Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra dapat menggambarkan berbagai kehidupan di masyarakat,

mulai dari individu, sosial, ekonomi, psikologi, politik dan sebagainya. Dengan

kemampuan ini karya sastra dapat dikategorikan sebagai cerminan kehidupan

masyarakat. Salah satu jenis karya sastra yang didalamnya memuat berbagai

pandangan kehidupan adalah novel. Novel merupakan karya sastra yang hampir

sejajar dengan kehidupan masyarakat karena permasalahan atau topik yang

diangkat merupakan topik yang banyak ditemui di dunia nyata.

Novel merupakan jenis prosa yang banyak menyampaikan kritik terhadap

permasalahan-permasalahan sosial (Purba, 2010:63; Juanda, 2019: 2). Contoh

permasalahan sosial yang secara tidak langsung sering dihadirkan pengarang

dalam novel ialah counter-hegemoni atau perlawanan hegemoni. counter-

hegemoni ini tidak hanya ada dalam pemerintahan namun dalam gender, agama,

budaya, politik bahkan pendidikan. Banyaknya fenomena counter-hegemoni di

setiap aspek kehidupan masyarakat menjadi daya tarik untuk penulis melakukan

penelitian. Terutama counter-hegemoni yang disajikan dalam bentuk karya sastra

yang mana karya sastra merupakan cerminan kehidupan masyarakat.

Counter-hegemoni atau perlawanan hegemoni merupakan teori yang luas

untuk dijadikan sebuah dasar analisis. Karena luasnya teori tersebut maka ada

banyak peneliti yang melakukan analisis pada bidang tersebut. Syifaul Fauziyah

1
(2018) penelitiannya bertujuan mendeskripsikan counter-hegemoni atas otoritas

agama pada film Sang Pencerah menggunakan metode analisis wacana kritis

Fairclough. Hasil dari penelitian tersebut terdapat upaya counter-hegemoni pada

setiap tahap analisis wacana kritis Fairclough. Pada tahap Mikrostruktural

(analisis teks), counter-hegemoni ditunjukkan oleh adanya kata “kafir” yang

selalu disebutkan dalam teks dialog. Pada tahap Mesostruktural (praktik wacana),

counter-hegemoni ditunjukkan oleh adanya perdebatan arah kiblat yang menjadi

keributan di tengah-tengah masyarakat. Pada tahap Makrostruktural (praktik

sosiokultural), menunjukkan bahwa idealisme pembuat wacana masuk ke dalam

media (film) dengan kata lain media ikut serta membentuk sebuah counter.

Ada lagi penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2018) tentang Bentuk-

Bentuk Hegemoni Dan Counter-Hegemoni Dalam Novel Entrok Karya Okky

Madasari. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan struktur cerita novel Entrok,

menentukan dan mendeskripsikan bentuk-bentuk hegemoni serta bentuk counter-

hegemoni yang terdapat dalam novel Entrok karya Okky Madasari. Hasil kajian

ini dibagi menjadai tiga, yaitu struktur cerita dalam novel, bentuk hegemoni dan

counter-hegemoni. Ada dua wilayah hegemoni yang ditemukan dalam penelitian

ini yaitu masyarakat sipil dan masyarakat politik. Sedangkan untuk counter-

hegemoni, peneliti menemukan ada tiga bentuk counter-hegemoni yang terdapat

di penelitian ini.

Dari beberapa penelitian yang sudah ada membuktikan bahwa counter-

hegemoni dalam karya sastra masih menjadi topik yang menarik untuk diteliti.

Hal itu juga ditemukan dalam novel Gadis-Gadis Amangkurat, Cinta Yang

2
Menikam karya Rh. Widada. Salah satu bentuk counter-hegemoni yang ada di

dalam novel tersebut adalah perlawanan keras. Counter-hegemoni ini dilakukan

oleh banyak tokoh, salah satunya yaitu Pemimpin Dhukuh Kundhen atau Ki

Dhukuh. Ia bersama beberapa warga Dhukuh Kundhen melawan Mantri

Yudakarti dan pasukannya yang diperintah oleh Sang Nata untuk menjemput

Sunthi. Perlawanan yang dilakukan Ki Dhukuh beserta warga Kundhen

merupakan upaya untuk menyelamatkan Sunthi dan warga Kundhen lainnya dari

siksaan Mantri Yudakarti karena mereka tidak mau menyerahkan Sunthi pada

Sang Nata atau Susuhunan.

Oleh karena itu untuk membuktikan adanya bentuk counter-hegemoni

dalam Novel Gadis-Gadis Amangkurat, Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada.

Penelitian dengan judul “Counter-Hegemoni dalam Novel Gadis-Gadis

Amangkurat, Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada” penting untuk dilakukan.

Karena dari penelitian akan memberikan bukti berupa counter-hegemoni yang ada

di dalam novel tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah counter-hegemoni apa saja yang ada dalam Novel Gadis-

gadis Amangkurat, Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada?

C. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan counter-hegemoni yang

terdapat dalam Novel Gadis-Gadis Amangkurat, Cinta Yang Menikam karya Rh.

Widada.

3
D. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu manfaat teoretis

dan manfaat praktis:

1. Manfaat Teoritis

Secara teori, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan

pengetahuan kepada pembaca mengenai tingkat hegemoni dalam novel Gadis-

Gadis Amangkurat, Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi modal bagi guru dan calon guru

agar dapat menjadi pemimpin di dalam kelas maupun di luar kelas tanpa

merugikan pihak lain demi keuntungan dirinya sendiri.

b. Bagi Pembaca

Bagi pemaca, penelitian inni diharapkan dapat turut serta mengantarkan

pembaca agar memiliki jiwa kepemimpinan yagn baik.

c. Bagi Peneliti Sastra

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber refrensi bagi peneliti

selanjutnya yang akan meneliti tentang hegemoni yang terdapat dalam novel.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Relevan

Novel Gadis-Gadis Amangkurat, Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada

merupakan salah satu novel yang menarik untuk diteliti. Terbukti dengan adanya

beberapa penelitian dari berbagai sudut pandang. Peneliti mengambil dua contoh

penelitian, yaitu: penelitian yang berjudul “Bentuk-Bentuk Pelabelan Negatif

Terhadap Perempuan dalam Novel Gadis-Gadis Amangkurat Cinta Yang

Menikam karya Rh. Widada” yang ditulis oleh Ridho Covinda Wahyu Firmansyah

pada tahun 2019. Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitiannya

mencakup; pertama, bagaimana bentuk-bentuk pelabelan negatif terhadap

perempuan dalam novel Gadis-Gadis Amangkurat Cinta Yang Menikam karya Rh.

Widada; kedua, dampak yang ditimbulkan adanya pelabelan negatif terhadap

perempuan novel Gadis-Gadis Amangkurat Cinta Yang Menikam karya Rh.

Widada. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ridho menunjukan bahwa bentuk-

bentuk pelabelan negatif terhadap perempuan dalam novel Gadis-Gadis

Amangkurat Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada adalah pelayan lelaki, cantik,

lemah lembut dan keibuan. Sedangkan dampak yang ditimbulkan dari pelabelan

negatif tersebut adalah depresi hingga mengakhiri hidup, serta mengalami

penderitaan.

Kedua, penelitian dengan judul “Hegemoni Kekuasaan pada Tokoh dalam

Novel Gadis-Gadis Amangkurat Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada” ditulis

oleh Dyandy Dio Pratami pada tahun 2019. Permasalahan yang diteliti adalah

5
wujud dan fungsi hegemoni kekuasaan pada tokoh dalam novel Gadis-Gadis

Amangkurat Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada. Hasil penelitian yang

ditemukan di dalam novel terdapat empat wujud hegemoni kekuasaan yaitu

kekuasaan paksaan, imbalan, sah dan ahli. Fungsi yang digambarkan oleh tokoh

meliputi, (a) kekuasaan paksaan (coercive power) berfungsi untuk menciptakan

ketakutan terhdap prajurit, (b) kekuasaan imbalan (intensif power) berfungsi untuk

menciptakan kepatuhan kepada Raja Amangkurat, (c) kekuasaan sah (expert

power) berfungsi untuk mempengaruhi Ki Kundhen agar mematuhi Yudakarti, (d)

kekuasaan ahli (legitimate power) berfungsi untuk menguasai warga Kundhen.

Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada terdapat

pada sumber data yaitu sama-sama menggunaan novel Gadis-Gadis Amangkurat

Cinta Yang Menikam karya Rh. Widada. Perbedaannya terletak pada pembahasan

atau analisisnya, karena penelitian ini memfokuskan pada bentuk counter-

hegemoni di dalam novel tersebut. Sedangkan peneilitian yang sudah ada

memfokuskan wujud dan fungsi hegemoni serta bentu-bentuk pelabelan negatif

pada perempuan dan dampak pelabelan negatif tersebut. Dari beberapa penelitian

yang peneliti sebutkan di atas mebuktikan bahwa penelitian yang dilakukan

sebelumnya benar-benar berbeda dari penelitian ini.

B. Landasan Teori

1. Hakikat Novel

Novel merupakan sebuah karya sastra yang terkenal di kalangan

masyarakat Indonesia. Kata novel sendiri berasal dari Bahasa Ingris. Menurut

Nurgiyantoro (2013) istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang

6
sama dengan istilah Indonesia ‘novelet’ (inggris novelette), yang berarti sebuah

karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga

tidak terlalu pendek. Sedangkan menurut Suyitno (2009: 35), kata novel berasal

dari bahasa latin yaitu novellus. Kata novellus dibentuk dari kata novus yang

berarti baru, atau new dalam Bahasa Inggris. Dikatakan baru karena bentuk novel

adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya

seperti puisi dan drama.

Novel dengan bentuk prosa lain seperti cerpen tentunya memiliki

perbedaan. Sebagai pembeda novel dan cerita pendek adalah novel memiliki

ratusan halaman dan lebih panjang daripada cerpen. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Nurgiyantoro (2010: 10), perbedaan antara novel dengan cerpen yang

pertama (dan utama) dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, segi panjang cerita.

Sebuah cerita panjang, katakanlah berjumlah ratusan halaman, jelas tak dapat

disebut sebagai cerpen, melainkan lebih tepat sebagai novel. Oleh karena itu novel

dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih

banyak, lebih rinci, lebih detil dan lebih banyak melibatkan berbagai masalah

yang kompleks. Kelebihan sebuah novel adalah ia mampu menyampaikan

permasalahan yang kompleks secara penuh, menkreasikan sebuah dunia yang

“Jadi”. Pendapat dari para ahli tentang novel dapat disimpulkan bahwa novel

adalah karya sastra jenis prosa baru yang menyajikan gambaran kehidupan lebih

rinci, dengan permasalahan yang kompleks dan memiliki jumlah sampai ratusan

halaman.

2. Teori Hegemoni Antonio Gramsci

7
Hegemoni berasal dari kata eugemonia (Yunani) yang mempunyai

pengertian memimpin, kepemimpinan, kekuasaan yang melebihi kekuasaan yang

lain. Oleh Gramsci, hegemoni didefinisikan sebagai sesatu yang kompleks, yang

sekaligus bersifat ekonomik dan etis-politis (dalam Faruk, 2010: 142). Dalam

menjalankan hegemoni, pemimpin kelompok harus memperhatikan minat-minat

dan kebiasaan yang ada di dalam kelompoknya. Selain itu pemimpin juga harus

membentuk keseimbangan kompromis antar minat-minat dalam kelompoknya.

Faruk (2010: 142) menyatakan bahwa pengorbanan pemimpin tidak dapat

menyentuh interes ekonomi sebab walaupun hegemoni bersifat etis politik ia

harus bersifat ekonomis dan didaasarkan pada fungsi inti aktivitas ekonomi.

