Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Tujuan laporan tahunan adalah memberikan informasi dari semua

aktifitas perusahaan dan sebagai alat pertanggungjawaban kepada pihak

internal maupun pihak eksternal atau ditunjukan kepada semua pihak yang

berkepentingan atau stakeholder. Laporan tahunan tidak hanya menyampaikan

informasi mengenai keuangan kepada stakeholder, tetapi juga sebagai media

penyampaian informasi mengenai aktifitas sosial dan lingkungan yang

dilakukan oleh perusahaan. Hal ini menjadi bahan pertimbangan bagi investor

dan perusahaan diharapkan tidak hanya melihat kinerja perusahaan

berdassarkan dari segi keuangan tetapi juga memperhatikan dari segi kinerja

lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Pada laporan tahunan perusahaan juga menggunakan beberapa

pengungkapan yakni pengungkapan wajib (mandatory disclosure), dan

pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Dalam PSAK No. 1 (revisi

1998) paragraf 9 tentang Penyajian Laporan Keuangan dinyatakan bahwa:

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan

mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added

statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan

hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap

pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan

penting”.

1
2

Penerapan pengungkapan (disclosure) bertujuan memberikan

gambaran mengenai kondisi dan aktifitas yang terjadi dalam perusahaan,

sehingga pengungkapan ini penting dalam pembuatan laporan tahunan dan

mempermudah para investor dalam pengambilan keputusan.

Environmental disclosure adalah bentuk kontribusi atau peran dari

perusahaan dalam menginformasikan aktifitas-aktifitas lingkungan yang telah

dilaksanakan dan akan dilaporkan pada laporan tahunan guna transparansi dan

akuntabilitas publik kepada stakeholder. Dengan adanya environmental

disclosure pada laporan tahunan diharapkan masyarakat dapat memantau

aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk

pertanggungjawaban sosial kepada para stakeholder. Tujuannya

environmental disclosure itu sendiri adalah untuk memberikan informasi

yang signifikan dan relevan kepada para pemakai laporan keuangan dalam

pengambilan keputusan (Erahman, 2002 dalam Sagala, 2013).

Dari hasil studi (Suhardjanto, 2010) menyatakan bahwa Investor lebih

tertarik pada perusahaan yang menerapkan manajemen lingkungan yang

baik dan tidak mengabaikan pelestarian lingkungan. Hal ini mendorong

perusahaan menerapkan pengungkapan informasi lingkungan didalam annual

report, karena perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap kehidupan

dan kesejahteraan masyarakat guna meningkatkan kualitas ekonomi dan

lingkungan hidup atau tanggungjawab sosial.


3

Permasalahan lingkungan masih banyak terjadi di indonesia seperti

contoh kasus pada Kasus PT. Dongwoo Environmental Indonesia (PT.DWEI)

adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengolahan limbah B3 yang

berlokasi di Kawasan Jababeka, Jl.Jababeka XIV Blok J.Kav.WWTP –

Cikarang. Dalam kegiatan PT.DWEI juga menghasilkan Limbah B3 yang

perlu dilakukan pengolahan. Namun PT.DWEI tidak melakukan pengolahan

dan membuang Limbah B3 tersebut ke media lingkungan yang terletak di

Kp.Sempu Desa Pasir Gombong, Kec.Cikarang Utara, Kab.Bekasi, sehingga

mengakibatkan pencemaran udara di sekitar tempat tersebut dan menyebabkan

ratusan warga masyarakat mengalami gejala sakit mual, pusing, sesak nafas

dan pingsan dan menurut Hasil Visum Et Repertum RS. Medika Cikarang

dengan diagnosa nyeri ulu hati, gangguan pernafasan atas dan gangguan

pencernaan. fakta-fakta tersebut, maka PT.DWEI telah melanggar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (1) Jo. Pasal

46 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup (UUPLH) (www.menlh.go.id/, 2008).

