Anda di halaman 1dari 16

SI-2211 MEKANIKA BAHAN 2023 – minggu (10)

Dosen : Dr. Ir. Sigit DARMAWAN

PENENTUAN BESARAN MODULUS GESER MATERIAL KONSTRUKSI

Sudah disampaikan di depan bahwa terdapat besaran teknis material yang perlu kita ketahui nilainya
yaitu modulus geser material G. Bahwa modulus geser G ini sejatinya memiliki “hubungan saudara”
dengan modulus elastisitas material E, yang kita perlu ketahui wujud dari hubungan persaudaraannya
tersebut. Di dalam bab ini akan diformulasikan bagaimana wujud hubungan persaudaraan tersebut
dapat terjadi. Mengingat material konstruksi bersifat DEFORMABLE maka ketika suatu material
konstruksi mengalami tegangan normal  maka material akan mengalami regangan normal  serta
diikuti oleh regangan dalam arah transversal dengan adanya efek Poisson; sementara jika material
mengalami tegangan geser  maka material akan mengalami distorsi berupa perubahan sudut dari ke-
empat permukaannya, misal . Kita akan berangkat dari karakteristik dari deformasi material tersebut,
namun hubungan yang kita akan bangun di sini hanya berlaku ketika material masih berada dalam
kondisi elastik linier, dan tinjauan akan dilakukan terhadap material dalam kondisi memikul tegangan
geser murni  pada ke-empat permukaannya.

Tinjau terlebih dahulu regangan normal  dan regangan geser  dari material akibat aksi tegangan
normal uniaksial  dan akibat aksi tegangan geser murni  sebagaimana digambarkan di bawah ini :

1. Akibat aksi tegangan normal uniaksial  x


Akibat aksi tegangan normal uniaksial  material akan
mengalami regangan normal  yang mana hubungan
  matematik (konstitutif)-nya diberikan sbb. :
1
 =  atau  = E  ……. (1)
E
Dimana : E adalah modulus elastisitas material [kg/cm2]
1 
2. Akibat aksi tegangan geser murni 
Akibat aksi tegangan geser murni  material akan

mengalami regangan geser (distorsi) berupa perubahan
  sudut  yang mana hubungan matematiknya diberikan sbb. :
1
  =  atau  = G  ……… (2)
G
Dimana : G adalah modulus geser material [kg/cm2]

( x =  y = 0)
Catatan :
a. Persamaan (1) dan (2) di atas dikenal sebagai hukum Hooke untuk material elastik linier.
b. Dalam kajian ini deformasi material dianggap SANGAT KECIL (Small Deformation).
c. Terdapat hubungan “saudara kandung” antara modulus geser G dengan modulus elastisitas E yang
akan ditunjukkan melalui formulasi modulus geser G di bawah ini.
d. Akibat aksi tegangan geser murni  pada ke-empat permukaan material, untuk diketahui bahwa
panjang dari ke-empat sisi material tidak berubah (tetap), mengingat serat-serat dari material yang
sejajar dengan ke-empat permukaan material tersebut tidak memikul tegangan normal .

1
e. Dalam keadaan terdistorsi akibat tegangan geser murni  yang bekerja pada ke-empat permukaan
material, panjang serat di posisi dari kedua diagonal material mengalami perubahan : serat pada
salah satu diagonal mengalami perpanjangan, sementara serat pada diagonal yang lainnya
mengalami perpendekan. Perubahan panjang kedua serat pada posisi diagonal material tersebut tidak
lain dipastikan akibat tegangan normal yang dialami oleh kedua serat tersebut.

Artinya :
Akibat aksi tegangan geser murni  pada ke-empat permukaan material akan menyebabkan tegangan
normal  pada arah diagonal dari material. Besaran tegangan normal  ini dapat ditentukan baik
secara analitik maupun dengan cara grafis dengan bantuan lingkaran MOHR Tegangan.

