Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK 2

BLOK 13 MODUL 4
PENYAKIT JANTUNG KORONER

Disusun oleh : Kelompok 2

Way Wimaba R T 2010016107


Muh. Ari Alfauzan 2110016014
Karina Diva Cantika 2110016017
Achmad Alkaff 2110016033
Farsya Aulia Bahri 2110016053
Elias Fransiskus Pardosi 2110016063
Vhania Yuannisa 2110016069
Naomi Christy Natasha Tambunan 2110016076
Ruth Sheren Romauly Simorangkir 2110016093
Muh Dzulfikar A A 2110016099

Tutor : Dr. dr. Sri Hastati, M.Kes

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul
“Kelainan Kronis Pada Saluran Napas” ini tepat pada waktunya. Laporan ini kami susun dari
berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari Diskusi kelompok Kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
terselesaikannya laporan ini, antara lain:
1. Dr. dr. Sri Hastati, M.Kes selaku tutor kelompok 6 yang telah membimbing kami
dalam menyelesaikan Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
2. dr. Rajibsman, Sp.PD, selaku penanggungjawab modul B13M4
3. Teman-teman kelompok 2 yang telah menyumbangkan pemikiran dan tenaganya
sehingga Diskusi Kelompok Kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik, serta
dapat menyelesaikan laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil (DKK).
4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman angkatan
2021 dan pihak-pihak narasumber yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyelesaikan laporan ini sangat
terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil Diskusi Kelompok Kecil
(DKK) ini.

Samarinda, 10 September 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
Tujuan yang ingin dicapai dalam diskusi kami ini adalah untuk mengetahui dan
memahami tentang : 1
C. Manfaat 1
Setelah mempelajari Blok 13 Modul 4 ini, mahasiswa diharapkan mampu
memahami tentang Sindrom Koroner Akut mulai dari definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana. 1
SKENARIO 2
A. Step 1 Identifikasi Istilah 2
B. Step 2 Identifikasi Masalah 3
C. Step 3 Analisa Masalah 3
D. Step 4 Kerangka Konsep 5
E. Step 5 Learning Objectives 6
G. Step 7 Sintesis 6
DAFTAR PUSTAKA 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nyeri dada adalah kondisi ketika dada terasa seperti tertusuk, perih, atau
tertekan. Nyeri ini bisa terjadi di dada sebelah kanan, sebelah kiri, atau dada tengah.
Pada dasarnya nyeri dada yang biasanya dianggap remeh sebenarnya dapat mengarah
pada kondisi yang patologi. Beberapa organ dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri
dada antara lain jantung, paru, dan diafragma. Nyeri dada dapat dialami oleh semua
umur tidak hanya terfokus pada para orang-orang yang berumur lanjut. Nyeri dada
dapat didasari oleh beberapa penyakit. Sepertinya kita perlu mengetahui bagaimana
nyeri dada itu dapat terjadi dan penyakit-penyakit apa saja yang mendasari serta
bagaimana penatalaksanaannya.

B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam diskusi kami ini adalah untuk mengetahui dan
memahami tentang :
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi dari Sindrom Koroner Akut
a. Unstable Angina Pectoris
b. STEMI
c. NSTEMI

C. Manfaat
Setelah mempelajari Blok 13 Modul 4 ini, mahasiswa diharapkan mampu
memahami tentang Sindrom Koroner Akut mulai dari definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana.

1
BAB II
PEMBAHASAN

SKENARIO

A. Step 1 Identifikasi Istilah


● Lead II,III AVF : LEAD II arahnya dari tangan ke kiri , LEAD III tangan kiri
kaki kiri ( menunjukan pada gambaran inferior jantung), AVF dari kaki kiri ke
jantung ( bagian lateral jantung ), LEAD V1 - V4 (anterior), v1-v2 (melihat
irama jantung ) , v3-v4 (interior LV) , v5-v6 (lateral kiri)
● Nyeri dada retrosternal : nyeri dada : sakit pada bagian dada , retro : belakang,
sternal : sternum, (rasanya seperti tertekan, bukan nyeri tajam)
● ST elevasi : N : terjadinya peningkatan, terjadi di infark miokardium, bisa
disebabkan varian normal repolarisasi dini, bisa perikarditis
● Kolesterol : merupakan senyawa lemak yg dihasilkan oleh tubuh dan sebagian
besar di hepar, nilai total dibawah 200 mg/dl, dibagi menjadi 2 ldl dan hdl, bisa
dari makanan
● ST depresi : sama kaya elevasi, penurunan dibawah 1 ml, dibagi 3 ada yang
datar (horizontal), kebawah dan keatas, pada pasien yg mengalami non stemi
dan juga angina,
● Pemeriksaan EKG : untuk mengevaluasi jantung, mengukur dan mengetahui
jantung normal atau tidak

2
B. Step 2 Identifikasi Masalah
1. Mengapa pasien pada skenario dapat mengalami nyeri dada retrosternal
yang menjalar ke rahang dan lengan sebelah kiri?
2. Apa hubungan keluhan pasien dengan usia, kebiasaan merokok 3 bungkus
sehari dan kadar kolesterol Bapak D?
3. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan bapak D?
4. Apa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis bapak D?
5. Apa diagnosis dari pasien pada skenario?
6. Apa tatalaksana awal dari pasien pada skenario?

