Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP DASAR IPS SD

“STUDI KASUS KORUPSI BUPATI PROBOLINGGO”

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi UAS Mata Kuliah Konsep Dasar IPS SD

Yang Diampu oleh Ibu Durrotun Nafisah, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelas 2023B Kelompok 5

Salsabila Mahira (22010644042)


Brillia Cantika A. (23010644013)
Nykken Nur R. (23010644017)
Ainun Zazilah (23010644026)
Naura Diki A. F. (23010644038)
Triza Girinda A. (23010644039)

PRODI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Studi Kasus Korupsi
Bupati Probolinggo ini dengan baik.

Adapaun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi Ujian Akhir
Semester pada mata kuliah Konsep Dasar IPS SD tahun 2023/2024. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai kasus bagi pembaca serta penyusun.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Durrotun Nafisah, M.Pd selaku dosen
mata kuliah Konsep Dasar IPS SD yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menambah pengetahuan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu selama proses penyususnan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar
kami dapat menjadi lebih baik kedepannya.

Surabaya, 4 Desember 2023

Penulis (Kelompok 5)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................. 2
D. Manfaat ................................................................................................................ 2

BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................................................... 3

A. Pengertian ............................................................................................................ 3
B. Sejarah Korupsi .................................................................................................... 3
C. Faktor Korupsi ..................................................................................................... 8
D. Kronologi ............................................................................................................. 9
E. Analisis Keterkaitan Kasus Dengan Konsep Dasar IPS ...................................... 11

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 13

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi di kalangan para petinggi merupakan masalah yang serius di
Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai kasus korupsi yang melibatkan para petinggi,
seperti kasus korupsi yang melibatkan Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, dan
suaminya, Hasan Aminuddin, terjadi pada tahun 2021. Mereka tertangkap operasi
tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 30 Agustus 2021. Mereka terbukti melakukan
jual beli jabatan kepala kecamatan dan kepala desa. Keunikan dari kasus korupsi ini
adalah mereka merupakan suami istri yang sama-sama menjabat sebagai Bupati
Probolinggo. Kasus korupsi ini melibatkan keluarga dan menunjukkan dampak dari
dinasti politik yang terbangun. Kasus korupsi ini menjadi sorotan media dan telah
diputus oleh KPK.
Selain kasus korupsi Bupati Probolinggo, korupsi merupakan masalah serius
di Indonesia. Korupsi merugikan negara dan masyarakat serta menghambat
pembangunan. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas bagi
pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Untuk mengatasi korupsi, diperlukan upaya pencegahan dan penindakan yang
tegas. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara serta memperkuat sistem
pengawasan dan pengendalian. Sementara itu, penindakan korupsi harus dilakukan
secara adil dan tegas tanpa pandang bulu.
Dalam kasus korupsi Bupati Probolinggo, KPK telah menindak tegas pelaku
korupsi dan memenjarakan mereka selama 4 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberantasan korupsi di Indonesia sedang berjalan dan harus terus ditingkatkan.
Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai
korupsi serta menganalisis keterkaitan korupsi dengan Konsep Dasar IPS.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu korupsi?
2. Bagaimana sejarah korupsi di Indonesia?
3. Bagaimana kronologi terjadinya kasus korupsi Bupati Probolinggo?
4. Apa dampak dari kasus korupsi Bupati Probolinggo?
5. Apa faktor penyebab dari kasus korupsi Bupati Probolinggo?
6. Bagaimana solusi dari kasus korupsi Bupati Probolinggo?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian korupsi.
2. Mengetahui sejarah korupsi di Indonesia.
3. Mengetahui kronologi terjadinya kasus korupsi Bupati Probolinggo.
4. Mengetahui dampak dari kasus korupsi Bupati Probolinggo.
5. Mengetahui faktor penyebab dari kasus korupsi Bupati Probolinggo.
6. Mengetahui solusi dari kasus korupsi Bupati Probolinggo.
D. Manfaat
Berikut adalah manfaat dari penulisan dan penyusunan makalah tentang studi
kasus korupsi Bupati Probolinggo.
 Meningkatkan pemahaman penulis yang mendalam mengenai kasus korupsi
ini sehingga dapat memberikan wawasan tambahan serta pemahaman yang
baik mengenai korupsi.
 Memeberikan pengetahuan mengenai korupsi secara menyeluruh sehingga
dapat memberikan pemahaman kepada para pembaca.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian
1. Pendapat Para Ahli
a. Korupsi adalah suatu perilaku menyimpang dari tugas resmi jabatan yang
dimilikinya, di mana dengan mendapatkan keuntungan atas status atau uang
yang menyangkut diri sendiri sehingga melanggar aturan pelaksanaan
menyangkur dengan tingkah laku pribadi (Sofhian, 2020).
b. Menurut (Muhammad Ali : 1998) mengemukakan bahwa :
1) Korup artinya busuk, suka menerima uang suap atau sogok, memakai
kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
2) Korupsi artinya perbuatan busuk, seperti penggelapan uang,
penerimaan uang sogok, dan sebagainya, dan
3) Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

