Anda di halaman 1dari 46

BAB VI

STRATIFIKASI SOSIAL DALAM MASYARAKAT


INDUSTRI

Stratifikasi sosial merupakan penggolongan


orang-orang dalam bentuk lapisan hierarkis menurut
dimensi kekuasaan, privilese, dan prestise pada suatu
system social tertentu. Stratifikasi bukanlah suatu sub
sistem dalam masyarakat, lain halnya dengan ekonomi,
pendidikan atau keluarga yang merupakan sub-sistem
masyarakat. Stratifikasi social dalam masyarakat industri
dengan sendirinya merupakan suatu aspek umum struktur
yang terjadi pada komunitas masyarakat industri.
Perubahan system kehidupan yang terjadi pada suatu
masyarakat dengan sendiri akan mempengaruhi struktur
kemasyarakatan yang ada di dalamnya. Terbentuknya
suatu masyarakat industri merupakan suatu proses
perubahan system kehidupan masyarakat dari yang
sederhana menjadi semakin kompleks. Kompleksitas
perubahan secara gradual akan mempengaruhi system
kekuasaan, privilese, maupun prestise yang ada dalam
masyarakat.
Penggolongan masyarakat industri harus dilihat
sebagai suatu proses dan juga hasil dari suatu proses
industrialisasi. Dalam situasi begini penggolongan
berarti setiap orang atau individu mendefinisikan/
mengelompokkan dirinya dalam lapisan tertentu. Proses
ini mungkin memiliki dampak terhadap individu berada
pada lapisan lebih tinggi atau lebih rendah dari orang
lain. Hal ini berarti stratifikasi social harus dilihat
sebagai suatu proses menempatkan diri dalam suatu
lapisan social tertentu.
58

Obyektif
Proses
Terlepas dari individu

Penggolongan

Subyektif
Hasil Definisi diri dalam
hubungan interaksi

6.1 Pengaruh Industri terhadap Stratifikasi


Hasil dari suatu proses penggolongan masyarakat
yang diikuti oleh adanya kesadaran yang bersifat
subyektif maupun hasil yang bersifat obyektif tersebut,
menghasilkan pengelompokan yang disebut kelas dan
status. Terlebih lagi dalam suatu lingkungan masyarakat
industri, maka pengelompokan masyarakat berdasarkan
kelas dan status tersebut menjadi semakin variatif dan
kompleks. “Kelas” umumnya digunakan untuk
menunjukkan pembagian di dalam masyarakat yang
didasarkan atas posisi ekonomi dalam masyarakat, tanpa
memperhatikanu apakah mereka menyadari posisinya itu
atau tidak. Secara historis, konsep kelas merupakan
bagian terpenting dalam teori Karl Marx tentang
masyarakat, yang menekankan perlunya perjuang kelas,
yaitu perjuangan si miskin melawan si kaya dalam usaha
untuk menguasai sumber-sumber produksi.
Penganut Marxisme, percaya bahwa masyarakat
industri modern terbagi ke dalam dua kelompok kelas
59
utama, yaitu kelompok orang kaya (kelas kapitalis) dan
kelompok orang miskin (kelas buruh/pekerja). Ada juga
pendapat lain yang mengemukakan bahwa dalam
masyarakat terdapat stratifikasi sosial yang lain, yaitu
suatu pembagian kelas sosial yang didasarkan atas
kelompok penguasa (power group) dan kelompok yang
dikuasai (non-power group). Istilah “power” disini tidak
selalu kita artikan sebagai suatu kekuatan ekonomi atau
suatu kekayaan (Dahrendorf, 1959). Power group
diartikan sebagai suatu kelompok elite dalam masyarakat
yang memiliki suatu kekuatan yang berada di dalam
semua lingkungan atau lapisan sosial, dengan kata lain ia
bisa dikatakan sebagai semua bentuk pemerintahan yang
ada dalam masyarakat.
Dalam situasi masyarakat industri di Negara-
negara sedang berkembang, pada umumnya konsep kelas
tidak secara eksplisit dinyatakan dalam kehidupan sehari-
hari. Sebab hambatan budaya memiliki andil cukup kuat
untuk mengaburkan adanya kesadaran kelas tersebut.
Hubungan “patron – client” yang pernah berlangsung
cukup lama, tampaknya berpengaruh cukup besar untuk
meredam terjadinya pelapisan dalam bentuk kelas social.
Pembagian kerja dalam industri-industri kecil dan
industri keluarga lebih menggambarkan hubungan patron
– klien, yang justru lebih bersifat perlindungan pekerja
dari majikan. Hubungan seperti ini, relative kecil
melahirkan bentuk-bentuk konflik sebagaimana terjadi
dalam masyarakat industri di Negara- Negara Barat.
Penggunaan konsep kelas lebih pada tataran wacana
akademik daripada tataran kehidupan keseharian.
“Status sosial” tidak menggambarkan pembagian
posisi dalam masyarakat, tetapi menunjukkan tingkat
posisi seseorang atau kelompok yang ditentukan oleh
berbagai faktor lain. Sementara itu Marx Weber lebih
60
menunjukkan perhatiannya terhadap tipe lain dari
stratifikasi yang berasal dari pengakuan terhadap suatu
status yang mungkin akan mematahkan struktur kelas.
Konsep status, mungkin lebih familier untuk
menggambarkan stratifikasi social di Negara sedang
berkembang pada umumnya, termasuk di Negara
Indonesia.
Kaitan antara industri dan stratifikasi berdasarkan
status semakin lama semakin kabur, terutama disebabkan
semakin luasnya ruang lingkup hal-hal yang berkaitan
dengan istilah status. Seandainya status diukur dengan
suatu nilai yang spesifik, baik yang berdampak positif,
atau negatif, yaitu suatu nilai kehormatan diri, ia bisa
dinyatakan sebagai suatu bentuk economic power dan
non-economic power yang bentuknya bisa berupa
kemampuan membeli berbagai jenis barang konsumtif,
tingkat pendidikan, latar belakang keluarga atau
keturunan dan sebagainya. Dalam bahasa sehari-hari di
beberapa wilayah disebut dengan prestise (yang terkait
dengan kehormatan diri) dan bahkan apabila hal ini
dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka
yang muncul adalah perilaku “gaya hidup”.
Berkaitan dengan pengaruh industri terhadap
keluarga, pengaruh industri terhadap sistem stratifikasi
mungkin bisa bersifat langsung melalui kekuatan
ekonomi serta posisi dan wewenang di dalam perusahaan,
ataupun bisa juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui
status dalam perusahaan yang di transmisikan menjadi
status dalam masyarakat, termasuk melalui rantai antara
situasi pasar dan gaya hidup. Misalnya dalam suatu
kawasan industri yang disekitarnya ditunjang oleh
kawasan pemukiman masyarakat yang menjadi bagian
dari para pekerja industri, biasanya terjadi bentuk-bentuk
segregasi para penghuni perumahan berdasarkan status
61
dan kedudukan penghuninya ketika berada di dalam
perusahaan industri yang bersangkutan. Para pimpinan
perusahaan biasanya ditempatkan dalam sebuah kawasan
yang setara, sedangkan para pekerja dengan status
menengah ditempatkan dikawasan tersendiri, demikian
pula para pekerja yang berstatus rendah biasanya berada
di kawasan yang berbeda. Secara tidak langsung
pengelompokan masyarakat demngan cara demikian
melahirkan bentuk stratifikasi yang spesifik dalam
kawasan masyarakat industri.
Suatu hasil penelitian di sebuah kawasan Pabrik
Gula, Industri Perkebunan, industri Kilang Minyak,
Pabrik Kertas, serta industri-industri lainnya di Indonesia,
sangat jelas menggambarkan kondisi stratifikasi
masyarakat industri yang sangat spesifik tersebut. Para
karyawan dari golongan Staf biasanya ditempatkan dalam
satu kawasan khusus, dengan kondisi rumah yang relative
besar denan segala fasilitas yang lebih baik. Sedangkan
para karyawan dari golongan rendah ditempatkan dalam
suatu lokasi tersendiri dengan kondisi rumah lebih kecil,
dengan fasilitas sederhana. Pola hunian yang terpilah-
pilah demikian mencerminkan pula pola interaksi antar
penghuninya. Mereka yang berada di kawasan elite,
menunjukkan pola interaksi antar warga yang cenderung
bersifat formal, kurang akrab, dan tampak lebih bersifat
individu. Sedangkan mereka yang berada di kawasan
hunian golongan rendah cenderung lebih akrab, dengan
hubungan interaksi yang sangat kuat, dan menjunjung
tinggi hubungan yang personal.
Pola-pola hunian masyarakat berdasarkan strata
kedudukan di dalam sebuah perusahaan tersebut, secara
tidak langsung mempengaruhi bentuk-bentuk hubungan
antar penghuni yang ada di dalamnya, maupun antara
penghuni di kawasan yang berbeda. Para pegawai yang
62
ditempatkan dengan cara demikian, menjelaskan apa
yang disebut sebagai “kelas sosial” dan “socio-economic
group” yang berkaitan dengan suatu pekerjaan. Kondisi
demikian juga sering menggunakan suatu klasifikasi
ekonomi tipe-tipe “life style” dari “pekerjaan” yang
membentuk suatu gaya hidup. Walaupun demikian
diterangkannya pula bahwa life style terbentuk
berdasarkan jenis pekerjaan yang dimilikinya serta
kemampuan pekerjaan untuk memberi warna dan corak
terhadap “life style” tersebut.
Dari berbagai peneltiian yang telah dilakukan
mengungkapkan bahwa pola hunian perumahan di
wilayah industri, biasanya dipengaruhi oleh cirri
pekerjaan yang disandangnya dalam proses produksi di
perusahaan industri. Mereka yang berada di posisi kelas
atas akan mendapatkan tipe perumahan yang lebih besar
dan lebih baik sarana dan prasarananya dibandingkan
dengan mereka yang berada di level menengah.
Demikian pula mereka yang berada pada level pekerjaan
kelas bawah, mereka akan mendapatkan tipe perumahan
yang jauh lebih sempit, dengan fasilitas yang jauh dari
memadai.
Berbagai penelitian lain yang telah dilakukan
baik di Inggris maupun di Amerika menunjukkan bahwa
para responden sering menempatkan diri mereka dalam
status yang lebih tinggi (ada juga yang lebih rendah)
dibanding dengan tingkat status resmi mereka atau
dibanding dengan status pewawancara. Penelitian
subyektif tersebut merefleksikan suatu kecenderungan
dari sebagian individu dalam masyarakat untuk
mendapatkan posisi sosial yang lebih tinggi daripada
posisi sosial yang mereka miliki saat sekarang.
Demikian pula di Indonesia, pada umumnya segelintir
masyarakat memiliki perasaan untuk ingin menunjukkan
63
bahwa posisinya lebih tinggi dari kenyataan yang
sebenarnya. Hal ini karena sebagian masyarakat
menginginkan bahwa secara pribadi ingin dihargai
berdasarkan status yang lebih baik. Kondisi ini terkadang
juga banyak dipengaruhi factor budaya yang masih
melekat secara psikologis di kalangan mereka meskipun
status mereka sudah berubah. Akan tetapi, pola
penempatan berdasarkan kawasan perumahan biasanya
agak sulit untuk dihindari.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dapat
menerangkan faktor-faktor yang mendorong seseorang
untuk selalu berusaha mendapatkan posisi dan status
sosial yang lebih tinggi dan terpandang dalam lingkungan
masyarakat, terutama dalam lingkungan masyarakat yang
cenderung kapitalistik dan materialistik. Hasil penelitian
Lockwood pada tahun 1958, dimana yang menjadi obyek
penelitiannya ialah para “pekerja berjas hitam”, atau para
pegawai administrasi, menyimpulkan bahwa walaupun
para pegawai rendah tersebut sesungguhnya termasuk
kelas “proletar”, tetapi mereka biasanya
mengidentifikasikan dirinya ke dalam golongan kelas
menengah. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Goldthorpe dan Lockwoods pada tahun 1963 telah
menekankan gejala-gejala “melimpahnya orang-orang
yang termasuk ke dalam kelas pekerja”. Dengan
mengabaikan ekonomi dan rangkaian perubahan normatif
dan relasional di dalam kehidupan masyarakat pekerja,
mereka menyimpulkan bahwa walaupun ada kemajuan
ekonomi golongan buruh dengan masyarakat kelas
menengah, tetapi jurang pemisah antara mereka masih
tetap sangat lebar (Parker,1985:79-81) Mereka
mengatakan pula bahwa usaha untuk mengidentifikasikan
diri terhadap kelompok kelas menengah dengan cara
meniru gaya hidupnya, sama sekali tidak memiliki tujuan
64
ekonomis, tetapi hanyalah sekedar untuk mendapatkan
prestise atau kenaikan status. Status lebih memiliki kaitan
erat dengan budaya masyarakat tertentu, sehingga
masyarakat di Negara sedang berkembang akrab dengan
konsep status.