C. Step 3 Analisa Masalah


1. Mengapa pasien pada skenario dapat mengalami nyeri dada retrosternal
yang menjalar ke rahang dan lengan sebelah kiri?
● Nyeri yang terjadi karena faktor pencetus terutama oleh rokok yang akan
menyebabkan akumulasi toksik pembuluh darah yang akan
menyebabkan terkumpulnya trombosit di pembuluh darah, yang memicu
aterosklerosis yang memicu terjadinya penyempitan pembuluh darah
oleh plak yang menyebabkan oklusi dari pembuluh darah arteri
koronaria. Jika pasien melakukan aktifitas yang berat maka kebutuhan
oksigen semakin meningkat yang menyebabkan penurunan oksigen ke
jantung dan ke miokard, sehingga jantung akan melakukan metabolisme
anaerob untuk mengalirkan oksigen terbentuk bradikinin dan adenosin
dan merangsang reseptor miokardium ke saraf saraf di sekitar otot
jantung yang diteruskan ke saraf spinalis Bersama saraf sensoris somatis
dari T1- T4, ke lengan kiri, bahu, dan juga rahang. Nyeri terbagi menjadi
dua. Adanya nyeri pada dada dan nyeri yang dialihkan.

2. Apa hubungan keluhan pasien dengan usia, kebiasaan merokok 3 bungkus


sehari dan kadar kolesterol Bapak D?
● Semakin tua usia seseorang lebih rentan terkena penyakit sindrom
metabolik, juga elastisitas pembuluh darah menurun, apalagi pasien

3
tersebut sering terpapar asap rokok. Dimana adanya kebiasaan merokok
sangatlah berbahaya karena merokok bisa mengurangi kadar High
Density Lipoprotein (kolesterol HDL) dan meningkatkan kadar Low
Density Lipoprotein (kolesterol LDL).
● Asap rokok juga menyebabkan bertambahnya kadar karbon monoksida
di dalam darah, sehingga meningkatkan risiko terjadinya cedera pada
lapisan dinding arteri. Bahan kimia dalam rokok akan mempersempit
arteri yang sebelumnya telah menyempit karena aterosklerosis, sehingga
mengurangi jumlah darah yang sampai ke jaringan. Merokok juga
meningkatkan kecenderungan darah untuk membentuk bekuan darah.
● Usia lebih dari 40 thn paling sering terjadinya SKA, pd perempuan
sering terjadi pada fase menopause, semakin bertambah usia semakin
meningkatkan sindrom metabolik

3. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan bapak D?


● TD : 160/100 mmHg (Hipertensi)
● Nadi : 110x/menit (Takikardia)
● Kolesterol : 290 mg% ( Hiperlipidemia)
● EKG : ST elevasi meningkat (menandakan ada infark myocardium)

4. Apa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis bapak D?


● EKG : adanya ST elevasi terutama di 2 lead yang berdekatan bisa
menandakan STEMI. EKG STEMI menunjukkan ST elevasi sementara
pada NSTEMI biasanya menunjukkan ST depresi. Biomarka jantung
yang meningkat biasanya menunjukkan NSTEMI dan STEMI.
● Pemeriksaan CKMB agak sulit karena kadarnya cepat menurun.

5. Apa diagnosis dari pasien pada skenario?


● Penyakit Jantung Koroner (CAD), Infark Miokard dengan ST elevasi
(STEMI), Angina Pectoris.

6. Apa tatalaksana awal dari pasien pada skenario?


● Tirah baring.
● Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi
O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi.

4
● Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
● Aspirin 160-320 mg sublingual.
● Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) seperti ticagrelor dan
clopidogrel.
● Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri
dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat.

D. Step 4 Kerangka Konsep

5
E. Step 5 Learning Objectives

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, faktor risiko, patofisiologi, manifestasi


klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana dari SKA (Sindrom Koroner
Akut) :
a. Unstable Angina Pectors
b. NSTEMI
c. STEMI

F. Step 6 Belajar Mandiri


Pada tahap ini, mahasiswa akan mencari jawaban dari tujuan pembelajaran
(learning objective) yang sudah disepakati, referensi yang digunakan adalah
buku-buku dan jurnal yang telah disarankan, serta referensi tambahan bila
diperlukan, untuk kemudian dipahami dan dijelaskan kembali pada DKK 2 di step
ke-7 yaitu sintesis.

