Anda di halaman 1dari 24

USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR

AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH


TEKNI
S

BAGIAN E
APRESIASI DAN INOVASI

E.1 PEMAHAMAN MENGENAI TATA RUANG


E.1.1 Penyelenggaraan Penataan Ruang Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang
Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional dengan:
1. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-1
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

2. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya
buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
3. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Secara ilustratif, tujuan penyelenggaraan penataan ruang diuraikan dalam gambar
berikut.

Gambar E.1 Ilustrasi Tujuan Penyelenggaraan Penataan Ruang

Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,


pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
A. Pengaturan Penataan Ruang
Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. Pengaturan
penataan ruang dilakukan melalui penetapan ketentuan peraturan perundang-
undangan bidang penataan ruang termasuk pedoman bidang penataan ruang.
B. Pembinaan Penataan Ruang
Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan
ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
1. Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang kepada pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan masyarakat.
2. Pembinaan penataan ruang dilaksanakan melalui:
a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;
b. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan sosialisasi pedoman bidang
penataan ruang;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan
ruang;
d. pendidikan dan pelatihan;

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-2
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

e. penelitian dan pengembangan;


f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;
g. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan
h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
3. Pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota
menyelenggarakan pembinaan penataan ruang menurut kewenangannya
masing-masing.
C. Pelaksanaan Penataan Ruang
Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
D. Pengawasan Penataan Ruang
Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang
dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang, dilakukan
pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan
penataan ruang.
2. Pengawasan terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.
3. Pengawasan dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya.
4. Pengawasan Pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan dengan melibatkan
peran masyarakat.
5. Peran masyarakat dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau
pengaduan kepada Pemerintah dan pemerintah daerah.

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-3
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

Gambar E.2 Lingkup Penyelenggaraan Penataan Ruang

E.1.2 Hirarki dan Jenis Rencana Tata Ruang


Setiap tingkatan rencana tata ruang tersebut memiliki cakupan wilayah perencanaan yang
berbeda dengan maksud yang berbeda pula. Definisi dan cakupan wilayah perencanaan,
maksud, dan skala ketelitian peta yang digunakan setiap tingkatan rencana tata ruang
berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-4
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

Gambar E.3 Klasifikasi Penataan Ruang Berdasarkan Sistem, Fungsi, dan Nilai Strategi Kawasan

Dalam setiap proses perumusannya, rencana tata ruang skala kabupaten/kota selalu
mengacu kepada kebijakan-kebijakan lain yang secara luas terkait dalam suatu struktur
kebijakan pembangunan, yang dimulai dari kebijakan skala nasional, regional hingga
kebijakan pembangunan wilayah itu sendiri.
Perencanaan tata ruang menurut Undang-undang No. 26 tahun 2007 dilakukan untuk
menghasilkan :
1. Rencana umum tata ruang, secara hirarki terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, dan Kota
2. Rencana rinci tata ruang, secara hirarki terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Pulau, atau kepulauan dan rencana tata ruang kawasan
strategis nasional
b. Rencana Tata ruang kawasan strategis provinsi
c. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/kota dan rencana tata ruang strategis
kabupaten/kota dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.

E.2 MITIGASI BENCANA ALAM


Beberapa hal pokok dalam pengembangan
wilayah dan kota yang tanggap terhadap
bencana adalah:

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-5
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

1. Pencegahan
Pembatasan wilayah yang dapat dibangun untuk mendirikan bangunan. Dalam usaha
pencegahan ini juga dilakukan pembatasan perkembangan penggunaan lahan pada
wilayah-wilayah yang rentan kemungkinan bencana alam seperti wilayah yang rawan
banjir, rentan kelongsoran rentan gempa bumi dan tsunami, wilayah-wilayah sesar,
maupun dari bagian wilayah yang sudah atau sedang dieksploitasi seperti wilayah
pasca penambangan, wilayah penambangan mineral atau galian C, tanah garapan,
atau pembukaan lahan pada wilayah lereng, pengembangan wilayah penyangga
(buffer area) pada industri pencemar.

Gambar E.4 Pengembangan Wilayah Sungai Rawan Banjir

2. Penyiapan Struktur Bangunan Yang Tingkat


Keamanannya Tinggi
Desain struktur bangunan dengan tingkat
keamanan tinggi, misalnya bangunan yang
dipertinggi dengan dukungan tiang tiang pada
wilayah banjir atau konstruksi khusus yang anti
gempa. Dalam hubungan ini juga termasuk
perancangan lokasi tapak dan struktur
konstruksi bangunan yang sesuai dengan sifat
lingkungan fisik seperti lokasi pada jarak aman,
orientasi peletakan bangunan dari gejala
Rekayasa Bangunan di Wilayah Pantai
bencana alam, konstruksi pondasi dan
bangunan tahan terhadap suatu bentuk bencana alam tertentu (gempa bumi,
longsor, banjir, badai, amblesan).

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-6
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

Gambar E.5 Pengembangan Kawasan Industri dan Pusat Komersial pada Wilayah Pantai

3. Pembatasan Pemanfaatan dan Penggunaan Lahan


Untuk jenis penggunaan lahan seperti perumahan, industri, pusat perdagangan,
pertanian harus diatur dalam usaha menghadapi bencana pada wilayah yang
bersangkutan. Demikian pula pemanfaatan lahan misalnya kepadatan penduduk,
kepadatan bangunan harus diatur dengan peraturan didalam menghadapi potensi
bencana disuatu wilayah tertentu, pembatasan penggunan lahan dengan
pembatasan KDB, KLB, ketinggian bangunan.

