan
Muhammad. Kitab-kitab sejarah dan tarikh karya Muslim yang menceritakan tentang
Islam awal biasanya adalah berisi dalā’il nubuwah, dalil-dalil kenabian yang berfungsi
untuk kepentingan dogma dan teologi Islam, berguna melawan tuduhan orang-orang
Kristen dan Yahudi.
Namun bukan berarti penggunaan sumber-sumber nonmuslim itu tanpa kritik dan
masalah. Para penulis dari kalangan Kristen, Yahudi, Sabean, atau Majusi (Zoroaster)
sebagian tentunya memandang Islam secara negatif atau malah mendistorsi berita
yang sesungguhnya tentang agama Islam yang dibawa oleh Muhammad.
SEJARAH MASUKNYA ISLAM VERSI SARJANA HUKUM ISLAM DI
INDONESIA
Hukum Islam masuk ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam ke
Indonesia. Menurut kesimpulan Seminar Masuknya Islam di Indonesia di Medan tahun
1963, Islam telah masuk ke Indone sia pada abad I Hijriyah atau abad 7/8 Miladiyah.
Hukum Barat baru diperkenalkan oleh VOC awal abad XVII Miladiyah. Sebelum Hukum
Islam masuk ke Indonesia, rakyat Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-
macam sistemnya,sangatmajemuksifatnya. Dapat diduga, pengaruh AgamaHindu
danBudha sangat kuat teihadap hukum adat rakyat Ibnu Batutali, pengembara Arab
asal Maroko yang pada tahun 1345M. singgah di samudera Pasai, dan sempat
beijumpa denga'n Sultan Al-Malik Al-Zahir, melaporkan bahwa Sultan sangat mahir
dalam Fiqih Mazhab Syafi'i. Menurut Hamka, dari sinilah Fiqih Mazhab Syafi'i keinudian
merata di seluruh wilayah Nusantara. Hukum Islam merupakan hukum resmi kerajaan-
kerajaan Islam.
Pada waktu VOC sebagai pedagang dan badan pemerintah, hukum Belanda mulai
diperkenalkan kepada bangsa Indo nesia. Badan peradilan dibentuk dengan maksud
berlaku juga bagi bangsa Indonesia. Tetapi usaha VOC itu tidak berhasil. Akhirnya VOC
membiarkan lembaga-lembaga yang hidup di dalam masyarakat beqalan sebagaimana
keadaan sebelumnya. Dalam statute Jakarta tahun 1642 bahkan disebutkan bahwa
dalam hukum kewarisan bagi bangsa Indonesia tetap diperlakukan hukum kewarisan
Islam. Untuk melegakan perasaan umat lslam, pada tahun 1760 diterbitkan
Compendium Freijer yang menghimpun hukum perrkawinan dan hukum kewarisan
Islam yang diberlakukan di pengadilan pengadilan untuk menyeiesaikan sengketa
dikalangan umat Islam. Terbit pula Kitab Mugharraer untuk pengadilan negeri
Semarang yangg memuat hukum-hukum Jawa, yang mencerminkan hukum
Islam.Terbit pula Kitab Pepakem Cirebon yang berisi kumpulan hukum-hukum Jawa
yang tua-tua. Dibuat pula peraturan untuk daerah Bone dan Goa atas prakarsa B.J.
Qootwijk. Demikian keadaan hukum Islam pada masa VOC yang berlangsung pada
abad lamanya, inulai tahun 1602 hingga 1800.
Setelah masa VOC berakhir, dan pemerintaha nkolonial Belanda benar-benar
menguasai seluruh Nusantara, Hukum Is lam mengalami pergeseran.
Secara berangsur-angsur kedudukan hukum Islam diperlemah. Pada masa Daendeles
(1808- 1811) kedudukan hukum Islam belum mengalami pergeseran. Thomas Raffles
(1811-1816) bahkan masih mengukuhkan hukum Islam sebagai hukum rakyat di Jawa.
Tetapi setelah Inggris, berdasarkan konvensi London tahun 1814, menyerahkan
kembali kekuasaan pemerintahan kepada Belanda oleh pemerintah colonial Belanda
dikeluarkan peraturan perundang-undangan tentan kebijaksanaan pemerintah, susunan
pengadilan, pertanian dan perdagangan di wilayah jajahannya di Asia, hukum Islam
mulai mengalami pergeseran dalam tata hukum Hindia Belanda yang sangat merugikan
eksistensi Hukum Islam.
Pada abad XIX muncul gerakan di kalangan banyak orang Belanda di negeri mereka,
juga di Indonesia (Hindia Belanda) dengan proses Kristenisasi. Mereka berasumsi, jika
banyak pribumi yang berpindah kepada Agama Kristen, maka kedudukan pemerintah
colonial Belanda akan makin kuat, sebab mereka akan loyal lahir batin kepada
pemerintah kolonial Belanda.
Pembaharuan tata hukum Hindia Belanda pun dilakukan. Rakyat di sadarkan agar
menerima Hukum Belanda yang lebih baik, untuk menggantikan hukum asli mereka.
Dibentuklah komisi yang diketahui Mr. Scholten van Dud Haarlem yang bertugas untuk
menyesuaikan Hukum Belanda dengan situasi Hindia Belanda. Komisi Scholten melihat
rakyat yang beragama Islam itu sangat kuat kesadaran Hukum mereka. Akhirnya
dikirim nota kepada pemerintah Belanda, agar kesadaran hukum pribumi terhadap
hukum Islam tidak diganggu. Untuk keuntungan pemerintah Belanda sendiri, sebaiknya
pribumi dibiarkan menggunakan hukum agama dan adat istiadat mereka sendiri-sendiri.
Kesimpulan
Secara historis, realitas pengkajian Barat terhadap Islam memang pada mulanya
sebagai penopang imperialisme dan kolonialisme Barat. Namun seiring hilangnya
kolonialisme, para orientalis menjadi independen dan tidak lagi terjebak oleh paradigma
politis dan kepentingan dalam mengkaji Timur, khususnya studi Islam. salah satu kajian
yang ditelusuri oleh para orientalis adalah mengenai eksistensi Islam awal. Islam awal
atau Islam lama berarti kajian sejarah mengenai asal mula agama Islam dan
bagaimana kemunculan agama Islam. Mengkaji kembali sejarah Islam awal memang
bisa dikatakan cukup menarik, Apalagi jika terdapat bukti-bukti baru yang hangat untuk
dikaji. Para orientalis seperti Patricia Crone, Wansbourgh, Fred Donner, dan Abraham
Geiger mengemukakan teori Islam awal yang cukup kontroversial dan bertentangan
dengan sumber sejarah yang diyakini oleh umat Islam. Namun sebagaimana suatu
kajian sejarah, suatu teori atau hipotesis yang dikemukakan oleh para orientalis
(sekontroversi apapun) tetaplah merupakan penafsiran subjektif daripada si pengamat.
Sejarah begitu kompleks dan rumit, sebagaimana pandangan Mohammed A. Bamyeh,
Guru Besar di macelester College, bahwa bukti-bukti arkeologis dan filologis dari para
orientalis yang mengkaji sejarah Islam awal masih terlampau sedikit untuk
merekonstruksi suatu peristiwa utuh yang sebenarnya. Karena banyaknya lubang-
lubang kosong dari data-data yang dimiliki oleh para orientalis, akhinya rekonstruksi
sejarah yang mereka lakukan justru malah kerap diisi oleh pemikiran liar dan hayalan
konspirasi.