Anda di halaman 1dari 5

Berkenalan Dengan Pantun Minang

Julukan sebagai suku seribu syair yang tersemat bagi masyarakat


Minang memang bukan omong kosong belaka. Suku asli nusantara
ini sudah sejak lama dikenal karena kekayaan syair unik yang
dimilikinya.

Tidak heran warga Minang banyak yang berprofesi sebagai penyair,


pujangga, pencipta lagu hingga novelis ternama. Sebagaimana yang
telah dikatakan oleh salah satu sastrawan besar Minang, A.A. Navis.

Bahwa pantun merupakan sastra lisan yang telah mendarah daging


sebagai tradisi di Minang. Pantun tersebut berasal dari ekspresi
pikiran, perasaan, perasaan dan nasehat serta filosofi kehidupan
Minang.

Penggunaannya banyak bersinggungan dengan adat istiadat dan


tradisi khas Minangkabau. Misalnya pada acara-acara formal dan
sakral, seperti upacara pernikahan, pidato adat, makan sirih, upacara
melepas mayat, sampai mengantar jamaah haji.

Pantun daerah Minang yang digunakan dalam acara formal dan


sakral ini dikenal dengan sebutan pantun orang tua. Jenisnya adalah
pantun nasehat, agama dan pantun adat.

Ada pantun orang tua, ada pula pantun orang muda. Pantun jenis ini
digunakan pada acara non-formal yang tidak ada hubungannya
dengan adat dan tradisi sakral.

Misalnya pantun dagang, pantun jenaka, pantun nasib, hingga


pantun berkasih.
Sumber Penyebaran Pantun Minang, Dimana Bisa
Ditemui?
Pantun daerah Minangkabau lahir dan berkembang secara lisan di
tengah-tengah masyarakat. Secara mudah dapat ditemui dalam
cerita-cerita kaba, persembahan, pidato adat, maupun
nyanyian/syair serta saluang.

Sebagai contoh, pantun erat kaitannya dengan cerita kaba. Kaba atau
cerita prosa liris – sejenis hikayat, banyak menggunakan pantun
sebagai pelengkap dan selingan untuk memperindah jalan cerita.

(Pantun Pembuka Kaba)

Antah sapek antah mantilau

Ramo-ramo di dalam gantang

Antah dapek antah moh tido

Kaba lah lamo tak baulang

(Pantun Penutup Kaba)

Kalau ado sumua di ladang

Buliah juo manompang mandi

Kalau ado umua panjang

Nan lain pulo diulang lai

Pantun tersebut seringkali digunakan sebagai pembuka dan penutup


sebuah kaba. Tujuannya tidak lain untuk memperindah jalan cerita.
Selain kaba, penggunaan pantun dengan tujuan serupa juga sering
ditemukan pada saluang. Saluang adalah alat tiup instrumen musik
klasik khas Minangkabau pengiring dendang.

Pantun daerah Minangkabau tersebut digubah ke dalam bentuk


dendang dan nyanyian. Salah satu ciri khasnya, pantun-pantun
tersebut bertema perasaan sedih, iba, dan hal-hal yang berkaitan
dengan nasib.

Ada ribuan pepatah dan pantun bahasa Minangkabau yang berupa nasehat dalam
menjalankan kehidupan di dunia, semuanya bertujuan untuk mengedukasi, memberi
arahan dan pedoman untuk semua umat manusia. Berikut, beberapa Pantun Minang
Lamo tentang Nasehat Kehidupan :

Urang Sijunjuang pandai manumih,


Tumih kol jo kacang panjang,
Bahemaik-hemaik dalam bapitih,
Balanjo usah nan gadang-gadang.
Artinya :
Orang Sijunjung pandai me-numis,
Tumis kol dan kacang panjang,
Berhemat-hemat menggunakan duit,
Belanja jangan boros-boros.

Ka pasa Tabiang naiak Bendi,


Pulangnyo hari lah sanjo,
Galak tabahak di meja judi,
Manangih surang dalam pinjaro.
Artinya :
Ke pasar Tabing naik Bendi,
Pulangnya hari sudah senja,
Tertawa terbahak di meja judi,
Menangis sendiri dalam penjara.

Jam Gadang ado di Bukittinggi,


Tampek manggaleh urang Baso,
Kawan galak mudah dicari,
Kawan manangih jarang basuo.
Artinya :
Jam Gadang ada di Bukittinggi,
Tempat berdagang orang Baso,
Kawan tertawa gampang dicari,
Kawan menangis sulit bersua.

Babagai-bagai ujian tibo,


Bamacam-macam musibah datang,
Mungkin kito lah banyak lupo,
Pasan pitaruah nenek moyang.
Artinya :
Berbagai-bagai ujian tiba,
Bermacam-macam musibah datang,
Mungkin kita sudah banyak lupa,
Pesan dan pepatah nenek moyang.

Nasi rasan usah dimakan,


Gulai lauak bakuah santan,
Jikok lah banyak nan talupokan,
Mari basamo Kito ingek kan.
Artinya :
Nasi nasi jangan di makan,
Gulai ikan berkuah santan,
Jika sudah banyak yang terlupakan,
Mari bersama kita saling mengingatkan.

Anda mungkin juga menyukai