Sudah disampaikan di depan bahwa terdapat besaran teknis material yang perlu kita ketahui nilainya
yaitu modulus geser material G. Bahwa modulus geser G ini sejatinya memiliki “hubungan saudara”
dengan modulus elastisitas material E, yang kita perlu ketahui wujud dari hubungan persaudaraannya
tersebut. Di dalam bab ini akan diformulasikan bagaimana wujud hubungan persaudaraan tersebut
dapat terjadi. Mengingat material konstruksi bersifat DEFORMABLE maka ketika suatu material
konstruksi mengalami tegangan normal maka material akan mengalami regangan normal serta
diikuti oleh regangan dalam arah transversal dengan adanya efek Poisson; sementara jika material
mengalami tegangan geser maka material akan mengalami distorsi berupa perubahan sudut dari ke-
empat permukaannya, misal . Kita akan berangkat dari karakteristik dari deformasi material tersebut,
namun hubungan yang kita akan bangun di sini hanya berlaku ketika material masih berada dalam
kondisi elastik linier, dan tinjauan akan dilakukan terhadap material dalam kondisi memikul tegangan
geser murni pada ke-empat permukaannya.
Tinjau terlebih dahulu regangan normal dan regangan geser dari material akibat aksi tegangan
normal uniaksial dan akibat aksi tegangan geser murni sebagaimana digambarkan di bawah ini :
1
e. Dalam keadaan terdistorsi akibat tegangan geser murni yang bekerja pada ke-empat permukaan
material, panjang serat di posisi dari kedua diagonal material mengalami perubahan : serat pada
salah satu diagonal mengalami perpanjangan, sementara serat pada diagonal yang lainnya
mengalami perpendekan. Perubahan panjang kedua serat pada posisi diagonal material tersebut tidak
lain dipastikan akibat tegangan normal yang dialami oleh kedua serat tersebut.
Artinya :
Akibat aksi tegangan geser murni pada ke-empat permukaan material akan menyebabkan tegangan
normal pada arah diagonal dari material. Besaran tegangan normal ini dapat ditentukan baik
secara analitik maupun dengan cara grafis dengan bantuan lingkaran MOHR Tegangan.
Untuk memudahkan di dalam memformulasikan besaran modulus geser G dari suatu material
konstruksi, ambil elemen material berbentuk bujur sangkar dengan panjang sisi-sisinya = a
sebagaimana disajikan melalui gambar di bawah ini :
Akan ditentukan besaran tegangan normal tekan yang dialami oleh serat AC dan besaran tegangan tarik
yang dialami oleh serat BD, yaitu dengan meninjau elemen material yang sama namun dengan
merotasikannya sebesar 45o berikut ini :
1 2 (tekan)
Serat AC (memendek)
2
Formula transformasi tegangan :
………. (3)
Dengan kondisi dan dengan menggunakan formula transformasi tegangan tersebut, didapat :
1 | = | 2 | =
Penentuan secara gtrafis besaran tegangan normal 1 dan 2 dengan menggunakan Lingkaran MOHR
Tegangan untuk kondisi tegangan geser murni :
( x = 0 ; xy = + )
Principal Stresses
=45o =45o
0
2 = - (tekan) 1 = + (tarik)
R=
( y = 0 ; yx = - )
Dari Lingkaran MOHR Tegangan tersebut dapat diketahui bahwa tegangan yang dialami oleh serat AC
dan BD merupakan tegangan ekstrem (principal stresses), yang dengan demikian regangan normal
yang dialami oleh kedua serat tersebut merupakan regangan ekstrem.
Dengan demikian regangan yang dialami oleh serat BD :
max =
1
E
( 1 - 2 ) = E ( 1 + ) → Perhatikan : tegangan 2 bersifat tekan.
D’
Persamaan segitiga ABD’ :
2 2 2 π
L BD' = L AB + L AD' - 2 L AB x L AD' cos ( + γ )
a (1+ max) a√2 2
(1 + max ) 2 2a 2 = ( a 2 + a 2 ) + 2 a 2 sin
( 1 + max ) 2 = 1 + sin
Dari persamaan (4) nampak bahwa besaran modulus geser G dari suatu material konstruksi memiliki
“hubungan saudara” dengan besaran modulus elastisitas E dari material yang sama, dan dapat
diketahui bahwa : G < E. Serta perlu diketahui bahwa hubungan tersebut tidak akan berlaku lagi ketika
material tidak berada dalam kondisi elastik linier.