Inti aktivitas ekonomi merupakan prinsip pertama yang harus

diperhitungkan, tetapi bukan menjadi satu-satunya penentu. Ada empat momen

dalam inti aktivitas ekonomi menurut Faruk. Momen pertama akan terbentuk

kesadaran yagn bersifat ekonomis dalam lingkup satuan sosial tertentu, namun

solidaritas dalam satuan yang lebih besar belum terbentuk. Beru di momen kedua

kesadaran solidaritas dicapai di antara seluruh anggota dari suatu kelas atau

kelompok. Momen ketiga adalah momen yseseorang menjadai sadar bahwa

interes korporasinya dalam perkembangan dan akan mengatasi batas-batas

korporasi kelas lalu menjangkau ke kelompok lain yang subordinat. Momen inn

merupakan fase yang paling politis dan menandai suatu perpindahan yagn

menentuan dari struktur ke lingkungan superstruktur yang kompleks. Ideologi

yang sebelumnya berkembang menjadi partai, masuk ke dalam konfrontasi dan

konfliksampai hanya salah satunya saja, atau sekurang-kurangnya satu kombinasi

8
tunggalnya. Dari fase ini akan menghasilkan tidak hanya persetujuan tujuan-

tujuan politis dana ekonomik, melainkan juga kesatuan moral dan intelektual.

Pada momen inilah hegemoni terjadi, kepemimpinan suatu kelompok fundamental

atas kelompok-kelompok subordinat.

a. Kaum Intelektual

Agar dapat mencapai hegemoni, ideologi harus disebarkan. Menurut

Gramsci (dalam Faruk, 2010:150) penyebaran itu tidak terjadi dengan sendirinya,

melainkan melalui lembaga-lembaga sosia tertentu yang menjadi pusatnya,

misalnya bentuk-bentuk sekolahan dan pengajaran, keatangan dan

ketidakmaatangan relative bahasa nasional, sifat-sifat kelompok sosial yang

dominan dan seagainya. Pusat-pusat itu mempunyai peranan penting, yaitu kaum

intelektual.

Kelompok intelektual dipisah menjadi dua, kelompok intelektual

tradisional dan kelompok intelektual organik. Intelektua tradisional adalah mereka

yang menyandang tugas-tugas kepemimpinan intelektal dalam suatu given society

(Patria, 1999:163). Golongan ini meliputi semua orang yang menunjukkan

aktivitas intelektualnya. Sedangkan Intelektual organik adalah intelektual yang

berasal dari kelas borjuis ataupun kelas proletar. Mereka memberikan sebuah

pandangan yang menghubungkan antara kelas atas (borjuis/penguasa) dan kelas

bawah (proletar/masyarakat) (Patria, 1999: 163). Kedua kelompok itu terpisah,

namun secara historis dapat saling tumpang tindih.

Dalam kelompok intelektual organik, Taum (2015: 40) menambahkan dua

istilah kelompok intelektual berkaitan dengan fungsi dan relasinya. Pertama

9
Intelektual Hegemonic. Kaum intelektual ini bertanggungjawab untuk menjamin

pandangan dunia massa konsisten dengan nilai-nilai kapitalisme yang telah

diterima oleh semua kelas masyarakat. Kedua, Intelektual Counter-Hegemonic.

Kategori yang ke dua ini bertanggungjawab memisahkan massa dari kapitalisme

dan membangun pandangan dunia sesuai perspektif sosialis.

3. Teori Counter-hegemoni

Menurut Gramsci, kesadaran adalah hal yang utama untuk membangkitkan

perjuangan menentang kelas dominan (counter-hegemoni) (patria, 1999: 167).

Agar revolusi terwujud maka masyarakat seharusnya bertindak. Sebelum mereka

bertindak, mereka harus mampu memahami hakikat dan situasi keberadaan

mereka dalam suatu system yang sedang dijalani.

Dengan berlatarbelakang konteks kepriadian, latar dan motivasi tokoh,

memungkinkan counter-hegemoni termanifestasikan ke dalam beragam bentuk.

Masing-masing bentuk hadir berdasarkan kesadaran tokoh perlawanan terhadap

kekuasaan dan dominasi yang mereka hadapi.

a. Perlawanan keras

Perlawanan keras berkaitan dengan tindakan perlawanan dengan cara

berhadap-hadapan dengan pihak penguasa dan mengambil sikap atau tindakan

yang bertentangan dengan kehendak kekuasaan. Bentuk perlawanan yang kerass

antara lain dengan mempertanyakan dan meminta tanggungjawab apparat militer

maupun sipil, atau melakukan tindakan-tindakan yang jelas-jelas bertentangan

dengan mainstream atau pendapat umum yang berlaku pada waktu itu (Taum,

2015:98)

