POTONG HEWAN
MENGADOPSI DARI SJH RPH YANG BERLAKU DI
INDONESIA
PENDAHULUAN
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah sarana pemotongan hewan ternak, baik ternak besar
yang lebih dikenal sebagai RPH, dan rumah potong unggas (RPU). Keduanya mempunyai
perbedaan rantai proses pemotongan, dimana RPH mempunyai proses dan persyaratan lebih rigid
dibandingkan RPU. Fokus yang ditekankan adalah pada modul ini adalah Sistim Jaminan Halal
pada RPH. Penyusunan SJH dalam bentuk manual halal dengan kriteria Halal Assurance System
(HAS) 2300 untuk mengidentifikasi titik kritis kehalalan.
RPH di Indonesia sudah berkembang seiring dengan majunya teknologi dengan
memanfaatkan peralatan modern untuk penyembelihan hewan. Ternak yang disembelih dengan
Standar Operation Prosedur yang baik akan menghasilkan karkas dan daging dengan kualitas
baik. Selain kualitas yang baik, daging tetap memiliki konsep sebagai pangan ASUH
(Aman,Sehat, Utuh dan Halal). Halal menjadi sangat penting terkait dengan penduduk Indonesia
yang hamper 80 % muslim dan menghendaki pangan halal dan toyibah. RPH terkait dengan tata
cara penyebelihan ternak dan penanganan daging yang sesuai dengan pelaksanaan
penyembelihan dengan hukum Islam.
Sertifikat halal untuk RPH berlaku selama 2 tahun, dan untuk mempertahankan
konsistensi RPH maka LPPOM UI menerapkan SJH bagi RPH pemegang sertifikat halal. SJH
ditulis secara manual yang dapat diterapkan secara independent atau dapat terintegrasi dengan
sistim lainnya. Penerapan HAL 2300 dapat memberikan jaminan kesinambungan proses halal
tersebut.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi Kebijakan halal, Tim Manajemen Halal, Pelatihan
dan Edukasi, Hewan yang Disembelih, Fasilitas, Prosedur Tertulis untuk Aktivitas Kritis,
Traceability, Penanganan Produk Tidak Sesuai, Internal Audit, Kaji Ulang Manajemen dan
Ketentuan Lain.
Istilah dan Definisi
1. Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah sistem manajemen terintegrasi yang disusun,
diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya
manusia dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produksi halal
sesuai dengan persyaratan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halalm (BPJPH)
Kemenag RI.
2. Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk memperoleh Sertifikat halal melalui beberapa
tahap untuk membuktikan bahwa penerapan SJH di perusahaan memenuhi persyaratan
yang diterapkan oleh BPJPH Kemenag RI.
3. Sertifikat Halal merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh BPJPH Kemenag RI setelah
melalui proses serangkaian proses pemeriksaan, penetapan LPH, pengujian, dan
penetapan fatwa kehalalan
4. Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah kompleks bangunan dengan
desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong hewan ruminansia. RPA merupakan rumah potong
ayam dan RPU merupakan rumah potong ungags.
5. Fasilitas adalah semua fasilitas yang digunakan untuk menghasilkan produk, baik milik
perusahaan sendiri atau menyewa dari pihak lain. Fasilitas ini mencakup semua fasilitas
yang digunakan dalam proses produksi sejak penyiapan hewan, proses penyembelihan,
deboning hingga penyimpanan produk.
6. Aktivitas kritis adalah aktivitas pada rantai proses produksi yang dapat mempengaruhi
status kehalalan suatu produk.
7. Hewan adalah hewan potong halal yang dagingnya lazim dan layak dimakan manusia,
seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, banteng, unta, burung unta, dan unggas
(ayam, bebek, kalkun, dan lain-lain).
8. Karkas adalah bagian dari tubuh hewan sehat yang telah disembelih secara halal, dikuliti,
dikeluarkan jeroan, diberi kepala dan kaki; mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ
reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih.
9. Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman dan layak dikonsumsi
oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang dan daging tanpa tulang.
10. Jeroan (edible offal) adalah isi rongga perut dan rongga dada dari hewan sehat yang
disembelih secara halal dan benar sehingga aman, lazim dan layak dikonsumsi oleh
manusia.
11. Pemeriksaan ante-mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum
disembelih yang meliputi pemeriksaan perilaku dan pemeriksaan fisik. Ante-mortem
dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang.
12. Pemeriksaan post-mortem adalah pemeriksaan hewan setelah disembelih yang meliputi
pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala, dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh
petugas pemeriksa berwenang.
13. Pemotongan hewan adalah kegiatan untuk menghasilkan daging hewan yang terdiri atas
pemeriksaan ante-mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan dan
pemeriksaan post-mortem.
14. Penyembelihan hewan adalah kegiatan mematikan hewan hingga tercapai kematian
sempurna dengan cara menyembelih yang mengacu pada kaidah kesejahteraan hewan dan
syariah agama Islam.
15. Stunning adalah suatu cara melemahkan hewan melalui pemingsanan sebelum
pelaksanaan penyembelihan agar pada waktu disembelih hewan tidak banyak bergerak.
16. Supervisor Halal adalah petugas yang menjadi pegawai tetap di RPH yang bertanggung
jawab serta melakukan pengawasan terhadap proses yang mempengaruhi status kehalalan
produk asal hewan yang dihasilkan.
