Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

In vivo (bahasa Latin untuk "dalam hidup") adalah eksperimen dengan menggunakan
keseluruhan, hidup organisme sebagai lawan dari sebagian organisme atau mati, atau in vitro
dalam lingkungan yang terkendali. Hewan pengujian dan uji klinis dua bentuk dalam
penelitian in vivo. Dalam vivo pengujian sering mempekerjakan lebih in vitro karena lebih
cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup. Hal ini sering
dijelaskan oleh pepatah di veritas vivo.

Dalam biologi molekular in vivo sering digunakan untuk merujuk pada eksperimen dilakukan
di sel isolasi hidup bukan di seluruh organisme, misalnya, berasal dari sel-sel kultur biopsi.
Dalam situasi ini, istilah yang lebih spesifik adalah ex vivo . Setelah sel terganggu dan bagian
individu yang diuji atau dianalisis, ini dikenal sebagai in vitro. dalam percobaan vivo dalam
hidup; dalam studi in vitro dalam tabung reaksi.

Sebuah prosedur dilakukan in vitro ( bahasa Latin : dalam kaca) dilakukan tidak dalam hidup
organisme tetapi dalam lingkungan terkontrol, misalnya di dalam tabung reaksi atau cawan
Petri . Banyak percobaan biologi seluler dilakukan di luar organisme atau sel ; karena kondisi
pengujian mungkin tidak sesuai dengan kondisi di dalam organisme, ini dapat mengakibatkan
hasil yang tidak sesuai dengan situasi yang muncul dalam organisme hidup. Akibatnya, hasil
eksperimen tersebut sering dijelaskan dengan in vitro, bertentangan dengan in vivo.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian in vivo ?

2. Sebutkan jenis – jenis metode pada in vivo ?

3. Bagaimana prinsip kerja dari in vivo ?


4. Bagaimana contoh cara kerja in vivo ?

5. Apa kelebihan dan kekurangan dari in vivo ?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian in vivo

2. Mengetahui jenis – jenis metode in vivo

3. Memahami prinsip kerja in vivo

4. Mengetahui cara kerja in vivo

5. Menegtahui kelebihan dan kekurangan in vivo

BAB II

PEMBAHASAN

2.2 JENIS – JENIS METODE IN VIVO

1) Dosimetri in vivo

Yaitu metode pamantauan dosis secara langsunng pada pasien yang sedang menjalani

radioterapi baik dengan meletakan dosimeter diatas kulit pasien maupun dalam rongga

rongga alami yang ada pada manusia seperti pada rongga osefagus, rectum, vagina dan lain-
lain.

2) Scracth : Epicutaneus Tes

Ini merupakan tehnik yang paling awal ditemukan oleh Charles Blackley pada tahun
1873. Pemeriksaan ini didasari dengan membuat laserasi superficial kecil dari 2 mm pada
kulit pasien dan diikuti dengan menjatuhkan antigen konsentrat.

Keuntungan : Aman, jarang menyebabkan reaksi sistemik. Terdapat kekurangan pada reaksi
kulit tipe lambat. Konstrate yang digunakan nilai ekonominya lebih baik dan mempunyai
daya hidup yang lama. Kerugian :
Terjadi false positif (akibat iritasi pada kulit dibandingkan dengan reaksi alergi).

Lebih menyakitkan. Tidak reproducible sebagai intradermal skin test.Karena kurang


reproducibility dan berbagai gambaran dibelakang, bentuk tes ini tidak direkomendasikan lagi
sebagai prosedur diagnostik pada Alergi panel dariAMA Council Of Scientific Affairs.

3) Prick : Epicutaneus

Tehnik ini pertama kali dijelaskan oleh Lewis dan Grant pada tahun 1926. Hal ini
digambarkan dimana satu tetesan konsentrat antigen ke dalam kulit . kemudian jarum steril 26
G melalui tetesan tadi ditusukkan ke dalam kulit bagian superficial sehingga tidak berdarah.
Variasi dari tes ini adalah dengan menggunakan applikator sekali pakai dengan delapan mata
jarum yang bisa digunakan. Digunakan secara simultan dengan 6 antigen dan control positif
(histmin) dan kontrol negative (glyserin).