4. Pengembangan Sistem Peringatan


Beberapa jenis bencana alam dapat diperkirakan untuk mempunyai waktu guna
melakukan tindakan darurat. Sistem peringatan dini dilakukan melalui sosialisasi
reguler, sistem komunikasi peringatan, sistem informasi melalui media elektronik dan
media cetak : peningkatan pemahaman masyarakat tentang lingkungannya dan
pengembangan pola perilaku masyarakat terhadap lingkungannya.
5. Penetapan Kebijakan Peraturan Daerah Tentang Pembangunan Dalam Mitigasi
Bencana

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-7
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

Penetapan kebijakan dan peraturan penggunaan lahan (peruntukan bagian wilaya,


peraturan bangunan, peraturan penetapan intensitas penggunaan lahan yang sesuai
dengan lingkungan, jaringan prasarana dan pengamanan lingkungan.

6. Asuransi Kebencanaan
Sistem suatu jaminan asuransi dari pemerintah daerah untuk penduduk yang berada
didalam wilayah rentan bencana dapat diusahakan dengan sistem yang disesuaikan
dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

E.3 KETENTUAN PENYUSUNAN RDTR KABUPATEN


E.3.1 Maksud, Tujuan dan Sasaran Penyusunan RDTR
Maksud dari penyusunan RDTR adalah mewujudkan rencana detail tata ruang yang
mendukung terciptanya kawasan strategis maupun kawasan fungsional secara aman,
produktif dan berkelanjutan. Adapun tujuannya adalah :
1. Sebagai arahan bagi masyarakat dalam pengisian pembangunan fisik kawasan,
2. Sebagai pedoman bagi instansi dalam menyusun zonasi, dan pemberian periijinan
kesesuaian pemanfaatan bangunan dengan peruntukan lahan.
Sasaran dari perencanaan ini adalah untuk :
1. Menciptakan keselarasan, keserasian, keseimbangan antar lingkungan permukiman
dalam kawasan.
2. Mewujudkan keterpaduan program pembangunan antar kawasan maupun dalam
kawasan.
3. Terkendalinya pembangunan kawasan strategis dan fungsional kabupaten, baik yang
dilakukan pemerintah maupun masyarakat/swasta.
4. Mendorongnya investasi masyarakat di dalam kawasan.
5. Terkoordinasinya pembangunan kawasan antara pemerintah dan
masyarakat/swasta.

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-8
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

E.3.2 Fungsi Perencanaan


Adapun fungsi perencanaan detail ini adalah ;
1. Menyiapkan perwujudan ruang, dalam rangka pelaksanaan program pembangunan
daerah,
2. Menjaga konsistensi pembangunan dan keserasian perkembangan kawasan
fungsional dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten,
3. Menciptakan keterkaitan antar kegiatan yang selaras, serasi dan efisien dalam
perencanaan kawasan fungsional,
4. Menjaga konsistensi perwujudan ruang kawasan fungsional melalui pengendalian
program-program pembangunan daerah.
E.3.3 Ketentuan Penyusunan
A. Kedudukan RDTR
Dalam jenjang perencanaan tata ruang, Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten
merupakan produk rencana untuk :
1. Rencana operasional arahan pembangunan kawasan (operasional action plan);
2. Rencana pengembangan dan peruntukan kawasan (area development plan);
3. Panduan untuk rencana aksi dan panduan rancang bangun (urban design
guidelines).
Rencana, aturan, ketentuan dan mekanisme penyusunan RDTR Kabupaten harus
merujuk pada pranata rencana lebih tinggi, baik pada lingkup kawasan maupun
daerah. Kedudukan RDTR Kabupaten dalam pengaturan ruang diilustrasikan dalam
Gambar berikut

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-9
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

Gambar E.6 Kedudukan Rencana Detail Tata Ruang Dalam Penataan Ruang Kabupaten

B. Persyaratan
Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten adalah rencana yang disusun dan ditetapkan
Pemerintah Daerah dengan prasyarat perencanaan sebagai berikut :
1. RDTR disusun menurut bagian wilayah kabupaten yang telah ditetapkan fungsi
kawasannya dalam struktur ruang RTRW.
2. RDTR dapat ditentukan menurut kawasan yang mempunyai nilai sebagai
kawasan yang perlu percepatan pembangunan, pengendalian pembangunan,
mitigasi bencana, dan lainya.
3. RDTR mempunyai wilayah perencanaan mencakup sebagian atau seluruh
kawasan tertentu yang terdiri dari beberapa unit lingkungan perencanaan, yang
telah terbangunan ataupun yang akan dibangun.
4. RDTR merupakan salah satu pedoman pembangunan daerah yang memiliki
kekuatan hukum berupa Peraturan Daerah (Perda)
5. RDTR ini dilakukan dengan memeriksa kesesuaian semua rencana dan ketentuan
sektoral baik horizontal, vertikal, diagonal seperti UU, PP, Kepres, Kepmen,
Perda, KepGub, KepWal atau KepBup, SKB, NSPM dan pedoman-pedoman yang
menunjang termasuk produk pra desain serta desain kegiatan sektoral tersebut.
6. RDTR merupakan pedoman berkekuatan hukum yang merupakan arahan
pembangunan daerah untuk :
a. Perijinan pemanfaatan ruang.
b. Perijinan letak bangunan dan bukan bangunan.
c. Kapasitas dan intensitas bangunan dan bukan bangunan.
d. Penyusunan zonasi.
e. Pelaksanaan program pembangunan.
Menetapkan dan mengoperasionalisasikan RDTR Kabupaten, perlu
mempertimbangkan beberapa aspek kebutuhan pembangunan daerah, baik untuk
kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik dan lingkungan. Oleh karena itu RDTR
merupakan perwujudan “Kegiatan” yang membentuk suatu kawasan fungsional
kedalam ruang, yang terukur baik memenuhi aspek ekonomi, sosial, budaya,
keamanan, kenyamanan, keserasian dan keterpaduan, serta berkesinambangan.
Dengan memperhatikan keterkaitan antar kegiatan, yaitu tercipta lingkungan yang
harmonis antara kegiatan utama, kegiatan penunjang serta pelengkapnya dalam
suatu kawasan fungsional.
C. Kriteria Tipologi Kawasan
Secara perwilayahan, tipelogi kawasan dapat dibagi 2 (dua), yaitu :
1. Kawasan perkotaan suatu kawasan fungsional yang akan atau telah menunjukan
intensitas pembangunan non pertanian yang tinggi, dan menjadi urgen/prioritas

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-10
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

sebagai upaya percepatan atau pengendalian pembangunannya, seperti ibukota


kabupaten (pusat utama pertumbuhan), dan ibukota kecamatan (pusat
pertumbuhan).
2. Kawasan strategis kabupaten; suatu kawasan fungsional yang dianggap
urgen/prioritas dan berdampak luas kepada kesejateraan masyarakat,
kelestarian lingkungan, struktur ruang wilayah seperti untuk pengembangan
ekonomi, pengembangan dan perlindungan sumber daya alam, pengembangan
permukiman penduduk, mitigasi bencana, perlindungan setempat, jalan strategis
(arteri primer, sekunder, kolektor primer, dan arteri sekunder).
Di dalam kawasan tersebut, dapat diklasifikasikan kedalam karakter kawasan
yaitu:
a. Kawasan dengan karakter tematis tertentu; seperti kawasan kota lama, kota
baru, kota mandiri, kota industri, kota pelabuhan, kota wisata, dan kota tepi
air (water front city).
b. Kawasan dengan karakter campuran; seperti kawasan campuran antara
fungsi hunian, dengan fungsi usaha/niaga, wisata, industri, pertambangan,
agropolitan dan kawasan bersejarah (cultural heritage).
c. Kawasan dengan karakter khusus; seperti kawasan berkembang cepat,
kawasan terbangun yang memerlukan penataan/peremajaan, kawasan
dilestarikan/konservasi, kawasan ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi,
termasuk pula pembangunan permukiman di kawasan rawan bencana,
kawasan perbatasan antar negara, serta kawasan permukiman pada koridor
jalan strategis.
D. Penentuan Kawasan Perencanaan
Kawasan perencanaan mencakup suatu kawasan atau beberapa kawasan dengan luas
minimal 60 Ha, di dalamnya terbentuk fungsi-fungsi lingkungan tertentu yang saling
terkait, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bagian wilayah kabupaten dengan batas administrasi
2. Bagian wilayah kabupaten dengan tema/karakter kawasan tertentu
3. Suatu kecamatan, dengan batas administrasinya
E. Muatan RDTR Kabupaten
Struktur dan sistematika Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten memuat langkah-
langkah penentuan tujuan dan sasaran pembangunan kawasan perencanaan,
perumusan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan, identifikasi potensi dan
masalah kawasan, analisis ruang makro dan mikro kawasan, perumusan kebutuhan
pengembangan dan penataan ruang kawasan, perumusan rencana detail tata ruang
kawasan, pengaturan ketentuan amlop ruang, dan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang.

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-11
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

1. Persiapanan penyusunan RDTR;


2. Pengumpulan dan pengolahan data;
a. Inventarisasi
b. Elaborasi
3. Analisa kawasan perencanaan
a. Analisa struktur kawasan perencanaan
b. Analisa peruntukan blok rencana
c. Analisa prasarana transportasi
d. Analisa utilitas umum
e. Analisa amplop ruang
f. Analisa kelembagaan dan peran masyarakat
4. Perumusan dan ketentuan teknis rencana detail
a. Konsep rencana
b. Produk rencana detail tata ruang
• Rencana struktur ruang kawasan
• Rencana peruntukan blok
• Rencana penataan bangunan dan lingkungan (amplop ruang)
• Indikasi program pembangunan
• Legalisasi rencana detail tata ruang
5. Pengendalian rencana detail
a. Tujuan
b. Komponen pengendalian
• Zonasi
• Aturan insentif dan disinsentif
• Perijinan dalam pemanfaatan ruang
• Pengendalian pemanfaatan ruang melalui pengawasan
6. Kelembagaan dan peran serta aktif masyarakat : 1. Peran kelembagaan, 2. Peran
masyarakat
F. Masa Berlaku RDTR Kabupaten
RDTR Kabupaten dilaksanakan dalam rentang waktu 20 (dua puluh) tahun, atau
sesuai dengan masa berlaku Rencana Tata Ruang Wilayah, dan ditinjau kembali
setiap 5 (lima) tahun, terkecuali terjadi perubahan besar dalam struktur ruang
wilayah, maka peninjauan RDTR disesuaikan dengan perubahan Rencana Tata Ruang
Wilayahnya.

E.4 KEDUDUKAN ZONING REGULATION DALAM HIRARKI RENCANA TATA RUANG


Perkembangan kota-kota di Indonesia yang semakin meningkat membutuhkan adanya
pengarahan, penelitian, pengembangan dan perencanaan agar pembangunan kota dapat
dilaksanakan secara terpadu. Untuk itu dibutuhkan suatu rencana kota atau rencana tata
ruang. Rencana tata ruang secara konsepsional merupakan suatu rumusan kebijaksanaan

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-12
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

bagi kegiatan yang ada di dalam ruang dengan mempertimbangkan ruang sebagai
wadahnya dan waktu sebagai jarak pencapaian perwujudannya. Rencana tata ruang
memainkan perannya sebagai pengarah dan pengendali kegiatan agar sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapainya. Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang, yang dimaksud dengan tata ruang adalah wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
Sehubungan dengan tingkat kepentingan dan lingkup strategi permasalahannya, maka
rencana tata ruang disusun secara bertahap dan dalam jenjang cakupan yang berurutan.
Secara sistematis jenjang cakupan rencana ini dimulai dari lingkup yang lebih luas dan
substansinya menyeluruh hingga ke jenjang cakupannya semakin terinci (detailed).
Semakin kecil cakupan wilayahnya, maka rencana tersebut semakin terinci dan semakin
tertuju kepada segi fisik yang lebih konkret. Mengingat rencana tata ruang merupakan
matra keruangan dari rencana pembangunan daerah dan bagian dari pembangunan
nasional, ketiga tingkatan (RTRW Nasional, RTRW Propinsi, dan RTRW Kabupaten)
mempunyai hubungan keterkaitan satu sama lain serta dijaga konsistensinya baik dari
segi substansi maupun operasionalisasinya.
Hirarki rencana tata ruang yang berlaku di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Permendagri No. 8 Tahun 1998 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah adalah sebagaimana yang digambarkan pada
Gambar 3.5. Setiap tingkatan rencana tata ruang memiliki cakupan wilayah perencanaan
yang berbeda dengan maksud yang berbeda pula.

Gambar E.7 Hirarki Rencana Tata Ruang Menurut UU No. 26 Tahun 2007

Rencana tata ruang yang telah memiliki kekuatan hukum harus berfungsi sebagai arahan
bagi penyusunan dan pelaksanaan program-program pembangunan pada kota/wilayah
yang bersangkutan. Program-program tersebut kemudian dirumuskan dalam bentuk
proyek-proyek sektoral sebagai suatu kegiatan pembangunan. Penyusunan

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-13
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

program/proyek tahunan yang berkaitan dengan penataan ruang seperti pembangunan


prasarana dan sarana mengacu kepada rencana tata ruang, yaitu RDTR (Rencana Detail
Tata Ruang). Rencana tata ruang dengan lingkup yang paling rinci adalah Rencana Teknis
Ruang Kota (RTRK). Dalam RTRK tercakup lingkup rencana tata letak blok peruntukan
lahan, pra rencana teknik jaringan prasarana/utilitas, dan pra rencana teknik masa
bangunan. Perencanaan yang lebih rinci lagi menghasilkan suatu rancangan rekayasa dan
arsitektur yang merupakan suatu Rancangan Teknis Terperinci pada sektor-sektor sesuai
RTRK.

Gambar E.8 Hirarki Rencana Tata Ruang

Praktek Zoning regulation ditetapkan pada zona yang mempunyai dampak pencegahan
munculnya bangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dan moderat.
Ketentuan ini dimotivasi oleh perhatian pada populasi masyarakat dibandingkan
kebutuhan perumahan keseluruhan pada wilayah dimana masyarakat tersebut menjadi
bagiannya.
Penetapan regulasi zonasi (Zoning Regulation) sebagai produk yang diturunkan dari RDTR
sebagi piranti perijinan yang disertai insentif dan disinsentif. Tujuan regulasi zona lebih
dimaksudkan agar pembanguanan sesuai dengan rencana tata ruang.
Penegasan adanya sanki bagi yang melakukan pelanggaran RTR, baik pelanggar maupun
pemberi ijin agar pengendalian efektif, maka ditegaskan pula kejelasan peran masyarakat
agar masyarakat berpartisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-14
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

Gambar E.9 Kaitan Peraturan Zonasi dan Rencana Tata Ruang

E.5 KONSEP ZONING REGULATION


E.5.1 Definisi Zoning Regulation
Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Undang-
undang tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menyusun Rencana Tata Ruang Kawasan Kota/Perkotaan. Untuk dapat
mengefektifkan pelaksanaannya, diperlukan suatu Aturan Pola Pemanfaatan Ruang
(Zoning Regulation) sebagai alat operasional rencana tata ruang.
Terdapat berbagai versi mengenai definisi zoning regulation berdasarkan berbagai
sumber yang berbeda, baik dalam maupun luar negeri. Berdasarkan asal katanya, maka
“zoning” sangat berkaitan dengan zona-zona atau proses penzonaan. Zona adalah
kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik.
Sedangkan zoning adalah proses pembagian lingkungan kota ke dalam zona-zona,
sekaligus menetapkan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku (Barnett, 1982: 60-61; So, 1979:251).
Di samping definisi di atas, menurut LAN–DSE, zoning adalah suatu teknik
pengelompokkan kawasan-kawasan yang homogen berdasarkan kesamaan
karakteristiknya (Riyadi). Setiap zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan,
intensitas, massa bangunan), antara satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran
dan aturan. Dalam zoning aturan-aturan yang digunakan ditetapkan terlebih dahulu.
Sedangkan untuk izin pembangunan yang sesuai dengan aturan dapat langsung
diterbitkan oleh pejabat berwenang tanpa melalui penilaian (review).

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-15
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

Berdasarkan definisi-definisi singkat mengenai zoning di atas, maka dapat diketahui


bahwa zoning regulation merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang
klasifikasi zona beserta pengaturannya lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan dan
prosedur pelaksanaan pembangunan.
Klasifikasi zona (zonasi) dapat dilakukan dengan pertimbangan karakteristik lingkungan,
serta pemanfaatan ruang yang dibatasi secara fisik, seperti sungai, jaringan jalan, utilitas,
dan lainnya yang bersifat relatif permanen dan mudah dikenali, sehingga tidak
menimbulkan berbagai intepretasi mengenai batas zona yang ditetapkan. Dalam
beberapa hal, batasan secara administratif juga menjadi pertimbangan yang sangat
penting. Secara umum, batas atau pembagian zona dapat didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut:
 Karakteristik pemanfaatan ruang/ lahan yang sama.
 Batasan fisik seperti jaringan jalan, gang, sungai, branchgang, maupun batasan
kavling.
 Orientasi bangunan.
 Lapis bangunan.

E.5.2 Azas, Tujuan, dan Fungsi Zoning Regulation


Terdapat beberapa azas penting yang dipertimbangkan dalam penyusunan zoning
regulation sebagaimana yang dijelaskan di bawah ini:
1. Azas keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
2. Setiap orang atau badan hukum yang memiliki sebidang tanah secara sah harus
dihormati hak kepemilikannya (property right) dan harus diberi kesempatan yang
sama untuk memanfaatkan tanahnya (development right) bagi kepentingan mereka
sendiri.
3. Dalam hal pembangunan sarana maupun prasarana kepentingan umum, pemerintah
provinsi dapat diberikan prioritas untuk memanfaatkan lahan masyarakat tersebut,
tetapi harus memberikan ganti rugi, baik berupa uang maupun lahan pengganti yang
setara nilainya dalam batas waktu yang ditentukan.
4. Apabila batas waktu yang ditentukan terlampaui, maka masyarakat dapat melakukan
gugatan melalui komisi perencanaan untuk memperoleh kembali haknya.
Peraturan zoning pertama kali diterapkan di Kota New York pada tahun 1916 dengan
tujuan untuk menentukan standar minimum sinar dan udara untuk jalan yang makin
gelap akibat semakin banyak dan makin tingginya bangunan; dan untuk memisahkan
kegiatan yang dianggap tidak sesuai (Barnet, 1982:61). Pada dasarnya tujuan zoning
adalah untuk membuat pengelompokan suatu kawasan tertentu dari suatu kawasan yang

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-16
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

homogen, sehingga dapat diketahui segenap potensi yang dimilikinya. Pada


perkembangan selanjutnya, zoning regulation ditujukan untuk beberapa hal sebagai
berikut (Barnet, 1982:61):
1. Mengatur kegiatan yang boleh ada di suatu zona.
2. Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar sinar matahari
jatuh ke jalan dan trotoar, serta sinar dan udara mencapai bagian dalam bangunan.
3. Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi kawasan yang
paling intensif pemanfaatan ruangnya.
Adapun fungsi dari zoning regulation antara lain adalah:
1. Sebagai instrumen pengendalian pembangunan.
Peraturan zoning yang lengkap akan memuat prosedur pelaksanaan pembangunan
sampai ke tata cara pengawasannya. Ketentuan-ketentuan yang ada dan dikemas
menurut penyusunan perundang-perundangan yang baku dapat menjadi landasan
dalam penegakan hukum bila terjadi pelanggaran.
2. Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional.
Ketentuan zoning dapat menjadi jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang
yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan tentang penjabaran
rencana yang bersifat makro ke dalam rencana yang bersifat sub makro sampai pada
rencana yang rinci.
3. Sebagai panduan teknis pengembangan/ pemanfaatan lahan.

E.5.3 Zoning Regulation Sebagai Pedoman Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian


Pemanfaatan Ruang
Terdapat 2 (dua) sistem pengendalian pemanfaatan ruang, yaitu pemanfaatan ruang yang
didasarkan pada kepastian hukum yang berupa peraturan zoning (regulatory system) dan
pemanfaatan ruang yang proses pengambilan keputusannya didasarkan pada
pertimbangan lembaga perencanaan yang berwenang untuk masing-masing proposal
pembangunan yang diajukan (discretionary system).
Salah satu negara yang menerapkan sistem regulatory (zoning) dalam pemanfaatan
ruangnya adalah Amerika Serikat. Peraturan zoning di negara ini dijadikan acuan dalam
praktek pengendalian penggunaan lahan dan pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintahan di tingkat lokal (The Practice of Local Government Planning, 1988:251).
Peraturan zoning (Zoning Ordinance) yang terdiri dari peraturan penggunaan lahan,
persyaratan teknis, serta peta zoning disusun dan disahkan oleh badan legislatif tingkat
lokal dengan rekomendasi dari komisi perencanaan dan/atau komisi zoning.
Adapun sistem pemanfaatan ruang dengan ketentuan zoning ini mempunyai
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-17
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

1. Dasar pemanfaatan ruang ini adalah dokumen peraturan zoning detail yang
mengatur penggunaan lahan serta persyaratan teknis lainnya yang harus dipenuhi
untuk mengadakan pembangunan.
2. Sistem zoning berusaha memberikan panduan tertulis yang mengatur segala aspek
yang terjadi di masa mendatang dengan tujuan untuk memaksimalkan elemen
kepastian dari rencana, sehingga tidak perlu ditakutkan terjadinya ketidaksesuaian
pembangunan dengan rencana yang dapat menimbulkan persoalan baru
pembangunan.
3. Peraturan zoning tidak hanya mengatur pembangunan mengenai apa yang tidak
boleh di suatu area, tetapi juga secara tegas menyatakan dan menjadi dasar yang
sangat kuat untuk diadakannya pembangunan sesuai dengan rencana. Tahap
pemikiran mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dibangun, dibahas secara
mendetail jauh sebelum adanya pengajuan proposal pembangunan pada masa
penyusuan peraturan zoning.
4. Perubahan karena mekanisme pasar memungkinkan terjadinya perubahan
pemanfaatan lahan, dan dapat mendorong terjadinya re-zoning. Dalam sistem
regulatory diperbolehkan adanya peninjauan, bahkan amandemen terhadap
peraturan zoning yang telah disahkan dengan syarat proposal perubahan tersebut
diajukan mengikuti serangkaian prosedur yang berlaku.
5. Re-zoning hanya diberikan untuk kasus-kasus tertentu yang menyangkut
kesejahteraan banyak orang dan bukan hanya pemilik lahan.
6. Perubahan zoning merupakan perubahan dokumen hukum, sehingga berada pada
kewenangan badan legislatif. Oleh karena itu, keputusan re-zoning seringkali tidak
mempertimbangkan standar pembangunan yang berlaku, sehingga dapat mengarah
pada ketidakadilan.
7. Re-zoning merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam sistem regulatory untuk
dapat mewujudkan pembangunan yang lebih fleksibel.
Berkaitan dengan dinamika penggunaan lahan dimana banyak ditemukan perubahan
pemanfaatan lahan khususnya pada kawasan perkotaan yang sedang tumbuh dengan
pesat, perumahan dan pertanian merupakan yang paling rentan terhadap perubahan
lahan menjadi bentuk yang lebih berfungsi ekonomis. Tahapan dan intensitas perubahan
yang perlu dicermati adalah:
1. Penetrasi, yaitu telah terjadi penerobosan fungsi-fungsi baru.
2. Invasi, yaitu telah terjadi serbuan fungsi-fungsi baru.
3. Dominasi, yaitu telah terjadi perubahan proporsi fungsi lahan ke dalam fungsi baru.
4. Suksesi, yaitu sudah terjadi penggantian sama sekali oleh fungsi baru.
E.5.4 Perangkat Zoning Regulation
Zoning ordinance/regulation dan prosedurnya merupakan salah satu faktor pengaturan
(regulatory factors) dalam pengendalian pembangunan selain the official city plat; land

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-18
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

value; property taxes; convenants; subdivision regulations; building, housing, and sanitary
codes; special site control, dan site plan control. Di beberapa negara, zoning dikenal
dalam berbagai istilah, seperti land development code, zoning code, zoning resolution,
urban code, planning act, dan lain sebagainya. Pada dasarnya semuanya mengatur
ketentuan-ketentuan teknis mengenai pembangunan kota. Ketentuan zoning seringkali
dianggap membuat rencana tata ruang menjadi rigid. Namun demikian, sebenarnya rigid
maupun fleksibelnya suatu rencana kota tidak tergantung dari ada atau tidaknya
peraturan, akan tetapi lebih ditentukan pada bagaimana kita membuat atau menyusun
aturan-aturannya.
Dasar penerapan zoning adalah kewenangan police power (kewenangan pemerintah
dalam membuat peraturan untuk melindungi kesehatan masyarakat, keselamatan dan
kesejahteraan umum); mengintervensi kehidupan private masyarakat bagi perlindungan
kesehatan masyarakat, keselamatan dan kesejahteraan; hak membangun masyarakat
dibatasi dengan ketentuan-ketentuan yang rasional, yang tidak mengandung niat buruk,
diskriminasi, tidak beralasan atau tidak pasti. Prinsip dasar zoning adalah sebagai berikut:
a. Wilayah kota dibagi menjadi beberapa kawasan/zona dengan luas yang tidak perlu
sama.
b. Setiap zona diatur penggunaannya, intensitas/kepadatannya, dan massa
bangunannya.
c. Penggunaan lahan/bangunan paling sedikit dibagi menjadi 4 kategori utama, yaitu
pertanian, perumahan, komersial, dan industri.
Prinsip penentuan kegiatan dapat dengan menetapkan kegiatan yang diperbolehkan atau
kegiatan yang dilarang. Kegiatan yang tidak disebutkan dalam daftar kegiatan yang boleh
artinya dilarang, sedangkan kegiatan yang tidak disebutkan dalam kegiatan yang dilarang
berarti diperbolehkan.
Dalam setiap kategori utama bisa terdapat satu atau lebih sub-kategori, yang
memungkinkan adanya penggunaan bentuk yang berbeda meskipun dengan penggunaan
lahan yang sama. Misalnya pada zona perumahan bisa terdapat sub-zona perumahan
tunggal, sub-zona perumahan deret, dan sebagainya.
Namun demikian, perlu ditetapkan sifat pada setiap kategori utama apakah akan bersifat
kumulatif ataukah bersifat eksklusif. Bersifat kumulatif artinya zona yang memiliki hirarki
“lebih rendah” (dampak terhadap lahan sekitarnya lebih kecil, seperti pertanian) dapat
masuk ke zona yang kedudukan hirarkinya “lebih tinggi” (misalnya industri). Sedangkan
bersifat eksklusif artinya tidak memperbolehkan adanya kegiatan lain di setiap kategori
selain yang telah ditetapkan.
Berhubung untuk mencapai keseragaman penggunaan lahan secara utuh yang
memerlukan pemindahan ke lokasi baru, maka perlu dipersiapkan:
• Ganti rugi

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-19
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

• Diperbolehkan tetap ada selama mengikuti aturan yang berlaku dimana kegiatan
yang tidak sesuai tersebut perlu dibatasi dengan cara melarang perluasan dan
pergantian fasilitas fisik.
Komponen yang diatur dalam zoning regulation antara lain :
1. Zona-zona dasar, sub-zona, jenis-jenis perpetakan (main land use), jenis-jenis
penggunaan (sub uses).
2. Penggunaan lahan dan bangunan (penggunaan utama, penggunaan pelengkap,
penggunaan sesuai pengecualian khusus).
3. Intensitas atau kepadatan (KDB, KLB, bangunan/ha).
4. Massa bangunan (tinggi, sempadan, luas minimum persil).
Di samping itu, terdapat ketentuan-ketentuan yang diatur secara terpisah, yang meliputi:
1. Pengaturan lebih lanjut mengenai penggunaan terbatas dan bersyarat.
2. Setback, kebun.
3. Pengaturan pedagang kaki lima.
4. Pengaturan mengenai fasilitas tunawisma, rumah jompo.
5. Pengaturan kawasan-kawasan khusus.
6. Off-street parking and loading.
7. Ukuran distrik, spot zoning dan floating zones.
8. Tata informasi, aksesoris bangunan, daya tampung rumah dan keindahan.
9. Hal-hal lain yang dianggap penting.
Zoning Regulation memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan zoning
diantaranya adalah adanya certainty (kepastian), predictability, legitimacy, accountability.
Sedangkan kekurangan zoning diantaranya adalah tidak dapat meramalkan keadaan di
masa depan secara rinci, sehingga banyak permintaan ReZoning.
Zoning regulation terdiri dari:
a. Zoning Text/Zoning Statement/Legal Text berisi aturan-aturan (regulation).
Menjelaskan tentang guna lahan dan kawasan, permitted and conditional uses,
minimum lot requirement, standar pengembangan administrasi pengembangan
zoning
b. Zoning Map berisi pembagian blok peruntukkan (zona). Menggambarkan peta guna
tata guna lahan dan lokasi tiap fungsi lahan dan kawasan
Materi penanggulangan dampak pembangunan pun dapat di atur dalam ketentuan
zoning, seperti:
1. Penanggulangan pencemaran lingkungan.
2. Development impact fees: merupakan pungutan yang dibebankan oleh pemerintah
kepada developer/pengelola kawasan sebagai prasyarat dikeluarkannya izin atau

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-20
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

menambah sumber penerimaan bagi pembiayaan penyediaan sarana dan prasarana.


Biaya dampak ini mempunyai fungsi:
a. Sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas lingkungan fisik (sarana
dan prasarana umum).
b. Sebagai alat untuk mengendalikan pembangunan.
c. Sebagai alat untuk mengatasi konflik politik.
3. Traffic impact assesment : merupakan biaya kemacetan yang dapat dikenakan pada
pengguna kendaraan.
Dokumen yang dirujuk dalam pengaturan adalah peta zoning yang berisi batasan dan
label zona serta peraturan zoning, peraturan daerah yang berisi ketentuan-ketentuan
zoning untuk tiap zona. Varian/ fleksibilitas zoning antara lain:
1. Incentive/bonus zoning: Izin peningkatan intensitas dan kepadatan pembangunan
(tinggi bangunan, luas lantai) yang diberikan kepada pengembang dengan imbalan
penyediaan fasilitas publik (arcade, plaza, pengatapan ruang pejalan, peninggian jalur
pejalan atau bawah tanah untuk memisahkan pejalan dan lalu-lintas kendaraan,
ruang bongkar-muat off-street untuk mengurangi kemacetan dll) sesuai dengan
ketentuan yang berlalu. Kelemahan bonus zoning ini adalah menyebabkan bengunan
berdiri sendiri di tengah plaza, memutuskan shopping frontage.
2. Minor variance: Izin untuk bebas dari aturan standar sebagai upaya untuk
menghilangkan kesulitan yang tidak perlu akibat kondisi fisik lahan (luas, bentuk
persil).
3. Special zoning: Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan karakteristik
setempat (universitas, pendidikan) untuk mengurangi konflik antara area ini dan
masyarakat sekelilingnya dengan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan area
tersebut. Umumnya untuk menjaga kualitas lingkungan (ketenangan, kelancaran lalu-
lintas dan sebagainya).
4. TDR (Transfer of development right): Ketentuan ini diterapkan untuk menjaga
karakter kawasan setempat. Kompensasi diberikan pada pemilik yang kehilangan hak
membangun atau pemilik dapat mentranfer hak membangunnya (bisasanya lantai
bangunan) kepada pihak lain dalam satu distrik/kawasan.
5. Negotiated Development: Pembangunan yang dilakukan berdasarkan negosiasi
antarstakeholder.
6. Design and historic preservation: Ketentuan-ketentuan pemanfaatan ruang dan
elemen lainnya (keindahan, tata informasi dll) untuk memelihara visual dan karakter
kultur dari masyarakat setempat.
7. Flood plain zoning: Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan banjir untuk
mencegah dampak kerugian
8. Conditional uses: seringkal disebut sebagai pemanfaatan khusus merupakan izin
pemanfaatan ruang yang diberikan pada suatu zona jika kriteria atau kondisi khusus

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-21
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

zona tersebut memungkinkan atau sesuai dengan pemanfaatan ruang yang


diinginkan.
9. Non-conforming uses : Penggunaan bangunan atau struktur yang telah ada pada
waktu rencana disahkan/berlaku dapat diteruskan meskipun tidak sesuai. Ketentuan
ini bertujuan untuk mengurangi keefektifan peraturan zoning; mencegah rusaknya
nilai property; mendorong terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Dalam
ketentuan ini dilarang mengubah penggunaan ke non-conforming use lainnya;
mengubah atau memperluas bangunan/struktur, kecuali diperintahkan pemerintah;
menelantarkan/tidak digunakan dalam jangka waktu lama.
10. Spot zoning ; Ketentuan zoning bada bagian wilayah/kawasan yang lebih sempit.
11. Floating zoning : Kawasan yang diambangkan pemanfaatan ruangnya, untuk melihat
kecenderungan perubahannya/perkembangannya atau sampai ada penelitian
mengenai pemanfaatan ruang tersebut.
12. Exclusionary zoning; Praktek zoning ini diterapkan pada zona yang mempunyai
dampak pencegahan munculnya bangunan rumah bagi masyarakat berpendapatan
rendah dan moderat. Ketentuan ini dimotivasi oleh perhatian pada populasi
masyarakat dibandingkan kebutuhan perumahan keseluruhan pada wilayah dimana
masyarakat tersebut menjadi bagiannya.
13. Contract zoning; Ketentuan ini dihasilkan melalui kesepakatan antara pemilik properti
dan komisi perencana atau lembaga legislatif.
14. Growth Control, Pengendalian ini dilakukan melalui faktor faktor pertumbuhan
seperti pembangunan sarana dan prasarana melalui penyediaan infrastruktur yang
diperlukan, mengelola faktor ekonomi dan sosial hingga politik.
Adapun yang tercakup di dalam aspek kelembagaan zoning adalah sebagai berikut:
1. DPRD (governing body): Mengesahkan perda zoning; mempunyai kewenangan
tertinggi dalam perubahan peraturan atau peta zoning.
2. DTK (planning commission): merekomendasikan batas zona; menelaah dan membuat
rekomendasi untuk semua perubahan terhadap peraturan atau peta zoning.
3. Board of Appeal/ Adjustment; zoning board: mempertimbangkan permohonan
variansi; mempertimbangkan permohonan pengecualian khusus/ izin khusus;
mempertimbangkan (mendengar dan memutuskan) keberatan; menafsirkan
ketidakjelasan aturan atau batas zona.
4. Staff; mengadministrasikan peraturan zoning; menegakkan peraturan zoning;
menyediakan telaah proyek atau informasi lainnya untuk DPRD, DTK dan Board of
Appeals/Adjusment.
Umumnya terdapat board/committee of adjustment dalam penerapan zoning regulation
ini dengan fungsi:
1. Mendengar kepentingan/keberatan yang ada.
2. Mengoreksi kesalahan, kekeliruan dalam administrasi, meliputi:

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-22
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

 Izin penggunaan khusus (special use permits)


 Kondisi khusus; kesepakatan.
3. Membuat/menetapkan variance/grant relief atau kelonggaran.
Dalam penerapan zoning terdapat tiga tindakan utama, yaitu:
1. Re-zoning: perubahan peraturan dan peta zoning.
2. Penelaahan variansi (pembebasan dari aturan standar) keberatan (mendengar dan
memutuskan dugaan adanya kesalahan) dan pengecualian khusus (daftar
penggunaan yang tidak sesuai rencana yang diperkenankan setelah melalui telaah
khusus).
3. Penegakan zoning: pengendalian IMB yang tepat waktu, konsisten, dapat
diperkirakan dan tegas (penghentian pembangunan tanpa izin atau menyimpang,
nonconforming uses).
Ketentuan-ketentuan zoning dilengkapi oleh:
1. Rencana komprehensif.
2. Peraturan subdivision/perpetakan.
3. Pengendalian estetika dan arsitektural.
4. Persyaratan parkir on-street.
5. Peraturan bangunan, dan
6. Pembatasan niat (convenant/ deed restriction)
Contoh pembagian zona:
Pembagian zona dengan pertimbangan batasan fisik jalan (termasuk 1 blok dengan batas
jalan), gang, branchgang, batas kapling dan orientasi bangunan serta lapisan bangunan.

Pembagian zona dengan pertimbangan batasan fisik sungai, lapis bangunan, rencana
jalan, gang, batas kapling, dan orientasi bangunan.

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-23
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG
USUL PENYUSUNAN MATERI TEKNIS RDTR
AN KAWASAN PERKOTAAN BENER MERIAH, PROVINSI ACEH
TEKNI
S

DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG


Hal E-24
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG

Anda mungkin juga menyukai