ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya kemampuan literasi sains yang dimiliki setiap siswa
agar dapat mengatasi fenomena yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di masyarakat serta
dapat menjelaskan fenomena tersebut berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis tingkat kemampuan literasi sains siswa pada pokok bahasan larutan
elektrolit dan non elektrolit dengan model pembelajaran inkuiri di SMA Negeri 2 Samarinda.
Sampel penelitian adalah 36 siswa kelas X MIPA 2 yang dipilih menggunakan teknik purposive
sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes menggunakan instrumen soal pre-
test dan post-test. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan persamaan Normalisasi
Gain (˂g˃) yang dibagi ke dalam tiga kelompok tingkat kemampuan literasi sains yaitu kelompok
tinggi, sedang dan rendah. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan design penelitian pretest posttest control group design. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata kemampuan literasi sains siswa pada kelompok tinggi sebesar 56%, kelompok
sedang sebesar 36%, sedangkan kelompok rendah sebesar 8%. Secara keseluruhan nilai rata-rata
tingkat kemampuan literasi sains siswa dengan nilai N-gain di pertemuan pertama sebesar 66,5%
dan pertemuan kedua 56,5% termasuk dalam kategori sedang.
Kata kunci: literasi sains, model pembelajaran inkuiri, hasil belajar
dan peringkat 64 untuk membaca dari 70 negara. Hasil kehidupan sehari-hari, sehingga menuntut siswa untuk
ini secara umum membaik khususnya untuk sains dan mengembangkan keterampilannya.
matematika. Pada PISA 2012 lalu, ranking sains dan PISA menentukan tiga prinsip dasar pemilihan
matematika adalah 64 dari 65 sedangkan membaca 61 konten sains yaitu: (1) konsep relevan dengan kondisi
dari 65 negara (OECD-PISA, 2013). Berbagai upaya keseharian siswa; (2) konsep materi merupakan
reformasi pendidikan IPA telah banyak dilakukan di pengetahuan penting sehingga penggunaannya berjangka
Indonesia untuk mewujudkan masyarakat berliterasi sains, panjang; (3) sesuai utnuk tingkat perkembangan anak usia
salah satunya melalui kurikulum. 15 tahun (Rakhmawan, 2015).
Berdasarkan Permendiknas No. 23 tahun 2006 Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari
tentang Standar Kompetensi Lulusan, salah satu butir penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui tingkat
menyebutkan bahwa pelajaran kimia seharusnya dapat kemampuan literasi sains siswa SMA kelas X pokok
membuat siswa melakukan percobaan, antara lain bahasan larutan elektrolit dan non elektrolit dengan model
merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, pembelajaran inkuiri.
menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen,
mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik METODE PENELITIAN
kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan
secara lisan dan tertulis (Direktorat PLP Dirjen Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
Dikdasmen Depdiknas, 2006). adalah deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian adalah 36
siswa kelas X MIPA 2 yang dipilih menggunakan teknik
Derlina dan Afriani (2016) menyatakan bahwa purposive sampling. Aspek literasi sains yang diukur
pembelajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu model dalam penelitian meliputi aspek konten sains, proses
yang berpusat pada siswa dimana dengan inkuiri siswa sains, konteks sains dan sikap sains siswa. instrumen tes
dibimbing untuk berada dalam suatu kondisi yang yang dipakai berupa soal uraian yang dibuat berdasakan
mengharuskan siswa mencari, dan menemukan jawaban- empat aspek literasi sains. Observasi dilakukan dengan
jawaban terhadap pertanyaan dalam proses pembelajaran menggunakan rating scale untuk mengetahui aktivitas
mereka melalui suatu prosedur yang digariskan secara siswa selama pembelajaran serta data angket berdasarkan
jelas dan terstruktur. Pembelajaran inkuiri memungkinkan skala Guttman untuk mengetahui sikap atau tanggapan
siswa menjadi aktif dalam mencari pengetahuan sehingga siswa terhadap pembelajaran inkuiri yang diberikan.