G. Step 7 Sintesis

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, faktor risiko, patofisiologi,


manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana dari SKA
(Sindrom Koroner Akut) :
a. Unstable Angina Pectoris
Definisi
Angina pektoris tidak stabil didefinisikan sebagai angina pektoris (atau
ekuivalen rasa tidak nyaman di dada tipe iskemik) dengan satu diantara
tampilan klinis: (1) terjadi saat istirahat (atau aktivitas minimal) dan
biasanya berlangsung lebih dari 20 menit (jika tidak ada penggunaan
nitrat atau analgetik); (2) nyeri hebat dan biasanya nyeri nya jelas; atau

6
(3) biasanya lambat laun bertambah berat (misalnya nyeri yang
membangunkan pasien dari tidur atau yang semakin parah, terus menerus
atau lebih sering dari sebelumnya).

Faktor Risiko
● Usia : Usia seseorang lebih dari 65 thn merupakan faktor resiko
mengalami UAP
● Jenis kelamin : paling banyak pria (karena estrogen menghambat
aterosklerosis)
● Riwayat penyakit keluarga : ada penyakit jantung koroner
● BMI > 30 (obesitas)
● Diabetes
● Merokok
● Alkohol
● Hipertensi
● Dislipidemia
● Penggunaan obat terlarang (kokain)
● Stress

Patofisiologi
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan lesi intimal (disebut atheromas atau fibrofatty
plaques) yang menonjol sehingga menyumbat lumen dan melemahkan
jaringan vaskular. secara umum, plak aterosklerosis berkembang pada
arteri yang elastis, seperti aorta, karotis, dan arteri iliaka, dan arteri
muskular berukuran sedang hingga besar, seperti arteri koroner, arteri
poplitea. sumbatan aterosklerosis tersebutlah yang mendasari, terjadinya
PJK berupa angina pektoris stabil maupun tidak stabil dan juga stemi dan
non-stemi

7
Proses Aterosklerosis diawali dengan disfungsi dari endotel (meski
belum terbentuk plak), yang sebenarnya terjadi sejak usia muda. sel
endotel terdapat pada lapisan tunika intima pembuluh darah, serta
berperan dalam menjaga keseimbangan antara faktor prokoagulan (von
willebrand, tissue faktor, plasminogen activator inhibitor/PAI) dan
antikoagulan (prostasiklin, thrombomodulin, heparan sulfat, dan tissue
plasminogen activator/tPA). Adanya jejas pada endotel akan berlangsung
kronis akan menyebabkan disfungsi endotel, berupa peningkatan
permeabilitas, rekrutmen dan adhesi leukosit, serta potensi pembentukan
trombus.

Disamping itu diet kaya kolesterol dan lemak jenuh akan menyebabkan
terkumpulnya partikel lipoprotein pada permukaan intima, yang
kemudian masuk kedalam intima, didalam intima, partikel lipoprotein
akan teroksidasi dan mengalami glikasi. stress oksidatif yang terjadi
selanjutnya memicu pelepasan sitokin yang menyebabkan migrasi
monosit dan sel darah lainnya kedalam intima untuk memakan
lipoprotein tersebut sehingga terbentuk sel busa (foam cell).

Pelepasan sitokin inflamasi lebih lanjut akan mengaktivasi platelet dan


sel-sel otot polos vaskular (Smooth muscle cell/SMC) sehingga SMC
akan berproliferasi dan bermigrasi dari tunika media ke intima, SMC
juga mengakibatkan akumulasi matriks ekstraseluler dan pembentukan
fibrosis. pada tahap selanjutnya, terbentuk klasifikasi sementara proses
fibrosis terus berjalan

Bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis


yang berat tanpa adanya nekrosis miosit yang ditandai tanpa kenaikan
tanda biomarker jantung maka akan terjadi angina tak stabil.

8
Manifestasi Klinis
Presentasi klinik pada APTS/UAP pada umumnya berupa:
• Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh
sebagian besar pasien (80%).
• Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian
Cardiovascular Society/CCS. Terdapat pada 20% pasien.
• Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau
crescendo): menjadi semakin sering, lebih lama, atau menjadi makin
berat; minimal kelas III CCS.
• Angina pasca infark miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu
setelah infark miokard.
• Angina ekuivalen atau yang berhubungan dengan aktivitas fisik,
terutama pada wanita dan lanjut usia.
• Angina tipikal merupakan gejala berupa rasa tertekan/berat di daerah
retrosternal yang menjalar ke lengan kiri, leher, area interskapula, bahu,
atau epigastrium; berlangsung intermiten atau persisten (>20 menit);
sering disertai diaphoresis, mual muntah, nyeri abdominal, sesak napas,
dan sinkop. Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tanpa
elevasi segmen ST

Diagnosis
● Anamnesis
Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit,
tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik
atau rasa terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan,
daerah antara tulang skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu
angina terjadi, penderita dapat sesak napas atau rasa lemah yang
menghilang setelah anginahilang. Dapat pula terjadi palpitasi,
berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan.
● Pemeriksaan Fisik

9
○ Mungkin semuanya normal. Tidak ada pemeriksaan fisik yang
ditemukan secara spesifik pada angina yang tidak stabil.
○ Temuan transien dari disfungsi (S3 dan S4 gallop, kongesti paru)
dan aritmia mungkin ada.
● Pemeriksaan penunjang
Menurut PERKI, pemeriksaan penunjang pada pasien dengan
Unstable Angina Pectoris (UAP) yaitu:
○ Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
■ Gambaran EKG : Depresi segmen ST >1mm dan atau
inversi gelombang T > 2mm di beberapa sadapan
prekordial, dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang
tidak persisten (<20 menit), gelombang Q yang menetap,
Non-diagnostik, dan Normal.
■ Pemeriksaan Biomarka Jantung
CK-MB, Troponin T, dan I merupakan biomarka nekrosis
miosit jantung dan menjadi biomarka untuk diagnosis
infark miokard. Nilai normal CK <190 U/L, CKMB <24
U/L, Troponin T <50 ng/L.
■ Pemeriksaan Echocardiografi
Memberikan gambaran pada struktur jantung, pembuluh
darah, aliran darah, dan kemampuan otot jantung dalam
memompa darah.
■ Pemeriksaan Angiografi koroner
Melihat penyempitan pada koroner, untuk mengetahui
tingkat keparahan pada penyakit jantung koroner.
■ Pemeriksaan Laboratorium
Tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid, untuk
menemukan adanya faktor risiko angina pektoris.
■ Pemeriksaan foto rontgen thoraks

10
Bentuk jantung biasanya normal, tetapi pada pasien
hipertensi terlihat jantung membesar, dan tampak adanya
kalsifikasi aorta.

Tatalaksana
1. Anti Iskemia
- Penyekat Beta (Beta Blocker).
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada
pasien dengan gangguan konduksi atrioventrikular yang
signifikan, asma bronkial, dan disfungsi akut ventrikel kiri.
Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI,
terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama
tidak terdapat indikasi kontra. Serta diindikasikan untuk semua
pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indikasi
kontra. Penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam
pertama

- Nitrat.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastoli
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang.

11
Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik
yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis.
1) Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam
fase akut dari episode angina
2) Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada
berlanjut sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
indikasi kontra.
3) Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten,
gagal jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama
UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak
boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan
mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin converting
enzymes inhibitor (ACE-I)
4) Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat
(<50 kali/menit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark
ventrikel kanan
5) Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah
mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase: sildenafil dalam 24 jam,
tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah
pemberian vardenafil belum dapat ditentukan

12
- Calcium channel blockers (CCBs).
Nifedipin dan amlodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya
verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan
AV Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua
CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang
seimbang.
1) CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurang gejala
bagi pasien yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta
2) CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien
NSTEMI dengan indikasi kontra terhadap penyekat beta
3) CCB non dihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan
sebagai pengganti terapi penyekat beta
4) CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik
5) Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat(immediate-release)
tidak direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat
beta.

13
2. Antiplatelet
● Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra
dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg
setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi
pengobatan yang diberikan
● Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi
kontra seperti risiko perdarahan berlebih
● Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan
bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat
reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien dengan riwayat
perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan
pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori,
usia ≥65 tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau
steroid
● Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam
12 bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi
klinis
● Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko
kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan
troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali
sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan

14
awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah
mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian
dihentikan)
● Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg,
dilanjutkan 75 mg setiap hari
● Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300
mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk
pasien yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa
mendapatkan ticagrelor
● Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap
hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang
dilakukan IKP tanpa resiko perdarahan yang meningkat
● Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor
ADP yang perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi
(termasuk CABG), perlu dipertimbangkan penundaan pembedahan
selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau
clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat
risiko kejadian iskemik yang tinggi
● Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan
(atau dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman
● Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat
COX 2 selektif dan NSAID non-selektif)

15
3. Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko
kejadian iskemik dan perdarahan. Penggunaan penghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang telah
mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (misalnya peningkatan
troponin, trombus yang terlihat) apabila risiko perdarahan rendah
4. Antikoagulan.
Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet. Pemilihan antikoagulan dibuat
berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil
efikasi-keamanan agen tersebut.

5. Statin.
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase
(statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk
mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum
pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar
kolesterol LDL <100 mg/dL.

b. NSTEMI

16
Definisi
NSTEMI merupakan spektrum dari sindrom koroner akut berupa
kejadian iskemik akut yang menyebabkan nekrosis pada miosit. Kejadian
iskemik dapat terlihat melalui gambaran EKG yang menunjukkan adanya
ST depresi, inversi gelombang T, atau peningkatan ST sementara atau
normal. Selain itu, kadar troponin meningkat pada NSTEMI.
Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi adalah gaya hidup dan faktor genetik.
Faktor risiko sindrom koroner akut terbagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu :
● Faktor risiko sindrom koroner akut yang dapat dimodifikasi (dapat
dicegah) yaitu hipertensi, merokok, diabetes melitus, aktivitas fisik pasif,
serta obesitas.
● Faktor risiko sindrom koroner akut yang tidak dapat dimodifikasi (tidak
dapat dicegah) dicegah meliputi usia, riwayat keluarga, jenis kelamin.
Patofisiologi
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan lesi intimal (disebut atheromas atau fibrofatty
plaques) yang menonjol sehingga menyumbat lumen dan melemahkan
jaringan vaskular. secara umum, plak aterosklerosis berkembang pada
arteri yang elastis, seperti aorta, karotis, dan arteri iliaka, dan arteri
muskular berukuran sedang hingga besar, seperti arteri koroner, arteri
poplitea. sumbatan aterosklerosis tersebutlah yang mendasari, terjadinya
PJK berupa angina pektoris stabil maupun tidak stabil dan juga stemi dan
non-stemi

Proses Aterosklerosis diawali dengan disfungsi dari endotel (meski


belum terbentuk plak), yang sebenarnya terjadi sejak usia muda. sel
endotel terdapat pada lapisan tunika intima pembuluh darah, serta
berperan dalam menjaga keseimbangan antara faktor prokoagulan (von

17
willebrand, tissue faktor, plasminogen activator inhibitor/PAI) dan
antikoagulan (prostasiklin, thrombomodulin, heparan sulfat, dan tissue
plasminogen activator/tPA). Adanya jejas pada endotel akan berlangsung
kronis akan menyebabkan disfungsi endotel, berupa peningkatan
permeabilitas, rekrutmen dan adhesi leukosit, serta potensi pembentukan
trombus.

Disamping itu diet kaya kolesterol dan lemak jenuh akan menyebabkan
terkumpulnya partikel lipoprotein pada permukaan intima, yang
kemudian masuk kedalam intima, didalam intima, partikel lipoprotein
akan teroksidasi dan mengalami glikasi. stress oksidatif yang terjadi
selanjutnya memicu pelepasan sitokin yang menyebabkan migrasi
monosit dan sel darah lainnya kedalam intima untuk memakan
lipoprotein tersebut sehingga terbentuk sel busa (foam cell).

Pelepasan sitokin inflamasi lebih lanjut akan mengaktivasi platelet dan


sel-sel otot polos vaskular (Smooth muscle cell/SMC) sehingga SMC
akan berproliferasi dan bermigrasi dari tunika media ke intima, SMC
juga mengakibatkan akumulasi matriks ekstraseluler dan pembentukan
fibrosis. pada tahap selanjutnya, terbentuk klasifikasi sementara proses
fibrosis terus berjalan

Bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis


yang berat dengan adanya nekrosis miosit yang ditandai dengan kenaikan
tanda biomarker jantung maka akan terjadi NSTEMI.

Manifestasi Klinis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat
nyeri dada angina sebagai berikut :
• Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial

18
• Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir
• Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
• Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
• Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas, dan lemas.

Diagnosis
● Anamnesis
○ Pada anamnesis, biasanya pasien mengeluhkan
■ Nyeri dada substernal lebih dari 20 menit & dapat disertai
penjalaran ke lengan kiri, punggung, rahang dan ulu hati
■ Keringat dingin
■ Terdapat satu/lebih faktor risiko seperti Diabetes mellitus,
dyslipidemia, tekanan darah tinggi, mempunyai riwayat
penyakit jantung koroner (PJK) dalam keluarga. Digali
melalui pertanyaan mengenai riwayat penyakit dahulu dan
keluarga.
● Pemeriksaan fisik
○ Umumnya dalam batas normal, kecuali didapati komplikasi.
● Pemeriksaan penunjang
○ EKG
■ Tidak ada elevasi segmen ST, namun bisa disertai
perubahan lain seperti depresi segmen ST atau inversi
gelombang T.
○ Laboratorium rutin

19
■ Pemeriksaan Hb, Ht, Leuko, Trombo, Natrium, Kalium,
Ureum, Kreatinin, Gula darah sewaktu (GDS), SGOT,
SGPT
○ Laboratorium Khusus
■ Pemeriksaan biomarker enzim jantung CK-MB (Creatinin
Kinase-Myocardial Band) dan hs Troponin atau Troponin.
Pada penderita NSTEMI, pemeriksaan CK-MB bernilai
positif (+), sementara pada penderita angina pectoris
bernilai negatif (-).
○ Foto polos dada AP, ekokardiogram
Tatalaksana
Strategi manajemen awal diberikan bertujuan untuk mengurangi iskemia
jantung dan mencegah kematian. Terdiri dari oksigen, aspirin, dan nitrat
diberikan ketika pasien pertama kali datang dan disesuaikan dengan
keadaan pasien yang dicurigai sedang mengalami gejala Sindrom
Koroner Akut serta belum diberikan diagnosis yang definitif. Penanganan
lanjutannya disesuaikan dengan konfirmasi diagnosis penyakit atau dari
kemungkinan tertinggi dengan/atau tanpa diagnosis definitif yaitu
berfokus terlebih dahulu memperbaiki kondisi.

Ketika didiagnosis dengan NSTEMI pasien perlu dimasukkan ke ruang


perawatan jantung untuk dilakukan tindak lanjut.

● Terapi beta-blocker bisa diberikan dalam 24 jam pada pasien


bergejala tanpa kontraindikasi seperti gagal jantung, hipotensi,
pemblokiran jantung, atau penyakit saluran nafas reaktif.
Keuntungan utama terapi beta blocker terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Beberapa contoh diantaranya seperti
Atenolol dan Bisoprolol.

20
● Pemberian ACE-Inhibitor atau angiotensin converting enzym -
Inhibitor pada pasien dengan fraksi ejeksi kurang dari 40%,
hipertensi, diabetes, atau penyakit ginjal kronik. ACE-inhibitor
berfungsi mengurangi remodeling dan menurunkan angka
kematian pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi
sistolik jantung, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung.
Sebagai alternatif bisa digunakan penghambat reseptor
angiotensin.
● Pemberian statins untuk mengatur kadar kolesterol seperti
Rosuvastatin dan Atorvastatin. Obat ini diberikan pada penderita
sedini mungkin termasuk pada mereka yang telah menjalani
terapi revaskularisasi.

Selain perawatan baik jangka pendek dan jangka panjang untuk


memperbaiki kondisi tubuh, perubahan perilaku hidup yang lebih
sehat baik dalam aktivitas maupun pola makan yang lebih baik
dapat membantu dalam prognosis penyakit.

c. STEMI
Definisi
Infark miokard akut (IMA) dengan elevasi ST (ST Elevation Myocardial
Infarction, STEMI) adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai
gejala iskemia miokard khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG
berupa elevasi ST yang persisten dan diikuti pelepasan biomarker
nekrosis miokard.

Faktor Risiko
Faktor risiko yang mempengaruhi adalah gaya hidup dan faktor
genetik. Faktor risiko sindrom koroner akut terbagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu :

21
● Faktor risiko sindrom koroner akut yang dapat dimodifikasi (dapat
dicegah) yaitu hipertensi, merokok, diabetes melitus, aktivitas fisik
pasif, serta obesitas.
● Faktor risiko sindrom koroner akut yang tidak dapat dimodifikasi
(tidak dapat dicegah) dicegah meliputi usia, riwayat keluarga, jenis
kelamin.

Patofisiologi
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan lesi intimal (disebut atheromas atau fibrofatty
plaques) yang menonjol sehingga menyumbat lumen dan melemahkan
jaringan vaskular. secara umum, plak aterosklerosis berkembang pada
arteri yang elastis, seperti aorta, karotis, dan arteri iliaka, dan arteri
muskular berukuran sedang hingga besar, seperti arteri koroner, arteri
poplitea. sumbatan aterosklerosis tersebutlah yang mendasari, terjadinya
PJK berupa angina pektoris stabil maupun tidak stabil dan juga stemi dan
non-stemi

Proses Aterosklerosis diawali dengan disfungsi dari endotel (meski


belum terbentuk plak), yang sebenarnya terjadi sejak usia muda. sel
endotel terdapat pada lapisan tunika intima pembuluh darah, serta
berperan dalam menjaga keseimbangan antara faktor prokoagulan (von
willebrand, tissue faktor, plasminogen activator inhibitor/PAI) dan
antikoagulan (prostasiklin, thrombomodulin, heparan sulfat, dan tissue
plasminogen activator/tPA). Adanya jejas pada endotel akan berlangsung
kronis akan menyebabkan disfungsi endotel, berupa peningkatan
permeabilitas, rekrutmen dan adhesi leukosit, serta potensi pembentukan
trombus.

22
Disamping itu diet kaya kolesterol dan lemak jenuh akan menyebabkan
terkumpulnya partikel lipoprotein pada permukaan intima, yang
kemudian masuk kedalam intima, didalam intima, partikel lipoprotein
akan teroksidasi dan mengalami glikasi. stress oksidatif yang terjadi
selanjutnya memicu pelepasan sitokin yang menyebabkan migrasi
monosit dan sel darah lainnya kedalam intima untuk memakan
lipoprotein tersebut sehingga terbentuk sel busa (foam cell).