2. Pengertian Umum
Korupsi adalah sesuatu yang merusak, jahat, serta busuk dengan
menyangkut beberapa hal berdasarkan perbuatan-perbuatan korupsi tersebut,
yaitu memiliki sifat yang amoral, menyangkut instansi atau aparatur
pemerintahan, penyalahgunaan kekuasaan saat menjabat, penyusunan anggota
keluarga ke dalam pemerintahan, dan lain sebagainya (Rasyidi, n.d.).

B. Sejarah Korupsi
1. Sejarah Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia sudah "membudaya" sejak dulu, sebelum dan
sesudah kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era
Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun
hasilnya masih jauh panggang dari api. Sejarawan di Indonesia umumnya kurang
tertarik memfokuskan kajiannya pada sejarah ekonomi, khususnya seputar
korupsi yang berkaitan dengan kekuasaan yang dilakukan oleh para bangsawan
kerajaan, kesultanan, pegawai Belanda (Amtenaren dan Binenland Bestuur)

3
maupun pemerintah Hindia Belanda sendiri. Sejarawan lebih tertarik pada
pengkajian sejarah politik dan sosial, padahal dampak yang ditimbulkan dari
aspek sejarah ekonomi itu, khususnya dalam “budaya korupsi” yang sudah
mendarah daging mampu mempengaruhi bahkan merubah peta perpolitikan, baik
dalam skala lokal yaitu lingkup kerajaan yang bersangkutan maupun skala besar
yaitu sistem dan pola pemerintahan di Nusantara ini. Sistem dan pola itu dengan
kuat mengajarkan “perilaku curang, culas, uncivilian, amoral, oportunis dan lain-
lain” dan banyak menimbulkan tragedi yang teramat dahsyat.
Disebutkan juga awal korupsi ini juga bersangkutan dengan era VOC
juga, yang dimana tindak korupsi pada masa itu dijatuhkan bagi kaum koruptor
adalah dari diasingkan hingga hukuman mati dengan digantung di lapangan lalu
menjadi tontonan masyarakat agar memiliki efek jera. Sementara di era Indonesia
sendiri, belum ada koruptor yang dihukum mati. Bahkan saat VOC berakhir di
Indonesia akibat bangkrut karena korupsi. Saat ini korupsi masih terus berlanjut
di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan adanya kasus pejabat yang marak terjadi
di masa kini. Salah satunya adalah kasus Bupati Probolinggo yang terbukti
melakukan korupsi pada kasus kali ini.
Terdapat juga beberapa macam era lain korupsi diantaranya sebagai
berikut :
a. Era Sebelum Indonesia Merdeka
Sejarah sebelum Indonesia merdeka sudah diwarnai oleh “budaya-
tradisi korupsi” yang tidak berhenti karena didorong oleh motif kekuasaan,
kekayaan, dan wanita. Tradisi korupsi berjalin dengan perebutan kekuasaan
di Kerajaan Singosari (sampai tujuh keturunan saling membalas dendam
berebut kekuasaan : Anusopati-Tohjoyo-Ranggawuni-Mahesa Wongateleng
dan seterusnya), Majapahit (pemberontakan Kuti, Narnbi, Suro dan lain-lain),
Demak (Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang), Banten (Sultan Haji
merebut tahta dari ayahnya, Sultan Ageng Tirtoyoso), perlawanan rakyat
terhadap Belanda dan seterusnya sampai terjadinya beberapa kali peralihan
kekuasaan di Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di
Indonesia.

