Anda di halaman 1dari 16

MODUL SISTEM JAMINAN MUTU HALAL (SJH) RUMAH

POTONG HEWAN
MENGADOPSI DARI SJH RPH YANG BERLAKU DI
INDONESIA
PENDAHULUAN
Rumah Potong Hewan (RPH) adalah sarana pemotongan hewan ternak, baik ternak besar
yang lebih dikenal sebagai RPH, dan rumah potong unggas (RPU). Keduanya mempunyai
perbedaan rantai proses pemotongan, dimana RPH mempunyai proses dan persyaratan lebih rigid
dibandingkan RPU. Fokus yang ditekankan adalah pada modul ini adalah Sistim Jaminan Halal
pada RPH. Penyusunan SJH dalam bentuk manual halal dengan kriteria Halal Assurance System
(HAS) 2300 untuk mengidentifikasi titik kritis kehalalan.
RPH di Indonesia sudah berkembang seiring dengan majunya teknologi dengan
memanfaatkan peralatan modern untuk penyembelihan hewan. Ternak yang disembelih dengan
Standar Operation Prosedur yang baik akan menghasilkan karkas dan daging dengan kualitas
baik. Selain kualitas yang baik, daging tetap memiliki konsep sebagai pangan ASUH
(Aman,Sehat, Utuh dan Halal). Halal menjadi sangat penting terkait dengan penduduk Indonesia
yang hamper 80 % muslim dan menghendaki pangan halal dan toyibah. RPH terkait dengan tata
cara penyebelihan ternak dan penanganan daging yang sesuai dengan pelaksanaan
penyembelihan dengan hukum Islam.
Sertifikat halal untuk RPH berlaku selama 2 tahun, dan untuk mempertahankan
konsistensi RPH maka LPPOM UI menerapkan SJH bagi RPH pemegang sertifikat halal. SJH
ditulis secara manual yang dapat diterapkan secara independent atau dapat terintegrasi dengan
sistim lainnya. Penerapan HAL 2300 dapat memberikan jaminan kesinambungan proses halal
tersebut.
Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman ini meliputi Kebijakan halal, Tim Manajemen Halal, Pelatihan
dan Edukasi, Hewan yang Disembelih, Fasilitas, Prosedur Tertulis untuk Aktivitas Kritis,
Traceability, Penanganan Produk Tidak Sesuai, Internal Audit, Kaji Ulang Manajemen dan
Ketentuan Lain.
Istilah dan Definisi
1. Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah sistem manajemen terintegrasi yang disusun,
diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya
manusia dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produksi halal
sesuai dengan persyaratan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halalm (BPJPH)
Kemenag RI.
2. Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk memperoleh Sertifikat halal melalui beberapa
tahap untuk membuktikan bahwa penerapan SJH di perusahaan memenuhi persyaratan
yang diterapkan oleh BPJPH Kemenag RI.
3. Sertifikat Halal merupakan sertifikat yang diterbitkan oleh BPJPH Kemenag RI setelah
melalui proses serangkaian proses pemeriksaan, penetapan LPH, pengujian, dan
penetapan fatwa kehalalan
4. Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut RPH adalah kompleks bangunan dengan
desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta
digunakan sebagai tempat memotong hewan ruminansia. RPA merupakan rumah potong
ayam dan RPU merupakan rumah potong ungags.
5. Fasilitas adalah semua fasilitas yang digunakan untuk menghasilkan produk, baik milik
perusahaan sendiri atau menyewa dari pihak lain. Fasilitas ini mencakup semua fasilitas
yang digunakan dalam proses produksi sejak penyiapan hewan, proses penyembelihan,
deboning hingga penyimpanan produk.
6. Aktivitas kritis adalah aktivitas pada rantai proses produksi yang dapat mempengaruhi
status kehalalan suatu produk.
7. Hewan adalah hewan potong halal yang dagingnya lazim dan layak dimakan manusia,
seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, banteng, unta, burung unta, dan unggas
(ayam, bebek, kalkun, dan lain-lain).
8. Karkas adalah bagian dari tubuh hewan sehat yang telah disembelih secara halal, dikuliti,
dikeluarkan jeroan, diberi kepala dan kaki; mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ
reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih.
9. Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman dan layak dikonsumsi
oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang dan daging tanpa tulang.
10. Jeroan (edible offal) adalah isi rongga perut dan rongga dada dari hewan sehat yang
disembelih secara halal dan benar sehingga aman, lazim dan layak dikonsumsi oleh
manusia.
11. Pemeriksaan ante-mortem adalah pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum
disembelih yang meliputi pemeriksaan perilaku dan pemeriksaan fisik. Ante-mortem
dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang.
12. Pemeriksaan post-mortem adalah pemeriksaan hewan setelah disembelih yang meliputi
pemeriksaan kesehatan jeroan, kepala, dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh
petugas pemeriksa berwenang.
13. Pemotongan hewan adalah kegiatan untuk menghasilkan daging hewan yang terdiri atas
pemeriksaan ante-mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan dan
pemeriksaan post-mortem.
14. Penyembelihan hewan adalah kegiatan mematikan hewan hingga tercapai kematian
sempurna dengan cara menyembelih yang mengacu pada kaidah kesejahteraan hewan dan
syariah agama Islam.
15. Stunning adalah suatu cara melemahkan hewan melalui pemingsanan sebelum
pelaksanaan penyembelihan agar pada waktu disembelih hewan tidak banyak bergerak.
16. Supervisor Halal adalah petugas yang menjadi pegawai tetap di RPH yang bertanggung
jawab serta melakukan pengawasan terhadap proses yang mempengaruhi status kehalalan
produk asal hewan yang dihasilkan.
17. Penanganan adalah proses yang dilakukan terhadap hewan setelah disembelih, meliputi
pemotongan kepala dan kaki bagian bawah, pengulitan, pengeluaran jeroan, pembelahan
karkas, pencucian, pelayuan (chilling room), pemisahan daging dan tulang (deboning),
dan/atau pengemasan.
18. Produk halal adalah produk hasil sembelihan hewan, seperti daging, karkas, jeroan,
kulit/bulu, yang memenuhi persyaratan penyembelihan halal.
19. Produk non halal adalah produk hasil sembelihan hewan, seperti daging, karkas, jeroan,
kulit/bulu, yang tidak memenuhi persyaratan halal. Contoh tidak memenuhi persyaratan
halal: hewan mati sebelum disembelih, pemingsanan menyebabkan cedera pada batang
otak (broken skull), penyembelihan tidak memutus tiga saluran, penyembelihan
menyebabkan leher/kepala/badan terpotong, penyembelihan dari arah belakang leher.