Pencemaran lingkungan akibat dari aktifitas yang dilakukan

perusahaan, menimbulkan tekanan dari berbagai pihak khususnya

masyarakat terhadap perusahaan , sehingga perusahaan perlu memberikan

informasi yang transparan mengenai aktifitas lingkungannya didalam laporan

tahunan perusahaan (Anggraini, 2006 dalam Ariningtika, dkk 2013).

Permasalahan tersebut mendorong banyak pihak untuk melakukan upaya

untuk mengatasi yang dapat merugikan atau mengacam ekositem lingkungan


4

sekitar. Di antaranya stakeholders, pemerintah dan pihak-pihak terkait

dalam lingkungan hidup.

Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPLH) ialah:

1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia

dan lingkungan hidup;

2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang

memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;

3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;

6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak

usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan

pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. `

Faktor penentu keberhasilan perusahaan yakni adanya peran penting

dari tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) yang dilakukan oleh

perusahaan. Corporate Governance merupakan kunci atau alat untuk

mengawasi kinerja perusahaan oleh Stakeholder termasuk investor (Dian,

2009). Dengan adanya Corporate Governance terhadap tanggung jawab

lingkungan hidup yang diungkapkan dalam annual report diharapkan dapat

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik perusahaan oleh berbagai

pihak yang berkepentingan. perusahaan mempunyai kewajiban dalam

mereapakan atau memujudkan Prinsip transparansi dan akuntabilitas,


5

pertanggungjawaban, kemandirian, kesetaraan dan kewajaran menjadi prinsip

penting dalam pengelolaan kinerja perusahaan. Pelaksanaan GCG di

perusahaan dapat memberikan nilai kepercayaan yang lebih dari stakeholder,

pemerintah dan masyarakat.

Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yang dimaksud dalam

Peraturan ini (www.bapepam.go.id) meliputi:

1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan

dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang

relevan mengenai perusahaan, yang mudah diakses oleh Pemangku

Kepentingan;

2. Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan kegiatan dan

pertanggungjawaban Organ Perusahaan untuk terlaksananya pengelolaan

perusahaan secara efektif dan efisien;

3. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian pengelolaan perusahaan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai etika;

4. Kemandirian, yaitu keadaan perusahaan yang dikelola secara profesional

tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun

yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan nilai-nilai etika;

5. Kesetaraan dan kewajaran, yaitu keseimbangan dan keadilan di dalam

memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan

perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


6

Dewan komisaris berkewajiban menjalankan serangkaian keputusan

dan bertanggung jawab sebagai pengawasan, serta memberi nasehat kepada

dewan direksi. Dewan komisaris terdiri lebih dari satu orang anggota yang

bersifat musyawarah, dan setiap anggota dewan komisaris tidak melakukan

tindakan sendiri, melainkan berdasarkan keputusan dari Dewan Komisaris.

Jumlah seluruh anggota komisaris yang berasal dari internal dan

eksternal perusahaan yang melakukan pengawasan terhadap direksi dalam

menjalankan perusahaan ( Sagala, 2013). Hasil penelitian oleh Sun, et.al

(2010) dan Sagala, (2013), menemukan hasil bahwa ukuran dewan

komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap environmental

disclosure. Namun bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Effendi, dkk (2012) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak

berpengaruh berpengaruh positif terhadap environmental disclosure.

Dewan komisaris yang independen secara umum mempunyai

pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga mempengaruhi

kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang

dilakukan oleh manajer, artinya semakin kompeten dewan komisaris maka

semakin mengurangi kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan

maupun pengungkapan lingkungan perusahaan (Chtourou, dkk 2001 dalam

Ariningtika, dkk 2013). Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan

Komisaris mencakup tindakan pencegahan, perbaikan, sampai kepada

pemberhentian sementara.
7

“Komisaris independen adalah anggota komisaris yang berasal dari

luar perusahaan (tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan) yang

dipilih secara transparan dan independen, memiliki integritas dan kompetensi

yang memadai, bebas dari pengaruh yang berhubungan dengan kepentingan

pribadi atau pihak lain, serta dapat bertindak secara objektif dan independen

dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip Good Corporate Governance