17. Penanganan adalah proses yang dilakukan terhadap hewan setelah disembelih, meliputi
pemotongan kepala dan kaki bagian bawah, pengulitan, pengeluaran jeroan, pembelahan
karkas, pencucian, pelayuan (chilling room), pemisahan daging dan tulang (deboning),
dan/atau pengemasan.
18. Produk halal adalah produk hasil sembelihan hewan, seperti daging, karkas, jeroan,
kulit/bulu, yang memenuhi persyaratan penyembelihan halal.
19. Produk non halal adalah produk hasil sembelihan hewan, seperti daging, karkas, jeroan,
kulit/bulu, yang tidak memenuhi persyaratan halal. Contoh tidak memenuhi persyaratan
halal: hewan mati sebelum disembelih, pemingsanan menyebabkan cedera pada batang
otak (broken skull), penyembelihan tidak memutus tiga saluran, penyembelihan
menyebabkan leher/kepala/badan terpotong, penyembelihan dari arah belakang leher.
5. Kebijakan Halal
a) Manajemen Puncak harus menetapkan kebijakan Halal tertulis yang menunjukkan
komitmen perusahaan untuk memproduksi daging halal secara konsisten serta menjadi
dasar bagi penyusunan dan implementasi sistem jaminan halal.
b) Manajemen Puncak harus mensosialisasikan dan mengkomunikasikan kebijakan kepada
seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan, termasuk kepada perusahaan
lain yang mengerjakan sebagian tahap proses dari rantai produksi dan distribusi
pengadaan daging dan produk sampingnya (misalnya cutting meat plant/independent
boning room).
9. Fasilitas
a) Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak bercampur
dengan pemotongan untuk hewan tidak halal).
b) Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi, yaitu RPH tidak
berlokasi dalam 1 site dengan RPH babi, tidak bersebelahan dengan site RPH babi, dan
berjarak radius minimal 5 km dari peternakan babi, dan tidak terjadi kontaminasi silang
antara RPH halal dan RPH/peternakan babi.
c) Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut (misal: Unit Penanganan Daging),
maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH halal.
d) Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) Tajam; (ii) Bukan
berasal dari kuku, gigi/taring atau tulang: (ii) Ukuran disesuaikan dengan leher hewan
yang akan dipotong, dan (iv) Tidak diasah di depan hewan yang akan disembelih. Untuk
alat penyembelih mekanis, harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal (10.3).
Penyembelihan Manual
a) Penyembelih mengucapkan "Bismillaahi Allaahu Akbar" atau "Bismillaahin
Rahmaanir Rahiim" yang diucapkan untuk tiap individu hewan.
b) Posisi hewan ketika disembelih bisa dalam posisi berbaring atau tergantung
atau berdiri, dengan syarat penyembelihan harus dilakukan dengan cepat.
c) Wajib terpotongnya 3 (tiga) saluran, yaitu pembuluh darah (wadajain/vena
jugularis dan arteri carotids di sisi kiri dan kanan), saluran makanan
(mari'/esophagus), dan saluran pernafasan (hulqum/trachea). Gambar
mengenai 3 (tiga) saluran yang harus terpotong saat penyembelihan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
d) Proses penyembelihan harus dilakukan secara cepat dan tepat sasaran tanpa
mengangkat pisau.
e) Proses penyembelihan dilakukan dari leher bagian depan dan tidak memutus
tulang leher.
f) Jika ada proses pemingsanan, penyembelihan harus dilakukan sebelum hewan
sadar. Waktu antara proses pemingsanan ke waktu pemotongan maksimal 30
detik (hewan) dan 10 detik (ayam).
g) Hewan yang akan disembelih disarankan untuk dihadapkan ke kiblat.
h) Supervisor Halal harus memastikan terpotongnya tiga saluran, serta darah
hewan berwarna merah dan mengalir deras saat disembelih.
i) Rekaman proses penyembelihan, termasuk penyembelihan yang tidak sesuai
dengan persyaratan halal, harus disimpan dan dipelihara.
Penyembalihan Mekanis
10.5. Pelabelan
a) Kemasan harus memiliki label untuk menandai kehalalan dari produk,
sehingga memudahkan untuk dilakukan penelusuran balik (traceability) atas
produk yang bersangkutan.
b) Label harus spesifik menjelaskan perbedaan produk halal dan non halal (jika
ada), sekurang-kurangnya harus memuat informasi: (i) Logo halal (dalam
abjad arab dan latin); (ii) Tanggal penyembelihan; (iii) Nama dan/atau nomor
RPH beserta alamat dan negara asal RPH; dan (iv) berat bersih.
c) Pemberian label halal pada kemasan produk dilakukan sebelum memasuki
gudang penyimpanan.
10.6. Transportasi
a) Alat pengiriman harus khusus (dedicated) untuk membawa atau mengangkut
daging halal saja, tidak boleh digunakan bersamaan atau bergantian untuk
mengangkut produk babi/daging non halal.
b) Alat pengiriman harus bebas dari najis (filth) dan cemaran lain.
Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999, tentang
Rumah Pemotongan Hewan, Jakarta: BSN
Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal
Lotfi, M., N. G. Gregory and F. D. Shaw. Animal Welfare Aspects of Halal Slaughter.
National Animal Welfare Advisory Committee. 2010. Animal Welfare (Commercial Slaughter)
Code of Welfare 2010. Wellington: Ministry of Agriculture and Forestry.