Anda di halaman 1dari 3

1.

Wajib
Secara bahasa, wajib adalah saqith (jatuh, gugur) dan lazim (tetap). Artinya, wajib merupakan
suatu perintah yang harus dikerjakan, di mana orang yang meninggalkannya akan mendapat
dosa.

Hukum wajib terbagi menjadi empat jenis berdasarkan bentuk kewajibannya, yakni kewajiban
waktu pelaksanaannya, kewajiban bagi orang melaksanakannya, kewajiban bagi ukuran atau
kadar pelaksanaannya, dan kandungan kewajiban perintahnya.

Waktu pelaksanaannya
- Wajib muthlaq, wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya. Seperti, meng-qadha
puasa Ramadhan yang tertinggal atau membayar kafarah sumpah.

- Wajib muaqqad, wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu dan tidak sah
dilakukan di luar waktu yang ditentukan.

Orang yang melaksanakannya


- Wajib aini, kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau diwakilkan orang lain.
Misalnya, puasa dan sholat.

- Wajib kafa'i atau kifayah, kewajiban bersifat kelompok apabila tidak seorang pun
melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa melakukannya maka gugur
kewajibannya. Contohnya, sholat jenazah.

Ukuran atau kadar pelaksanaannya


- Wajib muhaddad, kewajiban yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai ketentuan,
contohnya zakat.

- Wajib ghairu muhaddad, kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya, misalnya menafkahi
kerabat.

Kewajiban perintahnya
- Wajib mu'ayyan, kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan lain. Contohnya,
membayar zakat dan sholat lima waktu.

- Wajib mukhayyar, kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Seperti,
kafarat pelanggaran sumpah.

2. Mandub atau sunnah


Hukum Islam mandub secara bahasa artinya mad'u (yang diminta) atau yang dianjurkan.
Beberapa literatur dan pendapat para ulama, pengertian mandub disejajarkan dengan sunnah.

"Sunnah dalam hukum Islam berarti tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan karena
perbuatan yang dilakukan dipandang baik dan sangat disarankan untuk dilakukan," tulis Iwan
Hermawan.

Orang yang melaksanakan berhak mendapat ganjaran, namun tidak akan meninggalkan dosa
bila ditinggalkan. Pembagian hukum sunnah berdasarkan tuntutan untuk melakukannya di
antaranya,

Sunnah muakkad adalah perbuatan yang selalu dilakukan oleh nabi, di samping ada
keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu. Contohnya,
sholat witir.
Sunnah ghairu mu'akad adalah sunnah yang dilakukan oleh nabi, tetapi tidak tidak dilazimkan
untuk berbuat demikian. Contohnya, sunnah 4 rakat sebelum dzuhur dan sebelum ashar.
3. Makruh
Hukum Islam selanjutnya adalah makruh. Makruh secara bahasa artinya mubghadh (yang
dibenci). Jumhur ulama mendefinisikan makruh sebagai larangan terhadap suatu perbuatan.
Namun, larangan tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya
perbuatan tersebut.

Artinya, orang yang meninggalkan larangan tersebut akan mendapat ganjaran berupa pahala.
Sebaliknya, orang tersebut tidak akan mendapat apa-apa bila tidak meninggalkannya.

Para ulama membagi makruh ke dalam dua bagian, yakni:

Makruh tahrim adalah sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti. Contohnya larangan
memakai perhiasan emas bagi laki-laki.
Makruh tanzih adalah sesuatu yang diajurkan oleh syariat untuk meninggalkannya, tetapi
larangan tidak bersifat pasti. Contohnya memakan daging kuda saat sangat butuh waktu
perang.
Baca juga:
Arti Wajib, Sunnah, Makruh, Mubah, dan Haram dalam Islam
4. Mubah
Hukum mubah memberikan pilihan bagi seseorang untuk mengerjakan atau meninggalkannya.
Bila dikerjakan, orang tersebut tidak dijanjikan ganjaran pahala. Tetapi, tidak pula dilarang
dalam mengerjakannya.

"Sesuatu yang mubah itu selama bersifat mubah, tidak menyebabkan adanya pahala atau
siksa," tulis Iwan Hermawan.

Ulama ushul fiqih membagi mubah dalam tiga jenis, di antaranya:

Tidak mengandung mudharat (bahaya) apabila dilakukan atau tidak. Contohnya, makan,
minum, dan berpakaian
Tidak ada mudharat bila dilakukan, sementara perbuatan itu pada dasarnya diharamkan.
Misalnya, makan daging babi saat keadaan darurat.
Sesuatu yang pada dasarnya bersifat mudharat, tetapi Allah SWT memaafkan pelakunya.
Contoh, mengerjakan pekerjaan haram sebelum Islam.
5. Haram
Hukum Islam yang terakhir adalah haram. Secara terminologi, haram adalah sesuatu yang
dilarang Allah SWT dan rasulNya. Orang yang melanggar dianggap durhaka dan diancam
dengan dosa, sementara orang yang meninggalkannya dijanjikan pahala.
Menurut madzhab hanafi, hukum haram harus didasarkan dalil qathi yang tidak mengandung
keraguan sedikitpun. Sehingga kita tidak mempermudah dalam menetapkan hukum haram.

Ada beberapa jenis haram yang dikelompokkan oleh jumhur ulama, yaitu:

Al Muharram li dzatihi, sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya mengandung
kemadharatan bagi kehidupan manusia. Contoh makan bangkai, minum khamr, berzina.
Al Muharram li ghairihi: sesuatu yang dilarang bukan karena kandungannya, tetapi karena
faktor eksternal. Misalnya, jual beli barang secara riba.

Baca artikel detiknews, "Ada Berapa Jenis Hukum dalam Agama Islam?"
selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-5743863/ada-berapa-jenis-hukum-dalam-agama-
islam.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Anda mungkin juga menyukai