(transparency, accountability, responsibility, fairness) oleh (Alijoyo, dan

Zaini, dalam Sagala, 2013). Proporsi komisaris independen atas jumlah

seluruh anggota dewan komisaris merupakan variabel yang sering digunakan

untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap environmental

disclosure. penelitian yang dilakukan oleh Uwuigbe, et.al (2011) dan

Ariningtika, dkk (2013), menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris

independen berpengaruh positif Signifikan terhadap environmental

disclosure. Namun penelitian ini bertentangan ini dengan penelitian yang

dilakukan oleh Effendi, dkk (2012), dan Sagala, (2013), menyatakan bahwa

proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap

environmental disclosure.

Latar belakang pendidikan komisaris utama harus mempunyai

pendidikan bisnis dan ekonomi (Financial). Komisaris utama yang

mempunyai latar belakang pendidikan bisnis biasanya berpengaruh terhadap

pengetahuan yang dimiliki, Meskipun bukan menjadi suatu keharusan bagi

pelaku usaha untuk punya pendidikan bisnis namun akan lebih baik jika

anggota dewan komisaris memiliki latar belakang pendidikan bisnis


8

(Kusumastuti, Supatmi, dan Sastra dalam Permatasari 2009). Penelitian yang

dilakukan oleh Uwuigbe, et.al (2011) dan Sagala, (2013), yang menyatakan

bahwa latar belakang pendidikan presiden komisaris berpengaruh

signifikan terhadap environmental disclosure. Namun bertentangan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Effendi, dkk, (2012) menyatakan bahwa

latar belakang pendidikan presiden komisaris tidak berpengaruh terhadap

environmental disclosure.

Rapat dewan komisaris merupakan kewajiban dari dewan komisaris

untuk menjalankan serangkaian keputusan bersama pada sejumlah rapat

tentang kebijakan perusahaan yang akan dijalankan. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh (Brick dan Chidambaran, 2007 dalam Suhardjanto dan

Permatasari, 2010), semakin banyak rapat yang diselenggarakan dewan

komisaris akan semakin meningkatkan kinerja perusahaan. Oleh karena itu

semakin sering dewan komisaris melakukan rapat, maka fungsi pengawasan

dewan komisaris semakin efektif dan juga pengungkapan lingkungan pada

perusahaan semakin luas. Penelitian yang dilakukan oleh Setyawan dan

Zulaikha, (2012), dan Ariningtika, dkk (2013) Menyatakan jumlah rapat

dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap environmental disclosure.

Namun bertentangan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Effendi, dkk

(2012) menyatakan bahwa jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh

terhadap environmental disclosure.

Dalam menjalankan tugasnya, komite audit sedikitnya mengadakan

pertemuan 4 kali dalam satu tahun (corporate governance guidelines, 2007


9

dalam Suhardjanto dan Permatasari, 2010). Selain tercantum dalam corporate

governance guidelines, dalam audit committee charter tahun 2005 dalam

(Suhardjanto dan Permatasari, 2010) juga dinyatakan bahwa semakin banyak

rapat komite audit yang dilakukan akan semakin meningkatkan kinerja komite

audit. Penelitian yang dilakukan oleh Permatasari, (2009) dan Sagala, (2013),

menyatakan bahwa jumlah rapat komite audit berpengaruh terhadap

environmental disclosure. Tetapi penelitian ini bertentangan dengan

Penelitian yang dilakukan oleh Suhardjanto, (2010) menyatakan bahwa

jumlah rapat komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap

environmental disclosure.

Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dengan tujuan membantu

dewan komisaris dalam pengawasan dan pengendalian terhadap kinerja

manajer perusahaan. Komite audit membantu menjamin pertanggungjawaban

atas pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik secara keseluruhan, dan

khususnya berkaitan dengan transparansi dan akurasi pelaporan keuangan,

efektifitas manajemen risiko dan pengendalian internal, serta independensi dan

ruang lingkup proses audit eksternal. Penelitian yang dilakukan oleh

Ariningtika, dkk (2013), menemukan adanya pengaruh positif ukuran

komite audit terhadap pengungkapan lingkungan perusahaan. Tetapi

penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Setyawan dan Zulaikha, (2012), dan Sagala,( 2013) yang menyatakan bahwa

ukuran komite audit tidak berpengaruh positif terhadap environmental

disclosure.
10

Penelitian tentang environmental disclosure sudah dilakukan oleh

beberapa orang, antara lain oleh (Eipstein dan Freedman 1994), (Belkoui,

2000), (Komar 2004), (Simon dan Wong, 2001), (Eng dan Mak, 2003),

(Haniffa dan Cooke, 2005), (Suhardjanto dan Permatasari, 2010).

Berpijak penelitian sebelumnya, dan mengembangkan model

penelitian (Effendi dkk, 2012) maka penelitian ini mencoba mengkonfirmasi

kembali permasalahan dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh

Terhadap Environmental disclosure “ (Studi Empiris pada Perusahaan

Manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013)”.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah dengan

menambahkan 2 variabel yaitu variabel jumlah rapat komite audit dan ukuran

komite audit.

Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena dapat mengetahui

faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi praktik environmental disclosure

pada perusahaan manufaktur khususnya perusahaan yang berada di Indonesia.

Sehingga dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

environmental disclosure, perusahaan akan terdorong untuk melakukan

tangggungjawab sosialnya terhadap masyarakat, ekonomi dan lingkungan

sekitar perusahaan dengan lebih baik lagi. Selain itu yang menarik untuk

dilakukan yaitu untuk mengkonfirmasi kembali ketidakkonsistenan penelitian

sebelumnya mengenai environmental disclosure.


11

B. Batasan Masalah Penelitian

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penelitian ini adalah Ukuran

dewan komisaris, Proposisi dewan komisaris independen, Latar belakang

pendidikan presiden komisaris, Jumlah rapat dewan komisaris, Jumlah rapat

Komite audit, Ukuran komite audit.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut maka didapat

permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap

Environmental Disclosure?

2. Apakah proporsi dewan komisaris independen berpengaruh positif

terhadap Environmental Disclosure?

3. Apakah latar belakang pendidikan presiden komisaris berpengaruh

positif Environmental Disclosure?

4. Apakah jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap

Environmental Disclosure?

5. Apakah jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap

Environmental Disclosure?

6. Apakah ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap

Environmental Disclosure?
12

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan

untuk menguji dan memperoleh bukti empiris terhadap faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap Environmental disclosure.

1. Ukuran dewan komisaris yang berpengaruh positif terhadap

Environmental Disclosure?

2. Proporsi dewan komisaris independen yang berpengaruh positif terhadap

Environmental Disclosure?

3. Latar belakang pendidikan presiden komisaris yang berpengaruh positif

Environmental Disclosure?

4. Jumlah rapat dewan komisaris yang berpengaruh positif terhadap

Environmental Disclosure?

5. Jumlah rapat komite audit yang berpengaruh positif terhadap

Environmental Disclosure?

6. Ukuran komite audit yang berpengaruh positif terhadap Environmental

Disclosure?
13

E. Manfaat Penelitian

1. Praktisi

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih tentang

pentingnya environmental disclosure dalam laporan tahunan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan dan menginformasi

tentang praktek pengungkapan lingkungan pada perusahaan

manufaktur di Indonesia.

2. Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menyajikan bukti empiris mengenai

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap environmental disclosure.

b. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk penelitian-

penelitian selanjutnya dengan hasil penelitian mengenai faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap environmental disclosure.

Anda mungkin juga menyukai