Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP PROSEDUR TINDAKAN PEMBEDAHAN CRANIOTOMY


DI RUANG OK CITO RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH:

ALIFAH UMMU ZAKIYAH


R014222048

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
A. Definisi Tindakan Pembedahan
Prosedur bedah Craniotomy telah menjadi salah satu prosedur penting dalam
perawatan kesehatan modern untuk gangguan neurologis. Kraniotomi (craniotomy atau
craniectomy) berasal dari kata cranium yang berarti tengkorak/tulang kepala dan tomia
yang berarti memotong. Kraniotomi adalah prosedur pembedahan di mana sebagian
tengkorak diangkat sementara untuk mengekspos otak dan melakukan prosedur
intracranial (Thomas & Jesus, 2022). Kraniotomi adalah prosedur pembedahan pada
kranium, atau bagian tengkorak yang melindungi otak. Pada kraniotomi, bagian tengkorak
yang bernama flap tulang (bone flap) akan dibuka atau diangkat untuk menjangkau otak,
melakukan biopsi, atau mengurangi tekanan intrakranial. Apabila dikembalikan ke posisi
semula, maka tulang akan ditahan dengan baut dan plat logam. Jika flap tulang diangkat
permanen, maka prosedur ini disebut kraniektomi.
Kraniotomi dilakukan oleh seorang dokter spesialis bedah saraf, sebagai prosedur
penanganan penyakit atau gangguan yang berada di dalam kepala/otak, misalnya untuk
mengangkat gumpalan darah di otak (akibat cedera kepala maupun stroke), memperbaiki
tulang kepala yang patah, mengangkat tumor otak, nanah, dan penyakit-penyakit lain yang
berada di rongga kepala. Kraniotomi dapat dikategorikan berdasarkan teknik bedah dan
bagian otak yang dibedah. Berdasarkan letak bagian otak, kraniotomi dibedakan menjadi
parietal, suboccipital, frontotemporal, dan temporal. Namun, ada kasus di mana
pembedahan dilakukan pada lebih dari satu bagian otak. Sedangkan untuk tekniknya,
kraniotomi dapat dilakukan dengan berbagai teknik, mulai dari teknik kraniotomi
konvensional, hingga teknik yang lebih canggih menggunakan bantuan mikroskop khusus
ataupun kamera endoskopi. Teknik kraniotomi dipilih tergantung dari jenis, lokasi, ukuran
penyakit yang ditangani.
B. Indikasi Penyakit, Tujuan Dan Manfaat Pembedahan