Untuk memudahkan di dalam memformulasikan besaran modulus geser G dari suatu material
konstruksi, ambil elemen material berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya = a
sebagaimana disajikan melalui gambar di bawah ini :

Meskipun mengalami distorsi,


panjang sisi-sisi ini tetap = a

Kondisi awal Kondisi terdistorsi

Dari gambar elemen material terdistorsi nampak :


1. Panjang serat AC memendek dan menjadi AC’. Ini berarti serat AC mengalami tegangan normal
TEKAN.
2. Panjang serat BD memanjang dan menjadi BD’. Ini berarti serat BD mengalami tegangan normal
TARIK.

Akan ditentukan besaran tegangan normal tekan yang dialami oleh serat AC dan besaran tegangan tarik
yang dialami oleh serat BD, yaitu dengan meninjau elemen material yang sama namun dengan
merotasikannya sebesar 45o berikut ini :

1  2 (tekan)

Serat AC (memendek)

Kondisi tegangan yang Serat BD (memanjang)


dialami oleh material :
x = y = 0
2  1 (tarik)
 xy = 
 =45 o

2
Formula transformasi tegangan :

………. (3)

Dengan kondisi dan dengan menggunakan formula transformasi tegangan tersebut, didapat :
 1 | = | 2 | = 
Penentuan secara gtrafis besaran tegangan normal  1 dan  2 dengan menggunakan Lingkaran MOHR
Tegangan untuk kondisi tegangan geser murni :

( x = 0 ;  xy = + )

Principal Stresses

 =45o  =45o
0 
 2 = -  (tekan)  1 = +  (tarik)

R=

( y = 0 ;  yx = - )
Dari Lingkaran MOHR Tegangan tersebut dapat diketahui bahwa tegangan yang dialami oleh serat AC
dan BD merupakan tegangan ekstrem (principal stresses), yang dengan demikian regangan normal
yang dialami oleh kedua serat tersebut merupakan regangan ekstrem.
Dengan demikian regangan yang dialami oleh serat BD :

 max =
1
E
( 1 -   2 ) = E ( 1 +  ) → Perhatikan : tegangan  2 bersifat tekan.

Bertanda POSITIF (tegangan 2 bersifat tekan)


Dengan demikian panjang diagonal serat BD’ :
L BD’ = ( 1 +  max ) a√ 2
Selanjutnya tinjau segitiga ABD’ berikut ini :

D’
Persamaan segitiga ABD’ :
2 2 2 π
L BD' = L AB + L AD' - 2 L AB x L AD' cos ( + γ )
a (1+ max) a√2 2

(1 +  max ) 2 2a 2 = ( a 2 + a 2 ) + 2 a 2 sin 
( 1 +  max ) 2 = 1 + sin 

(/2 + ) 1 + 2  max +  max 2 = 1 + sin 


A a B
Mengingat deformasi material konstruksi ini dianggap sangat kecil (small deformation), maka :
 max 2 ≈ 0 dan sin  ≈  (  dalam satuan radian)
3

Dengan demikian persamaan terakhir menjadi : 2  max =  →  max =
2
Maka diperoleh hubungan berikut :

E
(1 +  ) = /G
2
E
Alhasil : G = ………………… (4)
2 (1+ υ )

Dari persamaan (4) nampak bahwa besaran modulus geser G dari suatu material konstruksi memiliki
“hubungan saudara” dengan besaran modulus elastisitas E dari material yang sama, dan dapat
diketahui bahwa : G < E. Serta perlu diketahui bahwa hubungan tersebut tidak akan berlaku lagi ketika
material tidak berada dalam kondisi elastik linier.
Contoh :
1. Material Baja Struktural :
E = 2,1 x 10 6 kg/cm2 ;  = 0,25 → G = 8,400 x 10 5 kg/cm2
2. Material Beton :
E = 3,5 x 10 5 kg/cm2 ;  = 0,15 → G = 1,522 x 10 5 kg/cm2

REGANGAN BIDANG (PLANE STRAIN)

Sebagaimana diketahui bahwa material konstruksi bersifat DEFORMABLE dan oleh karenanya ketika
suatu material konstruksi menderita tegangan maka material tersebut dipastikan akan mengalami
deformasi. Deformasi tidak hanya dialami oleh serat-serat yang sejajar dengan ke-empat permukaan
elemen material saja, namun juga dialami oleh serat-serat sembarang lainnya. Dan ini juga mengingat
bahwa model elemen suatu titik material di dalam struktur sebenarnya dapat diorientasikan dalam arah
sembarang, tidak hanya misal dalam arah x – y saja. Dalam hal ini kita akan pelajari jika pada ke-
empat permukaan material acuan dikenakan kombinasi tegangan normal dan tegangan geser, selain
kita ingin mengetahui deformasi yang dialami oleh serat-serat yang orientasinya sejajar dengan ke-
empat permukaan elemen material tersebut, kita juga akan dapat tentukan dan ketahui deformasi yang
dialami oleh serat-serat arah sembarang lainnya.

