ISSN 1412-565 X
(Syifa Jauhar Nafisah) e-ISSN 2541-4135
ABSTRAK
Penelitian ini didasarkan pada fenomena remaja asuh yang mengalami disorientasi masalah
kehidupan karena ditinggalkan orang tua sehingga mereka kehilangan sosok ideal dan menjadi
ditempatkan di panti asuhan. Hal Ini telah memicu mereka untuk memiliki arti hidup yang
rendah (tidak berarti). Tujuan penelitian untuk mengetahui, memahami, dan menafsirkan fakta
remaja yang tinggal di panti asuhan melalui tiga komponen makna kehidupan, yaitu; 1) nilai
kreatif, 2) nilai experiental, 3) nilai sikap. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif yang dilakukan pada dua orang remaja di Pusat Perlindungan Sosial Anak
(BPSAA) dengan latar belakang keluarga yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
komponen makna kehidupan adalah: (1) nilai kreatif direalisasikan dengan mengikuti kegiatan
remaja seperti kegiatan ekstrakurikuler atau lingkungan seperti bertani, (2) nilai apresiasi yang
diperoleh dari dukungan yang diperoleh dari keluarga dan wali asuh. (3) nilai sikap diwujudkan
dalam tanggung jawab atas sikap yang dilakukan dan menikmati kebersamaan dengan keluarga
asuh. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa proses penghayatan tetang kebermaknaan
(meaningfull) hidup pada remaja di Pusat Perlindungan Sosial Anak (BPSAA) berbeda satu
sama lain. Oleh karena itu, disarankan untuk pembina panti asuhan untuk memahami kakarakter
masing- masing anak asuhnya.
Kata kunci: Arti kehidupan, dan Remaja asuh.
ABSTRACT
This research is based on the phenomenon of foster teenagers experiencing disorientation of life
problems due to the abandonment of parents so that they lose the ideal figure and become placed
in an orphanage. This has triggered them to have a meaning of life (meaningless). The purpose
of research to know, understand, and interpret the facts of adolescents living in orphanages
through three components of the meaning of life, namely; 1) creative value, 2) experiental
value, 3) attitude value. This research used qualitative method with descriptive approach done
to two adolescents at Child Social Protection Center with different family background. The
result showed that the components of meaning of life are: (1) creative value is realized by
following the activities of adolescents such as extracurricular activities or environment such as
farming, (2) appreciation value obtained from the support obtained from family and foster care.
(3) the value of attitudes is manifested in the responsibility for attitudes made and enjoying
togetherness with foster families. The results of this research can be concluded that the process
of appreciation of meaningfulness living in adolescents at the Child Social Protection Center is
different from each other. Therefore, it is advisable for the orphanage builder to understand the
character of each foster child.
Keywords: meaning of life, and foster teenager
purpose of life). Selain itu, Frankl (2008) memberi waktu kepadanya untuk mencoba
mendefinisikan kebermaknaan hidup sebagai gaya hidup yang berbeda dan menentukan
keadaan yang menunjukkan sejauh mana pola perilaku, nilai dan sifat yang paling
seseorang telah mengalami dan menghayati sesuai bagi dirinya.
kebermaknaan hidupnya menurut sudut Saat ini semakin berkembang bentuk
pandang dirinya sendiri (Bukhori, 2006). penyimpangan perilaku yang dilakukan
Jika makna hidup tersebut berhasil terpenuhi, remaja. Kenakalan remaja tidak hanya
seseorang akan merasakan kehidupan yang berbentuk bolos sekolah, mencuri kecil-
berarti dan pada akhirnya menimbulkan kecilan, tidak patuh pada orang tua, tetapi
perasaan bahagia (happiness) (Bastaman, mengarah pada tindakan kriminal, seperti
2007). perkelahian masal antar pelajar (tawuran)
Manusia pada dasarnya selalu dalam yang menyebabkan kematian, perkosaan,
pencarian makna dan identitas pribadi (Corey, pembunuhan dan lain-lain. Di Indonesia
2010), termasuk di dalamnya seorang remaja. tercatat pada Direktorat Bimbingan
Memasuki masa remaja berarti memasuki Masyarakat POLRI, bahwa pada tahun 1994
tahap storm and stress dalam perkembangan menangkap 1.261 pelaku perkelahian antar
jiwa manusia, yaitu masa remaja yang penuh pelajar dan pada tahun 1998 data ini telah
dengan masalah, tuntutan, dan tekanan meningkat menjadi 18.946 pelaku yang
hidup. Hurlock (1997) menyatakan bahwa ditangkap (Justika, 1999).