Craniotomy dapat dilakukan pada penyakit-penyakit seperti tumor otak,


perdarahan otak misalnya subdural hematoma, epidural hematoma, aneurisma serebri,
malformasi arteriovenous, maupun infeksi otak seperti abses serebri serta trauma otak
(Fetterman, Jasmin, & Turley, 2017). Craniotomy merupakan operasi yang paling umum
dilakukan dalam penanganan pengangkatan tumor di otak, menghilangkan bekuan darah
(hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah lemah bocor
(aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi anteriovenosa (koneksi abnormal
dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam
tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk melakukan pemeriksaan otak (Utari,
2019).
Kondisi paling umum yang dapat diatasi melalui pembedahan ini meliputi tumor
otak, aneurisma, malformasi arterio-vena (koneksi abnormal dari pembuluh darah),
empiema subdural, hematoma subdural, hematoma intraserebral, aneurisma serebri,
malformasi arteriovenous, maupun infeksi otak seperti abses serebri serta trauma otak
(Thomas & Jesus, 2022). Penyakit yang dapat diatasi dengan kraniotomi, yaitu dengan
beberapa kondisi berikut ini:
1. Cedera kepala berat, tergolong kondisi mengancam nyawa yang harus segera ditangani
di rumah sakit. Dokter akan memeriksa gejala yang timbul untuk menentukan tingkat
keparahan. Kondisi ini dapat diiringi dengan cedera pada jaringan otak, atau perdarahan
di otak, sehingga membutuhkan kraniotomi.
2. Perdarahan otak. Pada kondisi perdarahan otak, kraniotomi dapat dilakukan untuk
mengatasi perdarahan dan mengangkat gumpalan darah.
3. Stroke. Pada penyakit stroke dengan perdarahan di dalam rongga kepala, operasi
kraniotomi bisa dilakukan untuk menghentikan dan menangani perdarahan.
4. Aneurisma otak. Proses kraniotomi pada aneurisma otak, dapat membantu mencegah
pecahnya pembuluh darah di otak, dan sebagai penanganan bila sudah terjadi
perdarahan akibat pecahnya aneurisma.
5. Tumor otak. Operasi ini dibutuhkan sebagai langkah untuk mengangkat tumor yang
menyebabkan gangguan fungsi otak.
6. Abses otak. Kraniotomi dibutuhkan pada abses otak, ketika cara pengobatan lain telah
dilakukan namun tidak memberikan hasil yang baik, untuk membantu mengeluarkan
nanah dari abses atau sumber infeksi.
7. Hidrosefalus. Hidrosefalus terjadi karena adanya penumpukan cairan di rongga
(ventrikel) dalam otak. Kelebihan cairan ini meningkatkan ukuran ventrikel dan
memberi tekanan pada otak. Kraniotomi dilakukan untuk membantu mengurangi
tekanan tersebut
8. Parkinson. Pada penyakit ini, kraniotomi diperlukan untuk menanamkan alat
perangsang demi membantu perbaikan gerakan tubuh penderita Parkinson.
Craniotomy dapat dilakukan dengan tujuan:
1. Menyembuhkan penyakit yang berlokasi di otak, contohnya adalah tumor otak (jinak
dan ganas), aneurisma, atau cedera traumatis. Penyakit ini dapat menimbulkan tekanan
intrakranial atau peningkatan tekanan dari cairan serebrospinal. Jika tidak segera
diobati, penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen atau kematian.
2. Menghentikan pendarahan intracranial. Ini adalah akumulasi darah pada otak karena
pecahnya arteri. Arteri seringkali pecah karena kondisi lain misalnya bertambahnya
tekanan pada dinding arteri atau cedera otak traumatis.
3. Melakukan biopsy yaitu prosedur pengambilan sampel jaringan otak untuk analisis
mikroskopis. Prosedur ini sering digunakan untuk menentukan keganasan tumor
4. Melakukan aspirasi. Hampir serupa dengan biopsi, aspirasi adalah pengambilan sampel
cairan untuk analisis
5. Mengobati penggumpalan darah. Darah akan menggumpal ketika ada cedera yang
menyebabkan trombosit saling berkumpul. Kondisi ini dapat menyumbat arteri dan
meningkatkan tekanan dalam otak
6. Mengobati patah tulang pada tengkorak yang merupakan salah satu tulang terkuat di
tubuh, karena fungsinya sebagai pelindung otak, yang sangat lunak. Akan tetapi,
tengkorak juga dapat mengalami patah tulang apabila terkena benturan keras