Pelepasan sitokin inflamasi lebih lanjut akan mengaktivasi platelet dan


sel-sel otot polos vaskular (Smooth muscle cell/SMC) sehingga SMC
akan berproliferasi dan bermigrasi dari tunika media ke intima, SMC
juga mengakibatkan akumulasi matriks ekstraseluler dan pembentukan
fibrosis. pada tahap selanjutnya, terbentuk klasifikasi sementara proses
fibrosis terus berjalan
Pecahnya plak ateroma
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak
dan penipisan tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini
akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi
sehingga terbentuk trombus yang kaya trombosit (white thrombus).
Trombus ini akan menyumbat lubang pembuluh darah koroner, baik
secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat
vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat
gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Suplai oksigen yang berhenti selama
kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis
(infark miokard/IM).

23
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis
juga dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot
jantung (miokard). Selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan gangguan
kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning
(setelah iskemia hilang), serta disritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Pada sebagian pasien,
SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri
koronaria epikardial (angina prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria,
tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi
pembentukan plak atau restenosis setelah intervensi koroner perkutan
(IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis,
hipotensi, takikardi, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien
yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

Trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan


elevasi segmen ST, dan adanya nekrosis miosit yang ditandai dengan
kenaikan tanda biomarker jantung.

Manifestasi Klinis
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat
nyeri dada angina sebagai berikut :
• Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial
• Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir
• Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah,
gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
• Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
• Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah
makan

24
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas, dan lemas.

Diagnosis
1. Anamnesis : angina tipikal persisten >20 menit atau intermiten
selama beberapa menit, diaforesis, mual muntah, nyeri
abdominal, sesak, sinkop. Biasanya lebih banyak pada pria, dan
ada riwayat penyakit aterosklerosis non koroner, serta punya
faktor risiko : umur, hipertensi, rokok, dislipidemia, dm, dll.
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun
stratifikasi risiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST
yang baru menunjukkan kemungkinan ada nya iskemia akut. Gelombang
T negatif juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan
gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST kurang
dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik
untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak
stabil 4% mempunya EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga
normal.

Uji Latih
Pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan
tanda risiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill.
Bila hasil nya negatif maka prognosis baik. Sedang kan bila hasil nya
positif, lebih - lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam,
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi koroner, untuk
menilai keadaan pembuluh koroner nya apakah perlu tindakan

25
revaskularisasi karena resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam
waktu mendatang cukup besar.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis


angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak ada nya gangguan
faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan
dinding regional jantung menandakan prognosis kurang baik.

Rontgen Toraks

Rontgen dada sangat berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti


pulmonal atau oedem, yang biasanya terjadi pada pasien NSTEMI luas
yang melibatkan ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK - MB telah diterima
sebagai pertanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut
European Society of Cardiology dan ACC dianggap ada mionekrosis bila
troponin T atau I positif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2
minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.
CK - MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot
skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat
dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.
Kenaikan CRP dan SKA berhubungan dengan mortalitas jangka panjang.
Marker yang lain seperti amioid A, Interleukin-6 belum secara rutin
dipakai dalam diagnosis SKA.

Tatalaksana

26
Tindakan umum dan langkah awal Berdasarkan langkah diagnostik
tersebut di atas, dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang
akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud
dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan
diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina
di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EK dan/atau
marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen,
Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua
atau bersamaan.
1. Tirah baring (Kelas I-C)
2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka denga
saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi
(Kelas I-C)
3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA
dalam jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri
(Kelas IIa-C)
4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang
tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A).
Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi
sublingual (dibawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)
5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) (a). Dosis
awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien
STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen
fibrinolitik (Kelas I-B) atau (b). Dosis awal clopidogrel adalah
300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada
pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan
agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan
adalah clopidogrel) (Kelas I-C).

27
6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan
nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat
darurat (Kelas I-C). Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali
pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga
kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak
responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C).
dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN)
dapat dipakai sebagai pengganti
7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit,
bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG
sublingual (kelas IIa-B).

Perawatan Gawat Darurat


Penatalaksanaan STEMI dimulai sejak kontak medis pertama, baik
untuk diagnosis dan pengobatan. Diagnosis kerja infark miokard harus
telah dibuat berdasarkan riwayat nyeri dada yang berlangsung selama
20 menit atau lebih yang tidak membaik dengan pemberian
nitrogliserin. Adanya riwayat PJK dan penjalaran nyeri ke leher, rahang
bawah atau lengan kanan memperkuat dugaan ini. Pengawasan EKG
perlu dilakukan pada setiap pasien dengan dugaan STEMI.
Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman
dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari
saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil.
Gambaran EKG yang atipikal pada pasien dengan tanda dan gejala
iskemia miokard yang sedang berlangsung menunjukkan perlunya
tindakan segera. Sebisa mungkin, penanganan pasien STEMI sebelum
di rumah sakit dibuat berdasarkan jaringan layanan regional yang
dirancang untuk memberikan terapi reperfusi secepatnya secara efektif
dan bila fasilitas memadai sebanyak mungkin pasien dilakukan IKP.
Pusat pusat kesehatan yang mampu memberikan pelayanan IKP primer

