Anda di halaman 1dari 38

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK KELAS


VIII SMP NEGERI TERAKREDITASI A di KECAMATAN TAMALATE

(Studi Pada Materi Pokok Sistem Ekskresi Pada Manusia)

Rr. DINA NURUL MUTHIA


200111502011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
NOVEMBER, 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 6
B. Kerangka Pikir 17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 20
B. Waktu dan Tempat Penelitian 20
C. Desain Penelitian 20
D. Populasi dan Sampel 21
E. Definisi Operasional Variabel 22
F. Instrumen Penelitian 23
G. Prosedur Penelitian 24
H. Teknik Pengumpulan Data 25
I. Teknik Analisis Data 26
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.

2.1 Hasil Penilaian PISA untuk Inonesia Tahun 2000-2018 15

3.1 Jumlah Populasi Penelitian 19

3.2 Kriteria Interpretasi Nilai Literasi Sains Peserta Didik 24

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal.

2.1 Hubungan Antara Ketiga Aspek Literasi Sains 7

2.2 Skema Kerangka Pikir 17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan saat ini berada pada era revolusi industri 5.0 itu artinya

pendidikan akan bersiap menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK) yang memiliki efek positif dan negatif pada kehidupan pribadi

seseorang. Berbagai kemudahan yang dapat meningkatkan kualitas hidup

masyarakat memberikan dampak yang positif. Salah satunya yakni melalui

peserta didik yang harus memiliki kemampuan berkomunikasi dan tanggap

terhadapan permasalahan yang berkembang dimasyarakat, berpikir kritis dan

kreatif, bertujuan untuk memecahkan masalah sedemikian rupa sehingga

memiliki sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya serta

memutuskan berdasarkan pertimbangan ilmiah. Hal ini tentu saja dapat dicapai

apabila peserta didik memiliki literasi sains yang dimana selaras dengan konsep

literasi sains itu sendiri yaitu seseorang yang memiliki kompetensi dalam

memahami sains, mengomunikasikan sains secara lisan dan tulisan (Anjarsari,

2014; Toharuddin., Hendrawati., & Rustaman, 2011; Federov., & Mikhaleva,

2020)

Setiap orang memiliki kemampuan dalam pemahaman ilmiah. Namun,

kemampuan tersebut belum dilatih secara optimal untuk pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam, misalnya penggunaan bahan kimia dalam kehidupan sehari-

hari, tanpa diimbangi dengan pemahaman akan berdampak bagi penggunaannya,

sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah bagi diri sendiri, keluarga, dan

1
2

lingkungan. Oleh karena itu, literasi sains penting bagi setiap peserta didik

(Harlina, et al., 2020)

Kemampuan IPA peserta didik juga diukur secara global/internasional

yang dikenal dengan literasi sains melalui tes the Programme for International

Student Assesment (PISA) yang dilakukan oleh Organization of Economic Co-

operation and Development (OECD). Sedangkan PISA melengkapi berbagai

sistem dan penilaian yang ada secara nasional dan internasional. Fakta hasil

PISA tahun 2000 hingga 2018 menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara

dengan literasi sains rendah (Narut ., & Supardi, 2019)

Pada tahun 2006, PISA-OECD telah mengukur literasi sains peserta

didik. Hasil tersebut memperkuat fakta bahwa literasi sains peserta didik

Indonesia masih rendah yakni 29% untuk isi, 34% untuk proses dan 32% untuk

konteks (Dewi., Khery., & Erna, 2019). Penelitian ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Purwani, et al., (2018) yang menyatakan bahwa

kemampuan literasi sains peserta didik pada dimensi kompetensi dan sikap sains

tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: peserta didik

tidak terbiasa dan kurang paham tentang masalah tersebut, serta minat baca yang

kurang.

Berdasarkan hasil survei literasi sains PISA, tergambar bahwa masih ada

ruang peningkatan kemampuan peserta didik Indonesia untuk bersaing di tingkat

internasional. Selama beberapa tahun terakhir, Indonesia menempati urutan

terakhir diantara negara-negara lain dalam survei literasi. Peserta didik Indonesia

dengan skor literasi sains sekitar 400 poin berarti mereka hanya dapat mengingat
3

informasi ilmiah berdasarkan fakta sederhana (seperti nama, fakta, ungkapan,

rumus sederhana) dan menggunakan pengetahuan ilmiah umum untuk menarik

kesimpulan atau mengevaluasi (Wulandari ., & Sholihin, 2016)

Literasi sains merupakan pemahaman terhadap sains dan prosesnya serta

aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat

terutama peserta didik perlu memiliki kemampuan untuk menggambarkan,

menjelaskan, dan memprediksi berbagai fenomena alam. Lamada dkk (2019)

berpendapat bahwa literasi sains sebagai multidimensional yang tidak hanya

pemahaman terhadap pengetahuan sains, namun dapat meningkatkan

kemampuan berpikir tingkat tinggi dan mengkaitkan pemahaman pengetahuan

yang diperolehnya dengan kehidupan sehari-hari, serta memahami keterkaitan

sains dengan disiplin ilmu lainnya.

Hal yang dapat dipahami bahwa dalam sains peserta didik tidak hanya

mengetahui tentang konsep atau pengetahuan tentang sains, akan tetapi perlu

juga memiliki kompetensi dalam proses sains dan juga sikap ilmiah. Oleh karena

itu lah penelitian ini bertujuan untuk mengetahui skor literasi sains pada aspek

kompetensi pada peserta didik. Hal ini dilakukan karena perlunya memperoleh

gambaran bagaimana literasi sains terutama aspek kompetensi dikuasai oleh

peserta didik (Rosidi, 2021)

Pada observasi dan wawancara diperoleh informasi jika guru-guru di

sekolah SMP Negeri terakreditasi A se kecamatan Tamalate belum pernah

melakukan tes terkait hubungan kemampuan literasi sains. Selain itu, mengingat

perlunya setiap peserta didik untuk memiliki kemampuan literasi sains.