C. Konsep Pre Operatif


1. Persiapan pre operatif
Fase pre operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Persiapan pre operatif atau persiapan
sebelum operasi ini perlu dilakukan, tidak hanya fisik tetapi juga dibutuhkan persiapan
psikologis. Jika kondisi pasien memerlukan kraniotomi, hal pertama yang akan Pasien
jalani adalah melakukan pemeriksaan CT scan guna melihat lokasi bagian otak pasien yang
memerlukan prosedur kraniotomi. Pada tahapan ini akan dilakukan juga pemeriksaan
fungsi saraf dan akan diminta menjalani puasa selama 8 jam. Pastikan pasien sudah
memberi informasi pengobatan yang sedang dijalani, maupun riwayat alergi yang pasien
miliki.
Pada masa perawatan pre operatif perawat melakukan persiapan-persiapan yang
berhubungan dengan rencana operasi yang akan dijalankan oleh pasien. Kegiatan
keperawatan yang dapat dilakukan antara lain, mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko pelaksanaan operasi, mengkaji kebutuhan fisik dan psikologis, serta
memfasilitasi persiapan fisik dan psikologis selama masa pre operatif. Pasien diharapkan
memiliki pola koping yang efektif dan dapat memiliki sistem pendukung seperti keluarga
atau orang terdekat lainnya agar mampu menjalani tindakan operasi dengan keadaan siap
secara fisik maupun secara psikologis. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal
penting yang harus diperhatikan selama masa pre operatif (Purwaningsih, 2010).
2. Askep pre operatif
Diagnosa Outcome Intervensi
Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi ansietas:
perubahan tindakan keperawatan, 1. Kaji tanda verbal dannon
status terkini diharapkan tingkat verbal kecemasan
kecemasan menurun 2. Mengkaji tingkatkecemasan
dengan kriteria hasil: pasien
• Wajah tidak tampak 3. Gunakan pendekatanyang
tegang atau cemas tenang danmeyakinkan
4. Bantu pasien
mengidentifikasi situasi yang
memicukecemasan
5. Beri dukungan dandampingi
pasienselama operasi atau di
dalam ruangoperasi
6. Ajarkan teknik relaksasi
7. Kolaborasi denganpemberian
anti ansietas, jika perlu
Defisit Setelah dilakukan tindakan Pendidikan Kesehatan
pengetahuan b.d keperawatan, diharapkan 1. Identifikasi kesiapan dan
kurang sumber pengetahuan meningkat kemampuan menerima
pengetahuan dengan kriteria hasil: informasi
• Mengetahui prosedur 2. Sediakan materi dan media
penanganan pendidikan Kesehatan
• Mengetahui tujuan 3. Jelaskan tujuan dan manfaat
prosedur tindakan
• Mengetahui efek 4. Jelaskan perlunya tindakan
samping penanganan dilakukan
5. Jelaskan keuntungan dan
kerugian jika tindakan
dilakukan
6. Jelaskan persiapa pasien
sebelumdilakukan tindakan
7. Ajarkan teknik untuk
mengantisipasi atau
mengurangi
ketidaknyamanan akibat
tindakan, jika perlu
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri
agencedera tindakan keperawatan 1. Identifikasi lokasi,
biologis diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
menurun, dengan frekuensi, kualitas, dan
kriteria hasil: intensitas nyeri
• Pasien tidak 2. Identifikasi skalanyeri
mengeluh nyeri 3. Identifikasi faktor yang
• Tidak ada meringis memperberat dan
• Tidak ada gelisah memperingan nyeri

• Pasien tidak 4. Monitor efek samping

mengalami kesulitan penggunaan analgesik

tidur 5. Ajarkan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

D. Konsep Intra Operatif


1. Identifikasi instrumen dan prosedur pelaksanaan pembedahan
a. Instrumen Dengan Fungsi Memotong
1) Pisau Scalpel + Pegangan
Scalpel merupakan mata pisau kecil yang digunakan bersama pegangannya. Alat
ini bermanfaat dalam menginsisi kulit dan memotong jaringan secara tajam.
Selain itu, alat ini juga berguna untuk mengangkat jaringan/benda asing dari
bagian dalam kulit. Setiap pisau scalpel memiliki dua ujung yang berbeda, yang
satu berujung tajam sebagai bagian pemotong dan yang lainnya berujung tumpul
berlubang sebagai tempat menempelnya pegangan scalpel.
2) Gunting Jaringan (bedah)
Gunting jaringan (bedah) terdiri atas dua bentuk. Pertama, berbentuk ujung
tumpul dan berbentuk ujung bengkok. Gunting dengan ujung tumpul
digunakan untuk membentuk bidang jaringan atau jaringan yang lembut, yang
juga dapat dipotong secara tajam. Pemotongan dengan gunting ini dilakukan
pada kasus lipoma atau kista. Biasanya dilakukan dengan cara mengusuri garis
batas lesi dengan gunting. Harus dipastikan kalau pemotongan dilakukan
jangan melewati batas lesi karena dapat menyebabkan kerusakan.

3) Gunting Benang (dressing scissors)


Gunting benang didesain untuk menggunting benang. Gunting ini berbentuk
lurus dan berujung tajam. Gunakan hanya untuk menggunting benang, tidak
untuk jaringan. Gunting ini juga digunakan saat mengangkat benang pada luka
yang sudah kering dengan tehnik selipan dan sebaiknya pemotongan benang
menggunakan bagian ujung gunting. Jika ujung gunting menonjol keluar
jahitan, terdapat resiko memotong struktur lainnya.
4) Gunting Perban
Gunting perban merupakan gunting berujung sudut dengan ujung yang tumpul.
Gunting ini memiliki kepala kecil pada ujungnya yang bermanfaat untuk
memudahkan dalam memotong perban. Jenis gunting ini terdiri atas knowles
dan lister. Bagian dasar gunting ini lebih panjang dan digunakan sangat mudah
dalam pemotongan perban.

