Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TEORI ELASTISITAN BAHAN ANISOTROPIK


1. Pendahuluan
Teori elastisitas sangat penting untuk analisa struktur komposit secara analitik.
Beberapa struktur yang sederhana dapat diselesaikan dengan cara ini, misalnya persoalan
pelat berlubang, sambungan mekanik dan lendutan batang. Karenanya teori elastisitas
untuk pelat komposit penting dan diperkenalkan dalam buku ini.
Pada dasarnya, ada tiga hokum penting yang mendasari teori elastisitas, yaitu
hokum Hooke (hubungan tegangan-regangan), hukum keseimbangan (hubungan
tegangan-tegangan) dan hukum kompatibilitas (hubungan regangan dan perpindahan).
Ketiga hukum tersebut bersama-sama membentuk hukum elastisitan. Ditambah dengan
kondisi batas tertentu, maka persoalan-persoalan struktur dapat dipecahkan dengan
menggunakan ketiga hukum tersebut.
Pada bab ini, akan dibahas hubungan tegangan-regangan secara mendalam.
Hubungan ini yang dikenal dengan hukum Hooke
1
.
2. Hukum Hooke
Secara umum hokum Hooke dapat ditulis dalam bentuk :
3 , 2 , 1 , , , ,
3 , 2 , 1 , , , ,


l k j i C
dan
l k j i kl S
kl ijkl ij
ijkl ij


(2.1)
Dengan S
ijkl
dan C
ijkl
masing-masing adalah compliance tensor dan konstanta elastis.
Apabila kedua persamaan dijabarkan, akan didapat 9 persamaan dengan 9 perubahan.
Dengan demikian akan didapat 81 konstanta elastisitas yang perlu ditentukan. Tetapi
kerena hubungan
ji ij ji ij
dan
(2.2a)
Dari persamaan (2.1a)
kl jikl ji kl ijkl ij
S S ,
(2.2b)
1
Maka akibatnya
jikl ijkl
S S
(2.2c)
Hal yang sama belaku pula untuk konstanta elastisitas. Karena adanya batasan
persamaan (2.2c), maka persamaan (2.1) apabila dikembangkan akan didapat 36
konstanta elastisitas dan dengan mengambil = 2 serta
ij
=
ij
untuk i j, maka :

'

1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

'

12
31
23
33
22
11
66 65 64 63 62 61
56 55 54 53 52 51
46 45 44 43 42 41
36 35 34 33 32 31
26 25 24 23 22 21
16 15 14 13 12 11
12
31
23
33
22
11

C C C C C C
C C C C C C
C C C C C C
C C C C C C
C C C C C C
C C C C C C
(2.3)
Dan
16

'

1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

'

12
31
23
33
22
11
66 65 64 63 62 61
56 55 54 53 52 51
46 45 44 43 42 41
36 35 34 33 32 31
26 25 24 23 22 21
16 15 14 13 12 11
12
31
23
33
22
11

S S S S S S
S S S S S S
S S S S S S
S S S S S S
S S S S S S
S S S S S S
(2.4)
a. Energi Regangan. Energi regangan pada benda-benda elastis adalah
energi yang ditimbulkan oleh gaya luar pada benda elastis yang teregang. Apabila
regangan masih berada dalam daerah elastis, maka energi regangan tersebut akan
disimpan dalam bentuk energi regangan elastis dan akan dikembalikan lagi bila gaya
luar dilepaskan (panas yang terjadi selama peregangan diabaikan).
Persamaan (2.3) dan (2.4) adalah persamaan elastisitas umum utuk bahan
anisotropik. Di sisni terjadi kopel antara tegangan normal dan regangan geser dan
antara tegangan gesar dan regangan normal. Secara fisik artinya bila bahan
tersebut mendapat gaya uniaksial saja, akan terjadi pula regangan geser ()
disamping regangan tarik (). Gambar 2.1 menunjukkan regangan geser tersebut,
bila bahan anisotropik ini mendapat beban uniaksial tarik.
17
Gambar 2.1. Deformasi benda 3D akibat beban tarik (a) Bahan isotropik
(b) Bahan Anisotropik. Terlihan pada bahan anisotropik, beban uniaksial
juga menyebabkan terjadinya regangan geser.
b. Bidang Simetri. Bahan anisotropik murni per definisi tidak mempunyai
bidang simetri. Bila suatu bahan mempunyai bidang simetri, maka bahan tersebut
tidaklah merupakan bahan anisotropik murni dan ada beberapa harga pada matrik
elastisitas pada persamaan (2.3) dan (2.4) di atas beharga nol.
Sebagai contoh, bila dianggap bidang simetri, seperti terlihat pada gambar 2.2.
Koordinat (x
1
, x
2
, x
3
) dicerminkan ke koordinat baru (x
1
, x
2
, x
3
). Matriks C
ij
adalah
matrik elastisitas dalam koordinat (x
1
, x
2
, x
3
), sedangkan C
ij
adalah mariks elastisitas
dalam koordinat (x
1
, x
2
, x
3
).
Karena simetris maka :
C
ij
= C
ij
(2.3)
Tranformasi tegangan
ij
dan regangan
ij
dari koordinat (x
1
, x
2
, x
3
) ke koordinat baru
(x
1
, x
2
, x
3
) adalah :
kl
l
j
k
i ij
a a
(2.6)
dan
kl
l
j
k
i ij
a a
(2.7)
18
a b
Dengan harga cosinus arah, seperti terlihat pada gambar 2.2 adalah :
1
1
1
]
1

1 0 0
0 1 0
0 0 1
j
i
a
(2.8)
Dengan menggunakan cosinus arah di atas, tranformasi tensor rengangan dalam
koordinat (x
1
, x
2
, x
3
) dengan menggunakan persamaan (2.7) adalah :
33
3
1
3
1 32
2
1
3
1 13
1
1
3
1
23
3
1
2
1 22
2
1
2
1 21
1
1
2
1
13
3
1
1
1 12
2
1
1
1 11
1
1
1
1 11
' ' '
' '
' ' '



a a a a a a
a a a a a a
a a a a a a
+ + +
+ + +
+ +
(2.9)
0 90 cos ) , ' ( cos
1 180 cos ) , ' ( cos
1 0 cos ) , ' ( cos
1 0 cos ) , ' ( cos
0
2 1
2
1
0
3 3
3
3
0
2 2
2
2
0
1 1
1
1




x x a
x x a
x x a
x x a
Gambar 2.2. Bidang Simetris 1-2 dan penentuan cosinus arah.
Dari persamaan (2.8) diketahui bahwa harga :
0 dan 1
3
1
2
1
1
1
a a a
Dengan demikian persamaan (2.11) di atas menjadi :
19
x3
x2,x2
x3
x1,x1
11 11 11
' ' . 1 . 1
Denga cara yang sama untuk tensor regangan yang lain akan didapat hubungan
sebagai berikut :
11 11
'
12 12
'
22 22
'

13 13
'

33 33
'
23 23
'
(2.10)
Tranformasi tensor tegangan ke dalam koordinat baru ( )
'
3
'
2
'
1
, , x x x , dengan cara
yang sama seperti pada tensor regangan, didapat :
11 11
'

12 12
'
22 22
'

13 13
'
33 33
'
23 23
'
(2.11)
Karena Cij = C ij , maka besar tegangan geser
'
23

pada koordinat baru


( )
'
3
'
2
'
1
, , x x x dengan menggunakan persamaan (2.3) adalah :
'
23

= C
'
11 14

+ C
'
22 24
+ C
'
33 34

+ C
'
32 44

+ C
'
31 45

+ C
'
12 46

(2.12)
Dengan memasukkan persamaan (2.12) ke Persamaan (2.11) maka didapat
hubungan sebagai berikut :
'
23

= C 11 14

+ C
22 24
+ C
33 34

- C
32 44

- C
31 45

+ C
12 46

(2.13)
Sehubungan antara tegangan geser
23

dengan regangan normal geser adalah :


23

= C 11 14

+ C
22 24
+ C
33 34

+ C
32 44

+ C
31 45

+ C
12 46

(2.14)
Karena
23

= -
'
23

, maka gabungan persamaan diatas adalah :


C 11 14

+ C
22 24
+ C
33 34

+ C
22 44
+ C
31 45

+ C
12 46

=
- C 11 14

- C
22 24
- C
33 34

+ C
22 44
+ C
31 45

- C
12 46

Dengan membandingkan kedua suku diatas, maka persamaan diatas hanya


mungkin bila :
C
14
= C
24
= C
34
= C
46
= 0 (2.15)
20
Dengan cara yang sama, untuk tensor tegangan
31

didapat :
C
15
= C
25
= C
35
= C
56
= 0 (2.16)
Dengan demikian Persamaan (2.3) berubah menjadi :

'

1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

'

12
31
23
33
22
11
66 36 26 16
55 45
45 44
36 33 32 31
26 23 22 21
16 13 12 11
12
31
23
33
22
11
0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0
0 0
0 0