Perlu diketahui bahwa regangan normal  merupakan besaran perubahan panjang dari suatu serat,
sementara regangan geser  merupakan perubahan sudut dari sepasang serat sembarang yang semula
(sebelum dikenakan tegangan) saling tegak lurus setelah dikenakan tegangan berubah menjadi tidak
saling tegak lurus lagi. Perjanjian tanda yang perlu dibuat untuk regangan geser ini yaitu perubahan
sudut antara sepasang serat yang semula saling tegak lurus, misal sepasang serat x(+) – y(+), atau
sepasang serat (+) – (+), dan kita akan buat perjanjian jika perubahan sudut  (+) dimaksudkan
perubahan sudut dari sepasang serat tersebut ke arah MEMBESAR; sebaliknya jika perubahan sudut 
(-) maka perubahan sudut dari sepasang serat tersebut ke arah MENGECIL.

Contoh :

Regangan xy positif Regangan  negatif  (-)

y(+) xy (+)


/2 + xy
(+) /2 - 

x(+) (+)

4
Selanjutnya tinjau suatu material konstruksi 2D yang mengalami tegangan-tegangan berikut ini :

1. Akibat aksi tegangan normal x


Akibat aksi tegangan normal uniaksial x
material akan mengalami regangan normal :

y x x
l l’ Nampak pula suatu serat sembarang l yang berada
x di dalam material akan mengalami perubahan
panjang dan juga perubahan orientasi (sudut).
1 x

2. Akibat aksi tegangan normal y


Akibat aksi tegangan normal uniaksial y
y
material akan mengalami regangan normal :
y y

x 1 l“ l’
Nampak suatu serat sembarang l yang berada
di dalam material juga akan mengalami
perubahan panjang dan juga perubahan orientasi
y (sudut).

3. Akibat aksi tegangan geser 


Akibat aksi tegangan geser murni  material
 akan mengalami regangan geser :

y  l ’’’ l
xy
xy Nampak suatu serat sembarang l yang berada di
x
dalam material juga akan mengalami perubahan
 panjang dan juga perubahan orientasi (sudut).

Dalam kajian ini material konstruksi tetap dianggap berperilaku ELASTIK LINIER dan deformasi
yang terjadi dianggap SANGAT KECIL (Small Deformation). Dari penjelasan di atas dapat
dimengerti bahwa akibat bekerjanya kombinasi tegangan normal x dan y serta tegangan geser
xy, semua serat sembarang yang berada di dalam material telah diketahui akan dapat mengalami
perubahan panjang serta juga perubahan orientasi (sudut).

Selanjutnya kita akan formulasikan deformasi yang akan dialami oleh sepasang serat sembarang,
misal serat yang awalnya memiliki orientasi  – , baik regangan normal yang dialami oleh masing-
masing serat yaitu  dan , maupun regangan geser  bilamana kita sudah memiliki informasi
atas besaran regangan x, y serta xy. Untuk memudahkan penurunan atas persamaan transformasi
regangan bidang ini (plane strain), kita akan lakukan dengan metoda superposisi pada mana dari
ketiga regangan acuan x, y serta xy yang sudah diketahui akan ditinjau satu per satu regangannya,
sementara kedua besaran regangan yang lainnya akan di-nol-kan, dalam rangka untuk menentukan
komponen dari regangan  dan , serta . Ingat kajian kita dalam kasus ini adalah material masih
dalam kondisi elastik linier sehingga prinsip superposisi dapat diterapkan dalam meninjau kajian
regangan ini. Dari uraian sebelumnya dapat diduga bahwa ketiga besaran regangan  dan  serta
 akan berubah nilainya bergantung kepada posisi awal dari pasangan kedua serat tersebut.
5
y Sepasang serat sembarang arah  dan  yang
yx saling tegak lurus akan ditinjau regangannya

xy
y(+) x x
(+)
(+)
(+) xy

0 x(+)
(+) : rotasinya berlawanan jarum jam yx
y

Akibat kombinasi tegangan normal dan tegangan geser tersebut maka regangan normal dan regangan
geser yang dialami oleh material adalah sbb. :

Kita akan berangkat dari nilai ketiga besaran regangan acuan x, y serta xy yang sudah diperoleh di
atas untuk menentukan selanjutnya besaran regangan dari pasangan serat lainnya yang memiliki
orientasi sembarang, misal serat-serat dalam arah  – , yaitu  dan  serta  seperti disajikan di
dalam gambar di atas.
Definisi :
  : regangan normal dari serat yang searah/sejajar sumbu 
  : regangan normal dari serat yang searah/sejajar sumbu 
 : regangan geser (perubahan sudut) dari pasangan serat yang sejajar sumbu  dan sumbu 
Perjanjian TANDA :
 ;  : POSITIF jika regangannya MEMANJANG
 : POSITIF jika sudut yang semula siku-siku yang dibentuk oleh pasangan sumbu (+) dan
sumbu (+) berubah ke arah MEMBESAR. Satuan teknis dari sudut  adalah [ radian ].
Untuk penurunan formula transformasi regangan bidang , , dan , akan diambil regangan
normal x dan y, serta regangan geser xy yang dialami oleh material dimisalkan POSITIF.
Diawali dengan regangan serat sejajar sumbu  terlebih dahulu.
1. Tahap – I :  x ≠ 0 ;  y = 0 ; dan xy = 0
(x.dx) sin (+)

(x.dx) cos
dy
1
ds = dx sec Ingat : x sangat kecil

(+)

dx (x.dx)
6
Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan x, sumbu (+) berotasi searah jarum jam yang
mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu  (+) bersama dengan sumbu  (+) berupa
sudut siku-siku berubah ke arah MEMBESAR yang mana perubahannya sebesar 1 → sudut 1
bertanda (+).

Dari gambar di atas dapat diketahui :


(1) = + (x.dx) cos / ds = + x cos2  (memanjang)
1 = + (x.dx) sin / ds = + x sin cos (membesar)

2. Tahap – II :  x = 0 ; y ≠ 0 ; dan xy = 0

(y.dy) sin (+)

(y.dy) (y.dy) cos

dy 2

Ingat : y sangat kecil


ds = dy cosec

(+)

dx

Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan y, sumbu  (+) berotasi berlawanan arah
jarum jam yang mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu  (+) bersama dengan
sumbu  (+) berupa sudut siku-siku berubah ke arah MENGECIL yang mana perubahannya
sebesar 2 → sudut 2 bertanda (-).

Dari gambar di atas dapat diketahui :


(2) = + (y.dy) sin / ds = + y sin2  (memanjang)
2 = - (y.dy) cos / ds = - y sin cos (mengecil)

3. Tahap – III :  x = y = 0 ; dan xy ≠ 0


Dari gambar di bawah nampak bahwa akibat regangan geser xy, sumbu (+) berotasi berlawanan
arah jarum jam yang mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu  (+) bersama dengan
sumbu  (+) berupa sudut siku-siku berubah ke arah MENGECIL yang mana perubahannya
sebesar 3 → sudut 3 bertanda (-).

Dari gambar di bawah dapat diketahui :


(3) = - (xy.dy) cos / ds = - xy sin  cos  (memendek)

3 = - (xy.dy) sin / ds = - xy sin2  (mengecil)

7
(xy.dy) (xy.dy) sin (+)

(xy.dy) cos
3

xy
dy
ds = dy cosec Ingat : xy sangat kecil

(+)

dx
Rangkuman atas regangan normal serat sejajar sumbu , didapat:
Regangan normal :  = (1) + (2) + (3) = x cos2  + y sin2  - xy sin cos 
Dengan bantuan formula trigonometri, didapat :

Untuk sementara didapat rotasi sumbu  sebesar :


 = 1 + 2 + 3 = x sin cos - y sin cos - xy sin2 

Berikutnya regangan serat sejajar sumbu  

1. Tahap – I :  x ≠ 0 ;  y = 0 ; dan xy = 0


(+)
(x.dx) cos

(x.dx) sin

ds = dx cosec

1
dy

Ingat : x sangat kecil


(+)

(x.dx) dx

8
Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan x, sumbu (+) berotasi berlawanan arah jarum
jam yang mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu  (+) bersama dengan sumbu  (+)
berupa sudut siku-siku berubah ke arah MEMBESAR yang mana perubahannya sebesar 1 → sudut
1 bertanda (+).

Dari gambar di atas dapat diketahui :


 (1) = + (x.dx) sin / ds = + x sin2  (memanjang)

1 = + (x.dx) cos / ds = + x sin cos (membesar)

2. Tahap – II :  x = 0 ; y ≠ 0 ; dan xy = 0

(+)
(y.dy) cos

(y.dy) sin
(y.dy)

ds = dy sec
2 dy

Ingat : y sangat kecil

(+)

dx

Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan y, sumbu (+) berotasi searah jarum jam yang
mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu  (+) bersama dengan sumbu  (+) berupa
sudut siku-siku berubah ke arah MENGECIL yang mana perubahannya sebesar 2 → sudut 2
bertanda (-).

Dari gambar di atas dapat diketahui :


 (2) = + (y.dy) cos / ds = + y cos2  (memanjang)

2 = - (y.dy) sin / ds = - y sin cos (mengecil)

9
3. Tahap – III :  x = y = 0 ; dan xy ≠ 0

(+) (xy.dy)

(xy.dy) sin

(xy.dy) cos
ds = dy sec

3 xy

dy
Ingat : xy sangat kecil

(+)

dx
Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan geser xy, sumbu (+) berotasi berlawanan arah
jarum jam yang mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu  (+) bersama dengan sumbu
 (+) berupa sudut siku-siku berubah ke arah MEMBESAR yang mana perubahannya sebesar 3 →
sudut 3 bertanda (+).
Dari gambar di atas dapat diketahui :
 (3) = + (xy.dy) sin / ds = + xy sin  cos  (memanjang)

3 = + (xy.dy) cos / ds = + xy cos2  (membesar)

Rangkuman atas regangan serat sejajar sumbu  didapat :


Regangan normal :  = (1) + (2) + (3) = = x sin2  + y cos2  + xy sin  cos 
Dengan bantuan formula trigonometri, didapat :

Untuk sementara didapat rotasi sumbu  sebesar :


 = 1 + 2 + 3 = = x sin cos - y sin cos + xy cos2 

Dengan demikian perubahan total sudut awal (yang awalnya siku-siku) yang dibentuk oleh pasangan
sumbu (+) dengan sumbu (+) yaitu :

 =  + 
10
Dengan bantuan formula trigonometri, regangan geser  didapat :

Evaluasi atas formula transformasi regangan bidang (Plane Strain) yang didapat di atas:
1. Formula yang didapatkan untuk transformasi regangan bidang identik dengan formula
transformasi tegangan bidang, hanya saja pada formula transformasi regangan bidang untuk
besaran regangan geser  muncul faktor pembagi bilangan 2.
2. Hal-hal lainnya seperti principal strains, dan orientasinya serta regangan geser ekstrem dan
lingkaran MOHR Regangan dapat dikembangkan identik dengan kasus Tegangan Bidang.

Berikut disampaikan hasil-hasil yang identik :

1. Dari persamaan (1) dan (2) di atas, dapat diketahui :


 +  = x + y
2. Principal Strains (Regangan Ekstrem)

Dapat diperoleh hubungan berikut juga :  +  = max + min = x + y

3. Arah Regangan Utama (Ekstrem)

Catatan :
Sudut yang dibentuk oleh sepasang serat yang mengalami regangan ekstrem (principal strains) max
dan min tetap siku-siku (= 90o), pada mana regangan geser-nya  = 0, mengingat pada ke-empat
principal planes tidak bekerja tegangan geser (  = 0 ).

Misal : Sumbu minimum Regangan MINIMUM

Principal planes
Sumbu maximum

Regangan MAXIMUM

Sudut ini tetap siku-siku p


x
Orientasi principal strains
11
4. Regangan Geser Ekstrem

Regangan geser ekstrem didapat dari persamaan berikut :

Orientasi dari serat yang mengalami regangan geser ekstrem ditentukan dari persamaan berikut :

Perhatikan hasil perkalian berikut :

Ini menunjukkan bahwa perbedaan orientasi principal strains dengan orientasi dari serat pada mana
terjadi regangan geser ekstrem eks dibedakan oleh sudut 45 o. Pada sepasang serat dimana terjadi
regangan geser ekstrem eks, dapat diketahui regangan normal yang terjadi pada kedua seratnya adalah
sama sebesar (  x +  y ) /2.

LINGKARAN MOHR REGANGAN

Mengingat formula untuk transformasi regangan bidang adalah identik dengan formula transformasi
dari tegangan bidang, dengan demikian untuk penentuan besaran regangan yang terjadi pada material
pada arah sembarang dapat pula ditentukan secara grafis yaitu dengan menggunakan bantuan
Lingkaran MOHR Regangan. Mengingat regangan normal bisa bernilai positif (memanjang) maupun
bernilai negatif (memendek), oleh karenanya Lingkaran MOHR Regangan bisa sepenuhnya berada di
kanan sumbu vertikal, memotong sumbu vertikal, maupun sepenuhnya bisa berada di sebelah kiri
sumbu vertikal. Yang juga perlu diketahui bahwa mengingat pada formula transformasi regangan
besaran regangan geser  dibagi dengan bilangan 2, maka untuk penggambaran lingkaran MOHR
regangan ini sumbu vertikalnya haruslah dibuat (/2).

Berikut diberikan contoh penyajian Lingkaran MOHR Regangan :

 

A A 
x
y

x misal : 0 < y < x ;  xy > 0 ;  = 45o

12
LINGKARAN MOHR REGANGAN



max

( ; )

min
(x ; xy/2)
2 = 
Titik acuan
y 2p
0 x 

(y ; - xy/2)
Titik acuan

(x + y)/2 ( ; - )

Catatan : Sumbu vertikal dari Lingkaran MOHR Regangan adalah (/2) !!

Principal Strains dan Orientasinya


x
p
Sudut ini tetap siku-siku
Hal ini mengingat pada ke-empat
permukaan principal planes tidak
bekerja tegangan geser (  = 0 ).
max =0

min

Berikut diberikan beberapa materi tambahan yang bertalian dengan hubungan (keterkaitan) antara
Plane Stress dan Plane Strain :

1. Hubungan Tegangan – Regangan di Ruang 2D :

Kedua persamaan di atas dapat ditulis kembali dalam bentuk matriks sbb. :

13
Persamaan matriks di atas dapat ditulis kembali sebagai hubungan Tegangan – Regangan sbb. :

Juga kita dapatkan kondisi yang lebih umum dari hubungan Tegangan – Regangan di ruang 2D sbb. :

2. Principal Stresses

3. Principal Strains

Juga :

4. Hubungan posisi/orientasi Principal Strains dengan Principal Stresses :

PENTING :
Bahwa posisi/orientasi dari Principal Strains dari suatu titik material sembarang di dalam
struktur akan pasti dan harus tepat sama dengan posisi/orientasi dari Principal Stresses.

14
Berikut akan diberikan pembuktian beberapa hubungan analitikal di atas :

1. Bukti bahwa orientasi principal strains akan berimpit (sama) dengan orientasi principal planes
yang dinyatakan melalui hubungan (persamaan) analitik berikut :

Di dalam permasalahan plane stress dan plane strain untuk kondisi material elastik linier kita memiliki
formula analitik berikut ini :

Dengan demikian :

2. Bukti hubungan regangan ekstrem dengan tegangan ekstrem berikut :

15
Dimana :

Selanjutnya kita tentukan terlebih dahulu hubungan berikut ini :

Selanjutnya :

Dengan demikian :

===///===
16

Anda mungkin juga menyukai