6.2 Status Jabatan dan Stratifikasi


Stratifikasi sosial seringkali didasarkan atas
posisi ekonomi, padahal di sisi lain stratifikasi status
tidak selalu berkaitan dengan tingkat ekonomi tetapi
kadang kala juga disebabkan oleh faktor-faktor non-
ekonomis. Sering dipertanyakan apakah tingkat sosial
seseorang ditentukan oleh tingkat ekonominya?
Pertanyaan ini berkaitan dengan kenyataan banyaknya
orang yang berusaha mengidentifikasikan dirinya dengan
suatu kelas sosial tertentu yang sesungguhnya lebih
tinggi daripada kelas sosial yang harus didudukinya.
Beberapa dari penelitian yang dilakukan, menggunakan
istilah “prestise”, tetapi kelihatannya lebih baik
menggunakan istilah “status” untuk menunjukkan posisi
seseorang di dalam suatu kelompok atau masyarakat,
karena prestise yang biasanya berhubungan dengan
kehormatan, juga merupakan sesuatu yang terjadi karena
adanya status atau dengan kata lain, prestise merupakan
konsekuensi dari suatu status. Di samping itu prestise
atau kehormatan itu bersifat relative. Artinya,
kehormatan seseorang biasanya dikaitkan dengan suatu
kebudayaan atau system social trtentu. Seseorang yang
mendapatkan posisi yang terhormat biasanya memiliki
status yang relatif baik, bukan sebaliknya.
Pada sebagian besar kalangan masyarakat
industri, mereka yang memiliki status pekerjaan yang
lebih tinggi, akan memiliki privilese yang lebih baik pula.
Tinggi rendahnya status pekerjaan seringkali
65
dihubungkan dengan seberapa besar curahan energi yang
mereka sumbangkan dalam pekerjaan. Sekelompok orang
yang lebih banyak menggunakan energi otak dan pikiran
dianggap statu pekerjaan yang lebih tinggi, dibandingkan
dengan mereka yang banyak mengerahkan energi otot
secara manual. Namun, muncul juga pendapat yang
berbeda, bahwa pekerjaan memiliki fungsi besar bagi
masyarakatlah yang harus mendapatkan status lebih
tinggi. Mereka menemukan bahwa ada pertentangan
diantara pekerja-pekerja tersebut, yaitu ada pekerja yang
menempatkan status pekerjaan mereka sesuai dengan
fungsinya di dalam masyarakat, sedangkan pihak lainnya
menghendaki agar pekerjaan mereka yang bersifat
manual atau pekerjaan kasar, mendapatkan status yang
lebih tinggi daripada para pekerja non manual. Mungkin
yang perlu dipikirkan adalah status pekerjaan tidak hanya
ditentukan oleh pandangan umum, tetapi ditentukan
berdasarkan pandangan pribadi seseorang terhadap
pekerjaan yang ditekuninya.

6.3 Dekonstruksi terhadap Status Pekerjaan dan


Stratifikasi
Berbagai penelitian terhadap status jabatan atau
pekerjaan telah banyak dikritik orang, karena para
peneliti sebenarnya mencoba membentuk berbagai
perbedaan yang secara normal sebenarnya tidak ada
dalam masyarakat. Gagasan yang tersembunyi di
belakang penelitian-penelitian tersebut ialah bahwa
kebanyakan status pekerjaan bersifat hirarkis dan
dibuatkan dalam suatu skala status. Hasil penelitian
seringkali menghasilkan bahwa “skala status pekerjan”
dibuat hanyalah berdasarkan penaksiran yang ternyata
tidak menghasilkan suatu skala yang unidimensional
untuk semua pekerjaan, dan sesungguhnya status itu
66
merupakan suatu gejala multidimensional dan demikian
pula halnya dengan indikator dan status bersifat
multidimensional”.
Suatu alasan yang menyebabkan banyaknya
kritik terhadap konsep status pekerjaan ialah bahwa
dalam konsep tersebut, status dijadikan sebagai indikator
tunggal, dan cara pengklasifikasian bersifat vertikal.
Padahal, status pekerjaan dalam perkembangannya bias
bersifat juga horizontal, dimana pekerjaan
diklasifikasikan berdasarkan funginya. Penggunaan
dimensi ini memungkinkan kita memperkirakan efek
relatif dari suatu pekerjaan terhadap sikap dan tingkah
laku seseorang.

Perbedaan di dalam penentuan suatu status boleh


saja disebabkan adanya analisa terhadap sumber-sumber
status yang berbeda. Misalnya, suatu pekerjaan dapat
memberikan suatu status dikarenakan imbalan yang
diberikannya (baik secara ekonomis ataupun psikologis),
atau karena prestise, kekuasaan, dan pentingnya fungsi
pekerjaan tersebut dalam masyarakat. Sumber status
tersebut mungkin bisa memiliki tingkat yang sama,
mungkin juga tidak, hal ini tergantung pada budaya yang
hidup pandangan masyarakat terhadap pekerjaannya itu
sendiri. Jika seseorang memiliki status yang tinggi dalam
suatu pekerjaan, misalnya dikarenakan imbalannya yang
tinggi, bisa saja merasa rendah diri bila pekerjaan
tersebut memiliki nilai prestise yang rendah. Hal
semacam itu menyebabkan “suatu tekanan terhadap
persamaan dari atribut-atribut status”. Hal tersebut
berlaku juga untuk tingkat kelompok, misalnya jika
dalam suatu kelompok ada seorang yang bekerja lebih
baik dibandingkan dengan yang lain ditinjau dari nilai-
nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut, maka akan
67
ada usaha untuk mengambil semua faktor status ke dalam
kelompok tersebut, sehingga rangking status kelompok
tersebut akan meningkat menyamai kelompok yang lebih
tinggi.
Permasalahan yang lebih luas lagi ialah
bagaimana pengaruh perbedaan status di dalam
lingkungan kerja terhadap lingkungan di luar pekerjaan.
Suatu pekerjaan yang berstatus tinggi dapat membantu
seseorang untuk memasuki kegiatan yang memiliki
prestise tinggi, misalkan, perkumpulan tennis lapangan,
permaianan golf, karena status individu yang
dipegangnya bersifat “portabel”. Dilain pihak motivasi
untuk melakukan aktivitas diluar pekerjaan seringkali
hanya bertujuan mendapatkan status, misalkan, seseorang
yang berkecimpung dalam kegiatan agama atau kegiatan
di kampungnya. Ini mungkin juga dilakukannya sebagai
kompensasi karena di tempat kerja ia tidak memiliki
status apapun.