Contoh :
1. Material Baja Struktural :
E = 2,1 x 10 6 kg/cm2 ; = 0,25 → G = 8,400 x 10 5 kg/cm2
2. Material Beton :
E = 3,5 x 10 5 kg/cm2 ; = 0,15 → G = 1,522 x 10 5 kg/cm2
Sebagaimana diketahui bahwa material konstruksi bersifat DEFORMABLE dan oleh karenanya ketika
suatu material konstruksi menderita tegangan maka material tersebut dipastikan akan mengalami
deformasi. Deformasi tidak hanya dialami oleh serat-serat yang sejajar dengan ke-empat permukaan
elemen material saja, namun juga dialami oleh serat-serat sembarang lainnya. Dan ini juga mengingat
bahwa model elemen suatu titik material di dalam struktur sebenarnya dapat diorientasikan dalam arah
sembarang, tidak hanya misal dalam arah x – y saja. Dalam hal ini kita akan pelajari jika pada ke-
empat permukaan material acuan dikenakan kombinasi tegangan normal dan tegangan geser, selain
kita ingin mengetahui deformasi yang dialami oleh serat-serat yang orientasinya sejajar dengan ke-
empat permukaan elemen material tersebut, kita juga akan dapat tentukan dan ketahui deformasi yang
dialami oleh serat-serat arah sembarang lainnya.
Perlu diketahui bahwa regangan normal merupakan besaran perubahan panjang dari suatu serat,
sementara regangan geser merupakan perubahan sudut dari sepasang serat sembarang yang semula
(sebelum dikenakan tegangan) saling tegak lurus setelah dikenakan tegangan berubah menjadi tidak
saling tegak lurus lagi. Perjanjian tanda yang perlu dibuat untuk regangan geser ini yaitu perubahan
sudut antara sepasang serat yang semula saling tegak lurus, misal sepasang serat x(+) – y(+), atau
sepasang serat (+) – (+), dan kita akan buat perjanjian jika perubahan sudut (+) dimaksudkan
perubahan sudut dari sepasang serat tersebut ke arah MEMBESAR; sebaliknya jika perubahan sudut
(-) maka perubahan sudut dari sepasang serat tersebut ke arah MENGECIL.
Contoh :
x(+) (+)
4
Selanjutnya tinjau suatu material konstruksi 2D yang mengalami tegangan-tegangan berikut ini :
y x x
l l’ Nampak pula suatu serat sembarang l yang berada
x di dalam material akan mengalami perubahan
panjang dan juga perubahan orientasi (sudut).
1 x
x 1 l“ l’
Nampak suatu serat sembarang l yang berada
di dalam material juga akan mengalami
perubahan panjang dan juga perubahan orientasi
y (sudut).
y l ’’’ l
xy
xy Nampak suatu serat sembarang l yang berada di
x
dalam material juga akan mengalami perubahan
panjang dan juga perubahan orientasi (sudut).
Dalam kajian ini material konstruksi tetap dianggap berperilaku ELASTIK LINIER dan deformasi
yang terjadi dianggap SANGAT KECIL (Small Deformation). Dari penjelasan di atas dapat
dimengerti bahwa akibat bekerjanya kombinasi tegangan normal x dan y serta tegangan geser
xy, semua serat sembarang yang berada di dalam material telah diketahui akan dapat mengalami
perubahan panjang serta juga perubahan orientasi (sudut).
Selanjutnya kita akan formulasikan deformasi yang akan dialami oleh sepasang serat sembarang,
misal serat yang awalnya memiliki orientasi – , baik regangan normal yang dialami oleh masing-
masing serat yaitu dan , maupun regangan geser bilamana kita sudah memiliki informasi
atas besaran regangan x, y serta xy. Untuk memudahkan penurunan atas persamaan transformasi
regangan bidang ini (plane strain), kita akan lakukan dengan metoda superposisi pada mana dari
ketiga regangan acuan x, y serta xy yang sudah diketahui akan ditinjau satu per satu regangannya,
sementara kedua besaran regangan yang lainnya akan di-nol-kan, dalam rangka untuk menentukan
komponen dari regangan dan , serta . Ingat kajian kita dalam kasus ini adalah material masih
dalam kondisi elastik linier sehingga prinsip superposisi dapat diterapkan dalam meninjau kajian
regangan ini. Dari uraian sebelumnya dapat diduga bahwa ketiga besaran regangan dan serta
akan berubah nilainya bergantung kepada posisi awal dari pasangan kedua serat tersebut.
5
y Sepasang serat sembarang arah dan yang
yx saling tegak lurus akan ditinjau regangannya
xy
y(+) x x
(+)
(+)
(+) xy
0 x(+)
(+) : rotasinya berlawanan jarum jam yx
y
Akibat kombinasi tegangan normal dan tegangan geser tersebut maka regangan normal dan regangan
geser yang dialami oleh material adalah sbb. :
Kita akan berangkat dari nilai ketiga besaran regangan acuan x, y serta xy yang sudah diperoleh di
atas untuk menentukan selanjutnya besaran regangan dari pasangan serat lainnya yang memiliki
orientasi sembarang, misal serat-serat dalam arah – , yaitu dan serta seperti disajikan di
dalam gambar di atas.
Definisi :
: regangan normal dari serat yang searah/sejajar sumbu
: regangan normal dari serat yang searah/sejajar sumbu
: regangan geser (perubahan sudut) dari pasangan serat yang sejajar sumbu dan sumbu
Perjanjian TANDA :
; : POSITIF jika regangannya MEMANJANG
: POSITIF jika sudut yang semula siku-siku yang dibentuk oleh pasangan sumbu (+) dan
sumbu (+) berubah ke arah MEMBESAR. Satuan teknis dari sudut adalah [ radian ].
Untuk penurunan formula transformasi regangan bidang , , dan , akan diambil regangan
normal x dan y, serta regangan geser xy yang dialami oleh material dimisalkan POSITIF.
Diawali dengan regangan serat sejajar sumbu terlebih dahulu.
1. Tahap – I : x ≠ 0 ; y = 0 ; dan xy = 0
(x.dx) sin (+)
(x.dx) cos
dy
1
ds = dx sec Ingat : x sangat kecil
(+)
dx (x.dx)
6
Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan x, sumbu (+) berotasi searah jarum jam yang
mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu (+) bersama dengan sumbu (+) berupa
sudut siku-siku berubah ke arah MEMBESAR yang mana perubahannya sebesar 1 → sudut 1
bertanda (+).
dy 2
(+)
dx
Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan y, sumbu (+) berotasi berlawanan arah
jarum jam yang mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu (+) bersama dengan
sumbu (+) berupa sudut siku-siku berubah ke arah MENGECIL yang mana perubahannya
sebesar 2 → sudut 2 bertanda (-).
7
(xy.dy) (xy.dy) sin (+)
(xy.dy) cos
3
xy
dy
ds = dy cosec Ingat : xy sangat kecil
(+)
dx
Rangkuman atas regangan normal serat sejajar sumbu , didapat:
Regangan normal : = (1) + (2) + (3) = x cos2 + y sin2 - xy sin cos
Dengan bantuan formula trigonometri, didapat :
(x.dx) sin
ds = dx cosec
1
dy
(x.dx) dx
8
Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan x, sumbu (+) berotasi berlawanan arah jarum
jam yang mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu (+) bersama dengan sumbu (+)
berupa sudut siku-siku berubah ke arah MEMBESAR yang mana perubahannya sebesar 1 → sudut
1 bertanda (+).
(+)
(y.dy) cos
(y.dy) sin
(y.dy)
ds = dy sec
2 dy
(+)
dx
Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan y, sumbu (+) berotasi searah jarum jam yang
mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu (+) bersama dengan sumbu (+) berupa
sudut siku-siku berubah ke arah MENGECIL yang mana perubahannya sebesar 2 → sudut 2
bertanda (-).
9
3. Tahap – III : x = y = 0 ; dan xy ≠ 0
(+) (xy.dy)
(xy.dy) sin
(xy.dy) cos
ds = dy sec
3 xy
dy
Ingat : xy sangat kecil
(+)
dx
Dari gambar di atas nampak bahwa akibat regangan geser xy, sumbu (+) berotasi berlawanan arah
jarum jam yang mengakibatkan sudut awal yang dibentuk oleh sumbu (+) bersama dengan sumbu
(+) berupa sudut siku-siku berubah ke arah MEMBESAR yang mana perubahannya sebesar 3 →
sudut 3 bertanda (+).
Dari gambar di atas dapat diketahui :
(3) = + (xy.dy) sin / ds = + xy sin cos (memanjang)
Dengan demikian perubahan total sudut awal (yang awalnya siku-siku) yang dibentuk oleh pasangan
sumbu (+) dengan sumbu (+) yaitu :
= +
10
Dengan bantuan formula trigonometri, regangan geser didapat :
Evaluasi atas formula transformasi regangan bidang (Plane Strain) yang didapat di atas:
1. Formula yang didapatkan untuk transformasi regangan bidang identik dengan formula
transformasi tegangan bidang, hanya saja pada formula transformasi regangan bidang untuk
besaran regangan geser muncul faktor pembagi bilangan 2.
2. Hal-hal lainnya seperti principal strains, dan orientasinya serta regangan geser ekstrem dan
lingkaran MOHR Regangan dapat dikembangkan identik dengan kasus Tegangan Bidang.
Catatan :
Sudut yang dibentuk oleh sepasang serat yang mengalami regangan ekstrem (principal strains) max
dan min tetap siku-siku (= 90o), pada mana regangan geser-nya = 0, mengingat pada ke-empat
principal planes tidak bekerja tegangan geser ( = 0 ).
Principal planes
Sumbu maximum
Regangan MAXIMUM
Orientasi dari serat yang mengalami regangan geser ekstrem ditentukan dari persamaan berikut :
Ini menunjukkan bahwa perbedaan orientasi principal strains dengan orientasi dari serat pada mana
terjadi regangan geser ekstrem eks dibedakan oleh sudut 45 o. Pada sepasang serat dimana terjadi
regangan geser ekstrem eks, dapat diketahui regangan normal yang terjadi pada kedua seratnya adalah
sama sebesar ( x + y ) /2.
Mengingat formula untuk transformasi regangan bidang adalah identik dengan formula transformasi
dari tegangan bidang, dengan demikian untuk penentuan besaran regangan yang terjadi pada material
pada arah sembarang dapat pula ditentukan secara grafis yaitu dengan menggunakan bantuan
Lingkaran MOHR Regangan. Mengingat regangan normal bisa bernilai positif (memanjang) maupun
bernilai negatif (memendek), oleh karenanya Lingkaran MOHR Regangan bisa sepenuhnya berada di
kanan sumbu vertikal, memotong sumbu vertikal, maupun sepenuhnya bisa berada di sebelah kiri
sumbu vertikal. Yang juga perlu diketahui bahwa mengingat pada formula transformasi regangan
besaran regangan geser dibagi dengan bilangan 2, maka untuk penggambaran lingkaran MOHR
regangan ini sumbu vertikalnya haruslah dibuat (/2).
A A
x
y
12
LINGKARAN MOHR REGANGAN
max
( ; )
min
(x ; xy/2)
2 =
Titik acuan
y 2p
0 x
(y ; - xy/2)
Titik acuan
min
Berikut diberikan beberapa materi tambahan yang bertalian dengan hubungan (keterkaitan) antara
Plane Stress dan Plane Strain :
Kedua persamaan di atas dapat ditulis kembali dalam bentuk matriks sbb. :
13
Persamaan matriks di atas dapat ditulis kembali sebagai hubungan Tegangan – Regangan sbb. :
Juga kita dapatkan kondisi yang lebih umum dari hubungan Tegangan – Regangan di ruang 2D sbb. :
2. Principal Stresses
3. Principal Strains
Juga :
PENTING :
Bahwa posisi/orientasi dari Principal Strains dari suatu titik material sembarang di dalam
struktur akan pasti dan harus tepat sama dengan posisi/orientasi dari Principal Stresses.
14
Berikut akan diberikan pembuktian beberapa hubungan analitikal di atas :
1. Bukti bahwa orientasi principal strains akan berimpit (sama) dengan orientasi principal planes
yang dinyatakan melalui hubungan (persamaan) analitik berikut :
Di dalam permasalahan plane stress dan plane strain untuk kondisi material elastik linier kita memiliki
formula analitik berikut ini :
Dengan demikian :
15
Dimana :
Selanjutnya :
Dengan demikian :
===///===
16