28
harus dapat memberikan pelayanan setiap saat (24 jam selama 7 hari)
serta dapat memulai IKP primer sesegera mungkin di bawah 90 menit
sejak panggilan inisial. Semua rumah sakit dan Sistem Emergensi
Medis yang terlibat dalam penanganan pasien STEMI harus mencatat
dan mengawasi segala penundaan yang terjadi dan berusaha untuk
mencapai dan mempertahankan target kualitas berikut ini:
a. Waktu dari kontak medis pertama hingga perekaman EKG
pertama ≤10 menit
b. Waktu dari kontak medis pertama hingga pemberian terapi
reperfusi:
● Untuk fibrinolisis ≤30 menit
● Untuk IKP primer ≤90 menit (≤60 menit apabila pasien datang
dengan awitan kurang dari 120 menit atau langsung dibawa ke
rumah sakit yang mampu melakukan IKP)

Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis,
diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12
jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch
Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin
berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun
EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah
ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG
tampak tersendat. Dalam menentukan terapi reperfusi tahap pertama
adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki
fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. Bila ada,
pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau
klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam).
Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah

29
fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan
pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.
a. Intervensi koroner perkutan primer
IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan
dibandingkan dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang
berpengalaman dalam 120 menit dari waktu kontak medis
pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal
jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila
diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila
pasien datang dengan awitan gejala yang telah lama. Stenting
lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP
primer. Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada
arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan
gejala pada pasien stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah
maupun belum diberikan fibrinolisis.Bila pasien tidak memiliki
indikasi kontra terhadap terapi antiplatelet dual (dual antiplatelet
therapy-DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap
pengobatan, drug-eluting stents (DES) lebih disarankan daripada
bare metal stents (BMS).
b. Terapi fibrinolitik
Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama
pada tempat-tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien
STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik
direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala
pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak
bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit
sejak kontak medis pertama. Pada pasien- pasien yang datang
segera (<2 jam sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan
risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila
waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi balon lebih

30
dari 90 menit. Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat
darurat. Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase,
alteplase, reteplase) lebih disarankan dibandingkan agen-agen
yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). Aspirin oral
atau intravena harus diberikan. Clopidogrel diindikasikan
diberikan sebagai tambahan untuk aspirin. Antikoagulan
direkomendasikan pada pasien-pasien STEMI yang diobati
dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau
selama dirawat di rumah sakit hingga 5 hari. Antikoagulan yang
digunakan dapat berupa:
● Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan
heparin tidak terfraksi)
● Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai
berat badan dan infus selama 3 hari
● Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase,
Fondaparinuks intravena secara bolus dilanjutkan dengan dosis
subkutan 24 jam kemudian

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nyeri dada yang disebabkan oleh penyakit jantung koroner dapat terjadi
akibat angina pectoris maupun infark miokard. Kedua penyakit tersebut terjadi
apabila ada penutupan yang terjadi di pembuluh darah koroner yang
menyebabkan jantung kekurangan nutrisi dan oksigen. Apabila penutupan
pembuluh darah koroner terjadi sebagian akan menyebabkan iskemik yang
berujung angina pectoris. Apabila penutupan pembuluh darah koroner terjadi
keseluruhan akan menyebabkan kematian sel yang berujung infark miokard.
Diagnosis yang dibutuhkan adalah anamnesis faktor risiko, pemeriksaan
fisik jantung, pemeriksaan EKG, pemeriksaan echocardiografi, pemeriksaan foto
thorax, dan uji latih. Tatalaksana yang diberikan terdapat tatalaksana non
farmakologis berupa perbaikan pola hidup dan tatalaksana farmakologis berupa
nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium, obat antiagregasi trombosit, obat
antitrombin, dan bedah invasif maupun non-invasif.

32
B. Saran
Demikian laporan hasil diskusi kelompok kami. Kami mengharapkan
kritik dan saran dari dosen pembimbing tutorial maupun dosen pengajar yang
memberikan materi kuliah dan teman-teman sekalian, karena masih banyaknya
kekurangan dari kelompok kami dalam segi penyampaian baik dalam tutorial,
maupun penulisan laporan. Kami berharap semoga laporan ini bisa berguna bagi
para pembaca.

33
DAFTAR PUSTAKA

Loscalzo, J. and, & Harrison, T. (2017). HARRISON’S CARDIOVASCULAR


MEDICINE (J. Loscalzo (ed.); 3rd ed.). McGraw-Hill Publishing.

Lilly, L. S. (2016). Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project


Medical Students and Faculty (6th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana


Gagal Jantung. Edisi II. Jakarta : PERKI. 2023.

34

Anda mungkin juga menyukai