C C C C
C C
C C
C C C C
C C C C
C C C C
(2.17)
Persamaan (2.17) diatas adalah persamaan elastisitas bahan bila bidang 1-2
merupakan bidang simetri. Bahan seperti ini mempunyai 13 konstanta elastisitas dan
disebut monoclinic.
Apabila terdapat dua bidang yang saling tegak lurus, maka dengan cara yang sama,
Persamaan (2.3) diatas akan menjadi lebih sederhana lagi, yaitu menjadi :
21

'

1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

'

12
31
23
33
22
11
66
55
44
33 23 13
23 22 12
13 12 11
12
31
23
33
22
11
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0

C
C
C
C C C
C C C
C C C
(2.18)
Persamaan (2.18) diatas adalah persamaan elastisitas bahan ortrotopik dan
mempunyai 9 konstanta elastisitas yang tidak diketahui. Terlihat pada persamaan
diatas sudah tidak terdapat lagi kopel antara tegangan normal dan regangan geser;
demikian pula sebaliknya antara tegangan geser dan regangan normal.
Apabila pada bahan orthotropik tersebut terdapat satu bidang isotropik ( yang berarti
pada bidang tersebut sifat-sifatnya sama dalam segala arah), maka bahan tersebut
dinamakan transversely isotropic. Bila bidang 2-3 merupakan bidang isotropik,
maka hubungan tegangan-regangan menjadi :

'

1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

'

12
31
23
33
22
11
66
66
44
22 23 12
23 22 12
12 12 11
12
31
23
33
22
11
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0

C
C
C
C C C
C C C
C C C
(2.19)
22
Dengan harga C
44
= ( C
22
C
23
)/2. Perhatikan persamaan (2.19) dan (2.18) dan
bandingkan. Pada persamaan (2.19) diatas terlihat hanya terdapat 5 konstanta
elastisitas yang pada bahan orthotropik berjumlah 9.
Apabila sifat-sifat bahan tidak bergantung arah, maka berarti mempunyai
bidang simetri yang tidak terhingga, sehingga bahan tersebut dinamakan bahan
isotropik dan hanya mempunyai dua konstanta elastis, yaitu :

'

1
1
1
1
1
1
1
1
]
1

'

12
31
23
33
22
11
66
66
66
11 12 12
12 11 12
12 12 11
12
31
23
33
22
11
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0

C
C
C
C C C
C C C
C C C
(2.20)
Dengan harga C = (C
11
-C
12
)/2. Terliahat pada persamaan di atas, pada bahan
isotropik hanya terdapat dua konstanta elastisitas. Dan seperti diketahui, pada
bahan isotropik, konstanta elastisitas yang dibutuhkan hanyalah E dan . Bahan
jenis inilah yang sering digunakan pada struktur-struktur konvensional.
3. Fungsi Airy Untuk Bahan Anisotropik
Fungsi tegangan atau lebih dikenal dengan fungsi Airy, sangat penting untuk
perhitungan tegangan di suatu benda dengan cara analitis. Untuk kasus-kasus yang
sederhana dan klasik, penerapan fungsi Airy untuk menganalisis tegangan suatu benda
23
sangat membantu, meskipun pada kebanyakan kasus, penyelesaian dengan menggunakan
fungsi ini sangat rumit dan sukar.
Persamaan-persamaan dasar, seperti persamaan kesetimbangan, persamaan
regangan dan persamaan kesesuaian, tidak akan diturunkan secara lengkap di sini, karena
sudah banyak diberikan dalam buku-buku standar mekanika teknik.
a. Pesamaan Kesetimbangan. Tegangan pada suatu titik dalam benda dua
dimensi (tegangan bidang atau plane stress)yang dikenai gaya-gaya luar diberikan
dalam bentuk; xy y x
, ,
, Tegangan-tegangan tersebut berada dalam
kesetimbangan dan menuruti persamaan kesetimbangan dalam bentuk :
0
0

x y
y x
xy y
xy
x

(2.21)
Bila gaya-gaya massa (body force diabaikan).
b. Persamaan Regangan. Regangan suatu titik diberikan dalam bentuk :
xy y x
, ,
. Yang masing-masing merupakan penurunan perpindahan, bila
perpindahan kecil :
x
V
y
U
y
V
x
U
xy y x

; ;
(2.22)
Dengan U dan V masing-masing adalah perpindahan dalam sumbu x dan y.
Tegangan-tegangan pada suatu titik dalam benda dua dimensi akan memenuhi
salah satu ketiga persamaan di atas, karena itu jawab persoalan dua dimensi adalah
mencari fungsi tegangan yang memenuhi salah satu dari ketiga persamaan di atas
serta memenuhi kondisi batas.
24

Anda mungkin juga menyukai