Anda di halaman 1dari 4

Ironi Kelaparan di Negeri Kaya SDA

Bagai ayam mati di lumbung padi. Di negeri yang dikelilingi banyak keanekaragaman
hayati, terdapat 23 orang meninggal di Distrik Amuma, Yahukimo, Provinsi Papua
Pegunungan. Pemerintah daerah Yahukimo telah menetapkan status tanggap darurat
bencana di wilayahnya sejak 21 Oktober hingga 1 November 2023.
Agustus lalu, enam orang dari Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah juga terlapor
meninggal dengan alasan yang sama. Tahun lalu, di Kabupaten Lanny Jaya, tiga orang
meninggal akibat wabah kelaparan, dipicu kekeringan yang menyebabkan warga gagal
panen.
Tahun-tahun sebelumnya juga terjadi peristiwa yang sama. Sungguh ironis! Kelaparan
melanda bumi Indonesia bagian paling Timur. Bahkan jika melihat catatan dari Kompas
bahwa sejak 1982 telah terjadi 15 kali kejadian kelaparan dengan memakan korban
hingga ratusan jiwa. Negeri dengan segudang SDA, tetapi rakyatnya mati di tengah
kekayaan alam di sana. Mengapa kejadian ini terus berulang terjadi?

Salah Siapa?
Menurut Mulyadi selaku pengamat pertanian dari Universitas Papua, terdapat
sejumlah faktor penyebab kelaparan di Papua yang masih terus terjadi. Ia menuturkan
faktor tersebut ialah sistem pertanian Papua yang tidak berkelanjutan, kesehatan
masyarakat yang rapuh, hingga pembangunan daerah otonomi baru (DOB).
Salah seorang warga Yahukimo yang menjadi koordinator penanggulangan kelaparan
di Distrik Amuma, Naman Bayage, mengatakan bantuan yang mereka terima dari
Kemensos tidak sesuai dengan kebutuhan warga, seperti bantuan tenda dan selimut. Ini
karena warga Yahukimo bukan pengungsi longsor atau bencana, melainkan yang
terjadi adalah musibah kelaparan. Ia menyebut saat ini yang dibutuhkan warga
Yahukimo adalah beras, tetapi bantuan 1,3 ton beras belum mencukupi kebutuhan
mereka.
Di satu sisi, warga Yahukimo sedang berjibaku melawan kelaparan. Di sisi lain, pejabat
pusat hingga daerah mengeluarkan pernyataan bantahan. Menko PMK, misalnya, yang
mengatakan belum bisa memastikan 23 orang meninggal di Yahukimo akibat
kelaparan. Senada dengannya, Bupati Yahukimo membantah terjadi kelaparan di
Distrik Amuma. Menurutnya, puluhan warga meninggal itu terjadi dalam kurun waktu
delapan bulan disebabkan berbagai keluhan, semisal kelelahan hingga penyakit
bawaan.
Pernyataan para pejabat pemerintah ini seolah bertentangan dengan keluhan dan
ungkapan warga. Jika para pejabat saling membantah, sedangkan faktanya rakyat mati
kelaparan, siapa yang patut dipersalahkan atas bencana ini? Cuaca? Perubahan cuaca
sebenarnya bisa diantisipasi kalaulah memang kelaparan terjadi karena gagal panen
akibat cuaca ekstrem. Lalu apa akar masalahnya?