4. Tujuan Utama Penerapan SJH dan Prinsip SJH


4.1 Tujuan utama Penerapan SJH
Tujuan utama penerapan SJH adalah menjamin kehalalan produk agar dapat
menyempurnakan kewajiban bagi kaum muslimin untuk mengkonsumsi produk halal.

4.2. Prinsip SJH


Prinsip-prinsip yang ditegakkan dalam penerapan SJH adalah:
a) Jujur
Perusahaan harus jujur menjelaskan semua bahan yang digunakan dan proses
produksi yang dilakukan di perusahaan di dalam Manual SJH serta melakukan
operasional produksi halal sehari-hari berdasarkan apa yang telah ditulis dalam
Manual SJH.
b) Kepercayaan
BPJPH memberikan kepercayaan kepada perusahaan untuk menyusun, menerapkan
dan memelihara sendiri SJH berdasarkan kondisi nyata internal perusahaan.
c) Keterlibatan partisipatif
Perusahaan melibatkan personal dalam jajaran manajemen dan staf untuk
memelihara pelaksanaan SJH.
d) Absolut
Semua bahan yang digunakan dalam proses produksi halal harus pasti kehalalannya.
SJH tidak mengenal adanya status bahan yang berisiko rendah, menengah atau tinggi
terhadap kehalalan suatu produk.

5. Kebijakan Halal
a) Manajemen Puncak harus menetapkan kebijakan Halal tertulis yang menunjukkan
komitmen perusahaan untuk memproduksi daging halal secara konsisten serta menjadi
dasar bagi penyusunan dan implementasi sistem jaminan halal.
b) Manajemen Puncak harus mensosialisasikan dan mengkomunikasikan kebijakan kepada
seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan, termasuk kepada perusahaan
lain yang mengerjakan sebagian tahap proses dari rantai produksi dan distribusi
pengadaan daging dan produk sampingnya (misalnya cutting meat plant/independent
boning room).