Adanya istilah CS peraturan (teori atau bunyi hukumnya) dalam CS


sebenarnya sangat “manusiawi” dan sangat “beradab”, namun pelaksanaan

4
yang sangat tidak manusiawi, mirip Dwang Stelsel (DS), yang artinya
“Sistem Pemaksaan”. Itu sebabnya mengapa sebagian besar pengajar, guru
atau dosen sejarah di Indonesia mengganti sebutan CS menjadi DS.
mengganti ungkapan “Sistem Pembudayaan” menjadi “Tanam Paksa”.

Berikut adalah bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh CS,


antara lain sebagai berikut.

1) Penduduk diwajibkan menanam 1/5 dari tanah miliknya dengan


tanaman yang laku dijual di pasar internasional (Kopi, Tembakau,
Cengkeh, Kina, Tebu dan boleh juga Padi, bukan seperti sebelumnya
yang lebih suka ditanam penduduk yaitu pete, jengkol, sayur-sayuran,
padi dan lain-lain). Namun praktiknya ada yang dipaksa oleh
“Belanda Item” (orang Indonesia yang bekerja untuk Belanda)
menjadi 2/5, 4/5 dan ada yang seluruh lahan ditanami dengan
tanaman kesukaan Belanda.
2) Tanah yang ditanami tersebut (1/5) tidak dipungut pajak, namun
dalam praktiknya penduduk tetap diwajibkan membayar (meskipun
yang sering melakukan korupsi belum tentu Belanda)
3) Penduduk yang tidak mempunyai tanah diwajibkan bekerja di
perkebunan atau perusahaan Belanda selama umur padi (3,5 bulan).
Namun, praktiknya ada yang sampai 1 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan
bahkan ada yang sampai mati. Jika ada yang tertangkap karena berani
melarikan diri maka akan mendapat hukuman cambuk (poenali
sanksi).

b. Era Pasca Kemerdekaan


Dijelaskan budaya korupsi yang sudah mendarah daging sejak awal
sejarah Indonesia dimulai seperti telah diuraikan di muka, rupanya kambuh
lagi di Era Pasca Kemerdekaan Indonesia, baik di Era Orde Lama maupun di
Era Orde Baru.

Titik tekan dalam persoalan korupsi sebenarnya adalah masyarakat


masih belum melihat kesungguhan pemerintah dalam upaya memberantas
korupsi. Ibarat penyakit, sebenarnya sudah ditemukan penyebabnya, namun
obat mujarab untuk penyembuhan belum bisa ditemukan. Salah satu tugas

5
Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan mengisi
formulir yang disediakan – istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat negara.
Dalam perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir
tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar
formulir itu tidak diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden.

Usaha Paran akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat


berlindung di balik Presiden. Di sisi lain, karena pergolakan di daerah-daerah
sedang memanas sehingga tugas Paran akhirnya diserahkan kembali kepada
pemerintah (Kabinet Juanda).

Tahun 1963 melalui Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya


pemberantasan korupsi kembali digalakkan. Nasution yang saat itu menjabat
sebagai Menkohankam/Kasab ditunjuk kembali sebagai ketua dibantu oleh
Wiryono Prodjodikusumo. Tugas mereka lebih berat, yaitu meneruskan
kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan.