5) Gigli set
Terdiri atas gigli (gergaji kawat untuk memotong tulang besar seperti
tengkorak) dan penghantar gigli.
6) Knabel tang
Fungsinya untuk menjepit dan memotong tulang

7) Ronger
Fungsinya untuk menjepit dan memotong tulang yang lebih kecil

b. Instrumen Dengan Fungsi Menggenggam


1) Pinset Anatomi
Pinset digunakan oleh ibu jari dan dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu
tangan. Tekanan pegas muncul saat jari-jari tersebut saling menekan ke arah
yang berlawanan dan menghasilkan kemampuan menggenggam. Alat ini dapat
menggenggam objek atau jaringan kecil dengan cepat dan mudah, serta
memindahkan dan mengeluarkan jaringan dengan tekanan yang beragam.
Pinset Anatomi ini juga digunakan saat jahitan dilakukan, berupa eksplorasi
jaringan dan membentuk pola jahitan tanpa melibatkan jari.
2) Pinset Chirurgis
Pinset Chirurgis biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada satu
bidang). Pinset bergigi ini digunakan pada jaringan; harus dengan perhitungan
tepat, oleh karena dapat merusak jaringan jika dibandingkan dengan pinset
anatomi (dapat digunakan dengan genggaman halus). Alat ini memiliki fungsi
yang sama dengan pinset anatomi yakni untuk membentuk pola jahitan,
meremove jahitan, dan fungsi-fungsi lainnya.

3) Pinset agrave, Suture Clip Applying Forceps


Fungsinya : Pinset ini digunakan untuk menjepit elip pada luka- luka sehingga
tidak terbuka. Ciri - ciri : kedua ujung bergerigi dan di bawah kedua gigi
terdapat lekukan yang berfungsi untuk tempat ujung elip supaya dapat ditekan.
4) Pinset Bayonet
Fungsi : untuk memegang atau mengambil suatu benda (biasa digunakan pula
dalam mengambil benda asing di dalam telinga atau hidung)

5) Pinset Dura
Fungsi : untuk memegang jaringan yang lebih kecil dan lebih tipis

c. Instrumen Dengan Fungsi Menjepit


6) Needle Holder
Needle holder bermanfaat untuk memegang needle saat insersi jahitan
dilakukan. Secara keseluruhan antara needle holder dan klem arteri berbentuk
sama. Handled dan ujung jepitannya bisa berbentuk lurus ataupun bengkok

.
7) Klem Jaringan
Klem jaringan berbentuk seperti penjepit dengan dua pegas yang saling
berhubungan pada ujung kakinya. Ukuran dan bentuk alat ini bervariasi, ada
yang panjang dan adapula yang pendek serta ada yang bergigi dan ada yang
tidak. Alat ini bermanfaat untuk memegang jaringan dengan tepat. Biasanya
dipegang oleh tangan dominan, sedangkan tangan yang lain melakukan
pemotongan, atau menjahit. (Ismail et al., 2018).

• Klem Arteri/ Hemostat Klem/ artery forceps


Klem arteri bermanfaat untuk menghentikan perdarahan pembuluh darah
kecil dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa menimbulkan
kerusakan yang tidak dibutuhkan. Jepitan dengan ujung bengkok (mosquito)
berfungsi untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan
menggunakan klem ini untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak
mendukung dalam memegang needle. Hemostat klem terdiri dari klem lurus
dan klem bengkok.
• Kocher klem. kocher forceps (english)
Fungsinya : unutuk menjepit / memegang jaringan keras seperti facia dan
menjepit kasa. Ciri - ciri : bergerigi bagian dalamnya, di ujung nya terdapat
seperti ada giginya

• Dendi klem
Fungsinya untuk menjepit jaringan di sekitar otak serta membantu
menghentikan perdarahan perifer
• Alis klem, allis forceps (english)
Fungsinya : untuk memegang jaringan yang akan dibuang / tumor. Ciri - ciri
: Terdapat gerigi – gerigi halus berhadapan pada ujungnya.

• Babcock klem, babcock forceps (english)


Fungsinya : Memegang atau menjepit jaringan lembut, contohnya ureter.
Ciri - ciri : - Setiap belah berhadapan tumpul, tidak merusak

• Korentang
Fungsinya untuk memegang atau mengambil benda atau alat steril,
contohnya kasa

• Duk klem, towel clamp


Fungsinya : untuk menjepit kain, terutama kain operasi atau fiksasi kanul
suction. ciri - ciri : sisi ujungnya terdapat benjolan kecil atau ada juga yang
tajam.

d. Bahan Habis Pakai


1) Miniscrew dan Miniplate
Fungsinya menarik dan menyatukan kembali celah antar tulang

2) Woces (kapas khusus)


Biasanya digunakan sebagai perantara saat melakukan tindakan suction agar alat
suction tidak langsung bersentuhan dengan jaringan
3) T-Hemocell
Hemostat absorbable agent yang berfungsi mengontrol perdarahan dan membantu
penyatuan jaringan

4) Benang Bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang
absorbable biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat
pembuluh darah dan kadang digunakan pada bedah minor. Benang non-
absorbable biasanya digunakan untuk kulit, jaringan tertentu dan harus
diremove. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan sintetis.
Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan
(black silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan
benang non-absorbable. Namun, jahitan subkutikuler harus menggunakan jenis
benang yang absorbable (HIPKABI, 2014).

Secara garis besar, material benang jahit memiliki sifat-sifat berikut:


1. Kemampuannya untuk diserap dalam tubuh: absorbable dan non-absorbable
2. Asal materi benang jahit: natural dan sintetik
3. Jumlah helaian benang: multifilament dan monofilament
Material benang berbahan dasar material alami, saat ini mulai kurang disukai
karena dapat menimbulkan reaksi inflamasi yang lebih kuat dibandingkan material
sintetik, sehingga berpotensi menimbulkan bekas luka (scar) yang kurang baik.

Sifat Benang Multifilament dan Monofilament


Benang absorbable dan non-absorbable pada saat ini tersedia dalam
bentuk multifilament dan monofilament. Benang monofilament dapat melewati
jaringan secara mulus dan dipercaya memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk
menjadi tempat berkembang biaknya bakteri dibandingkan dengan
benang multifilament. Oleh karena itu, memilih benang monofilament diyakini
dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi pada luka. Di sisi lain, simpul pada
benang monofilament cenderung lebih mudah terbuka dibandingkan dengan
benang multifilament. Selain itu, apabila jahitan dibuat dalam
kondisi tension (tegangan tinggi), maka benang monofilament lebih mudah
mengiris jaringan sehingga jaringan mudah robek.

Perbandingan Material Absorbable dan Non-Absorbable

Jenis Sediaan Material Absorbable dan Non-Absorbable


• Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak
digunakan. Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi
jaringan, dan menghasilkan luka yang agak besar.

• Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama


dagang). Benang ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang
terbaik. Jenis benang ini cukup halus dan luwes dan menghasilkan sedikit
reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit diikat dari silk sehingga
sering menyebabkan jahitan terbuka.

• Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami.


Jenis benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus
domba dan sapi. Terdapat dua macam catgut, plain catgut dan chromic
catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-10 hari. Sedangkan chromic
catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis benang ini
dapat menghasilkan reaksi jaringan.

• Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon


(polyclycalic acid) yang merupakan benang multifilamen. Benang ini
berukuran lebih panjang dari catgut dan memiliki sedikit reaksi jaringan.
Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler yang tidak perlu
diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada
penutupan luka dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).
e. Instrumen Dengan Fungsi Hak/Penarik
1) Retraktor
Fungsinya : menarik tepi luka agar lapangan operasi menjadi lebih luas dan
memadai tetapi kerusakan jaringan minimal sangat minim. Ciri-ciri : Ukuran
bervariasi, macam–macam manual ditarik tangan, pengait tajam : Gerigi
2,3,dll digunakan untuk menarik kulit, pengait tumpul : digunakan untuk
menarik jaringan.
retraktor untuk bagian yang lebih besar seperti perut

2) Langen Back
Langenbeck merupakan instrumen bedah, biasa disebut hak pengait yang
berguna untuk menarik lokasi sayatan agar terbuka lebar sehingga operator/ahli
bedah mudah mengangkat suatu jaringan yang akan dibuang.
f. Instrumen Lainnya
1) Kom

2) Spatel

3) Bipolar Forcep
Digunakan untuk menjepit, mengentalkan, dan menghentikan perdarahan
dengan panas dari arus listrik.

