Cerpen Derawan Dalam Pelukan
Cerpen Derawan Dalam Pelukan
Oleh: Nasywa
keputusan untuk kembali bersua di tengah nyala kota Perth. Kota Perth berada di
bagian Australia seakan menjemukan, tapi seakan pula tau apa yang diinginkan oleh
hati. Ke mana pun Shannum pergi, barangkali hati Umai1 tempat yang paling ingin
kembali ditinggali.
-o-
Dengan hati
Shannum
Begitulah akhir surat yang Shannum tulisakan kepada Ibunya yang akhir-akhir ini
langsat itu hanya mengerti bagaimana caranya pergi hingga membuat dada ibunya
seakan teriris. Kepergiannya kali ini cukup membuat ibunya terpukul. Bagaimana
tidak? Para wanita hanya mengerti tentang perasaan mereka, tidak dengan
pemikiran mereka. Shannum yang baru berusia 24 tahun tiba-tiba memilih keluar
“Aku ingin melihat banyak kota dan Gedung. Aku lelah melihat laut.” tegas
Shannum.
1
Panggilan Ibu dalam Bahasa Kalimantan.
2
Panggilan Ibu dalam Bahasa Kalimantan.
“Apa segalanya tampak membosankan?” tanya wanita yang berusia separuh
abad di hadapannya.
“Ya, aku harus keluar. Aku ingin memandang dunia karena begitulah hidup.
Aku tidak ingin berakhir di sini. Menikah dan matilah sudah!” tukas Shannum
sedikit kesal.
terlahir dan berakhir menjadi tanah di sini?” tanya wanita tua itu sekalia lagi.
Shannum hanya membisu. Menatap air muka wanita itu. Belum sempat Shannum
menjawab, wanita tua ini memilih menyerah dengan perasaanya. “Baiklah, Jika
pergi.
menonton sebuah film layar lebar yang diputar berulang-ulang. Keputusan besar
Menatap langit yang seakan sedang mencoba menghiburnya. Cahaya jingga serupa
cat tertumpah di sana. Terlihat kontras namun indah pada saat yang sama. Di antara
“Ah, sudah satu jam rupanya dan lelaki itu tak kunjung datang.” gumamnya.
selang beberapa lama, seorang laki-laki tegap datang membawa buku menu dan
3
Sebutan Pelayan dalam Bahasa Inggris.
“Just hot happucino with one tea spoon sugar.”4 kata Shannum. Lelaki itu
hanya mengangguk dan mencatat pesanan Shannum, lalu pergi tanpa berkomentar
apapun.
Shannum memilih tidak peduli. Di sudut ruangan, Shannum tetap duduk dan
melanjutkan dunia dalam kepalanya yang semakin geridu. Seakan menolak untuk
sembuh. Garis wajah khas Asia milik Shannum mungkin bukanlah hal biasa di
kehidupan kota Perth. Kota dengan berbagai macam gedung tumbuh menjulang ke
angkasa. Kota Perth sempat membuat Shannum kagum tidak karuan, sekaligus
membuat Shannum menghela nafas panjang. Belum lama kembali dalam keriuhan
“Hi!” Sapa lelaki itu sambil menarik bangku untuk duduk di sebelahnya
Shannum.
Anda sedang sibuk dengan gelas kopimu yang kosong itu.” ucap lelaki itu. Shanum
terhenti dan menatap lelaki itu. Terkejut oleh apa yang baru saja didengar.
“Salam kenal. Saya masih ingin bertanya jika berkenan, tapi mengenai itu,
bagaimana bisa?” tanya Shannum sekali lagi. Seolah ingin mengetahui apa yang
semuanya tentu bisa terjadi. Kala itu, saya bisa saja memilih untuk berdiam di Perth
dan menjadi buta atau saya bisa memilih pergi dan menjadi asing untuk kemudian
menumbuhkan rasa cinta di dada. Keduanya seperti dua mata pisau. Entah
mengapa saya memilih opsi kedua dalam hidup saya; menjadi asing. Tidak seorang
pun mengetahui siapa saya saat itu. Pengasingan diri saya dimulai ketika saya
banyak hal; diri saya, perasaan saya, dan atmosfer kota. Menarik, bukan?” tuturnya
“Ya! Kota Yogyakarta selalu mempunyai sesuatu, tapi bukankah di sini lebih
“Menyenangkan atau tidak bukankah itu sesuatu yang diri sendiri kejar dan
“Ya, saya selalu menarik di mata para wanita.” jawabnya sambil mengangkat
bahu. Keduanya kemudian tertawa lepas seolah segalanya adalah lucu. Di sela-sela
tertawa mereka, dua buah hot cappuccino dan vegemite avocado toast datang
“Kau pasti lapar, Shannum! Saya memesankan dua toast vegemite avocado.
Saya tidak tahu apa makanan yang kau senangi. Saya hanya memesan ini sebelum
duduk bersamamu.”
“Terima kasih, Zyva!” Shannum menatap lelaki di hadapannya itu dengan
malu-malu. Mereka mulai makan bersama sambil menceritakan banyak hal. Seperti
hal di luar dugaan. Tidak banyak lelaki seperti Zyva dalam hidup Shannum. Lelaki
yang penuh dengan ambisi dan tetap berbudaya. Shannum merasa pulang hanya
malam musim panas itu, Zyva bertanya serius kepada Shannum sembari menatap
“Shannum, bagaimana kau bisa berakhir di sini? Di sebuah kota Perth yang
“Saya sedang lari dari banyak hal. Keputusan yang berat saat ibuku berusaha
menikahkanku. Kami akan menjalani kehidupan yang sama dan begitu pula roda
kehidupan kami. Kami berdua perempuan yang akan menjalani kehidupan yang
sama. Tradisi kami memaksaku untuk jauh, sekaligus mendekat. Aku mencintai
ibuku.”
“Sedikit. Tapi, saya merindukan Derawan. Saya mencintai ibu. Kami berdua
mempertemukan kami menjadi satu. Aku bahkan masih ingat pemandangan air laut
bergradasi biru dan hijau. Bentangan pasir putih nan bersih, jejeran pohon kelapa
pada tepi pesisir, serta persebaran penginapan bergaya adat Kalimantan di bibir
“Oh, tentu! Ibu selalu mengajak saya melepaskan bayi Penyu Hijau. Saya
pernah menangis karena menginginkan satu bayi Penyu Hijau. Saya akan memberi
nama Nyunyu. Lalu, ibu saya berkata bahwa mereka akan tumbuh dan memiliki
anak suatu saat nanti. Mereka akan berbahagia. Dan aku selalu percaya itu.”
“Semua tak selalu buruk.” katanya. “Kau hanya perlu meyakini apa yang
menjadi hening. Seolah ada hal yang tersendat. Keheningan Zyva dan Shannum
dering pesan teks dari gawai Shannum berbunyi. Sebuah pesan dari terbaca dari
notifikasi di layarnya, nampak semua nama Umai. Ada harap yang sedang
menunggu. Angin malam musim panas yang hangat menghangatkan hati Shannum