NIM : 11190110000065
Keluar dari khilaf adalah hal yang diutamakan. Maksud dari kaidah ini adalah
bahwa menghindari sesuatu (perbuatan atau barang) yang halal tapia da perselisihan
pada sesuatu tersebut, adalah terpuji atau dianjurkan. Contoh: mengutamakan
menggosok anggota wudhu.
Apabila berkumpul antara yang halal dan yang haram, dimenangkan yang
haram. Contoh: orang berpuasa di rumah, kemudian ditengah hari berpergian, tidak
boleh diqashar.
Menolak itu lebih kuat daripada mengangkat. Artinya menolak agar tidak
terjadi itu lebih kuat daripada mengembalikan seperti sebelum terjadi. Menjaga diri
agar tidak sakit, lebih utama daripada mengobati setelah sakit. Contoh: adanya air
sebelum shalat bagi orang yang tayammum, berarti mencegah untuk melakukan
shalat. Tetapi adanya ditengah-tengah shalat tidaklah membatalkan shalat.
Diamnya seseorang saat diperlukan (untuk berpendapat) maka itu adalah suatu
penjelasn. Makna kaidah ini adalah: diamnya seseorang saat keadaan mewajibkannya
untuk berpendapat maka hal tersebut berarti persetujuan dan penjelasan penerapan
kaidah ini adalah sebagai berikut. Contoh: diamnya suami ketika istrinya melahirkan
dan justru memberi selamat atas kelahiran tersebut, maka ini berarti pengakuan bahwa
anak tersebut adalah benar anaknya dan penerimaan untuk dinasabkan kepadanya.
Tidak ada hal baginya di kemudian hari untuk menolak bahwa anak tersebut adalah
anaknya.
7. ما حرام استعماله حرام إتخاذه وما حرام أخذه حرام أعطا ؤه
Apa yang haram menggunakannya haram pula memperolehnya. Oleh karena itu
diharamkan menyimpan alat/sarana kemaksiatan.
Berbuat yang bukan dimaksud, berarti berpaling dari yang dimaksud (sehingga
karenanya batal yang dimaksud). Contoh: orang bersumpah tidak bertempat tinggal
pada suatu rumah, setelah bersumpah, dia mondar-mandir di rumah itu, berarti ia telah
melanggar sumpahnya. Tetapi kalau ia mondar-mandir itu karena sibuk
mengumpulkan barang-barangnya karena perpindahannya, maka ia tidak melanggar
sumpah.
Hukum berubah sesuai dengan perubahan zaman dan tempat. Maksud dari
kaidah ini hanya berlaku pada hukum syariat yang berlandaskan kepada adat dan
kebiasaan manusia, sementara hukum-hukum syariat dengan redaksi yang eksplisit
terhadap suatu perkara baik bentuknya perintah ataupun larangan, maka hal itu tidak
bisa berubah hanya karena berubahnya zaman, tempat, dan kebiasaan manusia.
13.إذا تعارض المانع والمقتض قدم المانع