6. Tim Manajemen Halal


a) Manajemen Puncak harus menetapkan Tim Manajemen Halal yang mempunyai
kewenangan untuk menyusun, mengelola, dan mengawasi Sistem Jaminan Halal.
b) Tim Manajemen Halal harus memiliki tugas, tanggungjawab dan wewenang yang jelas
dan dimengerti oleh semua pihak yang terlibat.
c) Tìm Manajemen Halal harus mencakup semua bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis.
d) Manajemen Puncak harus menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk penyusunan,
penerapan dan perbaikan berkelanjutan Sistem Jaminan Halal. Sumberdaya manusia
yang diperlukan diantaranya Petugas penyembelih, Petugas pemingsanan dan Supervisor
halal.

Persyaratan dari Petugas penyembelih adalah sebagai berikut:


i. Beragama Islam.
ii. mumayyiz atau balig.
iii. Berbadan dan berjiwa sehat serta memiliki catatan kesehatan yang baik.
iv. Taat dalam menjalankan ibadah wajib.
v. Memahami tata cara penyembelihan sesuai Syari'at Islam.
vi. Lulus pelatihan penyembelihan halal yang dilakukan oleh lembaga Islam/lembaga
sertifikasi halal yang bekerjasama dengan instansi terkait.
vii. Jumlah Petugas Penyembelih harus memadai sesuai dengan jumlah hewan yang
disembelih per hari (skala produksi) dan ruang lingkup pemotongan, setidaknya
harus tersedia dua orang Petugas Penyembelih pada setiap lini penyembelihan.
Untuk hewan berukuran kecil, seperti kambing dan domba, jika RPH
menyembelih lebih dari 4000 ekor dalam satu lini, maka setidaknya harus tersedia
tiga orang Petugas Penyembelih pada setiap lini penyembelihan.
Untuk bewan berukuran besar, seperti sapi, kerbau, banteng, jika RPH
menyembelih lebih dari 150 ekor dalam satu lini, maka setidaknya harus tersedia
tiga orang Petugas Penyembelih pada setiap lini penyembelihan.
Persyaratan dari Petugas pemingsanan adalah sebagai berikut:
i. Beragama Islam.
ii. Berbadan dan berjiwa sehat serta memiliki catatan kesehatan yang baik.
iii. Memahami tata cara pemingsanan sesuai dengan persyaratan halal.
iv. Memiliki keahlian sebagai petugas pemingsanan dan telah mengikuti pelatihan
petugas pemingsanan.
Persyaratan dari Supervisor Halal adalah sebagai berikut:
i. Beragama Islam.
ii. Berumur minimal 18 tahun.
iii. Berbadan dan berjiwa sehat serta memiliki catatan kesehatan yang baik.
iv. Taat dalam menjalankan ibadah wajib.
v. Memahami tata cara penyembelihan sesuai Syari'at Islam.
vi. Lulus pelatihan supervisor halal yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi halal.
vii. Memiliki kemampuan dalam memeriksa proses pemotongan, mulai dari pra-
penyembelihan hingga penyimpanan.
viii. Jumlah Supervisor Halal harus memadai sesuai dengan jumlah hewan yang
disembelih per hari (skala produksi) dan ruang lingkup pemotongan, setidaknya
harus tersedia satu orang Supervisor Halal.
ix. Tugas pokok Supervisor Halal yaitu: (i) Memastikan proses pemingsanan (jika
ada) tidak menyebabkan kesakitan pada hewan, cedera permanen, dan/atau
kematian; (ii) Memastikan proses penyembelihan memenuhi persyaratan halal
(terpotongnya tiga saluran, darah hewan berwarna merah dan mengalir deras saat
disembelih); (iii) Memastikan hewan sudah mati sebelum dilakukan penanganan
atau proses selanjutnya; (iv) Memastikan produk non halal tidak bercampur
dengan produk halal, baik pada chiller (ruang pendingin), deboning room (ruang
pelepasan tulang), dan cold storage (gudang produk akhir), serta alat transportasi.