masa remaja adalah masa kritis identitas atau Fenomena selanjutnya menunjukkan,
masalah identitas–ego remaja. Identitas diri Anak-anak yang kurang mendapatkan
yang dicari remaja tersebut setidaknya berupa perhatian dan kasih sayang dari orang tua
usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan selalu merasa tidak aman, merasa kehilangan
apa perannya dalam masyarakat. tempat berlindung dan tempat berpijak. Di
Santrock (2007) menyatakan bahwa pada kemudian hari mereka akan mengembangkan
masa remaja, perkembangan kognitif remaja reaksi kompensatoris dalam bentuk dendam
sudah mencapai tahap formal operasional. dan sikap bermusuh terhadap dunia luar.
Tahap perkembangan moral mereka pun sudah Anak-anak tadi mulai menghilang dari
mulai mengembangkan moralitas internal, rumah, lebih suka bergelandangan dan
dengan tahap perkemabangan tersebut mencari kesenangan hidup yang imginer di
remaja dapat memahami dan menghayati tempat-tempat lain. Dia mulai berbohong
kepentingan keberadaan hidupnya menurut dan mencuri untuk menarik perhatian dan
sudut pandang dirinya sendiri. mengganggu orang tuanya. Atau ia mulai
Lebih lanjut Hurlock (1997) menjelaskan mengembangkan reaksi kompensatoris
bahwa perkembangan remaja meliputi negatif untuk mendapatkan keenakan dan
perubahan fisik, perubahan emosi, dan kepuasan hidup dengan melakukan perbuatan
perubahan sosial. Remaja bukan lagi seorang kriminal.
anak dan juga bukan seorang dewasa. Masa Menanggapi hal tersebut, Bastaman
transisi ini menguntungkan mereka karena (2007) mengatakan individu yang tidak
berhasil menemukan dan memenuhi makna artinya terdapat pada setiap masyarakat di
hidupnya biasanya menimbulkan semacam dunia atau sistem sosial yang terpancang
frustasi eksistensial dimana individu merasa dalam sistem sosial yang lebih besar.
tidak mampu lagi mengatasi masalah- Keberfungsian keluarga sangat mem-
masalah personalnya secara efisien, merasa pengaruhi perkembangan psikis dan
hampa, tidak bersemangat dan merasa tidak moralitas anggota keluarganya. Diantara
memiliki tujuan hidup. Kata eksistensial fungsi keluarga adalah fungsi agama yang
dalam hal ini memiliki tiga arti, yaitu: (1) akan menuntun remaja untuk memiliki
Keberadaan manusia itu sendiri atau cara pedoman hidup yang benar. Pencarian
khusus manusia dalam menjalani hidupnya; makna hidup bagi remaja menjadi sangatlah
(2) Makna hidup; dan (3) Perjuangan penting. Hal ini menjadi sangat penting untuk
manusia untuk menemukan makna hidup, kebahagiaan hidupnya. Seyogyanya remaja
dengan kata lain, keinginan seseorang harus menghadapi pilihan-pilihan yang akan
untuk mencari makna hidup (Frankl, 2008). membentuk sisa hidupnya. Pemilihan tujuan
Selain itu menurut Rivlin, dkk (2010) dan hidup merupakan tema pokok (Sobur, 2009).