4) Intradermal test

Tes intradermal atau tes intrakutan secara umum biasa digunakan ketika terdapat
kenaikan sensitivitas merupakan tujuan pokok dari pemeriksaan (misalnya ketika skin prick
test memberikan hasil negatif walaupun mempunyai riwayat yang cocok terhadap paparan).
Tes intradermal lebih sensitive namun kurang spesifik dibandingkan dengan skin prick test
terhadap sebagian besar alergen, tetapi lebih baik daripada uji kulit lainnya dalam mengakses
hipersensitivitas terhadapHymenoptera (gigitan serangga) dan penisilin atau alergen dengan
potensi yang rendah.

5) Patch Test

Tes pacth merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi zat yang memberikan
alergi jika terjadi kontak langsung dengan kulit. Metode ini sering digunakan oleh para ahli
kulit untuk mendiagnosa dermatitis kontak yang merupakan reaksi alergi tipe lambat, dimana
reaksi yang terjadi baru dapat dilihat dalam 2 – 3 hari.

Pemeriksaan pacth tes biasa dilakukan jika pemeriksaan dengan menggunakan skin
prick tes memberikan hasil yang negative.(10) Pada pelaksanaan pemeriksaan disiapkan 25 –
150 material yang dimasukkan ke dalam kamar plastic atau aluminium dan di letakkan di
belakang punggung. Sebelumnya pada punggung diberikan tanda tempat-tempat yang akan
ditempelkan bahan allergen tersebut. Setelah ditempelkan, kemudian dibiarkan selama 48
sampai 72 jam. Kemudian diperiksa apakah ada tanda reaksi alergi yang dilihat dari bentol
yang muncul dan warna kemerahan.

2.3 PRINSIP KERJA IN VIVO

Pengujian secara biologis biasanya menggunakan hewan coba untuk membantu


menjalakan penelitian-penalitian yang tidak bisa secara langsung dilakukan dalamtubuh
manusia dengan asumsi semua jaringan, sel-sel penyusun tubuh, sertaenzim-enzim ada dalam
tubuh hewan coba tersebut memiliki kesamaan dengan manusia.

2.4 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN IN VIVO

v Scracth : Epicutaneus Tes Keuntungan : Aman, jarang menyebabkan reaksi sistemik

1. Terdapat kekurangan pada reaksi kulit tipe lambat


2. Konstrate yang digunakan nilai ekonominya lebih baik dan mempunyai daya hidup
yang lama.

 Kerugian :
1. Terjadi false positif (akibat iritasi pada kulit dibandingkan dengan reaksi alergi)
2. Lebih menyakitkan
3. Tidak reproducible sebagai intradermal skin test

Karena kurang reproducibility dan berbagai gambaran dibelakang, bentuk tes ini tidak
direkomendasikan lagi sebagai prosedur diagnostik pada Alergi panel dariAMA Council Of
Scientific Affairs.(5)

v Prick : Epicutaneus Keuntungan :

1. Cepat
2. Mempunyai korelasi yang baik dengan tes intradermal
3. Relative lebih aman • Kerugian : o Hanya memberikan penilaian kualitatif pada alergi
4. Bisa terjadi kesalahan pada keadaan alergi yang lemah (false – negatif)
5. Grade pada kulit bersifat subjektif
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

In Vivo adalah bahasa Latin untuk “dalam organisme hidup”; mengacu pada
penelitian yang dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan. beberapa keuntungan
metode in vivo menggunakan hewan percobaan, yaitu praktis, lebih murah, serta mudah
dilaksanakan . beberapa kekurangan dari metode in vivo antara lain, Tidak semua hewan
dapat dijadikan sebagai hewan percobaan, Hewan yang digunakan sebagai hewan percobaan
sangat mudah mati seperti tikus putih sehingga penelitian harus sesegera mungkin untuk
dilakukan.

3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Mursiyatun, M., Setiawati, E., & Muhlisin, Z. (2014). Karakteristik Thermoluminescent Dosimeters
untuk Dosimetri In Vivo pada Radioterapi Eksterna. Youngster Physics Journal, 3(4), 347-350.

Fernández-Benítez, M. (2005). Diagnosis of allergic diseases in children. Acta Pediatrica


Espanola, 63(1), 2.

Indonesia, K. S. (2018). Psychoneuroimmunology In Dermatology. In National Symposium &


Workshop Psychoneuroimmunology In Dermatology. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai