(Kemudharatan dapat menghalalkan sesuatu yang diharamkan menurut syariat). Pada kaidah ini berarti bahwa semua yang dilarang (diharamkan) akan dibolehkan karena kepentingan mendesak. Misalnya, orang yang dilanda kelaparan diperkenankan makan binatang yang diharamkan karena ketidak adanya makanan yang halal. b. الضررال ُيَز اُل ِبالَّض َر ِر (kemudharatan itu tidak dapat dihilangkan dengan menimbulkan kemudharatan yang lain). Misalnya, seorang sedang dalam keadaan terpaksa menginginkan sekali makanan, maka tidak boleh makan makanan milik orang lain walaupun ia juga sangat menginginkanya . c. درء المفاسد مقدم على جلب المصالح (Menolak kerusakan (mafsadat) lebih didahulukan daripada menarik kemaslahatan). Dalam kaidah ini dapat dipahami bahwa jika terjadi pertentangan antara kemafsadatan dengan kemaslahatan maka dari segi mafsadatnya (kerusakannya) harus dihindari. Misalnya, berkumur-kumur (madhmadhah) ketika sedang berpuasa. Satu segi mengandung kemaslahatan untuk membersihkan mulut, tetapi di sisi lain mengandung kerusakan yaitu membahayakan atau membatalkan ibadah puasa. Maka berdasarkan kaidah ini, yang yang terbaik untuk dilakukan adalah tidak berkumur-kumur, untuk menghindari batalnya puasa. Contoh lain dalam fikih Muamalah, apabila berjual beli hukumnya sunnat, tetapi jika jual beli itu mengandung aspek riba, maka jual beli itu menjadi dilarang. d. ِاَذ ا َتَع اَرَض َم فَس َدَتاِن روِع َى َاعَظمهَم ا َضَر را ِبا رِتَك اِب اخِّفِهَم ا (Apabila dua buah kemudharatan saling berlawanan maka haruslah dipelihara yang lebih berat mudharatnya dengan melaksanakan yang lebih ringan dari padanya). Dalam kaidah ini dapat diartikan bahwa jika ada sesuatu perbuatan yang mengandung dua kemudharatan/kemafsadatan Misalnya, pada hal melaksanakan hukuman qishash adalah tindakan yang merusak hak asasi manusia. Tetapi kalau tindakan semacam itu tidak dilakukan oleh penguasa maka kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan mereka akan lebih banyak. e. إذا َتَع اَر َض الَم صَلَح ة َو الَم فَس َدة روِع َي َأرَح جهَم ا (Apabila terjadi perlawanan antara kemaslahatan dan kemudharatan, maka harus diperhatikan mana yang lebih kuat di antara keduanya). Misalnya, Berbohong adalah sifat tercela dan diharamkan. Tetapi kalau berbohong itu dilakukan dengan niat untuk mendamaikan suatu pertengkaran antara seseorang kawannya atau antara suami isteri, maka berbohong itu dibolehkan. f. وماأِبيح ِللَّضروَرِة يَقَّد ر ِبَقَد ِرَها (Sesuatu yang diperbolehkan karena dharurat, harus diperkirakan menurut batasan ukuran kebutuhan minimal).Dalam hal ini melakukan sesuatu yang haram karena dharurat misalnya, tidak boleh sampai melampaui batas , sekedarnya saja. Misalnya, Seorang dokter laki-laki karena dharurat dan harus mengobati pasien perempuan, maka boleh melakukannya asal tidak berlebihan dalam mengobatinya, seperti halnya mengobati bagian tubuh yang tidak perlu diperiksa/diobati. g.
Azhari, F. (2015). Qawaid Fiqhiyyah Muamalah. In April.
Ibrahim, D. (2019). al-Qawaid al-Fiqhiyah (Kaidah-kaidah Fiqih). In Al-Qawa’id Al-