4

Berdasarkan uraian literasi sains di atas maka analisis kemampuan

literasi sains peserta didik dalam pembelajaran IPA harus dilakukan guna untuk

mengetahui kemampuan literasi sains peserta didik. Oleh karena itu, calon

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis

Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri Terakreditasi

A di Kecamatan Tamalate”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Seberapa tinggi tingkat kemampuan literasi sains peserta didik kelas VIII

SMP Negeri Terakreditasi A di Kecamatan Tamalate?

2. Bagaimana deskripsi kemampuan literasi sains peserta didik kelas VIII

SMP Negeri Terakreditasi A di Kecamatan Tamalate?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat kemampuan literasi sains

peserta didik kelas VIII di SMP Negeri Terakreditasi A di Kecamatan

Tamalate

2. Untuk mengetahui deskripsi kemampuan literasi sains peserta didik kelas

VIII SMP Negeri Terakreditasi A di Kecamatan Tamalate


5

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi 2 adalah:

1. Manfaat Teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan untuk

mengetahui seberapa tinggi tingkat kemampuan dan mendeskripsikan

kemampuan literasi sains peserta didik kelas VIII. Selain itu, penelitian ini juga

dapat dijadikan referensi atau acuan bagi penelitian selanjutnya yang relevan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi sekolah, sebagai acuan dan bahan pertimbangan dalam

mengembangkan kemampuan literasi sains peserta didik SMP, khususnya

pembelajaran IPA Terpadu,

b. Bagi guru, menambah wawasan dalam pembelajaran yang menganut

pemahaman literasi sains dan sebagai bahan pembelajaran untuk

meningkatkan belajar dan pemahaman literasi sains peserta didik.

c. Bagi peserta didik, melalui hasil penelitian ini, peserta didik dapat lebih

mudah memahami suatu materi dan meningkatkan literasi belajar secara

individu maupun dalam bekerja sama dengan kelompoknya.

d. Bagi peneliti, melalui hasil penelitian ini, peneliti menambah wawasan

mengenai gambaran kemampuan literasi sains peserta didik SMP Negeri

terakreditasi se kecamatan dan penelitian ini diharapkan menjadi acuan

untuk peneliti selanjutnya dalam mengembangkan berbagai metode

ataupun model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

literasi sains peserta didik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Literasi Sains

Literasi sains (scientific literacy, LS) berasal dari gabungan dua kata Latin,

yakni literatus, artinya dimaknai dengan adanya huruf, melek huruf atau yang

memiliki pendidikan; dan scientia yang artinya memiliki pengetahuan literasi

sains merupakan kemampuan dan pemahaman tentang pengetahuan sains yang

dimiliki kemudian dapat diterapkan dalam pembelajaran maupun di kehidupan

sehari-hari. Literasi sains juga merupakan salah satu bagian dari studi PISA.

Adapun dalam konteks PISA, kemampuan literasi sains merupakan kemampuan

seseorang dalam menggunakan pengetahuan sains, menganalisis pertanyaan dan

mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-bukti untuk memahami dan membuat

keputusan yang berhubungan dengan alam dan aktivitasnya dengan manusia

(Novili., Utari., Saepuzaman., & Karim, 2017; Toharudin., Hendrawati., &

Rustaman, 2011; Panjaitan, 2020) Jadi dapat disimpulkan bahwa literasi sains

adalah kemampuan seseorang dalam memahami sains dan menerapkannya dalam

kehidupan sehari-hari guna memecahkan masalah yang ada sehingga memiliki

kepekaan yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya disaat pengambilan

keputusan berdasarkan pertimbangan sains.

2. Definisi kemampuan Literasi Sains

Literasi sains (scientific literacy, LS) berasal dari dua kata yakni literasi

6
7

atau literatus artinya melek huruf dan sains atau scientia, artinya ilmu

pengetahuan. Literasi sains merupakan kemampuan seseorang dalam

menggunakan pengetahuan ilmiah dan prosesnya, dan ikut berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan dan menggunakannya (Toharudin, Sri, & Rustaman,

2011). Sementara itu, OECD (2019) mendefinisikan literasi sains sebagai

kemampuan untuk terlibat dengan isu-isu atau fenomena yang berhubungan

dengan sains dan ide-ide sains, sebagai warga negara yang reflektif. Seseorang

yang melek sains bersedia terlibat dalam wacana bernalar tentang sains dan

teknologi, yang membutuhkan kompetensi untuk menjelaskan fenomena secara

ilmiah, mengevaluasi dan merancang inkuiri ilmiah serta menafsirkan data dan

bukti secara ilmiah.

Puskurbuk (2017) mendefinisikan literasi sains sebagai kemampuan

mengidentifikasi, memahami dan memaknai isu terkait sains yang diperlukan

seseorang untuk mengambil keputusan berdasarkan bukti-bukti saintifik.

Menurut Sutrisna (2021), literasi sains merupakan kemampuan memahami

konsep dan prinsip sains, menggunakan keterampilan, sikap, dan pengetahuan

yang berhubungan dengan sains untuk berpikir kritis, memecahkan masalah

serta pengambilan keputusan yang dibutuhkan dalam mengatasi isu-isu berbasis

sains.

Menurut Pratiwi, Cari dan Aminah (2019), literasi sains memfokuskan

pada membangun pengetahuan peserta didik untuk menggunakan konsep sains

secara bermakna, berfikir secara kritis dan membuat keputusan-keputusan

terhadap permasalahan yang memiliki relevansi terhadap kehidupan.


8

Kemampuan literasi sains berarti mampu membaca dengan pemahaman yang

baik terhadap gejala-gejala sains. Menurut Jamaluddin dkk (2019), literasi sains

dapat membantu peserta didik memiliki keterampilan, pemahaman konsep

ilmiah, dan proses yang diperlukan untuk dapat partisipasi dalam masyatakat era

digital.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains terhadap

sebuah permasalahan untuk mengidentifikasi dan menyimpulkan berdasarkan

bukti-bukti ilmiah. Literasi sains tidak hanya menuntut pengetahuan konsep dan

teori sains, tetapi juga pengetahuan tentang prosedur dan praktik umum yang

terkait dengan penyelidikan ilmiah. Literasi sains dapat mengembangkan sikap

dan pengalaman ilmiah serta kesempatan untuk memamahi dan memaknai suatu

peristiwa.

Literasi sains merupakan tujuan utama dari pendidikan sains sehingga

pendidikan sains yang dilangsungkan harus berorientasikan terhadap literasi sains

dan menjadikan literasi sains serta perkembangan literasi sains sebagai salah satu

output yang harus dicapai dalam pendidikan sains karena kemampuan literasi

sains yang baik akan menjadikan pendidikan sains lebih bermakna (Zakaria &

Rosdiana, 2018). Nofiana dan Julianto (2017) menyatakan bahwa diperlukan

upaya-upaya perbaikan dalam pembelajaran sains di sekolah. Upaya perbaikan

kualitas pembelajaran di sekolah harus didukung dengan informasi yang akurat

tentang sejauh mana pencapaian literasi sains peserta didik, khususnya peserta

didik SMP yang merupakan usia wajib belajar 9 tahun.


9

3. Indikator literasi sains

Hasil PISA 2018 menetapkan literasi sains terdiri dari tiga aspek yang

diataranya yakni aspek konteks, aspek pengetahuan, dan aspek kompetensi.

Ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain.

Gambar 2.1 Hubungan Antara Ketiga Aspek Literasi Sains


Sumber: (OECD, 2019)

1) Aspek Pengetahuan

Nofiana & Julianto , (2017) menyatakan bahwa konten sains merujuk pada

konsep-konsep kunci yang diperlukan untuk memahami fenomena alam dan

perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Kriteria

pemilihan konten sains adalah relevan dengan situasi nyata (fakta) dan merupakan

pengetahuan penting dan penggunaannya berjangka panjang. Semua aspek

kompetensi membutuhkan pengetahuan. Bagaimana seorang peserta didik bisa

mencapai aspek kompetensi literasi sains yang tentunya dipengaruhi oleh aspek

pengetahuan itu sendiri. Konsep-konsep dasar dari sains yang diperlukan untuk

memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui

kegiatan manusia. Kriteria pemilihan konten sains adalah relevan dengan situasi
10

nyata dan merupakan pengetahuan penting dan penggunaannya berjangka panjang

(Rini., Hartantri., & Amaliyah, 2021).

Menurut OECD, (2019) pada aspek pengetahuan, ada beberapa domain

dalam penilaian literasi sains berdasarkan PISA 2018, antara lain :

a. Pengetahuan Konten (Content Knowledge)

Pengetahuan konten merupakan konten atau isi materi pembelajaran dan

pengetahuan mengenai kehidupan alam di bumi serta berbagai teknologi sains.

Pengetahuan konten dalam penilaian PISA itu dipilih dari beberapa disiplin ilmu

mulai dari fisika, kimia, biologi, kebumian dan ilmu ruang angkasa yang tentunya:

a) Relevan dengan situasi kehidupan nyata. b) Mewakili konsep penting ilmiah. c)

Sesuai dengan tingkat perkembangan anak usia 15 tahun.

b. Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge)

Kemampuan untuk menjelaskan dan mendemonstrasikan secara ilmiah

segala sesuatu di alam semesta adalah tujuan mendasar sains. Pengembangan

awal dan pengujian teori tentatif melibatkan studi empiris. Penelitian empiris

bergantung pada konsep dan teknik canggih, termasuk variabel, variabel kontrol,

pengukuran yang berbeda dan jenis kesalahan pengukuran, metode untuk

meminimalkan kesalahan, pola umum yang diungkapkan oleh data, dan teknik

penyajian data. Ini adalah prinsip dasar penyelidikan ilmiah yang memandu

pengumpulan, analisis, dan interpretasi bukti empiris.

c. Pengetahuan epistemik (Epistemic Knowledge)

Pengetahuan epistemik adalah pengetahuan yang dibangun untuk

menciptakan pengetahuan ilmiah, seperti hipotesis, teori, dan data yang


11

digunakan untuk mendukung pengetahuan yang dihasilkan oleh sains. Peserta

didik membandingkan teori dan hipotesis ilmiah atau fakta dan pengamatan

ilmiah untuk mengklarifikasi konsep dengan bantuan contoh dari pengetahuan

epistemik mereka. Peserta didik yang mempelajari sains juga akan memahami

bahwa salah satu elemen dasar sains adalah penggunaan bukti untuk mendukung

klaim pengetahuan dan penalaran. Para peserta didik menyadari fungsi dan

pentingnya peer review, alat yang dikembangkan oleh tim ilmuwan untuk

menemukan hasil baru. Pembenaran untuk metode dan praktik yang digunakan

para ilmuwan disediakan oleh pengetahuan epistemik ini, yang juga berfungsi

sebagai dasar validasi penemuan ilmiah tentang alam.

2) Aspek Kompetensi

Aspek kompetensi mengarah pada saat menjawab pertanyaan atau

menyelesaikan masalah, proses mental tertentu, seperti mengenali dan

menafsirkan bukti dan mengartikulasikan kesimpulan, harus digunakan. Hal ini

disebut sebagai aspek kompetensi. Termasuk mengetahui jenis pertanyaan yang

dapat dan tidak dapat dijawab oleh sains, memahami jenis bukti yang diperlukan

untuk penyelidikan ilmiah, dan memahami kesimpulan yang diambil dari bukti

(Nofiana & Julianto, 2017).