Akar Masalah Kelaparan


Selain tiga faktor penyebab kelaparan yang telah disebutkan sebelumnya, sejatinya akar
masalah Papua terletak pada tata kelola wilayah yang salah. Apa saja?
Pertama, kesalahan prioritas pembangunan. Papua memang membutuhkan banyak
pembangunan infrastruktur, tetapi infrastruktur yang dibangun saat ini lebih
difokuskan pada pembangunan jalan tol, gedung perkantoran untuk provinsi baru, dan
sebagainya. Terlebih, pembangunan infrastruktur lebih memuluskan kepentingan
kapitalis mengapitalisasi SDA di Papua, bukan untuk rakyat. Yang dibutuhkan rakyat
Papua adalah infrastruktur yang dapat memudahkan mereka mendapat akses layanan
publik, seperti layanan kesehatan dan transportasi.
Tingginya angka stunting dan gizi buruk di Papua adalah fakta yang tidak terbantahkan
betapa akses dan layanan kesehatan di wilayah tersebut masih minim. Di samping itu,
wilayah Papua yang banyak diselimuti medan terjal, bantuan hanya bisa masuk melalui
pesawat, serta masyarakat yang harus berjalan kaki demi mendapat bantuan adalah
bukti bahwa sistem transportasi publik di Papua masih sangat terbatas.
Kedua, kesalahan mengelola wilayah. Papua terkenal dengan sumber daya alam dan
tambang. Salah satunya ialah tambang emas dan tembaga. Papua juga dikaruniai hutan
alam dan sumber daya air yang luar biasa. Dengan potensi ini, rakyat Papua bisa hidup
sejahtera. Namun, kapitalisasi SDA di Papua menjadi malapetaka. Masyarakatnya
hidup di bawah bayang-bayang kemiskinan dan kelaparan, SDA-nya dikeruk habis-
habisan oleh para kapitalis dengan dukungan regulasi penguasa yang juga bermental
kapitalis.
Alhasil, kekayaan alam ini seakan kutukan bagi rakyat Papua. Kaya, tetapi miskin.
Inilah salah satu alasan kuat sangat sulit mewujudkan kesejahteraan di Papua. Satu
contoh nyata liberalisasi dan kapitalisasi di Papua adalah kepemilikan tambang emas
Grasberg yang sudah beroperasi puluhan tahun.
Ketiga, kesalahan prioritas program. Bumi Papua ini luas, masih asri dan dikelilingi
hutan dan air. Potensi ini sangat vital bagi sistem pertanian. Sayangnya, negara telah
mengabaikannya hingga sistem pertanian di Papua masih ala kadarnya dan seadanya,
padahal perubahan cuaca ekstrem bisa diantisipasi agar masyarakat tidak gagal panen.
Pemberian bibit unggul yang tahan terhadap cuaca ekstrem, semisalnya. Lalu sarana
produksi pertanian yang memadai ataupun dengan membuka lahan-lahan baru untuk
pertanian agar terwujud swasembada pangan. Namun, pemerintah malah sibuk
membangun infrastruktur dan gagal membangun sistem ketahanan pangan.