10
b. Perlawanan pasif

Perlawanan dengan cara tidak melaksanakan kehendak mainstream attau

melakukan tindakan negative terhadap diri sendiri sebagai bentuk protes terhadap

kekuasaan dan mainstream itu (Taum, 2015:102)

c. Perlawanan humanistic

Perlawanan humanistic merupakan perlawanan terhadap kekuasaan tanpa

kekerasan, tetapi dengan memberikan renungan alternative, apakah sikap dan

tindakan mainstream tersebut sudah dipandang tepat (Taum, 2015:104)

11
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Deskriptif Kualitatif merupakan salah satu dari jenis penelitian yang

termasukdalam jenis penelitian kualitatif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel, dan

keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang

sebenarnya terjadi. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan

angka-angka. Dengan demikian laporan akan berisi kutipan-kutipan data untuk

memberisi ambaran penyajian laporan tersebut.

B. Objek peneitian

Semua hal yang menjadi perhatian dalam sebuah penelitian disebut

sebagai objek penelitian. Sangidu (2004:61) berpendapat bahwa objek penelitian

sastra adalah pokok atau topik penelitian sastra. Karena objek penelitian adalah

pokok dari penelitian, maka objek penelitian menjadi focus penelitian yang akan

dianalisis oleh seorang peneliti. Objek yang penulis teliti pada penelitian ini

adalah Bentuk-bentuk counter-hegemoni pada Novel Gadis-Gadis Amangkurat,

Cinta Yang Menikam karya R.H. Widada.

C. Pendekatan Penelitian

Pendekatan merupakan alat untuk menangkap realita atau fenomena

sebelum dilaukan kegiatan analisis atas sebuah karya (Siswantoro, 2010: 47).

Pendekatan yang digunakan dalam menganalisisi penelitian ini adalah counter-

12
hegemoni. Pendekatan counter-hegemoni bertujuan untuk menganalisis bentuk-

bentuk perlawanan hegemoni yang terdapat pada Novel Gadis-Gadis Aangkurat,

Cinta Yang Menikam karya R.H. Widada.

D. Data dan Sumber Data

1. Data

Data adalah sumber informasi yang akan diseleksi sebagai bahan analisis

(Siswantoro, 2010:70). Data dalam penelitian ini berupa teks-teks yang

menggambarkan perlawanan hegemoni (counter-hegemoni) dalam novel Gadis-

Gadis Amangkurat, Cinta yang Menikam karya Rh. Widada.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat

diperoleh. Dalam aspek ini, penulis menggunakan sebuah karya sastra yang

berupa novel sebagai bahan untuk penelitian sekaligus sebagai sumber data yang

hendak dianalisis. Novel yang dijadikan sebagai sumber data adalah novel karya

Rh. Widada yang berjudul Gadis-Gadis Amangkurat, Cinta yang Menikam. Novel

tersebut diterbitkan oleh Narasi pada tahun 2011 dengan tebal halaman 268 dan

merupakan cetakan pertama.

E. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik baca dan catat. Teknik baca dan catat adalah teknik yag mengumpulkan

datanya dilakukan dengan cara membaca berulang kali novel Gadis-Gadis

Amangkurat, Cinta yang Menikam karya Rh. Widada, kemudian mencatat

13
kalimat, dialog atau teks-teks yang menggambarkan bentuk perlawanan

hegemoni.

F. Teknik Analisis Data

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses berpikir sensitif yang memerlukan

kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi (Sugiyono,

2014:92). Proses ini berlangsung secara terus menerus selama penelitian

berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sbagaimana terlihat dari

kerangka konseptual penelitian, permasalahan studi, dan pendekatan pengumpulan

data yang dipiih peneliti. Tujuan dari reduksi data ini adalah untuk

menyederhanakan data yang diperoleh selama penggalian data di lapangan.

2. Sajian Data

Sajian data adalah kumpulan data yang disusun, sehingga memberi

kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.

3. Verivikasi dan Simpulan

Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-menerus

selama penelitian berlangsung. Kesimpulan-kesimpulan ini dilakukan dengan cara

yang tidak ketat, tetap terbuka, dan tidak tepat, tatapi kesimpulan secara garis

besar sudah ada. Mula-mula kesimpulan yang diambil tidak akan begitu jelas,

kemudian mengkat menjadi lebih rinci dan kuat.

14
15

Anda mungkin juga menyukai