Menurut OECD (2019) pada aspek kompetensi, PISA 2018 menjelaskan

ada 3 aspek yang menjadi penilaian literasi sains peserta didik:

a. Menjelaskan Fenomena Secara Ilmiah

Peserta didik harus mampu mengingat kembali konsep-konsep

pengetahuan ilmiah yang berkaitan dengan keadaan tertentu dan menerapkannya


12

untuk menganalisis dan menjelaskan fenomena yang terjadi agar mampu

menjelaskan fenomena secara ilmiah. Informasi ini dapat diterapkan saat

menyajikan data atau saat membuat teori tentang fenomena yang diamati.

Peserta didik harus mampu membangun representasi langsung dari fenomena

biasa dan kemudian menggunakan model tersebut untuk membuat prediksi yang

akurat tentang fenomena sains.

b. Mengevaluasi dan Merancang Penyelidikan Ilmiah

Memahami tujuan penyelidikan ilmiah, yaitu menghasilkan informasi

tentang alam, diperlukan agar peserta didik mampu mengevaluasi dan

merancang penyelidikan ilmiah. Data yang dikumpulkan dari uji lapangan dan

laboratorium serta pengamatan memungkinkan terciptanya model dan hipotesis

penjelas yang memungkinkan prediksi yang dapat diuji secara eksperimental.

c. Menafsirkan Data dan Bukti Secara Ilmiah

Peserta didik mampu mengevaluasi bagaimana metode pengumpulan

data dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah agar mahir dalam

menginterpretasikan data dan bukti ilmiah. Peserta didik juga mampu

mempertahankan pandangan mereka sendiri dan tetap tenang di bawah tekanan.

Peserta didik dapat menganalisis data secara ilmiah dan memberikan bukti yang

telah didukung oleh justifikasi ilmiah.

3) Aspek Konteks

Konteks sains menyinggung peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-

hari yang menjadi dasar penerapan prosedur dan pemahaman gagasan ilmiah

(Nofiana., & Julianto, 2017). Terkait hal tersebut, PISA 2018 mengkategorikan
13

penerapan sains ke dalam lima kategori: kesehatan dan penyakit, sumber daya

alam, kualitas lingkungan, bahaya, dan batasan sains dan teknologi. Evaluasi ini

mungkin menyangkut diri sendiri dan keluarga, komunitas lokal atau nasional,

atau aspek kehidupan global atau asing (OECD, 2019). Situasi nyata yang

menjadi konteks aplikasi sains dalam PISA tidak secara khusus diangkat dari

materi yang dipelajari di sekolah, melainkan diangkat dari kehidupan sehari-hari

(Nofiana., & Julianto, 2017). Terdapat tiga indikator dalam aspek konteks, yaitu:

(1) indikator personal, peserta didik dapat menjelaskan, mengevaluasi, maupun

menafsirkan fenomena ilmiah terkait isu pada diri sendiri; (2) indikator

nasional/lokal, berhubungan dengan isu yang ada di lingkungan sekitar; dan (3)

indikator global, berhubungan dengan isu yang ada pada dunia (Meylinda., &

Widodo, 2017 dalam Subaidah, et al., 2019).

4. Pentingnya Kemampuan Literasi Sains

Literasi sains kini menjadi kebutuhan yang terjangkau bagi setiap orang,

baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan profesional.

Seseorang dengan literasi sains dapat menggunakan pengetahuan ilmiah yang

diperoleh untuk memecahkan masalah sehari-hari dan menghasilkan produk

ilmiah yang bermanfaat sehingga mampu menghadapi tantangan global saat ini

dan tantangan masa depan secara kompeten, (Sari, 2021).

Literasi sains dianggap sebagai kunci pendidikan pada usia 15 tahun.

Kemampuan berpikir merupakan kebutuhan masyarakat, tidak hanya kebutuhan

literasi sains dan sains, penerapan kehidupan secara umum mencerminkan tren

sains dan teknologi yang berkembang. Literasi sains adalah sains yang
14

mengembangkan kemampuan kreatif untuk menggunakan pengetahuan dan

keterampilan sesuai dengan langkah-langkah sains, terutama dalam kehidupan

sehari-hari dan kehidupan kerja, tidak hanya dalam memecahkan masalah

pribadi, tetapi juga dalam mengambil keputusan sosial berdasarkan sikap ilmiah

ilmiah. Literasi sains adalah kemampuan untuk menggunakan sains dalam

mengidentifikasi masalah dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti, dan untuk

memahami dan membuat keputusan tentang alam dan perubahan alam yang

disebabkan oleh manusia (OECD, 2017). Literasi sains merupakan salah satu

keterampilan terpenting yang harus dimiliki pesera didik Indonesia karena pada

akhirnya peserta didik menggunakan literasi sains untuk beradaptasi dan

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

5. Karakteristik Literasi Sains

Pada 1971, National Teacher Association menjelaskan bahwa

kemampuan menggunakan konsep ilmiah dan keterampilan proses ilmiah,

membuat keputusan praktis ketika berinteraksi dengan orang lain atau

lingkungannya, dan memahami hubungan antara ilmu pengetahuan, teknologi,

dan masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi, adalah ciri-ciri

seseorang yang berliterasi sains (Rohman, et al., 2017).

Menurut Amin (2017) adapun sejumlah kemampuan yang berkaitan

dengan literasi sains yakni sebagai berikut:

a. Paham terhadap kunci konsep ilmiah.


15

b. Kemampuan memahami Ilmu Pengetahuan Alam, norma, serta metode sains

dan pengetahuan ilmiah.

c. Mampu membuat hubungan kompetensi-kompetensi dalam konteks sains,

kemampuan membaca dan menulis, serta memahami sistem pengetahuan

manusia.

d. Mampu mengaplikasikan pengetahuan ilmiah dan mampu

mempertimbangkannya dalam kehidupan sehari-harinya.

e. Paham terhadap kerja sama antara sains dan teknologi.

f. Menghargai dan memahami pengaruh sains dan teknologi di tengah

masyarakat.

6. PISA

The Programme for International Student Assessment (PISA) merupakan

studi literasi yang dilaksanakan oleh Organization for Economics Co-operation

and Development (OECD) dan Unesco Institute for Statistics yang bertujuan

menganalisis secara berkala kemampuan literasi peserta didik secara

internasional. Aspek yang diukur adalah membaca (literasi), matematika (literasi

matematika) dan sains (literasi sains). Sejak Indonesia mengikuti PISA dari

tahun 2000 hingga 2018 belum ada kemajuan berarti. Pada tahun 2012,

Indonesia menduduki peringkat ke-64 dari 65 negara. Pada tahun 2015,

Indonesia berada di peringkat 62 dari 70 negara, dan terakhir pada survei PISA

2018 Indonesia berada di peringkat 69 dari 77 negara. Eksistensi penilaian PISA

pendidikan Indonesia dapat diketahui dengan melihat sejarah hasil PISA

Indonesia sejak pertama kali diadakan yakni dari tahun 2000 hingga 2018, atau
16

18 tahun mengikuti pendidikan di Indonesia (Hewi., & Shaleh, 2020;

Wulandari., & Sholihin, 2016) sebagai berikut:

Tabel 2.1 Hasil penilaian PISA untuk Indonesia Tahun 2000-2018

Skor Rata- Jumlah


Materi Skor Rata-
Tahu rata Peringkat Negara
yang rata
n internasiona Indonesia Peserta
Diujikan Indonesia
l Studi
Membaca 371 500 39
2000 Matematika 367 500 39 41
Sains 393 500 38
Membaca 382 500 39
2003 Matematika 360 500 38 40
Sains 395 500 38
Membaca 393 500 48
2006 Matematika 396 500 50 56
Sains 393 500 50
Membaca 402 500 57
2009 Matematika 371 500 61 65
Sains 383 500 60
Membaca 396 500 62
2012 Matematika 375 500 64 65
Sains 382 500 64
Membaca 397 500 61
2015 Matematika 386 500 63 69
Sains 403 500 62
Membaca 371 500 74
2018 Matematika 379 500 73 79
Sains 396 500 71

Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dijelaskan bahwa hasil literasi sains peserta

didik tidak mengalami peningkatan setelah mengikuti pembelajaran PISA

Bahasa Indonesia. Setiap tiga tahun, hasil studi PISA mempengaruhi negara-

negara peserta studi ini. Jika hasil penelitian diberi peringkat tertinggi, maka

pendidikan negara tersebut sudah mendunia atau sejajar dengan tingkat


17

internasional. Namun, jika hasil survei menunjukkan bahwa peringkat negara

tersebut lebih rendah, sistem pendidikannya harus diperbaiki.

Intinya, penilaian menurut pedoman PISA menekankan pada

keterampilan yang dibutuhkan di abad ke-21. Dimulai dengan berpikir kritis,

kreativitas, berbasis inkuiri, inisiatif, informatif, berpikir sistematis, komunikasi

dan refleksivitas. Kemampuan inilah yang menjadi tolak ukur reformasi

pendidikan di Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang

menggunakan survei PISA sebagai tolok ukur reformasi kurikulum. Mendikbud

Nadim Makarim menanggapi hasil PISA tahun-tahun sebelumnya yang

menyatakan bahwa hasil PISA yang diperoleh merupakan bahan evaluasi yang

bermanfaat bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu,

dalam rencana strategis (Renstra) tahun 2020, Kemendikbud menetapkan 396

poin untuk membaca, 402 untuk IPA dan 388 untuk matematika pada tes PISA

2024 (Hewi., & Shaleh, 2020; Kusumayanti, 2021)

B. Kerangka Pikir

Pendidikan saat ini berada pada era revolusi industri 5.0 itu artinya

pendidikan akan bersiap menghadapi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK) yang memiliki efek positif dan negatif pada kehidupan pribadi

seseorang. Berbagai kemudahan yang dapat meningkatkan kualitas hidup

masyarakat memberikan dampak yang positif. Salah satunya yakni peserta didik

harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dan tanggap terhadap

permasalahan yang berkembang hal ini tentu saja dapat dicapai apabila peserta

didik memiliki literasi sains yang selaras dengan konsep literasi sains yakni
18

memiliki kompetensi dalam memahami sains, mengkomunikasikan sains secara

lisan dan tulisan. Hal ini tentu saja sangat dibutuhkan untuk mengetahui literasi

sains yang ada di Indonesia.

Fakta hasil PISA tahun 2000 hingga 2018 menempatkan Indonesia sebagai

salah satu negara dengan literasi sains rendah. Sedangkan pada tahun 2015 hasil

skor literasi sains peserta didik Indonesia berada dibawah rata-rata negara-negara

sains OECD. Rata-rata skor literasi sains negara-negara OECD adalah 493,

sedangkan Indonesia hanya mendapat skor 403.