c. Era Orde Lama


Dasar Hukum : KUHP (awal), UU 24 tahun 1960, Pemberitaan dugaan
korupsi Ruslan Abdulgani menyebabkan koran tersebut kemudian di bredel.
Kasus 14 Agustus 1956 ini adalah peristiwa kegagalan pemberantasan
korupsi yang pertama di Indonesia, dimana atas intervensi PM Ali
Sastroamidjoyo,Ruslan Abdulgani sang menteri luar negeri, gagal ditangkap
oleh Polisi Militer. Sebelumnya Lie Hok Thay mengaku memberikan satu
setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh dari ongkos
cetak kartu suara pemilu.Syamsudin Sutan Makmur, dan Direktur Percetakan
Negara,Pieter de Queljoe berhasil ditangkap. Mochtar Lubis dan Rosihan
Anwar kemudian di penjara tahun 1961 karena dianggap sebagai lawan
politik Sukarno.

Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia


tahun 1958 dipandang sebagai titik awal berkembangnya korupsi di
Indonesia. Upaya Jenderal AH Nasution mencegah kekacauan dengan
menempatkan perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah Penguasa
Darurat Militer justru melahirkan korupsi di tubuh TNI. Jenderal Nasution

6
sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini, namun kurang
berhasil.

Pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa


institusi :

1) Tim Tastipikor (Tindak Pidana Korupsi)


2) Komisi Pemberantasan Korupsi
3) Kepolisian
4) Kejaksaan
5) BPKP
6) Lembaga non-pemerintah: Media massa Organisasi massa

d. Era Orde Baru


Pada pidato kenegaraan di depan anggota DPR/MPR tanggal 16
Agustus 1967, Pj Presiden Soeharto menyalahkan rezim Orde Lama yang
tidak mampu memberantas korupsi sehingga segala kebijakan ekonomi dan
politik berpusat di Istana. Pidato itu memberi isyarat bahwa Soeharto
bertekad untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud
dari tekad itu tidak lama kemudian dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi
(TPK) yang diketuai Jaksa Agung.

Tahun 1970, terdorong oleh tindakan yang tidak serius TPK dalam
memberantas korupsi seperti komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar
melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan TPK. Perusahaan-perusahaan
negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan banyak disorot
masyarakat karena dianggap sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang
protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi
Soeharto dengan membentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua
yang dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr
Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugas mereka yang utama adalah
membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT
Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Namun kornite ini hanya “macan
ompong” karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di Pertamina tidak
direspon pemerintah.

7
e. Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya korupsi lebih banyak
dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir
seluruh elemen penyelenggara negara sudah terjangkit “Virus Korupsi” yang
sangat ganas. Di era pemerintahan Orde Baru, korupsi sudah membudaya
karena kebenarannya tidak terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan
meluruskan dan melakukan koreksi total terhadap Orde Lama serta
melaksanakan Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan konsekuen, namun
yang terjadi justru Orde Baru lama-lama rnenjadi Orde Lama juga dan
Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah diamalkan secara murni.

C. FAKTOR KORUPSI
Terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri pelaku atau dari pelaku luar.
Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu:

1. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat
dilihat ketika terjadi ketidakstabilan politik, kepentingan politis para penguasa
kekuasaan, bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan

2. Faktor Ekonomi
Faktor Ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal
itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.

3. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk
sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban
korupsi atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi
karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi (Tunggal
2000).

4. Faktor Hukum
Faktor Hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-
undangan dan sisi lain lemahnya penegak hukum. Dari faktor-faktor tersebut
saling berkaitan satu sama lain. Sedangkan jika kita menganalisis masing-masing

8
faktor penyebab korupsi tersebut. Pelaku korupsi paling banyak terdapat pada
politik dan hukum. Semua faktor memberikan pengaruh.