Blackburn dan Owens (2015), individu yang Dalam hal ini, disfungsi keluarga dalam
tidak mampu memaknai dan menikmati pembentukan remaja atau anak-anak yang
hidupnya (meaningless) mengakibatkan bermasalah dengan keluarganya hingga
dirinya depresi. menjadikan mereka terlantar di wadahi
Berdasarkan hasil survey di San Francisco oleh suatu lembaga yang disebut dengan
mengenai tingkat makna hidup oleh panti asuhan. Panti asuhan merupakan
Diana Young bahwa orang tua menempati suatu lembaga yang sangat popular untuk
posisi paling tinggi meskipun mengalami membentuk perkembangan anak-anak yang
perceraian, orang lanjut usia menempati tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak
posisi kedua meskipun lelah atau sakit, dan tinggal bersama dengan keluarga. Anak-
remaja menempati posisi paling rendah. anak panti asuhan diasuh oleh pengasuh
Penelitian lain yang dilakukan oleh Augustine yang menggantikan peran orang tua dalam
Meier menyatakan, tingkat makna terendah mengasuh, menjaga dan mendidik mereka
ditempati oleh remaja yang berusia 17-19 agar menjadi manusia dewasa yang berguna
tahun, diikuti oleh remaja yang berusia 13- dan bertanggung jawab atas dirinya dan
15 tahun. terhadap masyarakat di kemudian hari.
Banyak hal yang mempengaruhi Berdasarkan latar belakng tersebut,
perkembangan remaja (untuk menemukan penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
makna hidupnya). Salah satu lingkungan lebih objektif mengenai fakta remaja yang
yang berperan membantu remaja agar tinggal di panti asuhan dalam memaknai
menjadi lebih baik dan siap menghadapi kehidupannya melalui tiga komponen yaitu:
tugas perkembangan adalah keluarga. (1) nilai kreatif; (2) nilai experiental; dan (3)
Menurut Yusuf (2008), keluarga merupakan nilai sikap.
unit sosial terkecil yang bersifat universal,
PENGALAMAN TRAGIS
Ditinggalkan oleh sosok ayah dari kecil, tempat
tinggal habis ketika muncul masalah GAM di aceh,
keluarga yang tidak memiliki biaya untuk bertahan
hidup
SELF-INSIGHT
akibat dari sikapnya, SM mendapatkan pengarahan dari ibu
asuh sehingga SM mengubah sikapnya ke arah yang lebih
baik, bersikap sabar atas pengalaman tragisnya
Gambar 1
Skema Makna Hidup SM
dukungan sosial baik dari keluarga, pengasuh Balai Perlindungan Sosial Asuhan Anak atau
di Balai Perlindungan Sosial Asuhan Anak pun sekolah. (2) HS menunjukkan perubahan
dan teman-temannya. (3) Nilai bersikap positif setelah mereka mendapatkan
(attitudinal values) ditunjukkan dengan dukungan sosial baik dari keluarga, pengasuh
menerima statusnya sebagai anak asuh yang di Balai Perlindungan Sosial Asuhan Anak
tinggal di Balai Perlindungan Sosial Asuhan dan teman-temannya (3) Nilai bersikap
Anak (BPSAA) dengan penuh tanggung (attitudinal values) ditunjukkan dengan
jawab. menerima statusnya sebagai anak asuh yang
Berdasarkan gambar 2, kebermaknaan tinggal di Balai Perlindungan Sosial Asuhan
hidup pada subjek HS dijelaskan sebagai Anak (BPSAA) dengan tanggung jawab dan
berikut: (1) Nilai kreatif (creative values) kesabaran.
subjek HS diwujudkan dalam bentuk kegiatan
dengan mengikuti kegiatan ektrakurikuler di
PENGALAMAN TRAGIS
(ditinggalkan oleh sosok ayah sejak usia 5 tahun, ibu
meninggalkan keluarganya, keluarga lain tidak mampu
membiayai pendidikannya, karena HS anak laki-laki
satu-satunya yang herus berhasil, kakaknya
meninggalkan HS)
SELF INSIGHT
Dari sikap meaningless, HS beberapa kali mendapatkan hukuman dan
peringatan dari pengasuh di Balai Perlindungan Sosial Asuhan Anak.
Hal itu membuat sedikit demi sedikit HS jera terhadap kebiasaannya.
Pemahaman diri HS pun muncul dari latar belakang pendidikan HS
sebagai siswa MAN dan lulusan MTs, sehingga memiliki dasar ilmu
agama yang cukup baik.