Kemampuan literasi sains peserta didik sulit memenuhi standar minimum

PISA dalam artian literasi peserta didik kurang dikarenakan kurangnya

penguasaan konsep peserta didik tentang IPA. Hal ini disebabkan oleh adanya

tuntutan terselesaikannya materi bahan ajar oleh guru sesuai target kurikulum

memaksa peserta didik harus menerima konsep-konsep IPA yang mungkin

belum sepenuhnya dipahami. Hal ini menjadikan banyak konsep-konsep IPA

dipahami secara salah (miskonsepsi) atau hanya sekedar dihafalkan yang pada

akhirnya konsep tersebut mudah dilupakan. Hal ini pula kurang diketahui

sehingga dengan ini perlu dilaksanakan evaluasi dan analisis terhadap

ketercapaian indicator-indikator literasi sains peserta didik perlu untuk diketahui.

Adapun kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut:


19

Analisis Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik

Kemampuan literasi sains


diperlukan oleh peserta didik
Kemampuan literasi sains menjadi
agar dapat bersaing di era
salah satu tujuan untuk
revolusi industry 5.0 dan
memecahkan masalah sedemikian
menyelesaikan masalah dalam
rupa sehingga memiliki sikap dan
kehidupan sehari-hari.
kepekaan yang tinggi terhadap
Kemampuan literasi sains peserta
diri dan lingkungannya.
didik dapat dilatih melalui
pembelajaran di sekolah.

1. Membuat Instrument tes literasi sains


2. Memberikan tes kemampuan literasi sains
3. Mendeskripsikan kemampuan literasi sains

Tingkat dan deskripsi kemampuan literasi sains peserta didik


diketahui.

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pikir


20
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian metode deskriptif kuantitatif.

Metode deskriptif kuantitatif digunakan untuk memberikan gambaran yang

sebenarnya terkait fakta, keadaan dan peristiwa yang terjadi saat penelitian

dilaksanakan dan menyajikan dapat hasil penelitian tersebut. Pada penelitian ini

pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes kemampuan literasi sains

peserta didik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran

2023/2024.

2. Tempat Penelitian

Peneitian ini dilaksanakan di SMP Negeri Kecamatan Tamalate

Makassar. Terkhusus pada SMP Negeri Terakreditasi A yaitu, SMP Negeri 18

Makassar, SMP Negeri 24 Makassar, SMP Negeri 26 Makassar, dan SMP

Negeri 27 Makassar.

C. Desain Penelitian

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif.

Survei deskriptif digunakan untuk mengungkapkan situasi yang terjadi terkait

21
22

dengan fakta, keadaan dan peristiwa yang terjadi saat penelitian. Dimana pada

penelitian ini kita akan melihat kemampuan literasi sains peserta didik kelas VIII

SMP Negeri terakreditasi A se kecamatan Makassar.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini diambil dari seluruh peserta didik kelas VIII

SMP Negeri yang Terakreditasi A di Kecamatan Tamalate Makassar yang dapat

dilihat dari tabel berikut :

Tabel 3.1 Jumlah Populasi Penelitian (Peserta Didik kelas VIII SMP Negeri

Terakreditasi A Kecamatan Tamalate Makassar Tahun Ajaran 2023/2024)

Nama Sekolah Jumlah Kelas Jumlah Peserta Didik


(Kelas VIII)
SMPN 18 Makassar 10 kelas 296

SMPN 24 Makassar 10 kelas 316

SMPN 26 Makassar 9 kelas 243

SMPN 27 Makassar 9 kelas 291

Total 1146

2. Sampel

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah peserta

didik kelas VIII yang diambil secara random sampling dari seluruh populasi

menggunakan rumus Slovin dengan taraf kesalahan 5%. Rumus Slovin digunakan

dalam penarikan jumlah sampel dalam penelitian karena jumlah sampel harus

representatif agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan dan untuk


23

mempermudah dalam menentukan sampel. Adapun rumus Slovin secara

sistematis (Enterprise, 2014), yaitu :

N
n= 2
1+ N (e)

Keterangan

n : Jumlah sampel yang diperlukan

N : Jumlah populasi

e : Presentase kelonggaran ketidakketerkaitan karena alasan pengambilan

sampel yang masih diinginkan sebesar 5% : (0,05).

Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah total sampel yang diperlukan

dari keempat sekolah adalah sebagai berikut :

1.146
n= 2
1+1.146 (0 , 05)

1.146
n=
1+1.146 (0,0025)

1.146
n=
1+2,865

1.146
n=
3,865

n = 297 peserta didik

E. Definisi Operasional Variabel

Kemampuan literasi sains peserta didik adalah skor yang diperoleh

peserta didik setelah mengerjakan tes kemampuan literasi sains dari aspek

kompetensi.
24

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa 20 nomor tes

pilihan ganda untuk mengetahui kemampuan literasi sains peserta didik yang

diadaptasi dari soal-soal PISA yang sesuai dengan indikator literasi sains. Materi

yang diujikan adalah materi semester genap kelas VIII.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Indikator Literasi Sains

NO Indikator Soal Literasi Sains Nomor Soal Jumlah Soal

1. Menjelaskan Fenomena Ilmiah 3, 4, 5, 6, 7, 9, 12 7

Mengevaluasi dan Merancang 13, 14, 15, 8, 16,


2. 6
Penyelidikan Ilmiah 19

Interpretasi Data dan 1, 2, 10, 11, 17,


3. 7
Membuktikan Secara Ilmiah 18, 20

Instrumen akan divalidasi menggunakan uji validitas isi oleh validator.