7. Pelatihan dan Edukasi


a) Perusahaan harus mempunvai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan untuk semua
personel yang terlibat dalam aktivitas kritis, termasuk karyawan baru.
b) Pelatihan (internal atau eksternal) harus dilaksanakan secara terjadwal minimal setahun
sekali atau lebih sering jika diperlukan.
c) Perusahaan harus mengikuti pelatihan dari lembaga pelatihan dan pemberi sertifikat yang
diakui oleh BPJPH atau ormas keagamaan Islam.
d) Pelaksanaan pelatihan harus mencakup kriteria kelulusan untuk menjamin kompetensi
personel.
e) Bukti pelaksanaan pelatihan harus dipelihara.
f) Petugas pemingsanan (jika ada), Petugas penyembelih, dan Supervisor halal harus
dikontrol dan disupervisi oleh Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui BPJPH.

8. Hewan yang Disembelih


a) Hewan yang disembelih adalah hewan yang boleh dimakan (halal) baik secara dzatiyah
atau dalam tata cara pemerolehannya.
Pada dasarnya semua hewan yang ada di bumi ini halal, kecuali yang dinyatakan
haramkan dalam al-Quran dan Hadis secara eksplisit atau hewan yang yang dihukumi
haram berdasarkan ijtihad. Hewan-hewan yang diharamkan dalam Islam di antaranya:
 Babi dan babi hutan
 Anjing
 Tikus
 Keledai jinak
 Binatang buas
 Binatang bertaring dan berkuku tajam
 Binatang yang hidup di dua alam
 Binatang yang dilarang membunuhnya
 Binatang yang menjijikkan
 Binatang yang membawa penyakit dan membahayakan manusia
 Binatang yang dilindungi karena hampir punah
Catatan: Hewan haram tidak dapat diterima meskipun disembelih sesuai dengan syariat
Islam.
b) Hewan harus dalam keadaan hidup ketika disembelih.
c) Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan, yang dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan ante mortem oleh pihak yang berwenang.

9. Fasilitas

a) Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak bercampur
dengan pemotongan untuk hewan tidak halal).
b) Lokasi RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/peternakan babi, yaitu RPH tidak
berlokasi dalam 1 site dengan RPH babi, tidak bersebelahan dengan site RPH babi, dan
berjarak radius minimal 5 km dari peternakan babi, dan tidak terjadi kontaminasi silang
antara RPH halal dan RPH/peternakan babi.
c) Jika proses deboning dilakukan di luar RPH tersebut (misal: Unit Penanganan Daging),
maka harus dipastikan karkas hanya berasal dari RPH halal.
d) Alat penyembelih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) Tajam; (ii) Bukan
berasal dari kuku, gigi/taring atau tulang: (ii) Ukuran disesuaikan dengan leher hewan
yang akan dipotong, dan (iv) Tidak diasah di depan hewan yang akan disembelih. Untuk
alat penyembelih mekanis, harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal (10.3).

10. Prosedur Tertulis untuk Aktivitas Kritis

a) Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan aktivitas kritis.


b) Prosedur tertulis aktivitas kritis harus disosialisasikan ke semua pihak yang terlibat dalam
aktivitas kritis dan bukti implementasinya harus dipelihara.
c) Prosedur tertulis aktivitas kritis harus dievaluasi efektifitasnya setidaknya setahun sekali.
Hasil evaluasi disampaikan oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap aktivitas
kritis. Tindakan koreksi yang diperlukan dan batas waktunya ditentukan.
d) Aktivitas kritis dapat mencakup pra penyembelihan, pemingsanan, proses
penyembelihan, penanganan dan penyimpanan, pengemasan dan pelabelan, transportasi,
disesuaikan dengan bisnis proses perusahaan.
e) Kriteria kecukupan prosedur pada sub bab dibawah.