Gambar 2
Skema Makna Hidup Subjek HS
Dari kedua subjek tersebut melalui sosial anak yang salah satunya yaitu panti
pola pengasuhan dan pendidikan di panti asuhan adalah sebagai berikut:
asuhan dapat memfasilitasi anak asuhnya 1. Pengasuh harus bertanggung jawab
dalam menemukan kebermaknan hidupnya. terhadapa setiap anak asuh dan
Keberhasilan pembinaan dan pendidikan di melaksanakan tugas sebagai pengasuh
panti asuhan tersebut tentu tidak terlepas dari serta tidak merangkap tugas lainnya untuk
peran pengasuh (panti asuhan), karena dalam mengoptimalkan pengasuhan.
masa tumbuh kembang anak, peran orang tua 2. Setiap pengasuh harus memiliki
asuh sangatlah penting. Menurut peraturan kompetensi dan pengalamana dalam
menteri sosial republik indnesia Nomor pengasuhan anak serta kemauan untuk
30/HUK/2011 tentang standar nasional mengasuh yang dalam pelaksanaannya
pengasuhan untuk lembaga kesejahteraan mendapat supervisi dari pekerja sosial
Jurnal Penelitian Pendidikan 39
Arti Kehidupan Anak Asuh Panti Asuhan .... ISSN 1412-565 X
(Syifa Jauhar Nafisah) e-ISSN 2541-4135
atau dinas sosial/kesejahteraan sosial. tidak perlu selalu dikaitkan dengan hal-hal
3. Pengadaan pengasuh harus mem- yang serba abstrak-filosofis, tujuan-tujuan
pertimbangkan isu gender serta kebutuhan idealistis, dan prestasi-prestasi akademis
anak berdasarkan usia dan tahap yang serba menakjubkan. Ketiga, memberi
perkembangan mereka. pedoman dan arah terhadap kegiatan-kegiatan
Selain itu, peningkatan kebermaknaan kita,sehingga makna hidup itu seakan-akan
hidup subjek juga dipengaruhi oleh faktor “menantang” kita untuk memenuhinya.
internal yakni faktor kognitif. Sebagaimana
menurut (Wong, 2011) bahwa kebermaknaan SIMPULAN
hidup merupakan suatu sistem kognitif yang Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan
dibangun oleh individu untuk mencapai bahwa proses penghayatan tetang
kehidupan yang bermakna. kebermaknaan (meaningfull) hidup pada
Di sisi lain dari hasil penelitian di atas, remaja di Pusat Perlindungan Sosial Anak
peneliti dapat menarik benang merah tentang (BPSAA) berbeda satu sama lain. Sehingga
sifat khusus dari makna hidup sebagaimana disarankan pada pembina panti asuhan untuk
disampaikan oleh Bastaman (2007), yaitu: memahami kakarakter masing- masing
Pertama, makna hidup sifatnya unik, pribadi anak asuhnya, sehingga tepat sasaran dalam
dan temporer, artinya apa yang dianggap memberikan pelayanan sesuai dengan
berarti oleh seseorang belum tentu berarti potensi yang dimiliki masing-masing anak.
pula bagi seorang lain. Mungkin pula apa Selain itu, bagi peneliti yang tertarik untuk
yang dianggap penting dan bermakna pada melanjutkan mengenai makna hidup remaja
saat ini bagi seseorang, belum tentu sama bisa dilanjutkan lebih mendalam dengan
bermaknanya bagi orang itu pada saat lain. menambahkan variable lain mengenai
Kedua, spesifik dan nyata, dalam artian makna “Pengaruh pembinaan panti asuhan terhadap
hidup benar-benar dapat ditemukan dalam kebermaknaan hidup remaja”.
pengalaman dan kehidupan sehari-hari, serta
DAFTAR RUJUKAN
Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan untuk menemukan makna
hidup dan meraih hidup bermakna. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Blackburn, L., & Owens, G. P. (2015). The effect of self-efficacy a meaning in life on post-
traumatic stress disorder (PTSD) & depression severity among Veterans. Journal of
clinical psychology. 71 (3). Hlm. 219-227.
Bukhori, B. (2006). Kesehatan Mental Mahasiswa Ditinjau Dari Religiusitas Dan Kebermaknaan
Hidup. Jurnal Psikologika. 22 (11). Hlm
Corey, G. (2010). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Frankl, V. E. (2008). Optimisme di Tengah Tragedi, Analisis Logoterapi, Terjemahan.
Hurlock, E. B. (1997). Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayanti & Sijabat, Max R. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Justika, S. B. (1999). Menuju Masyarakat yang Berketahanan Sosial: Pelajaran dari Krisis.