Validitas isi diukur untuk mengetahui keterwakilan instrumen yang digunakan
dengan kemampuan literasi sains yang akan diukur. Koefisien validitas isi akan
dihitung menggunakan rumus Gregory yang secara matematis dituliskan sebagai
berikut:
D
V c=
A+ B+C+ D

Keterangan:

Vc = Koefisien validitas isi


A = Kedua pakar tidak setuju
B = Pakar 1 setuju, Pakar II tidak setuju
C = Pakar 1 tidak setuju, Pakar II setuju
25

D = Kedua Pakar setuju

Koefisian kesepakatan ahli untuk validitas isi merupakan perbandingan


banyaknya butir soal dari kedua ahli dengan kategori relevan kuat dengan
keseluruhan butir soal.
Tabel 3.3 Penilaian Validator
Validator I
Lemah (1,2) Kuat (3,4)
Validator II Lemah (1,2) A B
Kuat (3,4) C D

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang akan dilaksanakan terdiri dari tiga tahap

diantaranya:

1. Tahap Persiapan

a) Menetapkan subjek penelitian, yakni peserta didik kelas VIII SMP Negeri

terakreditasi A se kecamatan Tamalate Makassar

b) Melakukan observasi di SMP Negeri terakreditasi A se kecamatan

Tamalate Makassar untuk mendapatkan izin penelitian dan data jumlah

peserta didik kelas VIII di setiap sekolah.

c) Menyusun proposal penelitian.

d) Menyusun instrumen literasi sains berdasarkan KD yang telah ditentukan.

e) Validasi instrumen penelitian untuk mengetahui valid atau tidaknya butir

soal yang akan digunakan.


26

2. Tahap pelaksanaan

a) Peneliti datang ke lokasi penelitian, memohon izin penelitian dan

mengatur jadwal penelitian dengan guru IPA kelas VIII sesuai dengan

jadwal peserta didik belajar IPA.

b) Peneliti datang ke lokasi penelitian, memohon izin penelitian dan

mengatur jadwal penelitian dengan guru IPA kelas VIII sesuai dengan

jadwal peserta didik belajar IPA.

c) Peneliti memberikan soal tes literasi sains kepada peserta didik sesuai

dengan jadwal yang telah disepakati sebelumnya.

d) Memberikan pemahaman dan instruksi kepada peserta didik mengenai soal

tes literasi sains yang dibagikan sehingga peserta didik tidak kebingungan.

3. Tahap Akhir

a) Peneliti mengumpulkan hasil tes yang telah diselesaikan oleh peserta didik

yang menjadi sampel penellitian.

b) Mencermati, menganalisis dan memberikan nilai terhadap jawaban pada

soal tes literasi sains yang telah diberikan kepada peserta didik dengan

cara memasukkan skor yang telah diperoleh peserta didik ke dalam rumus

yang telah ditentukan.

c) Mendeskripsikan gambaran literasi sains peserta didik berdasarkan kriteria

sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan rendah sekali.

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan

memberikan tes. Tes yang digunakan pada penelitian ini berupa soal literasi
27

sains yang sebelumnya telah diuji validitasnya sebanyak 20 butir. Setiap butir

soal memiliki 4 pilihan jawaban. Adapun jawaban benar bernilai 1, jawaban

salah atau tidak diisi/dikosongkan bernilai 0.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis data

statistic deskriptif berupa data persentase dengan menggunakan SPSS 24,0 for

windows. Pada tahap ini, data bersumber dari lembar tes literasi sains. Adapun

langkah-langkah teknik analisis data yang digunakan sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data tes literasi sains berupa skor yang diperoleh setiap

peserta didik setelah menjawab soal.

b. Setelah mendapatkan hasil skor dari peserta didik, kemudian data yang

didapatkan diolah menggunakan aplikasi SPSS 24,0 for windows untuk

mendapatkan hasil.

Hasil analisis ditampilkan dalam skor-skor atau mean (X) sebagai

berikut:

∑X
X¿
N

(Tiro, 2004)

Keterangan:

X : Skor rata-rata

∑X : Total skor peserta didik

N : Banyaknya peserta didik


28

Untuk standar deviasi diperolah dari persamaan sebagai berikut:


2
( EX )
SD ∑ X − N
2

¿
n−1

(Tiro, 2004)

Keterangan:

SD : Standar Deviasi

∑x : Total skor peserta didik

∑x2 : Total skor peserta didik yang dikuadratkan

N : Banyaknya peserta didik

Untuk menghitung tingkat kemampuan literasi sains peserta didik dapat

digunakan rumus berikut:

R
NP= × 100
SM

(Tiro, 2004)

Keterangan:

NP = Nilai kemampuan literasi sains

R = Jumlah skor soal yang dijawab benar

SM = Skor maksimal dari tes

Tabel 3.4 Kategori Literasi Sains Peserta Didik

Interval Skor Persentase (%) Kategori


18-20 86% ≤ x ≤ 100% Sangat Tinggi
15-17 72% ≤ x < 85% Tinggi
12-14 58% ≤ x < 71% Sedang
9-11 43% ≤ x < 57% Rendah
0-8 0% ≤ x < 43% Sangat Rendah
29

(Sumber: Noviana, et al., 2017)


30

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H. (2018). Membangun Literasi Sains

Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Amin, M. (2017). Sadar Berprofesi Guru Sains, Sadar Literasi: Tantangan Guru di

Abad 21. Prosiding Seminar Nasional III Tahun 2017.

Anjarsari, P. (2014). Literasi Sains dalam Kurikulum dan Pembelajaran IPA

SMP .Prosiding Semnas Pensa VI "Peran Literasi Sains", 602.

Dewi, C. A., Khery, Y., & Erna, M. (2019). An Ethnoscience Study In Chemistry

Learning To Develop Scientific Literacy. Jurnal Pendidikan IPA

Indonesia, 8(2).

Echols, J. M., & Shadily, H. (2014). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Enterprise, J. (2014). SPSS Untuk Pemula. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Fedorov, A., & Mikhaleva, G. (2020). Current Trends in Media and Information

Literacy in Research and Scientific Publications of the Early 21st

Century. International Journal of Media and Information Literacy, 5(2).

Harlina, Ramlawati, & Rusli, M. A. (2020). Deskripsi Kemampuan Literasi Sains

Peserta Didik Kelas IX di SMPN 3 Makassar. Jurnal IPA Terpadu.