D. KRONOLOGI
Semua berawal dari kemunduran agenda Pemilihan Kepala Desa tahap II di
Kabupaten Probolinggo yang seharusnya diselenggarakan pada tanggal 27 Desember
2021. Kabupaten Probolinggo terhitung sebanyak 252 kepala desa dari 24 kecamatan
telah menyelesaikan masa tugasnya sejak tanggal 9 September 2021. Akibat dari hal
tersebut, kursi jabatan kepala desa mengalami kekosongan sementara dan untuk
mengatasinya, para pejabat dari ASN Pemkab Probolinggo memberi usulan camat
dipilih sebagai kepala desa. Namun dalam prosesnya, terdapat persyaratan khusus
bahwa nama yang diajukan oleh camat harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu
berupa paraf dari salah satu Anggota DPR RI dan juga merupakan suami dari Bupati
Probolinggo sendiri. Terdapat tarif bagi setiap calon kepala desa untuk membayar
sebesar Rp20 juta serta upeti berupa penyewaan tanah kas desa sebesar Rp 5 juta per
hektar. Tindakan yang dilakukan Bupati Probolinggo tersebut, dengan dugaan tindak
pidana korupsi jual beli jabatan, KPK mengadakan operasi tangkap tangan (OTT)
kepada Bupati dan anggota DPR RI tersebut, serta beberapa pihak lainnya yang
terlibat.
Kasus yang menjerat mereka adalah dugaan suap terkait dengan seleksi atau
jual beli jabatan jabatan kepala desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten
Probolinggo pada tahun 2021. Hasan dan istrinya terlibat sebagai penerima suap
bersama Camat Krejengan dan Camat Paiton. Sebanyak 18 orang lainnya
merupakan pemberi suap.
Berikut adalah pelanggaran beserta penjelasan yang dilakukan oleh para
pemberi.
1. Pasal 5 ayat (1) huruf a atau,
Dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
250.000.000,00 (duaratus limapuluh juta rupiah) setiap orang yang
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau

9
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
2. Pasal 5 ayat (1) huruf b atau,
Dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
250.000.000,00 (duaratus limapuluh juta rupiah) setiap orang yang
memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena
atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya;
3. Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999.
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri
dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan
atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Berikut adalah pelanggaran beserta penjelasan yang dilakukan oleh


para penerima.
1. Pasal 12 huruf a atau,
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut di duga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
2. Pasal 12 huruf b atau,
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan

10
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) pegawi negeri
atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
3. Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999.
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) thun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut
ada hubungan dengan jabatannya.

Para pemberi dan penerima divonis 4 tahun penjara dalam konferensi


kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Surabaya, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis 2
Juni 2022. Hakim Ketua Dju Johnson Mira M. juga menjatuhkan denda
terhadap terpidana sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan. Meskipun pelaku
sudah ditangkap akan tetapi dampak yang dirasakan oleh masyarakat
Probolinggo masih ada hingga tahun 2023 saat ini.

E. ANALISIS KETERKAITAN KASUS DENGAN KONSEP DASAR IPS


Kasus korupsi yang melibatkan Bupati Probolinggo, Khususnya Bupati
nonaktif Puput Tantrina Sari, dapat dianalisis dari berbagai sudut pandang dalam Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), seperti sejarah, ekonomi, dan sosiologi. Kasus ini
mencerminkan kompleksitan masalah sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi dalam
suatu daerah. Berikut adalah analisis secara detail dari berbagai sudut pandang IPS.
1. Sejarah
Dalam konteks sejarah, sejak dulu hingga saat ini, korupsi menjadi salah
satu masalah yang selalu dihadapi oleh masyarakat Indonesia sampai unsur
manusia, waktu, dan ruang dari waktu ke waktu dijalani oleh orang yang berbeda-
beda. kasus korupsi Bupati Probolinggo dapat dianalisis dari pola-pola korupsi

11
yang mungkin telah terjadi di masa lalu. Sejarah korupsi di suatu daerah dapat
memberikan gambaran tentang akar permasalahan korupsi dan pentingnya
reformasi sistem pemerintahan. Analisis ini dapat membantu dalam memahami
kontinuitas dan perubahan dalam praktik korupsi serta upaya-upaya penegakan
hukum dan pemberantasan korupsi yang telah dilakukan.

2. Ekonomi
Dari segi ekonomi, kasus korupsi Bupati Probolinggo dapat dianalisis dari
dampaknya terhadap perekonomian daerah tersebut. Korupsi dapat
mengakibatkan pemborosan anggaran, penyalahgunaan wewenang, dan
merugikan keuangan negara. Hal ini dapat menghambat pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, serta merugikan masyarakat yang seharusnya menjadi
penerima manfaat dari program-program pemerintah. Analisis ini dapat
membantu dalam memahami hubungan antara korupsi dan pembangunan
ekonomi, serta pentingnya tata kelola keuangan yang baik dalam mencapai
pembangunan yang berkelanjutan.

3. Sosiologi
Dari segi sosiologi, kasus korupsi Bupati Probolinggo dapat dianalisis dari
dampaknya terhadap masyarakat dan struktur sosial di daerah tersebut. Korupsi
dapat menciptakan ketidakadilan, kesenjangan sosial, dan merusak kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini dapat mengancam stabilitas sosial dan
politik, serta memicu konflik dan ketegangan antarwarga. Analisis ini dapat
membantu dalam memahami konsekuensi sosial dan politik dari korupsi, serta
peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Dengan demikian, analisis kasus korupsi Bupati Probolinggo dari berbagai


sudut pandang IPS dapat memberikan pemahaman yang komperhensif tentang
kompleksitas masalah korupsi dalam konteks sosial, politik, dan ekonomi suatu
daerah. Analisis ini juga dapat menjadi bahan pembelajaran yang relevan dalam
memahami sistem pemerintahan, hukum, sekonomi, dan struktur sosial suatu daerah,
serta memotivasi untuk berperan aktif dalam upaya pemberantasan korupsi dan
pembangunan masyarakat yang adil dan berkeadilan.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kasus korupsi sudah banyak terjadi di negara Indonesia. Dengan adanya kasus
tersebut memberikan dampak negatif baik bagi bangsa maupun negara. Oleh karena
itu, sebagai makhluk sosial sekaligus WNI yang baik, sebaiknya kita selalu saling
mengingatkan untuk taat aturan dan mencegah terjadinya korupsi pada daerah
setempat.
B. Saran
Demikian makalah yang telah dibuat. Dari pembahasan tersebut telah
menjabarkan bahwa kasus korupsi sudah banyak terjadi di negara Indonesia.
Meskipun sudah ada tindak pidana mengenai korupsi, namun kasus korupsi tetap ada
tiap tahunnya. Oleh karena itu, penulis memberikan saran kepada semua pihak supaya
dapat menanamkan sikap jujur, peduli, mandiri, tanggung jawab, sederhana pada diri
sendiri, untuk meminimalisir munculnya keinginan bertindak korupsi.

13
DAFTAR PUSTAKA

ANGNO. Blogspot.com. https://angno.blogspot.com/ (accessed 2023-12-02).


Puji, Nugrahanti. Faktor-faktor Penyebab Korupsi di Indonesia. Korupsi.
https://www.academia.edu/42828092/Faktor_faktor_Penyebab_Korupsi_di_Indonesia
(accessed 2023-12-02).
Rasyidi, M. A. (n.d.). Korupsi adalah Suatu Perbuatan Tindak Pidana Yang Merugikan
Negara dan Rakyat serta Melanggar Ajaran Agama Mudemar A. Rasyidi. 1, 37–51.
Setiadi, Wicipto. Korupsi Di Indonesia (Penyebab, Bahaya, Hambatan, dan Upaya
Pemberantasan, serta Regulasi). Rachmasdi Usman: Jurnal Legislasi Indonesia,
15(3),249–2602.
Siswantini, Suryandari. Korupsi Di Indonesia Sudah Ada Sejak Era Voc.
Mediaindonesia.Com. Https://M.Mediaindonesia.Com/Politik-Dan-
Hukum/400591/Korupsi-Di-Indonesia-Sudah-Ada-Sejak-Era-Voc (accessed 2023-12-
02).
Sofhian, S. (2020). Penyebab Dan Pencegahan Korupsi: Kasus Indonesia. Tatar Pasundan:
Jurnal Diklat Keagamaan, 14(1), 65–76. Https://Doi.Org/10.38075/Tp.V14i1.84

14

Anda mungkin juga menyukai