10.1 Pra Penyembelihan


a) Hewan yang akan disembelih harus memenuhi kaidah kesejahteraan hewan
yang berlaku seperti mempunyai waktu istirahat yang cukup serta tidak dalam
kondisi lapar dan haus.
b) Dilakukan pemeriksaan ante mortem yang meliputi pemeriksaan perilaku dan
pemeriksaan fisik oleh lembaga yang memiliki kewenangan.
c) Pengendalian hewan harus seminimal mungkin menjadikan hewan stres dan
kesakitan.
d) Bila menggunakan sarana pengendalian (restraining box), termasuk sarana
pengendalian secara mekanis, harus dipastikan berfungsi baik dan
dioperasionalisasikan secara efektif.
e) Rekaman pra penyembelihan, termasuk rekaman hewan yang mati sebelum
sempat disembelih (jika ada) harus disimpan dan dipelihara.

10.2 Pemingsanan (Stunning)


a) Pemingsanan (stunning) terhadap hewan yang akan disembelih dibolehkan
dengan tujuan untuk mempermudah penyembelihan dan menghindari hewan
stres saat disembelih.
b) Syarat pemingsanan yaitu: (i) Pemingsanan hanya menyebabkan hewan
pingsan sementara, tidak menyebabkan hewan mati sebelum disembelih; (ii)
Tidak menyebabkan cedera permanen atau merusak organ hewan yang
dipingsankan, khususnya sistem syaraf pusat (SSP); (iii) Tidak menyebabkan
hewan kesakitan.
c) Petugas pemingsanan harus memastikan peralatan pemingsanan dalam
kondisi baik setiap akan memulai proses penyembelihan.
d) Supervisor Halal harus memastikan bahwa pemingsanan tidak menyebabkan
kematian pada hewan sebelum disembelih, yaitu dengan memastikan adanya
gerakan hewan sebagai tanda hidupnya hewan (hayah mustaqirrah).
e) Sebelum diterapkan dan setiap ada perubahan, metode pemingsanan harus
divalidasi untuk memastikan terpenuhinya persyaratan seperti yang tercantum
pada poin b. Panduan mengenai peralatan, metode dan parameter
pemingsanan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Validasi dapat dilakukan dengan cara proses pemingsanan dan tidak
dilanjutkan dengan penyembelihan. Jika hewan dapat bangkit kembali, maka
proses pemingsanan sudah benar. Tetapi jika hewan tidak bangkit lagi dan
terus mati, maka proses pemingsanan tidak dapat diterima serta metode
dan/atau peralatannya harus diperbaiki.
f) Supervisor Halal harus melakukan verifikasi secara berkala untuk
memastikan pelaksanaan pemingsanan sesuai dengan metode yang telah
divalidasi.
g) Harus tersedia tersedia rencana pemeliharaan/maintenance untuk peralatan
pemingsanan dengan mengacu pada pedomen pemeliharaan dari pabrik
pembuat peralatan pemingsanan. Kegiatan maintenance peralatan
pemingsanan harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan
dalam Rencana maintenance.
h) Harus dilakukan validasi untuk menjamin efektivitas dari peralatan
pemingsanan dengan menggunakan instrumen (misalnya Amperemeter) yang
terkalibrasi. Validasi dilakukan oleh personel yang kompeten minimal satu
kali dalam setahun. Rekaman hasil validasi harus disimpan dan dipelihara.
i) Esophagus plug dapat dipasang pada kerongkongan sepanjang tidak melukai
hewan.
j) Electrical immobilizer dapat digunakan sepanjang tidak menyakitkan hewan.
k) Rekaman pemingsanan hewan, termasuk pemingsanan yang tidak sesuai
dengan persyaratan halal, harus disimpan dan dipelihara.

10.2. Penyembelihan (Slaughtering)

Penyembelihan Manual
a) Penyembelih mengucapkan "Bismillaahi Allaahu Akbar" atau "Bismillaahin
Rahmaanir Rahiim" yang diucapkan untuk tiap individu hewan.
b) Posisi hewan ketika disembelih bisa dalam posisi berbaring atau tergantung
atau berdiri, dengan syarat penyembelihan harus dilakukan dengan cepat.
c) Wajib terpotongnya 3 (tiga) saluran, yaitu pembuluh darah (wadajain/vena
jugularis dan arteri carotids di sisi kiri dan kanan), saluran makanan
(mari'/esophagus), dan saluran pernafasan (hulqum/trachea). Gambar
mengenai 3 (tiga) saluran yang harus terpotong saat penyembelihan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
d) Proses penyembelihan harus dilakukan secara cepat dan tepat sasaran tanpa
mengangkat pisau.
e) Proses penyembelihan dilakukan dari leher bagian depan dan tidak memutus
tulang leher.
f) Jika ada proses pemingsanan, penyembelihan harus dilakukan sebelum hewan
sadar. Waktu antara proses pemingsanan ke waktu pemotongan maksimal 30
detik (hewan) dan 10 detik (ayam).
g) Hewan yang akan disembelih disarankan untuk dihadapkan ke kiblat.
h) Supervisor Halal harus memastikan terpotongnya tiga saluran, serta darah
hewan berwarna merah dan mengalir deras saat disembelih.
i) Rekaman proses penyembelihan, termasuk penyembelihan yang tidak sesuai
dengan persyaratan halal, harus disimpan dan dipelihara.

Penyembalihan Mekanis

Penyembelihan mekanis untuk unggas diblolehkan dengan syarat sebagai berikut:


a) Penyembelih mengucapkan "Bismillaahi Allaahu Akbar" atau "Bismillaahin
Rahmaanir Rahiim" ketika menekan tombol penyembelihan mekanis untuk
memotong setiap individu hewan.
b) Wajib terpotongnya 3 (tiga) saluran, yaitu pembuluh darah (wadajain/vena
jugularis dan arteri carotids di sisi kiri dan kanan), saluran makanan
(mari'/esophagus), dan saluran pernafasan (hulqum/trachea). Gambar
mengenai 3 (tiga) saluran yang harus terpotong saat penyembelihan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
c) Proses penyembelihan harus dilakukan secara cepat dan tepat sasaran serta
dilakukan dalam satu kali sembelih.
Catatan: Jika terjadi ketidaksempurnaan dalam proses penyembelihan (tidak
terutus tiga Saluran/miscut), maka akan diperlakukan sebagai produk non
halal.
d) Proses penyembelihan dilakukan dari leher bagian depan dan tidak memutus
tulang leher.
Catatan: Jika terjadi gagal sembelih halal (misslaughter) atau proses
penyembelihan tidak memenuhi persyaratan halal (leher terpotong,
penyembelihan dari arah belakang leher, kepala/badan terpotong), maka
diperlakukan sebagai produk non hahal.
e) Sebelum diterapkan dan setiap ada perubahan metode penyembelihan
mekanis, harus dilakukan validasi metode yang menjamin terwujudnya syarat
c, d dan e.
Catatan: Metode penyembelihan mekanis dianggap valid jika jumlah
ketidaksempurnaan (tidak putus tiga saluran) dan tidak memenuhi persyaratan
halal (non halal) dalam proses penyembelihan maksimal 1%.
f) Petugas pemingsanan harus memastikan peralatan penyembelihan mekanis
dalam kondisi baik setiap akan memulai proses penyembelihan.
g) Supervisor halal harus melakukan verifikasi secara berkala untuk memastikan
pelaksanaan penyembelihan sesuai dengan metode yang telah disetujui pada
syarat f.
h) Harus dibuat rencana pemeliharaan/maintenance untuk peralatan
penyembelihan mekanis dengan mengacu pada pedomen pemeliharaan dari
pabrik pembuat peralatan penyembelihan mekanis. Maintenance peralatan
penyembelihan harus dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan
dalam rencana maintenance.
i) Hewan yang akan disembelih disarankan lehernnya menghadap ke kiblat.
j) Supervisor halal harus memastikan terpotongnya tiga saluran,
leher/kepala/badan tidak terpotong, serta darah mengalir deras saat
disembelih.
k) Rekaman proses penyembelihan, terasuk penyembelihan yang tidak sesuai
dengan persyaratan halal, harus disimpan dan dipelihara.

10.3. Pasca Penyembelihan


a) Proses selanjutnya dapat dilakukan setelah hewan mati secara klinis, yaitu
berhentinya aktivitas otak dan darah telah keluar secara maksimal dari tubuh
hewan.
b) Waktu minimal antara pemotongan dengan proses selanjutnya adalah 45 detik
untuk hewan berukuran besar dan 40 detik untuk hewan berukuran kecil, serta
3 menit untuk unggas.
c) Supervisor halal harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan hewan
mati sebelum dilakukan penanganan atau proses selanjutnya.
Ciri-ciri kematian sempurna yaitu fungsi otak telah berhenti yang ditandai
dengan hilangnya reflek pupil, reflek kelopak mata (palpebrae), reflek cubit
(kejang), reflek pukul.
d) Ruang/lokasi penanganan karkas dan jeroan harus dipisah.
e) Karkas dan jeroan yang berasal dari hewan yang disembelih tidak memenuhi
persyaratan halal maka harus diperlakukan sebagai non halal.
f) Pemeriksaan post mortem harus dilakukan oleh petugas yang berwenang.
g) Khusus untuk penggunaan alat pemingsan mekanis (percussive pneumatic
stun atau mushroom head stun), harus dilakukan pemeriksaan broken skull
serta rekamannya harus disimpan dan dipelihara. Panduan pemeriksaan
broken skull dapat dilihat pada Lampiran 3.
h) Electrical stimulation dan thoracic stick dapat dilakukan setelah hewan mati.
i) Perendaman air panas (scalding) dapat dilakukan setelah unggas mati.
j) Proses rekaman pasca penyembelihan, termasuk proses yang tidak memenuhi
persyaratan, harus disimpan dan dipelihara.

10.4. Penanganan dan Penyimpanan


a) Produk halal dan non halal (jika ada) harus ditangani dan disimpan pada
tempat yang terpisah.
b) Produk halal harus ditangani dan disimpan dengan baik yang memenuhi
standar kesehatan dan kehalalan produk
c) Produk harus ditangani dan disimpan dengan baik untuk menghindari
kontaminasi silang dengan bahan najis dan cemaran lainnya yang dapat
merusak kualitas produk.
d) Supervisor halal harus melakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa
produk non halal tidak bercampur dengan produk halal, baik pada chiller
(ruang pendingin), deboning room (ruang pelepasan tulang), dan cold storage
(gudang produk akhir).
e) Rekaman penanganan dan penyimpanan produk harus disimpan dan
dipelihara.

10.5. Pelabelan
a) Kemasan harus memiliki label untuk menandai kehalalan dari produk,
sehingga memudahkan untuk dilakukan penelusuran balik (traceability) atas
produk yang bersangkutan.
b) Label harus spesifik menjelaskan perbedaan produk halal dan non halal (jika
ada), sekurang-kurangnya harus memuat informasi: (i) Logo halal (dalam
abjad arab dan latin); (ii) Tanggal penyembelihan; (iii) Nama dan/atau nomor
RPH beserta alamat dan negara asal RPH; dan (iv) berat bersih.
c) Pemberian label halal pada kemasan produk dilakukan sebelum memasuki
gudang penyimpanan.

10.6. Transportasi
a) Alat pengiriman harus khusus (dedicated) untuk membawa atau mengangkut
daging halal saja, tidak boleh digunakan bersamaan atau bergantian untuk
mengangkut produk babi/daging non halal.
b) Alat pengiriman harus bebas dari najis (filth) dan cemaran lain.

11. Kemampuan Telusur (Traceability)


a) Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan telusur
produk yang disertifikasi.
b) Prosedur harus menjamin yang disertifikasi berasal dari hewan halal, disembelih sesuai
persyaratan halal, dan dibuat di fasilitas produksi yang memenuhi kriteria fasilitas
produksi.

12. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria


a) Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak
memenuhi kriteria (produk non halal) dan/atau menggunakan fasilitas yang tidak
memenuhi kriteria.
b) Produk yang tidak memenuhi kriteria tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan
produk halal.
c) Produk yang tidak memenuhi kriteria dan terlanjur dijual, harus ditarik.
d) Dokumen penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria harus dipelihara.

13. Audit Internal


a) Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH.
b) Audit internal dilakukan secara terjadwal setidaknya enam bulan sekali atau lebih sering
jika diperlukan.
c) Audit internal dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen.
d) Hasil audit internal disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap
kegiatan yang diaudit.
e) Tindakan koreksi yang diperlukan dan batas waktunya harus ditentukan.
f) Hasil tindakan koreksi harus dipastikan dapat menyelesaikan kelemahan yang ditemukan
pada audit internal dan menghindari terulangnya kembali di masa yang akan datang.
g) Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala.
h) Bukti pelaksanaan audit internal harus dipelihara.

14. Kaji Ulang Manajemen


a) Manajemen Puncak harus melakukan review efektifitas pelaksanaan SJH satu kali dalam
satu tahun atau lebih sering jika diperlukan.
b) Hasil evaluasi harus disampaikan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk setiap
aktivitas.
c) Tindak lanjut penyelesaian hasil evaluasi harus menetapkan batas waktu
d) Bukti dari kaji ulang manajemen harus dipelihara.

15. Ketentuan Lain


15.1 Manual SJH
a) Setiap perusahaan yang mengajukan sertifikasi halal harus
mengimplementasikan kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) yang ada dalam
persyaratan ini, yang dituangkan dalam bentuk Manual SJH.
b) Manual SJH dapat disusun: (i) sesuai dengan kebutuhan/keadaan perusahaan
dengan mengacu pada persyaratan ini; atau (ii) mengikuti petunjuk penyusunan
Manual SJH. Pedoman penyusunan Manual SJH hanya merupakan panduan
umum untuk menyusun Manual SJH dan tidak harus diikuti secara rinci.
c) Manual SJH harus dituliskan secara terpisah dari manual sistem yang lain,
sedangkan prosedur, prosedur kerja atau isian/dan form atau dokumentasi dapat
diintegrasikan dengan sistem yang lain.
Daftar Pustaka

Badan Standardisasi Nasional. 1999. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999, tentang
Rumah Pemotongan Hewan, Jakarta: BSN

Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal

Lotfi, M., N. G. Gregory and F. D. Shaw. Animal Welfare Aspects of Halal Slaughter.

Lotfi, M.. 2009. Halal Slaughtering and Animal Welfare.

Lotfi, M. Halal Slaughter Techniques: A Pratical Review and Guide.

National Animal Welfare Advisory Committee. 2010. Animal Welfare (Commercial Slaughter)
Code of Welfare 2010. Wellington: Ministry of Agriculture and Forestry.

Peraturan Menteri Pertanian No. 13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang Persyaratan Rumah


Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant)

UU RI No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.


Pedoman kriteria Sistem Jaminan Halal (HAS 23000) untuk RPH :
1. Perusahaan RPH menyusun dan menerapkan Sistem Jaminan Halal
2. Lembaga sertifikasi halal yang mempersyaratkan Sistem Jaminan Halal
dalam proses sertifikasi halal
3. Departemen atau institusi teknis terkait dalam melakukan proses
perijinan pendirian RPH halal
4. Pemangku kepentingan halal lainnya (seperti masyarakat umum)
5. Dokumen tersebut menjelaskan tujuan utama penerapan Sistem
Jaminan Halal dan prinsip prinsipnya.

Tujuan penerapan Sistem Jaminan Halal (HAS 23000)

Menjamin kehalalan suatu produk agar dapat menyempurnakan kewajiban


kaum muslimin untuk mengkonsumsi produk halal, dengan memelihara satu
kewajiban syari maka hikmahnya muslim akan terpelihara kesucian
agamanya, akal, jiwa dan hartanya.

Prinsip SJH (HAS 23000)


 Jujur, perusahan harus jujur dalam menjelaskan semua bahan yang
dipergunakan dan semua proses yang dijalani untuk menghasilkan
suatu produk yang akan disertifikasi halal. Melakukan operasional
produksi sehari hari (dari penerimaan bahan hingga menghasilkan
produk jadi), berdasarkan apa yang telah di tulis dimanual SJH.

 Kepercayaan, suatu kondisi yang diberikan kepada perusahaan oleh


LPPOM MUI, untuk menyusun, menetapkan, menerapkan, dan
memelihara sendri SJH yang disesuaikan dengan kondisi internal
perusahaan. Hubungan saling percaya antara LPPOM MUI dengan
perusahaan.

 Keterlibatan partisipatif, perusahaan melibatkan personal dalam


jajaran manajemen dan staf untuk memelihara pelaksanaan SJH.
 Absolut, semua bahan dan fasilitas yang dipergunakan dalam suatu
proses produksi harus dipastikan kehalalannya / tidak adanya
kontaminasi dengan produk haram/najis.

Anda mungkin juga menyukai