6.4 Pengaruh Sistem Stratifikasi terhadap Industri


Perusahaan-perusahaan industri, baik secara
kolektif maupun individual, memiliki suatu sistem
stratifikasi yang memiliki aspek-aspek internal dan
eksternal. Secara internal, pekerjaan bisa dibagi
berdasarkan fungsinya di dalam perusahaan. Secara
eksternal, kita harus melihat juga bagaimana sistem
stratifikasi status didalam masyarakat, dimana seseorang
sering memiliki hak-hak istimewa berdasarkan
jabatannya di tempat ia bekerja.
Seperti halnya dalam masyarakat umum yang
mengenal kelas-kelas sosial atau tingkat status, di dalam
perusahaan industripun terdapat hirarki kekuasaan yang
pada hakikatnya berkaitan dengan tingkat status si
pemegang kekuasan tersebut. Berbagai peranan dalam
68
perusahaan diwujudkan dalam struktur jabatan dalam
perusahaan, dimana kepala eksekutif berada pada struktur
paling atas dan pekerja bisa berada dalam struktur paling
bawah. Selanjutnya, perbedaan dalam tingkat struktur
jabatan berkaitan dengan perbedaan dalam kondisi kerja
yang didapatkan dalam masing-masing tingkat. Sebagai
contoh, dari hasil pengamatan di lapangan, diketahui
bahwa pekerjaan di bagian rendah lebih mendapat
tekanan yang keras untuk terus hadir dalam pekerjaanya.
Jika mereka mangkir maka gaji mereka akan dipotong.
Akan tetapi sebaliknya, pada bagian pekerjaan kelas
menengah dan atas biasanya perlakuannya lebih longgar.
Jika pihak manajer mangkir maka potongan gaji yang
dilakukan sangat sedikit. Dalam pemberian uang pensiun
pun terdapat juga perbedaan. Sebagai contoh, para
manajer mendapatkan uang pesangon yang puluhan kali
lipat dari pekerja biasa, dan pensiun sebanyak tiga kali
lipat uang pensiun pekerja biasa.
Sesungguhnya hal apakah yang menyebabkan
terjadinya sistem stratifikasi dalam industri ? Pihak-pihak
yang mempertahankan sistem status di dalam industri
menekankan perlunya merekrut para manajer dan ahli
teknik dengan menawarkan gaji yang tinggi termasuk
status yang tinggi. Kritik-kritik yang dilancarkan
terhadap sistem status menunjukkan bahwa pembagian
ini akan menimbulkan kepincangan dalam komunikasi
antar strata dan menimbulkan dua kelompok yang
terpisah, yaitu kelompok manajemen dan kelompok
buruh.
Banyak manajer menghendarki agar jam kerja
dan hak istimewa mereka dibedakan dengan jam kerja
dan hak para pekerja biasa. Suatu proses diferensiasi
sosial sering berlaku di dalam struktur manajemen pada
beberapa perusahaan industri, terdapat perbedaan tajam
69
antar manajer dan pekerja biasa. Posisi manajer senior
cenderung diisi oleh orang-orang yang memiliki latar
belakang tingkat sosial yang tinggi dan memiliki tingkat
pendidikan yang memadai serta telah berpengalaman.
Hal ini berarti, stratifikasi yang muncul di luar industri
ternyata dapat juga mempengaruhi rekrutmen jabatan-
jabatan tertentu di dalam perusahaan industri. Di
beberapa Negara sedang berkembang, termasuk di
Indonesia, banyak jabatan-jabatan strategis dalam
perusahaan industri, ternyata diduduki oleh anak-anak
pejabat tinggi yang memiliki link dan akses cukup kuat
dengan perusahaan yang bersangkutan.
Sesungguhnya para pekerja biasanyapun
menghendai suatu peningkatan status. Mereka yang
pindah ke pekerjaan lain dengan tingkat upah yang sama,
tetapi tingkat status yang rendah, sering merasa kecil hati.
Perbedaan tingkat upah pada berbagai pekerjaan yang
berbeda sangat berperan dalam pembentukan status. Para
pekerja sering membandingkan nilai upah yang
didapatkan, tetapi bukan nilai absolutnya yang dianggap
penting, melainkan status yang didapat dari pekerja
tersebut. Hal ini menjadi sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya sebuah “budaya perusahaan” yang kuat, dan
cukup menyulitkan dalam mengukur suatu kebijaksanaan
upah.
Apakah mungkin untuk memisahkan posisi status
seseorang di tempat pekerjaan dengan di luar lingkungan
pekerjaannya? Hal ini bisa saja terjadi di beberapa
Negara sedang berkembang dan bahkan di Negara maju
sekalipun. Status keluarga yang dipengaruhi budaya
masyarakat tampaknya juga masih ikut berpengaruh
terhadap terjadinya pemilahan status seseorang. Pada
kasusu-kasus tertentu memang mungkin saja terjadi
seseorang memisahkan statusnya antara di dalam dan di
70
luar pekerjaan. Faktor-faktor utama yang membantu
pemisahan posisi, tersebut ialah adanya kesadaran orang
tertentu untuk meninggalkan semua “atributnya” di
tempat pekerjaannya pada saat mereka memasuki
lingkungan diluar tempat kerja mereka. Kedua, jam kerja
yang relatif pendek, dan ketiga, adanya suatu tanggapan
bahwa waktu selepas jam kerja adalah sentral dari segala
kegiatan dalam kehidupannya. Akan tetapi pemisahan
status di tempat pekerjaan dan status dalam masyarakat
pada komunitas pedesaan sulit untuk dilaksanakan,
karena status memberikan karakteristik tertentu dalam
pergaulan, walaupun bukanlah komponen kegiatan dari
pergaulan antara individu.
Standar konsumsi (merupakan suatu ciri status
yang mudah dipahami) dari kelas pekerja tak dapat
disangkal lagi, mirip dengan standar konsumsi kelas
menengah; walaupun strata sosial dan hubungan-
hubungan otoritas di dalam industri tidak mengalami
perubahan apapun.
Pada tahun 1945, Davis dan Moore
mengetengahkan teori mereka tentang stratifikasi.
Mereka mengatakan bahwa “ada suatu kebutuhan
universal untuk membentuk suatu stratifikasi dalam
masyarakat”. Stratifikasi muncul disebabkan oleh
perbedaan posisi yang kemudian menimbulkan perbedaan
tingkat fungsional dalam masyarakat (Parker, 1985).
Ditengah-tengah masyarakat yang cenderung industrious,
maka variasi pekerjaan mau tidak mau akan melahirkan
berbagai keahlian dan keterampilan. Di lain pihak orang-
orang yang berbakat dan berpendidikan cenderung relatif
sedikit, sehingga masyarakat terpaksa menawarkan posisi
yang lebih tinggi kepada orang-orang yang memiliki
bakat dan kemampuan yang dibutuhkan agar masyarakat
industri tersebut mampu mempertahankan eksistensinya.
71
Dalam situasi masyarakat yang sedang
berkembang, yang terpaksa menerima terjadinya proses
industrialisasi, pada akhirnya melakukan modifikasi
terhadap konsep stratifikasi itu karena mobilitas orang-
orang yang berbakat dan berkemampuan lebih tinggi
sering dihambat oleh latar belakang status keluarganya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masyarakat-
masyarakat tradisional seringkali masih melekat status
lama yang dikaitkan dengan hubungan darah dan adat
istiadat lama. Jadi kesimpulannya stratifikasi adalah
suatu hal yang tidak terhindarkan baik pada masyarakat
tradisional maupun pada masyarakat industri.
Pada dasarnya perbedaan fungsional antar strata
satu dengan yang lainnya adalah suatu hal yang tak dapat
diukur dan bersifat intuisif atau mungkin juga menjadi
sangat subyektif, tergantung kepada budaya masing-
masing masyarakat. Biasanya kriteria untuk menentukan
stratifikasi sifatnya sangat abstrak, yang tergantung
berdasarkan kekurangan tenaga-tenaga yang berbakat
dalam masyarakat. Seringkali justru berlakunya sistem
stratifikasi justru menghambat perkembangan bakat dan
kemampuan individu di dalam masyarakat. Tumin
menentang teori Davis tentang perlunya “imbalan
ketidaksamaan” dengan didasarkan taksiran terhadap
kemungkinan “kesamaan fungsional”. Sebagai contoh,
kepuasan kerja dan pelayanan sosial yang diberikan oleh
suatu perusahaan mungkin merupakan motivasi untuk
menduduki suatu posisi.
Huaco mencoba mengabaikan teori Davis-Moore
dengan mengatakan bahwa teori tersebut tidak mampu
menjawab berbagai kritikan yang dilancarkan
terhadapnya. Dia yakin bahwa postulat tentang
“perbedaan fungsional” itu telah gagal menerangkan
terjadinya stratifikasi, sebab tidak ada bukti bahwa
72
perbedaan posisi akan menyebabkan perbedaan tingkat
sumbangan untuk mempertahankan eksistensi
masyarakat. Juga asumsi yang mengatakan bahwa
masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi akan lebih
mendorong terjadinya persaingan untuk mendapatkan
prestasi tidak bisa dipertahankan kebenarannya. Maka
selanjutnya Huaco menerangkan teori stratifikasi
berdasarkan 3 postulat, yaitu :
1. Imbalan yang tidak sama yang dikaitkan dengan
perbedaan posisi adalah penyebab mobilitas individu
untuk mendapatkan posisi tertentu.
2. Eksistensi dan operasi keluarga adalah penyebab
timbulnya status
3. Terbatasnya tenaga-tenaga bermutu menyebabkan
timbulnya stratifikasi
Sampai saat sekarang para ahli teori social action
belum mengembangkan suatu teori tentang stratifikasi,
walaupun sesungguhnya tidak sulit bagi mereka untuk
berbuat demikian. Pembagian masyarakat ke dalam
beberapa strata merupakan suatu problematika. Strata di
dalam masyarakat maupun industri tidak berada di luar
atau terpisah dari faktor situasi dalam masyarakat.
Eksistensi stratifikasi dalam masyarakat terletak pada
mayoritas anggotanya yang melegalisir perbedaan di
dalam wewenang atas kekuasaan yang setiap strata.
Posisi puncak pada strata tertinggi (manajer, pemimpin,
dsb) tidak mungkin ada tanpa dukungan mayoritas strata
paling bawah (tenaga pelaksana, bawahan dan
sebagainya) (Parker,1985).
73

BAB VII
ORGANISASI INDUSTRI

7.1. Pengertian Organisasi


Organisasi secara umum dapat dibedakan atas
dua bentuk yaitu organisasi spontan (spontaneous
organizations) dan organisasi yang timbul karena adanya
unsur kesengajaan (delibarate organizations). Bentuk
yang pertama merupakan organisasi yang terbentuk
secara spontan akibat dari pengelompokan suatu makhluk
hidup atau yang tidak hidup berdasarkan sifat-sifat alami,
seperti: pengelompokan hewan-hewan, kelompok
tumbuh-tumbuhan, himpunan batu-batuan, dan kelompok
manusia yang terbentuk dengan sendirinya. Meskipun
pengelompokan manusia bisa terbentuk secara spontan,
bagaimanapun juga manusia tetap memiliki kehendak-
kehendak atau motivasi yang tumbuh dari dalam masing-
masing individu..
Bentuk yang kedua, merupakan organisasi yang
sengaja dibuat dengan maksud untuk mencapai tujuan
tertentu. Pada bentuk organissi yang kedua inilah
biasanya pembahasan sosiologi lebih banyak berperan.
Hal ini karena secara sosiologis organisasi seperti ini
lebih mencerminkan kejelasan hubungan interaksi antar
pribadi para anggotanya. Organisasi yang terbentuk
secara sengaja ini menggambarkan hubungan social dan
pembagian peran dan fungsi yang jelas antar individu
dalam organisasi.
74
Bertolak dari dua pengertian tersebut di atas
maka organisasi industri merupakan salah satu organisasi
yang terbentuk dengan unsur kesengajaan, dimana
manusia dan sumber-sumber alam dan sumber daya
lainnya digerakkan dan diatur secara layak untuk
menghasilkan barang-barang dan jasa secara ekonomis.
Meskipun demikian, dalam suatu komunitas masyarakat
industri, tidak tertutup kemungkinan akan terbentuk juga
organisasi-organisasi spontan, sebagai akibat
berkumpulnya manusia dalam jumlah besar, yang secara
reflektif memiliki dorongan untuk berkomunikasi satu
sama lain.
Dalam pembahasan organisasi industri yang
akan menjadi topik pembahasan adalah organisasi dalam
lingkup pekerjaan yang sedang dilakukan yang
menyangkut seluruh industri yang sudah teratur. Secara
tidak langsung akan dibahas pula upaya-upaya
pengorganisasian (organizing) yang dalam pembahasan
ini menunjukkan arti pengorganisasian terhadap hal-hal
yang telah dihasilkan organisasi industri. Artinya, dalam
pembahasan ini lebih tertuju pada bentuk-bentuk
organissi dalam arti statis. Organisasi dalam arti statis
sering disebut dengan istilah struktur yang berarti
konfigurasi atau kedudukan bagian-bagian yang
dihasilkan melalui pengaturan organisasi (organizing
process). Dengan demikian jika membahas struktur
masyarakat atau struktur organisasi industri berarti
membahas bagan atau bentuk yang teratur dari
masyarakat industri.
Sebagai sebuah struktur atau konfigurasi sudah
tentu setiap organisasi tentu memiliki unsur-unsur,
dimana antar unsure-unsur yang ada harus mampu
bekerjasama secara serasi dan selaras. Berdasarkan
unsur-unsur tersebut di atas, berarti dalam sebuah
75
organisasi sangat diperlukan adanya koordinasi antar
bagian-bagian yang membentuk organisasi. Masing-
masing bagian harus berusaha saling menyesuaikan agar
organisasi secara menyeluruh dapat menjalankan
fungsinya. Hal ini bukan berarti bahwa karakteristik
masing-masing pribadi akan hilang karena harus
melebur dalam karakter organisasi.
Pada dasarnya organisasi manusia agak berbeda
dengan organissi tubuh manusia (organisme biologis)
yang memiliki kemampuan membentuk keseimbangan
dan keserasian yang tidak terbatas dan sempurna.
Organisme biologis atau organisasi dalam suatu mesin
( juga memiliki bagian-bagian) biasanya jauh lebih serasi
dalam proses pengorganisasiannya. Dalam organisasi
manusia yang terdiri dari individu-individu, pada
dasarnya agak sulit memaksakan individu-individu yang
masing-masing memiliki karakter, untuk secara total
meleburkan diri ke dalam organisasi.

Hub. Timbal Balik

Sistem Interaksi
Masyarakat Umum

Fakta Sosial Eksternal

Memaksa

Langgeng

Identitas

Keanggotaan
Organisasi
Sosial Program

Prosedur
Kelompok Sosial
76

7.2 Beberapa Teori Tentang Organisasi

Organisasi : adalah sistem sosial yang memiliki sifat :


1. Langgeng (persistent), artinya secara relatif
organisasi dibangun bersifat jangka panjang, dan
tidak bersifat sementara.
2. Memiliki identitas kolektif yang tegas, yaitu suatu
organisasi harus memiliki sesuatu yang dapat dipakai
untuk menunjukkan identitas (identity), artinya mana
termasuk organisasi dan mana yang tidak termasuk
organisasi harus jelas.
3. Memiliki daftar anggota yang terperinci, yaitu untuk
menjadi anggota suatu organisasi memiliki prosedur
dan proses yang relative mengikat para anggotanya.
Setiap anggota organisasi diatur dengan beberapa
ketentuan tentang hak dan kewajiban, serta kekuatan
hukum yang mengikatnya.
4. Memiliki program kegiatan yang terus menerus ke
arah pencapaian tujuan. Dalam suatu organisasi
biasanya disebutkan secara tegas tentang program
kerja serta tujuan terbentuknya organisasi, sehingga
setiap anggota memiliki kesadaran kolektif dan
menjadi bagian dari organisasi tersebut.
5. Prosedur untuk menerima anggota baru dan
menggabung anggota lama
Dalam sebuah organisasi industri tentu sudah memiliki
kejelasan arah program kegiatan dan tujuan terbentuknya.
Oleh karena itu organisasi industri biasanya lebih bersifat
formal dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat
77
anggota-anggotanya. Beberapa teori lain yang berkaitan
dengan organisasi industri antara lain,

Teori Manajemen Ilmiah :


Struktur organisasi didominasi oleh manajemen
serta kebutuhan dari nilai-nilainya, dengan
demikian maka organisasi industri yang
bersangkutan cenderung lebih miskin jabatan
formal, karena biasanya strukturnya relatif
sedikit. Dengan struktur yang relative sedikit,
maka komando dari puncak pimpinan ke
bawahan akan lebih cepat dan tidak banyak
hambatan.
Manajemen memerlukan metode efisiensi, oleh
karena itu pembagian struktur harus disesuaikan
dengan kepentingan organisasi. Jika tujuan dan
kegiatan organisasi relative sederhana, maka
stratifikasi yang diakibatkan oleh struktur dan
jenjang komando harus dipangkas sedemikian
rupa, dan disesuaikan dengan kebutuhan rasional.
Teori ini dapat diterapkan pada organisasi pabrik
maupun organisasi baruh yang melingkupi suatu
wilayah industri. Dalam suatu masyarakat
industri, keberadaan organisasi buruh maupun
organisasi manajemen merupakan dua sisi yang
saling komplementer, karena itu terbentuknya
organisasi keduanya sama-sama rasional.

Teori “Disain administratif” :


Teori ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa
buruh merupakan instrumen yang lamban, oleh
karena itu untuk memacu kegairahan mereka
78
agar memiliki motivasi kerja yang lebih baik
maka diperlukan suatu bentuk organisasi.
- Manusia hanya dimotivasi oleh kewajiban,
kedudukan atau jabatan dalam hirarki.
Dengan organisasi maka status, kedudukan,
posisi jabatan dan tanggung jawab sesorang
memiliki jenjang yang jelas.
- Teori ini berusaha untuk mencari struktur
yang paling efisien dalam mencapai tujuan.
- Menyediakan sekumpulan prinsip yang dapat
dijadikan landasan seorang administrator
untuk membentuk suatu organisasi atau
mengelolanya.
Oleh karena itu maka pertimbangan kondisi
intern dan ekstern mempengaruhi disain
organisasi yang efisien.
- Dengan pertimbangan rasionalitas yang
menjunjung tinggi efisiensi maka teori ini
mencurahkan pada prinsip terselenggaranya
system administratif praktis.
Contoh : semakin pendek jalur komunikasi
semakin efektif komunikasi.

Teori Hubungan Manusia :


Teori ini didasarkan pada pandangan bahwa
suatu organisasi terbentuk dengan landasan bahwa setiap
individu pada prinsipnya memiliki rasionalitasnya
masing-masing. Meskipun demikian, mereka juga
memiliki kesadaran kolektif bahwa keberadaannya
merupakan bagian sebuah sistem sosial yang lebih besar.
- Teori ini menolak pandangan bahwa manusia
rasional yang membuat keputusan
berdasarkan kepentingan sendiri.
79
- Manusia bukan instrumen pasif yang dapat
dibutuhkan bagi kepentingan organisasi.
- Manusia digerakkan oleh emosi dan perasaan
ingin mendapat “penerimaan sosial” (merasa
diterima orang lain) kasih sayang sesamanya.
- Manusia bereaksi tidak hanya sebagai
individu tetapi juga sebagai anggota
kelompok.
- Kelompok di dalam pabrik tidak ada
hubungan dengan organisasi formal pabrik.
- Kelompok informal dibentuk karena manusia
tidak dapat menemukan dalam struktur sosial
formal.
- Kelompk informal : memperhatikan : sikap
kelompok terhadap produksi dan kerja.
- Kelompok informal berfungsi : memberi
pengaturan emosi + perasaannya, melindungi
buruh terhadap organisasi sosial
formal/pegawai supervisor.

Teori Organisasi Baru :


Teori ini memiliki beberapa pandangan bahwa
organisasi merupakan sebuah system yang
kompleksitasnya dipengaruhi oleh adanya pembagian
kerja yang tegas, serta pertimbangan manajemen
informasi dan komunikasi antar bagian yang
membentuknya. Oleh karena itu dalam sebuah organisasi
harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain:
- Keberadaan orang lain dalam sebuah
organisasi sebagai bagian dari sistem
keputusan-keputusan yang saling berkaitan.
- Organisasi harus dilihat sebagai sistem sosial
dan suatu variasi birokrasi.
80
- Organisasi juga sebagai proses input-output
atau informasi-komunikasi.
Model ini jarang terjadi saling bertentangan.
Perbedaannya dengan teori organisasi yang lain yaitu
terletak pada pusat perhatian dan sudut pandang terhadap
organisasi.

Teori Pengambilan Keputusan


Teori organisasi ini berusaha mengkombinasikan
kenetralan ilmu sosial dengan nasehat praktis untuk para
administrator. Oleh karena itu teori ini mengarahkan
kepada tujuan-tujuan organisasi yaitu tujuan-tujuan
manajemen, seperti menganggap tujuan manajemen dan
organisasi merupakan variabel bebas, sedang struktur dan
fungsi merupakan variabel tidak bebas. Dengan demikian
maka Organisasi sebagai suatu jaringan proses
pengambilan keputusan, hendaknya juga memperhatikan
jaringan pilihan antar berbagai alternatif dalam mencapai
tujuan organisasi. Demikian pula pribadi masing-masing
pemegang jabatan pada berbagai jenjang struktur yang
ada.

7.3 Teori Tentang Kepemimpinan


Pekerjaan direktur perusahaan berbeda-beda
sesuai dengan kepribadian orang yang menjabatnya.
Dengan demikian maka kepribadian pemimpin menjadi
sangat penting untuk ditelaah, sebagai bagian dari
keberhasilan pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena
itu proses kepemimpinan memiliki arti yang sangat
penting dalam setiap usaha yang terorganisir;
81
Is the proces of influencing the activities of an
individual or a group in efforts toward goal
acchievement in a given situation.
(proses mempengaruhi aktivitas-aktivtas
orang/kelompok lain dalam usaha mencapai
tujuan pada situasi tertentu) (Paul Hersey & K.H.
Blanchard).

Kepemimpinan berhasil : bila seseorang mampu


mempengaruhi orang lain/bawahan, berarti
kepemimpinan diterima (accepted) kalau tidak,
hakekatnya berubah jadi ketua/ kepala. Disinilah letak
perbedaan leadership (kekepalaan).
Kemampuan mempengaruhi orang lain/kekuatan (power)
erat kaitannya dengan kepemimpinan. Kekuasaan
merupakan sarana bagi pemimpin untuk mempengaruhi
perilaku-perilaku pengikutnya.

Sumber Bentuk Kekuasaan


Machiavelli (Abad 16) : Hubungan baik itu
tercipta jika didasarkan atas cerita (kekuasaan pribadi)
dan ketakutan. Oleh karena itu bentuk kekuasaan
semacam ini cenderung lebih bersifat menekan.
Amitai Etziomi : Sumber dan bentuk kekuasaan atas
kekuasaan jabatan (position power) berbeda dengan
kekuasaan pribadi (personal power).
Kekuasaan jabatan : timbul karena
kedudukan/hirarki jabatan
formal.
Kekuasaan pribadi : membutuhkan kesadaran
bawahan untuk menerima
kekuasaan karena benar, baik
sehingga merasa terikat.
82
Kekuasaan yang lahir dari pola demikian melahirkan pola
kepemimpinan yang modern.

French & Raven


Tokoh ini memiliki beberapa beberapa criteria
tentang beberapa sumber kekuasaan, antara lain:
1. Kekuasaan Paksaan (coersive power)
- Pemimpin dengan cirri seperti ini dalam
memimpin bawahannya didasarkan rasa takut
bawahannya, karena ia mampu mengenakan
hukuman, kekerasan fisik, atau hukuman dalam
bentuknya yang lain. Dalam organisasi industri
pemimpin yang menerapkan kekuasaan jenis
seperti ini biasanya sangat efektif pada
perusahaan industri dalam skala kecil yang
bersifat kekeluargaan.

2. Kekuasan legitimasi (Legitimate Power)


- Sumber jabatan formal, semakin tinggi posisi
semakin besar legitimasinya. Biasanya kekuasaan
seperti ini dapat ditemui pada organisasi
perusahaan dengan skala besar dan memilki
jenjang struktur yang bertingkat.

3. Kekuasaan keahlian (Expert Power)


- Bersumber pada kecakapan/pengetahuan dapat
memberi fasilitas terhadap perilaku orang lain.
Orang lain menaruh hormat karena kecakapan
keahlian pemimpin seperti ini.

4. Kekuasaan penghargaan (Reward Power)


- Karena mampu memberi penghargaan/hadiah,
gaji promosi kepada orang lain. Pemimpin yang
mampu memberikan penghargaan seperti ini
83
biasanya memiliki kekuasaan terhadap
bawahannya.

5. Kekuasaan referensi
Kekuasaan ini bersumber sifat-sifat pribadi
seorang pimpinan, dengan kekuasaan
referensinya yang tinggi ini pada umumnya
seorang pemimpin dikagumi.

6. Kekuasaan informasi :
Kekuasaan yang diperoleh seorang pemimpin
karena memiliki akses informasi dan merupakan
sumber informasi berharga.

7. Kekuasaan hubungan (Conection Power) :


Kekuasaan ini didasarkan pada hubungan yang
terjalin dengan orang penting atau berpengaruh
baik di dalam maupun di luar organisasinya.

Disamping beberapa sumber kekuasaan tersebut di atas


masih terdapat lagi sumber kekuasaan menurut Max
Weber:
1. Otoritas legal-rasional : diperoleh karena posisi yang
diduduki
2. Otoritas tradisional : diperoleh karena turun-
temurun/tradisi
3. Otoritas karismatik : karena kelahiran pribadi
seseorang

Berdasarkan tipologi sumber kekuasaan tersebut , maka


lahirlah istilah pemimpin formal dan pemimpin informal.
Pemimpin formal adalah seseorang yang menjadi
pemimpin karena memiliki kekuasaan formal atau
kekuasaan jabatan atau kewenangan. Sedangkan
84
pemimpin informal, yaitu seseorang yang menjadi
pemimpin bukan atas dasar kekuasaan
formal/kewenangan, tetapi berdasarkan jenis kekuasaan
lain seperti tradisi, kharismatik, keahlian, kekuasaan
paksaan, dan lain-lain. Pada komunitas masyarakat
industri yang cenderung sangat kompleks, maka lahirnya
tipe pemimpin formal maupun pemimpin informal
menjadi sangat besar. Stratifikasi jabatan formal yang
ada di dalam perusahaan, maupun pada institusi lain di
luar perusahaan akan melahirkan berbagai tipologi
kewenangan yang sekaligus memunculkan tipologi
pemimpin.

Peranan Pemimpin (Stoner)


a. The manager assumes responsibility
b. The manager must balancing competing goals
c. The manager is a conceptual thinker
d. The manager works with and through other people
e. The manager is a mediator
f. The manager is a politician
g. The manager is a diplomat
h. The manager makes difficult decisions

Keterangan :
a. Memikul tanggung jawab :
Gagal berhasilnya tujuan, mutlak tanggung jawab
manager, meliputi :
- Keberhasilan menyelesaikan masalah
- Segala aktivitas
b. Menciptakan keseimbangan mencapai tujuan disertai
persaingan
c. Pemikir konsepsual = berpikir analisis
85
d. Bekerja dengan melalui orang lain : harus bisa
memotivasi
e. Sebagai penengah = bila ada konflik = bijaksana/adil
f. Politisi = mampu bertindak persuasif dan kompromi
demi tujuan
g. Diplomat = wakil resmi berbagai tujuan
pertemuan/hubungan dengan organisasi eksternal
h. Pembuat keputusan yang pelik = menyangkut
strategi, missi organisasi

7.4 Organisasi Formal dan Informal


Dalam bahasa yang sederhana organisasi
mempunyai dua pengertian. Pertama, organisasi dalam
arti dinamis (dynamic) yang meliputi kegiatan atau
proses penyesuaian unsur-unsur yang beraneka ragam
dalam rangka melaksanakan suatu fungsi. Kedua,
organisasi dalam arti statis (static) yang meliputi hasil
pengorganisasian atau hal-hal yang telah diorganisir,
misalnya kita berbicara tentang organisasi militer,
organisasi dagang atau organisasi pabrik dan sebagainya.
Dalam hal ini kita akan menggunakan istilah organisasi
(organization) di dalam lingkup pekerjaan yang sedang
dilakukan yang mempunyai pengertian keseluruhan
industri yang sudah teratur dan juga istilah
pengorganissian (organizing), yang berarti
pengorganisasian hal-hal yang telah dihasilkan organisasi
(organization). Pengertian organisasi (organization) atau
pengorganisasian (organizing) lainnya yang lebih
terbatas adalah aktivitas-aktivitas yang ditujukan untuk
mencapai produksi sesuai dengan tujuan industri.

a. Struktur
Organisasi dalam arti statis sering disebut
dengan istilah struktur, yang berarti cara mengatur
86
sesuatu atau konfigurasi atau kedudukan bagian-bagian
yang dihasilkan melalui proses pengaturan (organizing
process). Jadi bila kita berbicara tentang struktur atom,
struktur masyarakat atau struktur organisasi industri, ini
mempunyai pengertian yang ekuivalen dengan apa yang
kita bicarakan tentang bagan atau bentuk yang teratur
dari obyek yang bersangkutan.

b. Unsur-Unsur Organisasi
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas,
maka setiap organisasi secara implisit memiliki unsur-
unsur sebagai berikut :
1. Pluralitas (keanekaragaman) bagian-bagian.
2. Penyesuaian antara bagian-bagian yang beraneka
ragam tersebut, dan
3. Kemampuan menyeluruh untuk melaksanakan tujuan
yang telah direncanakan.
Oleh karena itu, tubuh yang hidup khususnya
tubuh hewan-hewan yang lebih tinggi derajatnya, atau
manusia, merupakan contoh yang menyolok dari suatu
organisasi yang memiliki kemampuan untuk membentuk
keseimbangan (kepantasan) sebanyak bagian komponen
yang jamak dan bervariasi secara tidak terbatas, memiliki
kesempurnaan untuk mengkoordinir bagian-bagian
tersebut secara praktis, memiliki kemampuan menyeluruh
untuk menjalankan fungsi-fungsi yang patut (layak) dari
organisme atau fungsi-fungsi yang sangat unik sekalipun.
Dengan analogi ini maka pantaslah bila badan-badan
(tubuh) yang hidup (apakah manusia, hewan, atau
tumbuh-tumbuhan) dari organisasi disebut dengan
organisme.
87
Untuk menghilangkan kesukaran-kesukaran yang
mungkin timbul, kita dapat mencatat, bahwa walaupun
integrasi bagian-bagian di dalam organisme yang hidup
dapat dipastikan sempurna, kita tidak akan
mempertimbangkan dengan pasti bila integrasi yang
sempurna semacam itupun akan terjadi pada organisasi
manusia (Human Organization). Dalam kasus ini, adanya
saling menyesuaikan dan koordinasi antara individu-
individu yang membutuhkan sama sekali tidak akan
menghilangkan atau melenyapkan karakteristik pribadi
dan otonomi perilaku mereka. Kekuatiran semacam ini
secara bervariasi diekspresikan oleh beberapa penulis,
seperti William H. Whyte dalam bukunya The
Organization Man (1961). Dalam kenyataan, tidak ada
individu baik dalam arti politis maupun ekonomis dapat
dibandingkan dengan sel tubuh yang memiliki fungsi-
fungsi yang dapat dikemudiankan (ditangguhkan)
terhadap kepentingan tubuh yang bersangkutan, ataupun
tidak dapat dibandingkan dengan roda penggerak di
dalam suatu mesin yang tidak mempunyai fungsi-fungsi
lain di luar mesin tersebut. hal ini baru akan relevan bila
kita membandingkan antara organisasi formal dengan
organisasi informal.

c. Organisasi-organisasi : Secara Spontan dan


Secara Disengaja-Sub Organisasi
Organisasi secara umum dapat dibedakan atas
dua bentuk : organisasi secara spontan dan organisasi
yang timbul oleh karena adanya unsur kesengajaan.
Organisasi-organisasi yang timbul secara spontan
(Spontaneous Organization) merupakan suatu organisasi
yang timbul (ada) sebagai suatu bentuk pengelompokkan
dari suatu makhluk hidup atau yang tidak hidup
berdasarkan sifat-sifat alami (apa adanya), seperti :
88
Organisasi tumbuh-tumbuhan, organisasi hewan, hipunan
batu-batuan, dan kelompok-kelompok manusia yang
terbentuk dengan sendirinya, seperti : keramaian
(gerombolan) umum dan sebagainya. Munculnya
pengelompokan manusia dalam suatu masyarakat industri
secara spontan selalu memungkinkan untuk bias terjadi,
atau sering juga disebut dengan organisasi industri yang
bersifat informal.
Organisasi yang timbul secara sengaja
(Delebarate Organizations) merupakan organisasi yang
dibuat dengan maksud untuk mencapai tujuan. Derajat
tertinggi dari bentuk organisasi semacam ini sebanding
dengan proses pembentukan dan perencanaanya atas
dasar prinsip-prinsip ilmiah. Bertolak dari dua bentuk
organisasi di atas, maka organisasi industri merupakan
salah satu organisasi yang terbentuk dengan unsur
kesengajaan, dimana manusia dan sumber-sumber alam
dan sumberdaya lainnya digerakkan dan diatur secara
layak untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa
secara ekonomis. Dalam hal ini organisasi industri
dipandang sebagai salah satu bentuk karakteristik dari
organisasi modern. Namun dari sudut pandang lainnya,
maka unsur-unsur manusia dipandang lebih menonjol
dari unsur-unsur lainnya karena manusia merupakan
unsur satu-satunya yang mampu memberikan ide atau
pendapat dalam koteks menggerakkan aktivitas industri
menjadi organisasi ekonomi yang mengharuskan adanya
kualifikasi secara mendasar (Substansial). Oleh karena
itu pantaslah apabila kita berbicara tentang industri
sebagai suatu organisasi manusia yang esensial, dimana
masalah-masalah manusia akan termasuk di dalamnya,
yakni yang berkaitan dengan tujuan menghasilkan
barang-barang atau jasa-jasa ekonomi sebagai kebutuhan
yang dipermasalahkan manusia sepanjang hidupnya.
89
Disinilah pentingnya pendekatan sosiologi dalam
mempelajari industri.
Untuk melengkapi pembahasan tentang bentuk
organisasi yang dipandang memiliki karakteristik sebagai
organisasi modern, maka kita perlu membedakan dua
istilah yang mempunyai pengertian yang hampir sama,
yakni organisasi industri dan organisasi bisnis.
“Organisasi bisnis” pada dasarnya lebih bersifat umum
dan termasuk di dalamnya segala aktivitas yang
dipertimbangkan menjadi bagian atau cabang dari
industri, seperti : perdagangan, pengangkutan, keuangan,
penggudangan dan lain sebagainya. Bila bisnis diarahkan
secara khusus untuk menghasilkan barang-barang sebagai
bagian yang dianggap lebih penting, maka organisasi
bisnis yang dimaksud mempunyai ruang lingkup yang
lebih spesifik, yang kita sebut sebagai organisasi industri.
Setiap organisasi industri, cepat atau lambat akan
cenderung menjadi kompleks, dimana organisasi tersebut
membentuk struktur-struktur organisasi tingkat bawah
lainnya sesuai dengan luasnya bidang usaha yang
dikelola, seperti kelompok-kelompok yang bervariasi,
misalnya sebagai manajer, pekerja, buruh kasar, serikat-
serikat dagang, teknisi, yang sering disebut dengan
bagian kecil dari organisasi sebagai suatu sistem (Sub
Organizations). Sub organisasi bisa timbul secara spontan
atau secara disengaja, tetapi yang jelas fungsi mereka
sebagai bagian dari keseluruhan organisasi dapat
membawa pengaruh positif maupun negatif terhadap
organisasi sebagai suatu sistem yang menyeluruh tadi.
Paling menyolok dari pengaruh negatif ini adalah
organisasi manajerial (yang disebut sebagai sub-
organisasi) dimana kadang-kadang melakukan kesalahan
fatal atau kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan
organisasi industri secara keseluruhan. Tetapi walaupun
90
demikian, bagian-bagian yang paling penting untuk
dipelajari dalam setiap organisasi industri adalah
organisasi yang sering disebut dengan organisasi formal
dan organisasi informal.

d. Organisasi Formal
Organisasi formal dari suatu industri dapat
dibatasi sebagai organisasi yang dibentuk secara sengaja
dengan metode-metode ilmiah, dimana unsur manusia di
dalam industri yang bersangkutan memegang peranan
yang paling penting dalam rangka mencapai tujuan-
tujuan organisasi. Chester J. Barnard menggambarkan
organisasi formal sebagai suatu sistem aktivitas-aktivitas
atau kekuatan-kekuatan yang terkoordinir secara sadar
dari dua atau lebih orang-orang. Bentuk organisasi
semacam ini berbeda dengan organisasi informal yang
terbentuk dari hal-hal yang tidak dapat dimengerti, yaitu
kelompok-kelopok yang terbentuk secara spontan atau
tanpa disengaja, dimana tujuan-tujuan yang ada atau
struktur tidak dapat dibatasi secara jelas atau tidak dapat
dibedakan secara metode keilmuan yang jelas.
Chester J. Barnard membatasi ciri-ciri organisasi
formal industri secara umum sebagai berikut :
(1) Organisai formal bersifat inpersonal atau abstrak,
yaitu organisasi formal industri yang secara langsung
berhubungan dengan pembentukan pekerjaan
(jabatan) atau peran, dan hanya berhubungan secara
tidak langsung dengan orang-orang yang membentuk
atau menjalankan jabatan atau peran yang
bersangkutan. Misalnya ada tiga jabatan, yakni
manajer produk, kepala bagian persediaan, dan
supervisor (penyelia) mutu produksi yang diperankan
oleh tiga individu yang berbeda.
91
(2) Organisasi formal mempunyai sifat dimana ada
hubungan diantara anggota-anggotanya yang telah
dirancang sedemikian rupa. Ini berarti hubungan
formal mereka terjadi oleh karena adanya unsur
kesengajaan dalam rangka pembagian kerja sesuai
dengan rencana yang sudah disusun berdasarkan
pola-pola tertentu sesuai dengan prinsip-prinsi atau
pendapat-pendapat yang telah disetujui dalam
organisasi.
(3) Organisasi formal mempunyai sifat, dimana satu
bagian dari organisasi merupakan bagian dari sistem
yang lebih luas. Dalam sistem yang lebih luas ini,
unsur-unsur yang bersifat materi maupun yang bukan
materi dapat terlibat di dalamnya, misalnya potensi
ekonomi dari negara dimana organisasi tersebut
berada, sistem administrasi dan politik dan nilai-nilai
sosial, dan etis yang terdapat pada lingkungan hidup
manusia di sekitarnya. Semua ini, langsung atau tidak
langsung mempengaruhi organisasi formal yang ada
di dalam suatu perusahaan industri.
Selain itu, sifat-sifat impersonalitas, abstrak dan
penuh dengan maksud/tujuan dari organisasi formal ini
memberikannya suatu derajat keluwesan dan penyesuaian
diri yang hebat, sehingga dapat digambarkan secara
mudah di dalam suatu bagan organisasi, dapat dipelajari
baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dan dapat pula
dirubah atau ditambah sesuai dengan maksud/tujuan
sebagaimana layaknya suatu rencana dalam bentuk
“Cetak Biru” (Bluprint). Disamping itu juga, tingkatan
wewenang, garis komunikasi dan hubungan-hubungan
fungsional dari suatu organisasi formal lebih mudah
dinilai secara ilmiah. Hal semacam ini tidak dapat
dilakukan pada organisasi informal dimana kompleksitas,
instabilitas dan variabilitas yang ada menimbulkan
92
kesulitan yang tinggi untuk menangani dan
mempelajarinya.

e. Tingkatan-tingkatan Organisasi Formal


Struktur organisasi formal dapat dibagi atas tiga
tingkatan, yaitu : 1. Top Management (organisasi
pengelolaan tingkat atas); 2. Middle Management
(Organisasi pengelolaan tingkat menengah); Junior
management atau Junior Executives (Orgaisasi
pengelolaan tingkat yunior/bawah).
(1) Top Level Management (Organisasi Tingkat Atas)
W.E. Moore mengidentifikasi jabatan-
jabatan yang termasuk ke dalam organisasi tingkat
atas, yaitu : Presiden Direktur (Chairman of The
Board of Directors); Manajer Umum (General
Manager); Direktur Pelaksana atau manajer-manajer
Departemen (Managing Directors or Departemental
Managers); atau dalam terminologi perusahaan atau
bisnis di Amerika Serikat dikenal misalnya jabatan
seperti : Presiden atau Wakil Presiden perusahaan,
atau juga seperti perusahaan yang ada di India
(misalnya Tata Oil Milss Co. Ltd) menggunakan
istilah jabata-jabatan lain yang termasuk ke dalam
organisasi tingkat atas, seperti Executive Directors
(Direktur Eksekutif/Pelaksana); Works Managers
(Manajer-manajer Pelaksana); Regional Sales
Managers (Manajer Penjualan untuk daerah regional).

(2) Middle Management (Organisasi Pelaksana


/Pengelola Tingkat Menengah)
Merupakan kedudukan/jabatan yang terletak
diantara organisasi tingkat atas dan organisasi tingkat
bawah/yunior, oleh karena itu disebut organisasi
tingkat menengah. Organisasi yang berada pada
93
tingkat ini bukan saja bertindak/ berperan sebagai
pemancar (Transmitter) perintah (kerja) atau saluran
komunikasi, tetapi mereka yang mempunyai jabatan
pada tingkat ini diharapkan dapat lebih lanjut
mengkhususkan diri dalam mengembangkan dan
membuat secara lebih eksplisit keputusan-keputusan
dan rencana-rencana yang telah disetujui oleh
organisasi tingkat atas. Dengan pengetahuan,
pengalaman, dan wewenang yang dimiliki mereka,
berperan bagi usaha penyempurnaan tujuan
perusahaan sama seperti tujuan ranting-ranting dari
suatu pohon yang sehat, berusaha mengkontribusikan
zat-zat makanan serta air yang segar dalam rangka
mengembangkan dan memperbaiki kualitas buah
yang dihasilkannya. Proporsi terbesar dari jabatan
yang terdapat pada organisasi tingkat menengah ini
dipegang oleh para spesialis dan/atau teknisi serta
jabatan yang sering disebut sebagai organisasi staf,
tetapi jabatan ini bukanlah mencegah mereka untuk
menjadi anggota-anggota efektif dalam manajemen
perusahaan.

(3) Junior Management (Organisasi Tingkat


Yunior/Bawah)
Organisasi pada tingkat ini agaknya sering
berperan secara paradoks (bertentangan) dengan
organisasi tingkat menengah sebagaimana telah
diuraikan di atas. Akan tetapi secara lebih logis lagi
tidak diragukan bahwa peran organisasi tingkat
bawah ini, sebagaimana telah ditunjukkan oleh
jabatan seorang penyelia (supervisor) pada lini
tertinggi (misalnya : para pembantu/assistant, atau
para peserta latihan ketrampilan, dan sebagainya)
sangat menentukan dalam menjalankan
94
operasionalisasi produksi ataupun kebijakan-
kebijakan yang dibuat oleh organisasi pada tingkat
yang lebih tinggi. masalahnya mungkin terletak pada
derajat pengetahuan, pengalaman maupun
ketrampilan mereka yang relatif masih sedikit. Jadi
cukup logis, bila masih sering terjadi kesalahpahaman
ataupun hal-hal yang bertentangan bila organisasi
tingkat menengah telah membuat keptusan terhadap
suatu rencana yang harus dijalankan oleh organisasi
tingkat bawah, namun organisasi tingkat bawah salah
menafsirkannya. Oleh karena itu, organisasi pada
tingkat yang lebih tinggi justru berusaha
membimbing mereka, dan bukan sebaliknya selalu
menganggap bahwa mereka yang duduk pada
organisasi tingkat bawah adalah mereka yang sudah
tidak akan bisa dibimbing. Kasus semacam ini sering
terjadi di perusahaan-perusahaan industri, bahwa ada
semacam “stereotype” bahwa organisasi tingkat
bawah merupakan kedudukan dari mereka yang
disebut sebagai buruh kasar. Dan bahkan dalam
faktanya mereka diberikan wewenang untuk
membuat keputusan secara terbatas, dan tambahan
lagi walaupun mereka mempunyai kemampuan yang
tampak menonjol (memiliki produktivitas kerja tinggi
dan energik), namun skala gaji yang diberikan tetap
terbatas.
Menanggapi hubungan-hubungan dan
tanggung jawab dari tingkatan organisasi
sebagaimana sudah dijelaskan di atas, pertemuan para
ahli organisasi pada tahun 1959 di Bangalore
merumuskan kesimpulan sebagai berikut :
“Tanggung jawab utama terhadap
pencapaian tingkat produktivitas dan
efisiensi yang tinggi secara khusus terletak
95
pada organisasi tingkat atas (Top
Management). Organisasi tingkat menengah
mempunyai tanggung jawab terhadap
ikhtiar/prakarsa, yang membawa dan
memelihara perbaikan-perbaikan dalam
produktivitas, tetapi walau bagaimanapun
organisasi tingkat atas tetap berperan dalam
memutuskan masalah-masalah utama
terhadap kebijakan yang dijalankan,
mengokohkan struktur organisasi yang
dipergunakan, mengalokasikan tugas-tugas
dan tanggung jawab serta bertanggung jawab
terhadap koordinasi yang menyeluruh dari
semua aktivitas di dalam perusahaan.
Contoh : Bagan organisasi dari suatu perusahaan pabrik
Dewan
Komisaris
Presiden

Direktur
Direktur

Pelaksan
Hukum Ekonomi
a Pengembangan Teknik Staf

Dept
Pengawasan Personil Pabrik Engineering Penjualan Pembelian
Management

Sub-Dept
Management

Pemeliharaan

Engineering Perencana Produksi Inspeksi Engineering Super


Produksi Industri Intendent

Workers
96
Organisasi tingkat atas juga secara utama bertanggung
jawab terhadap kualitas hubungan-hubungan diantara
manajer dan para pekerja di dalam pabrik. Apabila
organisasi tingkat atas tidak menjalankan fungsi-
fungsinya secara efisien, maka usaha-usaha terbaik yang
sudah dilakukan oleh organisasi tingkat menengah dan
bawah akan menjadi gagal”.
Pada gambar struktur organisasi tersebut di atas dapat
terlihat bahwa makin tinggi jabatan sesorang semakin
besar tanggung jawabnya. Setiap terjadi masalah,
pemecahannya diserahkan kepada orang yang
kedudukannya lebih tinggi. Bila terjadi perselisihan
antara kepala bagian, masalahnya akan diputuskan
manager yang bersangkutan, demikian seterusnya.

f. Prinsip-Prinsip Organisasi (Formal)