akan meningkatkan makna dari apa yang mereka pelajari. Analisis kemampuan literasi sains siswa dengan
Selain itu menurut Rakhmawan (2015) menyatakan menentukan hasil belajar siswa berdasarkan kategori
bahwa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri lebih kemampuan dengan tahapan sebagai berikut (Arikunto,
baik dalam meningkatkan kemampuan literasi sains 2009) :
siswa. Model pembelajaran inkuiri akan efektif jika
diterapkan pada materi-materi sains sehingga akan 1. Menentukan skor benar yang diperoleh siswa lalu
meningkatkan makna dari pelajaran yang peserta didik diolah menjadi nilai siswa mrnggunakan persamaan
pelajari. (1)
Banyaknya konsep materi dalam mata pelajaran Σ jawaban benar jawaban siswa
Nilai siswa= x100
kimia yang harus diserap siswa dalam waktu yang relatif Σ total soal
terbatas menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam (1)
mempelajari dan memaknai konsep kimia. Salah satu 2. Menghitung nilai rata-rata keseluruhan yang
pokok bahasan dalam ilmu kimia yang memerlukan diperoleh siswa.
pemahaman konsep agar dapat meningkatkan literasi
sains adalah larutan elektrolit dan non elektrolit. 3. Mengelompokkan kemampuan literasi sains siswa
Umumnya materi ini diberikan kepada siswa cukup dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah
dengan mengetahui konten dari materi ini tanpa 4. Mengkategorikan kemampuan literasi sains siswa
menjelaskan lebih lanjut tentang aplikasinya dalam berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh
kehidupan sehari-hari. Pembelajaran sains terutama dalam Arikunto (2009) sesuai Tabel 1.
pembelajaran kimia dapat diperoleh jika siswa memiliki
5. Menentukan peningkatan kemampuan literasi sains
kemampuan literasi sains yang baik. Larutan elektrolit
siswa dengan persamaan Gain ternormalisasi (˂g˃)
dan non elektrolit merupakan materi yang menyajikan
menurut Hake dalam Rakhmawan (2015) sesuai
fakta-fakta tentang peristiwa yang terjadi dalam
persamaan (2)
20
Semnas KPK 2018
21
Semnas KPK 2018
dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok untuk memberikan materi tanpa mengaitkannya dengan
tinggi, sedang, dan rendah sebagaimana pada Tabel 5. kehidupan nyata hal ini terlihat dari jawaban-jawaban
siswa yang masih sangat teoritik sesuai dengan konsep
Kemampuan literasi sains pada aspek konten sains
materi yang diajarkan disekolah dan belum mampu
merupakan kemampuan yang merujuk pada konsep-
mengaplikasikan konsep materi untuk memecahkan
konsep kunci yang diperlukan untuk memahami
masalah-masalah sains yang dijumpai di dalam soal.
fenomena alam dan perubahan yang dilakukan terhadap
alam melalui aktivitas manusia. Tabel 3 menunjukkan Kemampuan literasi sains pada aspek sikap sains
bahwa kemampuan siswa pada aspek konten sains pada merujuk pada respon atau tanggapan yang diberikan oleh
kelompok tinggi lebih tinggi dibandingkan dari kelompok siswa terhadap permasalahan secara ilmiah. Bersikap
sedang dan rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sains memiliki peran penting dalam membuat keputusan
kemampuan literasi sains siswa dalam aspek konten sains untuk mengembangkan pengetahuan yang dimiliki lebih
termasuk tinggi. Hal ini dikarenakan sistem pembelajaran lanjut, menggunakan konsep dan metode ilmiah dalam
di sekolah lebih menekankan pada penguasaan aspek kehidupan nyata siswa. PISA memiliki pandangan
konten. terhadap kemampuan sains tidak hanya selalu mengenai
kecakapan dalam pengetahuan, bagaimana sikap siswa
Kemampuan literasi sains pada aspek proses sains
terhadap pengetahuan. Melainkan juga kemampuan sains
merujuk pada proses mental yang terlibat ketika
seseorang di dalamnya memuat sikap-sikap tertentu,
menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah
seperti kepercayaan, termotivasi, pemahaman diri dan
seperti memngidentifikasi dan menginterpretasi bukti
nilai-nilai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
serta menerangkan kesimpulan. Aktivitas siswa dalam
kemampuan literasi sains siswa pada kelompok tinggi
sains selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan
dalam aspek sikap sains masih tergolong cukup baik,
yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Dengan
sedangkan siswa kelompok sedang dan rendah masih
demikian, sains bukan hanya kumpulan pengetahuan
tergolong kurang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
tentang benda atau materi dan perubahannya tetapi
dilakukan oleh Diana, dkk (2015) yang menyatakan
menyangkut cara kerja, cara berpikir dan cara
bahwa seharusnya siswa yang dimasukkan dalam
memecahkan masalah. Hasil penelitian menunjukkan
peminatan IPA memiliki ketertarikan dan motivasi serta
kemampuan literasi sains siswa dalam aspek proses sains
aspek-aspek afektif lainnya yang tinggi terhadap IPA.