31

Hasasiyah, S. H., Hutomo, B. A., Subali, B., & Marwoto, P. (2020). Analisis

Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP Pada Materi Sirkulasi Darah.

Jurnal Penelitian Pendidikan IPA, 5.

Hewi, L., & Shaleh, M. (2020). Refleksi Hasil PISA (The Programme For

International Student Assesment): Upaya Perbaikan Bertumpu Pada

Pendidikan Anak Dini. Jurnal Golden Age.

Jufri, W. A. (2017). Belajar dan Pembelajaran Sains (Modal Dasar Menjadi Guru

Profesional). Bandung: Pustaka Reka Cipta.

Jamaluddin, Jufri, A. W., Ramahani, A., & Azizah, A. (2019). Profil Literasi

Sains dan Keterampilan Berpikir Kritis Pendidikan IPA SMP. Jurnal

Penelitian Pendidikan IPA, Vol 5, No 1. Hal 120-130.

Kemendikbud, P. (2019). Pendidikan di Indonesia: Belajar dari Hasil PISA 2018.

2018- 2019.

Kusumayanti, R. (2021). Peran PPPPTK Matematika Dalam Meningkatkan

Capain PISA.

Lamada, M., Rahman, E. S., & Herawati. (2019). Analisis Kemampuan Literasi

Siswa SMK Negeri di Kota Makassar. Jurnal Media Komunikasi

Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Vol 6, No 1. Hal 35-42.

Narut, Y. F., & Supardi, K. (2019). Literasi Sains Peserta Didik dalam

Pembelajaran IPA di Indonesia. Inovasi Pendidikan Dasar, 62.


32

Nofiana, M., & Julianto, T. (2017). Profil Kemampuan Literasi Sains Siswa SMP

di Kota Purwokerto Ditinjau Dari Aspek Konten, Proses, dan Konteks

Sains. Sains Sosial dan Humaniora, 1(2).

Nofiana, M., & Julianto, T. (2018). Upaya Peningkatan Literasi Sains Siswa

Melalui Pembelajaran Berbasis Keunggulan Lokal. Tadris Pendidikan

Biologi, 27

Novili, W. I., Utari, S., Saepuzaman, D., & Karim, S. (2017). Penerapan Scientific

Approach dalam Upaya Melatihkan Literasi Saintifik dalam Domain

Kompetensi dan Domain Pengetahuan Siswa SMP pada Topik Kalor.

Penelitian Pembelajaran Fisika.

Nofiana, M., & Julianto, T. (2017). Profil Kemampuan LIT Erasisains Siswa SMP

di Kota Purwokerto Ditinjau dari Aspek Konten, Proses, dan Konteks

Sains. Jurnal Sains Sosial dan Humaniora, Vol 1, No 2. hal 77-84.

OECD. (2017). PISA 2015 Assessment and Analytical Frameworks: Science,

Reading, Mathematic, Financial Literacy and Collaboarative Problem

Solving, revised edition.

OECD.(2019). PISA 2018 Assessment and Analytical Frameworks.

doi:https://doi.org/10.17887/b25efab8-en

Panjaitan, L. A. (2020). Pengembangan Literasi Sains di Sekolah. Bogor:

Guepedia.
33

Purwanto, M. N. (2006). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran .

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Puskurbuk. (2017). Konsep Literasi Sains dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Pusat

Kurikulum dan Perbukaan.

Pratiwi, S. N., Cari, C., & Aminah, N. S. (2019). Pembelajaran IPA Abad 21

dengan Literasi Sains Siswa. Jurnal Materi dan Pembelajaran Fisika, Vol

9, No 1. Hal 24-32.

Retnawati, H. (2016). Analisis Kuantitatif Instrumen Penelitian. Yogyakarta:

Parama Publishing.

Ridho, S., Aminah, N. S., & Supriyanto, A. (2018). The Profile of Students’

Scientific Literacy Competence Skill at SMA Batik 2 Surakarta. Jurnal

Penelitian danPengembangan Pendidikan Fisika.

Rini, C. P., Hartantri, S. D., & Amaliyah, A. (2021). Analisis Kemampuan

Literasi Sains Pada Aspek Kompetensi Mahasiswa Program Studi PGSD

FKIP Universitas Muhammadiyah Tangerang. Jurnal Pendidikan Dasar

Nusantara, 166.

Rosidi, I. (2021). Profil Literasi Sains Aspek Kompetensi Siswa Pondok

Pesantren di Masa Pandemi Dengan Menggunakan Penilaian Berbasis

Digital. Jurnal Natural Science Educational, 4(1).

Sari, N. N. (2021). Analisis Kemampuan Literasi Sains Pada Aspek Pengetahuan

dan Proses Sains Siswa Pada Materi Gelombang Bunyi.


34

Subaidah, T., Muharrami, L. K., Rosidi, I., & Ahied, M. (2019). Analisis

Kemampuan Literasi Sains Pada Aspek Konteks dan Knowledge

Menggunakan Cooperative Problem Solving dengan Strategi Heuristik.

Jurnal Science Education Research, 2(2), 113-112.

Toharudin, U., Hendrawati, S., & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi

Sains Peserta Didik . Bandung: Humaniora.

Toharudin, U., Sri, H., & Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains

Peserta Didik. Bandung: Humaniora.

Wulandari, N., & Sholihin, H. (2016). Analisis Kemampuan Literasi Sains Pada

Aspek Pengetahuan Dan Kompetensi Sains Siswa SMP Pada Materi

Kalor. Edusains.

Zakaria, R. M., & Rosdiana, L. (2018). Profil Literasi Sains Peserta Didik Kelas

VII pada Topik Pemanasan Global. Pensa E-jurnal, Vol 6, No 2. Hal 170-

174.

Anda mungkin juga menyukai