Henry Fayol (1841-1925) seorang Kepala
Eksekutif (Chief Executive) di Perusahaan Pertambangan
Perancis, dalam bukunya “Administration Industrielle et
Generale (1916) merumuskan empat belas (14) prinsip-
prinsip umum manajemen atau organisasi industri, yaitu :
(1) Pembagian Kerja (Division of Work); (2) Otoritas dan
tanggung jawab (Authority & Responsobility); (3)
Disiplin (Discipline); (4) Kesatuan Komando (The Unity
of Command); (5) Kesatuan Arah (The Unity of
Direction); (6) Menempatkan kepentingan-kepentingan
pribadi setelah kepentingan umum (Subordination of
Individual Interests to General Interst); (7) Pemberian
Upah Pegawai (Remuneration of Personnel); (8)
Sentralisasi (Centralization); (9) Panjang/ pendeknya
rantai kewenangan (Scalar Chain); (10) Perintah Kerja
(Order); (11) Kesamaan hak/Keadilan (Equity); (12)
Stabilitas masa jabatan pegawai (Stability of Tenure of
Personnel); (13) Adanya inisiatif kerja (Initiative), (14)
97
Adanya semangat korp/kalangan pekerja (Esprit de
Corp).
Selanjutnya Koonzty dan O’Donnel dalam
bukunya “Principles of Sound Organization”
merumuskan pula prinsip-prinsip organisasi industri
dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu :
(1) Prinsip kesatuan tujuan (Principle of Unity of
Objective) :
Organisasi diartikan sebagai usaha kerjasama terus
menerus untuk mencapai tujuan perusahaan yang
telah disepakati bersama;
(2) Prinsip Efisiensi (Principle of Efficiency) :
Mengusahakan tercapainya tujuan perusahaan dengan
biaya seminimal mungkin dan menghindarkan
sedapat mungkin resiko kegagalan;
(3) Prinsip Rentang Manajemen (Span of Management
Principle) :
Memberikan rentang kendali dan pengelolaan kerja
berdasarkan sifat pekerjaan, kepribadian pekerja, dan
kompleksitas hubungan kerja;
(4) Prinsip Skalar (Scalar Principle) :
Setiap organisasi pada tingkat manapun harus
memberikan batasan wewenang yang diberikan
kepada setiap kedudukan bawahan di dalam
organisasi;
(5) Prinsip Tanggung Jawab (Principle of Responsibility)
Tanggung jawab bawahan terhadap atasan atas dasar
wewenang yang didelegasikan kepadanya adalah
mutlak, dan sebaliknya atasan tidak dapat lari dari
tanggung jawab terhadap kegiatan yang dijalankan
bawahannya. Dengan perkataan lain pendelegasian
wewenang dari atasan kepada bawahan bukan berarti
pengalihan tanggung jawab atasan kepada bawahan;
98
(6) Prinsip keseimbangan antara wewenang dan
tanggung jawab (Principle of Purity of Authority and
Responsibility) :
Tanggung jawab memikul setiap tindakan yang
dijalankan berdasarkan wewenang yang dilimpahkan,
dan ini berarti bahwa setiap tanggung jawab yang
dipikul individu dalam organisasi harus sebanding
dengan wewenang yang diberikan kepadanya;
(7) Prinsip Kesatuan Komando (Principle of Unity of
Command) :
Setiap bawahan seyogyanya mempunyai satu atasan,
bila tidak maka tanggung jawab akan menjadi terbagi
dan menjadi kabur;
(8) Prinsip Tingkatan Wewenang (The Authority-Level
Principle)
Setiap organisasi pada tingkat manapun seyogyanya
mempunyai beberapa tingkat wewenang sebagai
tempat pembuatan keputusan yang sesuai. Dan hanya
keputusan-keputusan yang bukan wewenang
organisasi di tingkat bawah seharusnya diputuskan
oleh organisasi di tingkat atas.
Prinsip tingkatan wewenang (The Authority-
Level Principle) sekarang dikenal dengan istilah populer,
yakni : prinsip desentralisasi (Principle of
Decentralization or Subsidirity). Dalam hal prinsip ini,
secara lebih tegas dikemukakan perlunya memberikan
hak bagi organisasi cabang atau organisasi di tingkat
yang lebih bawah untuk membuat keputusan sendiri
terhadap masalah-masalah yang sebagian besar menjadi
tanggung jawab dan wewenang mereka sendiri. Dan
organisasi yang lebih tinggi diharapkan tidak banyak
campur tangan, sejauh keputusan yang dibuat tidak
melampaui wewenang atau urusan/kepentingan
organisasi tingkat desa (pusat).
99

g. Organisasi Informal
Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya,
organisasi informal merupakan bentuk organisasi yang
timbul secara spontan (Spontaneous Organization),
dimana hubungan sosial antara sesama anggotanya dapat
terjadi kapanpun dan dimana saja.. Organisasi ini
tercermin secara lebih jelas (menyolok) di dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil yang timbul di setiap tempat
di dalam organisasi industri. Tindakan setiap anggota
tidak terencana dan tidak terduga, dan hubungan-
hubungan sosial yang terjadi serta struktur manapun
kepemimpinan mereka timbul secara spontan.
Berdasarkan ukurannya, maka bentuk-bentuk
kelompok informal yang mungkin timbul dapat
diidentifikasi secara sederhana sebagai berikut :
(1) Keseluruhan organisasi informal dari suatu pabrik,
yang dipandang sebagai suatu sistem kelompok-
kelompok yang berpautan satu sama lainnya. Para
ahli sosiologi menyebut kelompok ini sebagai
kelompok sekunder (Secondary Group), yaitu suatu
kelompok yang relatif besar dimana para anggotanya
tidak bertemu satu sama lainnya melalui kontak
pribadi atau tatap muka, tetapi melalui hubungan-
hubungan dan kategori-kategori kontak yang relatif
besifat abstrak.
(2) Beberapa kelompok (biasanya berjumlah besar) yang
timbul atas dasar kepentingan pribadi (khusus),
seperti : Serikat Dagang, kelompok-kelompok olah
raga (sport), serikat buruh dan lain sebagainya.
Karena jumlah anggota ini cukup banyak, maka
kelompok ini biasanya sering juga disebut sebagai
kelompok sekunder.
100
(3) Kelompok Primer Inti (Batih), yang terbentuk karena
masing-masing anggotanya satu sama lain
berhubungan secara kontak pribadi atau tatap muka.
Dalam organisasi industri mereka biasanya terbentuk
dalam basis suatu pekerjaan, misalnya kelompok ahli
fisika, kelompok ahli mesin, kelompok ahli ekonomi,
persatuan insinyur dan lain sebagainya, keluarga,
gang, kelompok bermain dan sebagainya.
(4) Kelompok Primer Teman-teman Karib (Intim), yang
terdiri dari dua atau tiga (dan jarang lebih dari tiga)
orang individu, yang mempunyai hubungan intim
yang sangat menyenangkan, seperti suatu kelompok
teman-teman akrab, kelompok yanganggota saling
menyintai dan lain sebagainya. Kelompok yang lebih
besar termasuk kelompok inti.
(5) Individu yang terisolir, yang jarang berpartisipasi
dengan kegiatan sosial apapun, seperti pasak yang
tenggelam dalam lubangnya, dan kelompok ini sering
hadir sebagai anggota pasif dari kelompok manapun
(kecuali kelompok primer intim). Dan individu ini
merupakan komponen yang potensial dalam
kelompok-kelompok tersebut.

h. Kelompok Informal Inti (Batih)


Dalam membahas organisasi informal, salah satu
kelompok yang sangat penting diketahui adalah
kelompok primer inti (batih) yang banyak mempengaruhi
kegiatan-kegiatan industri secara khusus dan di dalam
masyarakat pada umumnya. Kelompok-kelompok
seperti : keluarga, gang kelompok bermain, kelompok
bisnis (usaha) dan lain sebagainya, selalu merupakan
kelompok-kelompok inti (batih) dimana sering secara
lebih sungguh mempertahankan tujuan-tujuan dan nilai-
nilai masyarakat dimana mereka berada. Oleh karena itu
101
tidak mengherankan bila gerakan dalam bentuk luas atau
skala besar sedang berjalan, maka kelompok-kelompok
informal tersebut muncul sebagaimana terbentuknya sel-
sel tubuh secara berlipat ganda. Kelompok-kelompok ini
secara spontan timbul, tidak terkecuali di dalam
lingkungan kegiatan industri. Di lain pihak, J.A.C. Brown
membatasi kelompok primer sebagai instrumen
masyarakat yang mana dalam ukuran besar, individu
(anggota masyarakat dapat belajar menentukan sikapnya,
mengeluarkan pendapat, menentukan tujuan dan cita-
citanya, kelompok primer juga merupakan salah satu
sumber dasar (fundamental) disiplin dan kontrol sosial.
Karakteristik dari kelompok primer inti adalah interaksi
sosial yang terjadi antara sesama anggota berlangsung
secara tatap muka. Dan biasanya kelompok ini timbul
didasarkan kepada perasaanm solidaritas dan senasib
diantara sesama anggotanya. Perasaan bersama ini
melahirkan sikap saling membantu satu sama lainnya bila
didalam pekerjaan itmbul kesukaran. Dan
kencenderungan ii sering dialami oleh seorang pegawia,
dimana tingkat produktifitas kerjanya justru akan
meningkat bila ia bekerja dalam satu kelompok semacam
itu. Gejala ini telah dibuktikan pula oleh Elton Mayo
melalui eksperimen Howthorne-nya.

i. Asal Mula dan Fungsi Kelompok Inti


Terdapat berbagai pendapat yang diungkapkan
tentang asal mula timbulnya kelompok inti sebagai salah
satu bentuk organisasi atau kelompok informal. Beberapa
orang menyebutkan bahwa kelompok intik timbul
sebagai akibat rasa malas atau sikap memberontak para
pekerja dalam menentang kebijaksanaan manajemen
yang mereka jalankan. Yang lain percaya bahwa
kelompok-kelompok inti merupakan cara bagi para
102
pekerja untuk mempertahankan diri dari
penyalahgunaankekuasaan atau wewenang para majikan
atau pimpinan mereka, sementara beberapa orang lainnya
yakin bahwa kelompok inti timbul sebagai tempat
penyaluran rasa iri dan emosi para pekerja.
E.V. Schneider dengan beberapa ahli sosiologi
lainnya merumuskan bahwa asal mula timbulnya
kelompok inti tidak terlepas dari fungsi utama kehadiran
kelompok inti itu sendiri, yang mana berarti atau
bertujuan untuk memenuhi hasrat dan keinginan para
pekerja. Fungsi-fungsi kelompok inti dalam konteks
pemenuhan hasrat dan keinginan para pekerjaan tersebut,
antara lain : (1) adanya keinginan untuk bebas dari rasa
bosan, (2) kesempatan untuk mendapatkan kedudukan
(status) yang lebih baik, (3) keinginan untuk memperoleh
saluran untuk melampiaskan emosi atau agar perasaan
tidak puasnya ditanggapi, (4) kesempatan untuk bisa
bekerja/hidup lebih bebas, (5) keingnan untuk
mendapatkan rasa aman.
Walau bagaimanapun fungsi-fungsi yang
dirumuskan di atas lebih lanjut perlu diuji objektivitasnya
dalamkonteks berbagai kondisi atau situasi, lingkungan
agar dapat dijelaskan secara terperinci esensi yang sama
dari asal mula maupun fungsi-fungsi kelompok-
kelompok itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai