Anda di halaman 1dari 8

200

180
160
140
120
100
80
Axis Title
60 m3/detik
40
20
0
I

I
II

II

II

II

II

II

II

II

II

II

II

II
Jan Febru Maret April Mei Juni Juli Au- Sep- Ok- No- De-
uari ari gustus tem tober vem sem
ber ber ber

Axis Title

Hal ini menunjukan bahwa kebutuhan air irigasi sangat dibutuhkan untuk membantu memenuhi
kebutuhan air tanam didesa pulau pandan kecamatan bukit karman. Kebutuhan air irigasi pada MT1
sebesar 26,6% dan MT 2 sebesar 27,6 %. Dengan kebutuhan air irigasi terbesar terjadi pada bulan maret
sebesar 90,5 mm/dec dan kebutuhan air irigasi terkecil terjadi pada bulan juni untuk MT1. Sedangkan
kebutuhan air irigasi terbesar pada MT2 terjadi pada bulan agustus 88,8 mm/dec dan yang terkecil
terjadi pada bulan juli 1,5 mm/dec. diagram kebutuhan air tanaman MT1 dan MT2 dapat dilihat pada
gambar 10 dan 12

(Sudjarwadi, 1990). Dari hasil perhitungan kebutuhan air irigasi pada Subak Jaka dari musim tanam I
(MT I) dan musim tanam II (MT II), yang dilakukan menggunakan bantuan software CROPWAT 8.0.
Kebutuhan air irigasi pada Subak Jaka dapat dilihat pada Gambar 6 sebagai berikut.

Gambar 6 menunjukan kebutuhan air irigasi pada MT I yang dilakukan pada periode Juni I dimulai dari
pengolahan tanah yang memerlukan air cukup banyak yaitu 82.4 liter/detik debit tertinggi selama 15
hari. Dari masa pertumbuhan tanaman rata-rata debit yang diperlukan berkisar antara 11.0 sampai 64.0
liter/detik selama 15 hari. Pada masa pertumbuhan tanaman yaitu fase tanam-anakan air irigasi yang
diberikan ke petak sawah sedikit, kemudian pemberian air irigasi di petak sawah ditambah dan
disesuaikan dengan masa pertumbuhan tanaman. Pada fase berbunga matang penuh pemberian air
irigasi mulai dikurangi dan pemberian air irigasi mulai dihentikan satu minggu sebelum dilakukan masa
panen. Musim tanam II dilakukan pada periode Januari I dimulai dengan pengolahan tanah yang
memerlukan air irigasi yaitu 98.5 liter/detik debit tertinggi selama 15 hari. Sedangkan dari mulai tanam
sampai panen debit yang diperlukan 0 liter/detik, karena pada bulan Januari sampai dengan April curah
hujan pada daerah Subak Jaka cukup tinggi. Sehingga kebutuhan air irigasi pada bulan tersebut sudah
dapat dipenuhi oleh curah hujan efektif.
Tabel diatas menunjukkan kebutuhan air pada saat penyiapan lahan/Nursery membutuhkan air irigasi
cukup banyak pada MT1 bulan Desember periode ketiga yaitu 174,5 mm/dec (dalam 10 hari) dengan
curah hujan efektif 36,4 mm/dec, pada fase penanaman/initial stage membutuhkan air irigasi 12,3
mm/dec kemudian pada saat fase awal pertumbuhan/developing stage membutuhkan air irigasi 13,2
mm/dec.

Pada fase perkembangan kebutuhan air irigasi rata-rata 23,64 mm/dec, sedangkan fase akhir
pertumbuhan membutuhkan air irigasi rata-rata sebesar 22,4 mm/dec, dengan total kebutuhan air
irigasi 407,8 mm/dec.

Tabel 7: Kebutuhan Air Irigasi D.I Wawotobi pada MT2

Pada Massa Tanam II terlihat pada gambar 4.10 diatas total air irigasi yang dibutuhkan adalah 437,9
mm/dec. Dengan kebutuhan air irigasi maksimum terjadi pada saat penyiapan lahan/Nursery pada bulan
april ketiga sebesar 174,4 mm/dec.

Fase penanaman / initial stage membutuhkan air irigasi 29,7 mm/dec kemudian fase awal pertumbuhan
membutuhkan air irgasi rata-rata 23,63 kemudian Pada fase akhir pertumbuhan kebutuhan air irigasi
maksimal di bulan Oktober kedua yaitu 20,8 mm/dec

Pada fase akhir pertumbuhan kebutuhan air tanaman sudah terpenuhin karena dibulan November
curah hujan di daerah irigasi Amping Parak cukup tinggi sehingga kebutuhan air irigasi di bulan tersebut
dapat terpenuhi oleh curah hujan efektif.

Tabel 9 : Rekapitulasi Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi Menggunakan Software Cropwat 8.0

Dalam penjadwalan pembagian air irigasi Salulemo mengacuh pada

perhitungan dan data yang telah di imput melalui perhitungan menggunakan

metode Cropwat maka di dapatkan irigation schedule untuk kawasan D.I

Salulemo dapat di lihat pada tabel 14 :

Gambar 1: Data Analisa Tanah

Tabel 4: Perhitungan Evapotranspirasi Potensial

Data klimatologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data 10 tahun terakhir sebagai input awal
untuk software Cropwat 8.0 dalam menghitung nilai Evapotranspirasi Potensial (ETo) yaitu berupa suhu
rata-rata, kelembaban udara, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, dan curah hujan rata-rata
bulanan. Data klimatologi ini sangat bermanfaat dalam proses budidaya tanaman karena pertumbungan
dan perkembangan tanaman bergantung pada keadaan iklim suatu lingkungan. Perhitungan
evapotranspirasi potensial (ETo) pada software Cropwat 8.0 for windows adalah menggunakan metode
Penman-Monteith tercantum pada persamaan 1. Gambar 5.1 menunjukkan bahwa nilai ETo pada setiap
bulannya memiliki nilai yang berbeda-beda berkisar antara 2,50 mm/hari hingga 4,33 mm/hari. Nilai ETo
ini sendiri dipengaruhi oleh faktor iklim berupa suhu rata-rata, kelembaban udara, kecepatan angin dan
lama penyinaran matahari.

Pengaruh radiasi panas matahari terhadap evapotraspirasi adalah melalui proses fotosintesis, dimana
tanaman memerlukan sirkulasi air melalui sistem akarbatang-daun. Sirkulasi ini dapat dipercepat dengan
meningkatkannya jumlah radiasi panas matahari terhadap vegetasi yang bersangkutan. Pengaruh suhu
terhadap evapotraspirasi berkaitan dengan intensitas dan panjang waktu dari radiasi matahari.
Pengaruh angin terhadap evapotrasnpirasi adalah melalui berpindahnya uap air dari pori-pori daun
keluar. Semakin besar kecepatan angin maka laju evapotranspirasi pun semakin tinggi

Gambar 2. Perhitungan Evapotranspirasi Potensial menggunakan Penman-Monteith dalam Cropwat 8.0

Sumber : Hasil Analisis 2021

5.2.1 Curah Hujan Efektif

Salah satu dari faktor yang mempengaruhi nilai evapotranspirasii potensial untuk analisis data
kebutuhan air adalah curah hujan. Berdasarkan data klimatologi BWS Sampara 10 tahun terakhir (2011-
2020) rata-rata total curah hujan yang terjadi yaitu 195,6839 mm. Dapat dilihat dari Gambar 3. bahwa
puncak musim hujan terjadi pada bulan Maret sebesar 366,7 mm/bulan, sedangkan curah hujan terkecil
terjadi pada bulan Agustus sebesar 42,3 mm/bulan. Terlihat bahwa nilai hujan efektif lebih kecil
dibandingan curah hujan rata-rata bulanan, karena hujan efektif merupakan jumlah dari sebagian nilai
curah hujan yag daat dimanfaatkan oleh tanaman. Jumlah kebutuhan air memiliki hubungan yang erat
dengan evapotranspirasi tanaman (ETc) dan curah hujan (CH) efektif. Jika jumlah CH efektif lebih besar
dari evapotranspirasi tanaman, maka kebutuhan air tercukupi. Sebaliknya, jika jumlah curah hujan lebih
rendah dari evapotranspirasi tanaman, maka kebutuhan air tidak tercukupi (Sophia Dwiratna, Nawawi,
& Asdak, 2013). Besarnya curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun disebabkan karena dikenal
adanya bulan kering dan bulan basah. Berdasarkan tipe iklim Oldeman, bulan kering (BK) merupakan CH
< 100 mm sedangkan bulan basah (BS) adalah suatu bulan yang CH > 100 mm. Berdasarkan olahan data
curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir, BK terjadi berturut-turut selama 4 bulan, dari bulan Juni
sampai dengan September, sedangkan untuk BS terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei,
Oktober, November dan Desember. Berdasarkan data tersebut, klasifikasi tipe iklim menurut Oldeman
rata-rata curah hujan bulanan termasuk kedalam tipe iklim B3 karena memiliki 8 bulan basah dan 4
bulan kering (Sophia Dwiratna, Suryadi, & Kamaratih, 2016).
Hujan effekti untuk padi

Hujan efektif untuk palawija

Kebutuhan Air Irigasi (DR)

Hasil perhitungan kebutuhan air pertanian dijabarkan dalam perhitungan kebutuhan air konsumtif
(CWR), kebutuhan air petak sawah (FWR) dan kebutuhan air untuk seluruh pertanian (PWR). Besarnya
kebutuhan air konsumtif dipengaruhi oleh nilai evaporasi, faktor tanaman dan pola pergiliran tanam
yang diterapkan pada lahan pertanian. Pola pergiliran tanaman Daerah Irigasi Boro mengacu pada
Peraturan Bupati Purworejo Nomor 20 Tahun 2006 yaitu padi-padi palawija dengan system pemberian
air secara bergiliran atau pembagian golongan. Dengan adanya system pemberian air secara golongan
maka lahan pertanian di Daerah Irigasi Boro dibagi menjadi 3 golongan dengan jadwal tanam yang
berbeda. Golongan I dimulai pada awal bulan Oktober, golongan II dimulai pada pertengahan bulan
Oktober dan golongan III dimulai pada awal bulan November. Kondisi Daerah Irigasi Boro secara spasial
dapat dilihat pada Gambar 1 Hasil perhitungan evaporasi dan kebutuhan air konsumtif di Daerah Irigasi
Boro berdasarkan pola pergiliran tanaman padi-padi-palawija untuk 3 golongan lahan disajikan pada
Tabel 5. Kebutuhan air konsumtif untuk setiap golongan mempunyai jumlah yang berbeda, hal ini karena
adanya perbedaan jadwal tanam antara ketiga golongan lahan pertanian tersebut. Perbedaan jadwal
tanam menyebabkan adanya perbedaan nilai evaporasi pada setiap fase pertumbuhan tanaman
sehingga jumlah kebutuhan air konsumtif menjadi berbeda. Kebutuhan air konsumtif tertinggi terjadi
pada masa tanam padi bulan Januari II golongan II sebesar 106,66 mm/15 hari dan terkecil terjadi pada
masa tanam palawija bulan September I golongan I sebesar 22,96 mm/15 hari. Adanya nilai yang kosong
pada tabel terjadi karena pada masa tersebut.

Tahap analisis kebutuhan air irigasi dilakukan input data pada menu Crop yang terdiri dari data koefisien
tanaman, awal tanam, dan tanah. Data tanaman diambil dari data base FAO dengan memilih menu open
FAO-Rice, kemudian dilakukan editing sesuai dengan data yang diinginkan. Begitu juga pada palawija,
data tanaman diambil dari data base FAO dengan memilih menu open-FAO-Maize. Pada tahap ini
penulis kesulitan untuk lebih memahami dan menginput data sesuai perhitungan manual yang
menggunakan jenis padi varietas unggul karena keterbatasan sumber tinjauan puastaka. Pengelolaan
lahan pada padi sampai panen 90 hari sedangkan palawija 80 hari.

5.2.2 Kebutuhan Air Tanaman

Air merupakan bagian terbesar dari jaringan tumbuhtumbuhan. Unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman harus dilarutkan menggunakan air sebelum diserap oleh tanaman dan disebarkn ke seluruh
bagian tanaman tersebut. Ketersediaan air juga akan berperan penting dalam proses metabolisme
tanaman. Kebutuhan air tanaman merupakan pemberian air yang hilang akibat adanya evapotraspirasi
tanaman (ETc), sehingga dapat dikatan nilai kebutuhan air tanaman yang diberikan sama dengan jumlah
dari nilai evapotranspirasi tanaman. Kebutuhan air tanaman dalam software Cropwat 8.0 dihitung setiap
10 harian (dasarian) yang besarnya berbeda-beda tergantung besarnya nilai evapotranspirasi tanaman
(ETc) pada setiap dekade. Kebutuhan air juga bergantung kepada jumlah curah hujan yang turun, ketika
memasuki musim penghujan maka kebutuhan air irigasinya akan lebih sedikit. Berdasarkan data
menurut Tabel 3, nilai kebutuhan air tanaman (ETc) adalah sebesar 1088,7 mm sedangkan nilai
kebutuhan irigasi nya adalah sebesar 103 mm

5.7.6 Penjadwalan Irigasi

Penjadwalan irigasi ini akan terbentuk apabila beberapa factor, pada sub-bab

sebelumnya telah dianalisis hingga mendapatkan nilai kebutuhan air tanaman dan kebutuhan

air irigasi. Pengelolaan irigasi yang tepat mengharuskan petani untuk mengetahui kebutuhan

irigasi melalui pengukuran berbagai parameter. Penentuan interval irigasi didasarkan pada dua

pendekatan yaitu pengukuran tanah dan pemantauan terhadap tanaman. Menurut Perwitasari,

et, al. (2016) terdapat dua pertanyaan umum dalam pengelolaan dan penjadwalan irigasi, yaitu:

“Kapan petani harus mengairi?” dan “Berapa banyak air irigasi yang diberikan?”. Informasi

tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan waktu pemberian irigasi sebelum tanaman

mengalami cekaman air. Penelitian ini menggunakan Irrigate at fixed waterdepth dengan

pemberian air secara serentak dimana irigasi diberikan sesuai dengan kebutuhan air tanaman

setiap fase pertumbuhan pada MT I dan MT II. Pilihan yang berkaitan dengan berapa banyak

air yang diberikan setiap kali pemberian digunakan option 1 (refill to fixed waterdepth) dimana
jumlah air irigasi setiap diberikan adalah konstan hingga mencapai batas kapasitas lapang

tanah. Hal ini berdasarkan kajian sebelumnya bahwa neraca air irigasi mengalami surplus.

Dalam penjadwalan pembagian air irigasi Wawotobi mengacuh pada perhitungan dan

data yang telah di input melalui perhitungan menggunakan metode Cropwat 8.0 maka di

dapatkan irigation schedule untuk kawasan D.I Wawotobi dapat di lihat pada Gambar 5.7 dan

Gambar 5.8. Gambar 5.7 menunjukkan jadwal pemberian air irigasi pada MT I bahwa tanaman

padi mulai ditanam pada bulan Januari dan melalui aplikasi Cropwat menunjukan bahwa

pemanenan dapat dilakukan pada bulan Mei. Melalui fitur Crop Irrigation Scedule dapat

diketahui kebutuhan irigasi dengan timing yang berbeda-beda. Penggunaan air aktual tanaman

sebesar 321,3 mm. Timing yang dipakai adalah Irrigate at fixed waterdepth. Pada timing ini

didapat efisiensi irigasi sebesar 100 %, CH efektif sebesar 100 %. Irigasi yang dibutuhkan

sebesar 105,1 mm. aktual tanaman sebesar 680,4 mm. Timing yang dipakai adalah Irrigate at

fixed waterdepth. Pada timing ini didapat efisiensi ririgasi sebesar 70%, CH efektif sebesar 84,2

%. Irigasi yang dibutuhkan sebesar 105,1 mm

Penentuan jadwal MT1


Kebutuhan air tanaman penting untuk diketahui agar air irigasi dapat diberikan sesuai dengan
kebutuhan. Jumlah air yang diberikan secara tepat, akan merangsang pertumbuhan tanaman
dan meningkatkan efisiensi penggunaan air sehingga dapat meningkatkan luas areal tanaman
yang bisa diairi. Dalam perancangan sistem irigasi, kebutuhan air untuk tanaman dihitung
dengan menggunakan metode prakira empiris berdasar rumus tertentu (Ditjen Pengairan, 1986;
Purba, 2011). Pada saat ini ketersediaan air merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
kebutuhan air di sawah. Air yang tidak cukup menyebabkan pertumbuhan padi tidak sempurna
bahkan bisa menyebabkan padi mati kekeringan (Rizal et al., 2014). Defisit air yang terjadi pada
tahapan periode pertumbuhan tertentu, menyebabkan respons tanaman juga akan berbeda
tergantung pada kepekaan (sensitivity) tanaman pada tahapan pertumbuhan tersebut. Secara
umum tanaman lebih peka terhadap defisit air pada perioda perkecambahan, pembungaan dan
awal pembentukan hasil (yield formation) dari pada awal vegetatif dan pematangan (Munir,
2012).

Solusi Penyelesaian Masalah


Peningkatan
efisiensi
irigasi
a. Pembersihan dan pengambilan
sedimen di saluran
b. Rehabilitasi dan restorasi lining
saluran
c. Penertiban
merupakan tolak ukur dari penelitian
ini akan berhasil. Dari penelitian yang
telah dilakukan di Daerah Irigasi Boro
telah terjadi penurunan kemampuan
layan di saluran dalam menyalurkan
air ke petak sawah, sehingga air irigasi
tidak bisa sampai ke petak terjauh dari
saluran irigasi. Untuk meningkatkan
efisiensi saluran
P3A
dalam
pengelolaan
managemen
pemberian air
irigasi tersebut
d. Efisiensi penggunaan air irigasi
e. Pembuatan bendung tambahan di
hilir bendung boro.

Anda mungkin juga menyukai