Mitigasi Bencana Kelaparan dalam Islam


Wabah kelaparan terjadi karena rakyat tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan yang
mencukupi dan menyehatkan. Mengapa tidak mampu memenuhi pangan? Ini karena
negara tidak sepenuhnya menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai pengurus urusan
rakyat. Islam mengharuskan negara berperan penuh dalam memenuhi kebutuhan
rakyatnya. Apa saja yang harus negara lakukan dalam aspek jangka panjangnya?
Pertama, negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat berupa sandang, pangan,
papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan dengan memudahkan rakyat mengakses
dan mendapat pelayanan secara optimal.
Kedua, mengelola SDA secara penuh. Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan
SDA yang menjadi harta milik umum kepada individu, swasta, ataupun asing. Negara
mengelola kekayaan alam, seperti tambang emas, hutan, dan lainnya agar hasilnya bisa
dinikmati masyarakat secara luas. Hal ini juga akan membuka lapangan kerja bagi
penduduk setempat jika negara benar-benar mandiri mengelola SDA.
Ketiga, negara wajib memberikan pelayanan langsung berupa jasa, yakni pelayanan
kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan atas pelayanan ini harus diberikan
secara gratis. Karena ketiganya termasuk dalam kebutuhan dasar rakyat.
Negara juga wajib menyediakan semua fasilitas yang dibutuhkan untuk pelayanan jasa
tersebut, seperti pengadaan rumah sakit dan segala infrastrukturnya, sarana
pendidikan dan semua perlengkapannya, serta sarana perlindungan keamanan berikut
perangkat hukumnya.
Keempat, kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi dilakukan
dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia. Negara dapat
mengupayakan dengan penyerbarluasan dan teknologi budi daya terbaru di kalangan
para petani; membantu pengadaan mesin-mesin pertanian, benih unggul, pupuk, serta
sarana produksi pertanian lainnya.
Pengembangan Iptek pertanian ini penting agar negara secara mandiri melakukan
produktivitas pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri terutama di
wilayah yang banyak memiliki lahan pertanian seperti Papua. Negara tidak boleh
melakukan ekspor pangan sampai kebutuhan pokok setiap individu terpenuhi dengan
baik.
Negara harus memberikan modal bagi siapa saja yang tidak mampu. Hal ini pernah
dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab dengan memberikan harta dari Baitulmal (kas
negara) kepada para petani di Irak, yang dapat membantu mereka menggarap tanah
pertanian serta memenuhi hajat hidup mereka, tanpa meminta imbalan dari mereka.
Adapun dalam aspek jangka pendek, negara harus menetapkan kebijakan cepat
tanggap darurat, di antaranya sebagai berikut.
Pertama, mendata seluruh kebutuhan masyarakat terdampak kelaparan dan
menyalurkan bantuan pangan yang dibutuhkan dengan cepat. Negara harus
memastikan distribusi pangan berjalan secara adil dan merata.
Kedua, memperbaiki fasilitas kesehatan agar masyarakat Papua memiliki ketahanan
atau sistem imun yang baik untuk menghadapi perubahan cuaca ekstrem. Dengan
tercukupinya pangan, gizi, dan nutrisi yang baik, akan terjadi perbaikan sistem
kesehatan masyarakat Papua.
Ketiga, fokuskan anggaran untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Papua.
Bukan malah memboroskan anggaran untuk proyek-proyek yang tidak terlalu penting
dan genting.
Keempat, berantas KKB tanpa ragu dan tegas menghukum mereka. Terkadang bantuan
pangan dan akses untuk menyalurkan bantuan dihadang kelompok teroris ini.
Ketaktegasan negara memberantas KKB akan menghambat pelayanan kepada rakyat
Papua yang mengalami kelaparan.
Kelima, lakukanlah pelayanan kepada rakyat secara optimal. Sebab, setiap amanah
akan dimintai pertanggungjawabannya.
Dalam Islam, beratnya tanggung jawab pemimpin tergambar jelas dalam sabda Nabi
‫ ﷺ‬berikut. Diriwayatkan oleh Tabrani dari Abu Wail Syaqiq Bin Salamah
bahwasanya ketika Umar ra menugaskan Busyur ibnu Asim ra untuk mengurus
sedekah suku Hawazin, tetapi Busyur tidak mau menerimanya. Ketika ditanya,
”Mengapa kamu tidak mau menerimanya?” Busyur menjawab, ”Seharusnya aku
menaati perintahmu, tetapi aku pernah mendengar Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, ‘Barang siapa
yang dibebani mengurus suatu urusan kaum muslim, maka pada hari kiamat kelak ia akan
diberdirikan di tepi jembatan Neraka Jahanam. Jika ia melaksanakan tugasnya itu dengan baik,
ia akan selamat. Namun, jika ia tidak melaksanakannya dengan baik, ia akan dilemparkan ke
bawah jembatan Jahanam itu dan akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun.'”
Umar pun keluar dengan wajah susah. Ketika Abu Zar bertanya kepadanya, ”Mengapa
Anda terlihat amat susah?” Umar pun menceritakan bahwa kesusahannya karena ia
telah mendengar sabda Rasulullah saw. tersebut di atas yang disampaikan oleh Busyur
Asim. Lalu Abu Zar pun membenarkan bahwa ia juga pernah mendengar hadis serupa.
Di dalam islam, tanggung jawab negara ini juga terlihat dari kesigapan pemerintah
mengatasi setiap krisis dimanapun terjadi, meskipun hanya menimpa satu orang.
“Sebagaimana yang dicontohkan Khalifah Umar bin Khaththab ra. pada saat
melakukan patroli ke perkampungan penduduk. Suatu malam, ia mendengar rintihan
anak menangis karena lapar lantaran orang tuanya tidak lagi memiliki bahan makanan.
Ketika mengetahui kondisi tersebut, sang Khalifah pun bergegas mengambil bahan
makanan dari baitulmal, lalu dipikulnya sendiri untuk diberikan pada keluarga yang
sedang menghadapi kelaparan tersebut. Inilah wujud tanggung jawab negara dalam
menjamin kebutuhan pangan rakyatnya.

Anda mungkin juga menyukai