4) Bovie
Digunakan dalam memotong dan menghentikan perdarahan perifer
menggunakan arus listrik
5) Kuret
Digunakan

6) Raspatorium
Digunakan untuk memisahkan tulang dari daging, biasanya dilakukan untuk
memisahkan tengkorak dari daging sebelum dilakukan pemotongan
tulang/melubangi tulang dengan bor.

Raspa Besar Raspa Kecil


(Bisektor)
2. Aktivitas scrub dan circulating ners
a. Scrub ners
Perawat scrub atau dikenal juga dengan sebutan perawat instrumen merupakan
perawat di kamar bedah yang memiliki tanggung jawab terhadap manajemen area
operasi dan area steril pada setiap jenis pembedahan. Menurut Association of
Peroperative Registered Nurse (AORN), perawat scrub bekerja langsung dengan ahli
bedah di bidang steril, operasional instrumen, serta bagian lain yang dibutuhkan
selama prosedur operasi
1) Pada fase pre operatif
• Melakukan kunjungan pasien yang akan operasi untuk memberikan penjelasan
atau memperkenalkan tim bedah
• Mempersiapkan ruang operasi dalam keadaan siap pakai yang meliputi
kebersihan ruangan operasi, meja instrumen, meja operasi, lampu operasi,
mesin anastesi lengkap, dan suction pump
• Mempersiapkan instrumen steril sesuai dengan tindakan operasi
• Mempersiapkan cairan antiseptik dan bahan-bahan sesuai keperluan
pembedahan
2) Pada fase intra operatif
• Memperingatkan tim bedah jika terjadi penyimpangan prosedur aseptic
• Menata instrumen steril di meja operasi sesuai dengan urutan prosedur operasi
- Membantu melakukan prosedur drapping
• Memberikan instrumen kepada dokter bedah sesuai urutan prosedur dan
kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar
• Mempersiapkan benang-benang jahitan sesuai kebutuhan dalam keadaan siap
pakai
• Membersihkan instrumen dari darah pada saat intra operasi untuk
mempertahankan sterilisasi alat di meja instrument
• Menghitung kasa, jarum, dan instrumen sebelum, selama dan setelah operasi
• Memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kasa, dan jarum sebelum
operasi dimulai dan sebelum luka ditutup
3) Pada fase post operatif
• Memfiksasi Drain atau kateter (jika terpasang)
• Membersihkan dan memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang
terpasang elektroda
• Memeriksa dan menghitung kelengkapan semua instrumen sebelum
dikeluarkan dari kamar operasi
• Memeriksa ulang catatan dan dokumentasi dalam keadaan lengkap - Mengirim
instrumen ke bagian sterilisasi
b. Circulating ners
Perawat sirkulasi merupakan perawat berlisensi yang bertanggung jawab untuk
mengelolah asuhan keperawatan pasien di dalam kamar operasi dan
mengoordinasikan kebutuhan tim bedah dengan tim perawatan lain yang diperlukan
untuk menyelesaikan tindakan operasi. Perawat sirkulasi juga bertanggung jawab
untuk menjamin terpenuhnya perlengkapan yang dibutuhkan oleh perawat scrub dan
mengobservasi pasien tanpa menimbulkan kontaminasi terhadap area steril.
1) Pada fase pre operatif
• Melakukan timbang terima pasien
• Memeriksa kelengkapan isian cheklist dengan perawat di ruang rawat inap
• Memeriksa dokumen medis
• Melakukan pengkajian keperawatan
• Memeriksa persiapan fisik
• Menyusun asuhan keperawatan pre operasi
• Memberikan penjelasan ulang kepada pasien sebatas kewenangan mengenai
gambaran rencana tindakan operasi, im bedah, fasilitas yang ada di kamar
bedah serta tahap-tahap anastesi
2) Pada fase intra operasi
• Mengatur posisi pasien
• Membuka set steril dengan memperhatikan teknik aseptic
• Mengobservasi intake dan output selama indakan operasi
• Melaporkan hasil pemantauan hemodinamik kepada dokter anastesi
• Menghubungi petugas penunjang medis apabila diperlukan selama tindakan
operasi
• Menghitung dan mencatat pemakaian kasa bekerja sama dengan perawat scrub
• Mengukur dan mencatat tanda-tanda vital
• Memeriksa kelengkapan instrumen dan kain kasa bersama perawat scrub untuk
memastikan tidak ada yang tertiggal
3) Pada fase post operasi
• Membersihkan pasien dan merapikan linen yang telah selesai tindakan operasi
• Memindahkan pasien ke ruang pemulihan
• Mencatat tanda-tanda vital
• Mengukur tingkat kesadaran post operasi
• Menghitung dan mencatat obat-obatan serta cairan yang telah diberikan pada
pasien
• Memeriksa kelengkapan dokumen medik
• Mendokumentasikan tindakan keperawatan selama tindakan operasi
• Melakukan evaluasi asuhan keperawatan, pre, intra, dan post operasi di kamar
bedah
3. Askep intra operatif
Diagnosa Outcome Intervensi
Resiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan
tindakan keperawatan 1. Monitor tanda dan
selama resiko gejala pardarahan
pendarah teratasi 2. Monitor ttv
dengan kriteria hasil 3. Monitor nilai hematocrit/
Tingkat perdarahan hemoglobin sebelum dan
• Tekanan darah setelahkehilangan darah
dalam batas 4. Monitor koagulasi (mis.
normal Prothrombin time)
• Suhu tubuh dalam 5. Peratahankan bedrest
batas normal saat terjadi perdarahan
• Denyut nadi dalam 6. Kolaborasi pemberian
batas normal darah, jika diperlukan

• Hb dalam batas 7. Kolaborasi pemberian

normal obat pengontrol

• Hematokrit dalam perdarahan, jika

batas normal diperlukan


Risiko Cedera Setelah dilakukan Manajemen Keselamatan
intervensi Lingkungan
keperawatan tingkat 1. Identifikasi kebutuhan
cedera pasien keselamatan: identitas
menurun dengan pasien secara benar
kriteria hasil: (Nama, tanggal lahir,
• Tidak terjadi nomor rekam medis)
cedera fisik yang 2. Hilangkan bahaya
berpotensi keselamatan lingkungan:
mengancam jiwa Gunakan ESU dan alat
Bor Hole sesuai
prosedur, serta pastikan
dan catat jumlah
pemakaian BHP dan alat

E. Konsep Post Operatif


Tahap ini dimulai ketika pasien sudah masuk ke recovery room (ruang pemulihan)
sampai pasien dalam kondisi sadar sepenuhnya untuk dibawa ke ruang rawat inap.
Pengkajian pada tahap ini meliputi pengkajian respirasi, sirkulasi, status neurologi, suhu
tubuh, kondisi luka dan drainase, nyeri, gastrointestinal, genitourinari, cairan dan
elektrolit, dan keamanan peralatan. Intervensi keperawatan pada tahap ini disesuaikan
dengan respon pasien setelah menjalankan operasi.
1. Askep post operatif
Diagnosa Outcome Intervensi
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manjemen Nyeri
agen cedera fisik tindakan keperawatan - Identifikasi lokasi,
nyeri dapat karakteritik, durasi,
diminimalisir dengan frekuensi, kualitasdan
kriteria hasil : intensitas nyeri
Tingkat nyeri : - Identifikasi skalanyeri
• Klien tidak - Identifikasi faktoryang
mengeluh nyeri memperberat dan
• Meringis tidak ada memperingan nyeri
• Klien tidak - Monitor efek samping
menunjukkan penggunaan analgesik
kegelisahan - Ajarkan teknik non
• Klien tidak farmakologis untuk
mengalami mengurangi rasanyeri
kesulitan tidur (mis Teknik napas
Kontrol Nyeri : dalam, terapi musik,
• Klien mampu aroma terapi,kompres
mengenali hangat/dingin,
penyebab nyeri biofeedback)

• Penurunan nyeri
dengan
menggunakan
farmakolologi
maupunnon
farmakologi
Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanyanyeri
program hambatan mobilitas atau keluhan fisik
pembatasan gerak fisik dapat teratasi 2. Fasilitas aktivitasambulasi
dengan kriteria hasil: dengan alat bantu (mis.
1. Keseimbangan Tongkat dan kruk)
tidak terganggu 3. Ajarkan ambulasisederhana
2. Cara berjalan yangharus dilakukan(mis.
tidak terganggu Berpindah dari tempat tidur
3. Gerakan otot ke brankar)
tidak terganggu 4. Libatkan keluarga untuk
4. Gerakan sendi membantu klien dalam
tidak terganggu meningkatkan ambulasi
5. Bantu pasien untukduduk
di sisi tempat tidur untuk
memfasilitasi penyesuaian
sikap tubuh
Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
dengan faktor intervensi 1. Monitor tanda dan gejala
risiko efek keperawatan infeksi lokal dan sistemik
prosedur invasive diharapkan risiko 2. Batasi jumlah pengunjung
infeksi menurun 3. Cuci tangan sebelum dan
dengan kriteria hasil: sesudah kontak dengan
Tingkat Infeksi pasien dan lingkungan
• Tidak ada tanda pasien
dan gejala infeksi 4. Pertahankan teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi
5. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
6. Ajarkan cara mencuci tangan
yang benar
7. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
8. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

2. Persiapan pemindahan pasien


Proses pemindahan pasien dari kamar bedah ke ruang perawatan dilakukan setelah
pemantauan pasien di ruang pemulihan. Tujuan monitoring di ruang pemulihan yaitu
untuk memulihkan kesehatan fisiologis dan psikologis pasien, dan sebagai alat ukur
pemindahan serta pemilihan ruangan perawatan selanjutnya. Apakah rawat inap biasa,
high care unit, atau intensive care unit. Indikator pemulihan pasien dapat diukur
menggunakan skala:
a. Aldrate score
Aldrate score adalah metode yang digunakan untuk menilai kondisi umum dan
kestabilan pasien pasca operasi khususnya anastesi umum, misalnya GETA, GA,
LMA, GA TIV, dan lain-lain.
Tanda Kriteria Score
Aktivitas Mampu menggerakkan 4 2
ekstremitas
Mampu menggerakkan 2 1
ekstremitas
Tidak mampu 0
menggerakkan
ekstremitas
Respirasi Mampu napas dalam dan 2
batuk
Pernapasan terbatas atau 1
sesak
Apneu 0
Sirkulasi TD 20 mmHg nilai pra 2
anastesi
TD 20-50 mmHg nilai 1
pra anastesi
TD > 50 mmHg nilai pra 0
anastesi
Kesadaran Sadar penuh dengan 2
orientasi baik
Bangun jika dipanggil 1
Tidak ada respon 0
Warna kulit Kemerahan 2
Pucat 1
Sianosis 0

Kriteria penilaian:
Score > 8: kondisi pasien stabil, efek anastesi mulai berkurang/hilang dan pasien bisa
dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
b. Bromage score
Bromage score adalah suatu cara dalam menilai perkembangan pergerakan
ekstremitas pasien pasca operasi pada anastesi spinal atau subarachnoid blok (SAB).
Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan biasa jika score < 2
Kriteria Tingkat blok Skor
Gerakan penuh Blok tidak ada (0%) 0
Hanya mampu memfleksikan lutut Blok parsial (33%) 1
dengan gerakan bebas pada kaki
Belum mampu memfleksikan lutut Blok hampir maksimal (66%) 2
dengan gerakan bebas pada kaki
Kaki tidak bisa digerakkan dan lutut Lengkap (100%) 3
tidak bisa difleksikan
DAFTAR PUSTAKA
Fetterman, A., Jasmin, L., & Turley, R. (2017, Januari). Craniotomy. Retrieved from Health
Encyclopedia University Of Rochester Medical Center:
https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=92&conten
tid=P08767
Hipgabi. (2014). Buku pelatihan dasar-dasar keterampilan bagi perawat kamar bedah (Cetakan
Ke-15). Jakarta: EGC.
Litwack. (2009). Clinical coach for effective perioperative nursing care. Philadelphia : F.A
Davis Company.
Purwaningsih , W. (2010). Derajat Kecemasan Pasien dengan Tindakan Operatif Dapat
Diminimalisir dengan Persiapan Preoperatif yang Matang. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan
Informatika Kesehatan , 41-46.
Tanriono, C., Lalenoh, D., & Laihad, M. (2017). Profil Pasien Pasca Kraniotomi di ICU RSUP
Prof. Dr.R.D. Kandou Manado Periode Juli 2016-Juni 2017. Jurnal e-Clinic (eCl) , 274-
278.
Thomas, R. J. F., & Jesus, O. De. (2022). Craniotomy. StatPearls.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560922/#_NBK560922_pubdet_
Utari, S. (2019). Manajemen Resume Keperawatan Kegawatdaruratan Trauma Brain Injuri
(TBI) dengan Tindakan Kraniotomi Pada Nn I di Ruang OK C

Anda mungkin juga menyukai