pada kelompok tinggi termasuk kategori baik
Kenyataannya siswa SMA hanya memiliki nilai literasi
dibandingkan pada kelompok sedang dan rendah.
sains ranah afektif dalam kategori cukup. Kemungkinan
Berdasarkan hasil observasi masih ada beberapa siswa
besar pembelajaran di sekolah lebih menekankan
yang kurang memperhatikan atau mempedulikan proses
penguasaan konsep, kurag mengasah berpikir kritis siswa
praktikum yang berlangsung sehingga kesulitan
yang berkaitan dengan aspek literasi sains.
menjawab soal literasi sains pada aspek proses sains. Hal
itu menyebabkan kemampuan literasi sains siswa pada
aspek proses sains lebih rendah dibandingkan pada aspek
SIMPULAN
konten. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
secara keseluruhan nilai rata-rata siswa kelas X MIPA 2
Kemampuan literasi sains pada aspek konteks sains
pada kemampuan literasi sains di kelompok tinggi sebesar
merujuk pada situasi dalam kehidupan sehari-hari yang
56%, kelompok sedang sebesar 36%, sedangkan
menjadi tempat untuk mengaplikasikan proses dan
kelompok rendah sebesar 8%. Peningkatan kemampuan
pemahaman konsep sains. PISA dalam hal ini membagi
literasi sains siswa pada pertemuan pertama sebesar
bidang aplikasi sains ke dalam tiga kelompok, yakni
66,5% dan pertemuan kedua sebesar 56,5% berdasarkan
kehidupan dan kesehatan, bumi dan lingkungan, serta
perhitungan N-gain ini termasuk dalam kategori sedang.
teknologi. Situasi nyata yang menjadi konteks aplikasi
sains dalam PISA tidak secara khusus diangkat dari
UCAPAN TERIMA KASIH
materi yang dipelajari di sekolah, melainkan diangkat dari
kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
kemampuan literasi sains siswa dalam aspek konteks sekolah SMA Negeri 2 Samarinda yang telah memberikan
sains tergolong cukup baik pada kelompok tinggi. izin untuk melakukan penelitian di sekolah, serta guru dan
Sedangkan kelompok sedang dan rendah lebih rendah. staf TU yang telah memberikan bantuan kepada peneliti.
Dilihat pada saat siswa mengerjakan soal, kebanyakan
siswa merasa bingung untuk menjawab soal pada aspek DAFTAR PUSTAKA
konteks sains. Hal ini dikarenakan kecenderungan guru
22
Semnas KPK 2018
Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Morris, F., Mehr, P., & Mor, L. (2003). Development of a
Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. MDS Cognitive Performance Scale. Journal of
Gerontology, 4 (49).
Derlina, & Afriani, N. (2016). Efek Penggunaan Model
Pembelajaran Inquiry Training Berbantuan Media OECD-PISA. (2013). PISA 2012 Assesment and
Visual dan Kreativitas terhadap Keterampilan Proses Analytical Framework mathematics, reading, science,
Sains Siswa. Cakrawala Pendidikan, 1 (2). problem solving and financial literacy. OECD
Publishing Online. DOI: 10.1787/9789264190511-en.
Diana, S., Rachmatulloh, A., & Rahmawati, E. (2015).
Profil Kemampuan Literasi Sains Siswa SMA Rakhmawan, A. (2015). Perancangan Pembelajaran
Berdasakan Instrumen Scientfic Literacy Assesments Literasi Sains Berbasis Inkuiri Pada Kegiatan
(SAL). Seminar NAsional XII . Surakarta: Pendidikan Laboratorium. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran
Biologi UNS. IPA, 1 (1).
Islami, E., Nahadi, & Permanasari, A. (2016). Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Dpdiknas RI. (2006).
Membangun Literasi Sains Siswa Pada Konsep Asam Pedoman Penunjang Kurikulum 2004: Pedoman
Basa Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. JPPI, Memilih dan Menyusun Bahan Ajar. Jakarta:
2(2). Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas
23