Anda di halaman 1dari 3

RUKHSAH

A. Pengertian Rukhsah

Secara etimologi, rukhsah berarti kemudahan, kelapangan, dan kemurahan.


Sedangkan kata rukhsah menurut terminologi adalah “ sesuatu hukum yang diatur syara’
karena ada satu udzur yang berat dan menyukarkan” atau “ hukum yang telah ditetapkan
untuk memberikan kemudahan bagi mukallaf pada kemudahan” atau “ sesuatu yang
disyariatkan karena adanya yang membolehkan untuk berbeda dengan hukum asal
(‘azmiah)”. Rumusan ini menunjukan bahwa hukum rukhsah hanya berlaku apabila ada
dalil yang menunjukan dan ada udzur yang menyebabkannya. Hukum rukhsah
dikecualikan dari hukum ‘azimah, yang umumnya berlaku selama ada udzur yang berat
dan seperlunya saja, dan hukum rukshah ini datangnya kemudian setelah ‘azimah.
Hukum rukhsah mempunyai beberapa sebab yang banyak, diantaranya karena darurat,
seperti kelaparan yang dapat menimbulkan kematian, dimana tidak menemukan makan
kecuali bangkai, maka saat itu seseorang boleh memakannya bahkan wajib memakannya.
Begitu juga untuk menolak kesempitan dan kesulitan, seperti boleh berbuka puasa
Ramdhan bagi yang sedang musafir dan dokter boleh melihat aurat lawan jenis sekedar
yang diperlukan untuk pengobatan.

B. Macam-macam rukhsah

Pada dasranya rukhsah itu adalah keringanan yang diberikan Allah sebagai pembuat
hukum kepada mukallaf dalam suatu keadaan tertentu yang berlaku terhadao mukallaf
tersebut. Hukum keringanan ini menyalahi hukum asalnya. Macam-macam rukhsah atau
keringanan dapat dilihat dari beberapa segi:

1. Rukhsah dilihat dari segi bentuk asalnya:


a. Rukhsah memperbuat adalah keringanan untuk melakukan sesuatu perbuatan
yang menurut asalnya harus ditinggalkan. Dalam bentuk ini asal perbuatan
adalah terlarang dan haram hukumnya. Inilah hukum ‘azimah-nya dalam
keadaan darurat, perbuatan yang terlarang itu menjadi boleh hukumnya.
Umpamanya memakan daging babi dalam keadaan terpaksa.
b. Rukhsah meninggalkan ialah keringanan untuk meninggalkan perbuatan yang
menurut hukum ‘azimah-nya adalah wajib atau sunah. Tetapi dalam keadaan
tertentu si mukallaf tidak dapat melakukannya dengan arti bila dilakukan
akan membahayakan terhadap dirinya, maka diperbolehkan baginya untuk
meniggalkan. Misalnya diperblehkannya meninggalkan puasa ramdhan bagi
orang sakit, atau dalam perjalanan.

c. Rukhsah dalam meniggalkan hukum-hukum yang berlaku terhadap umat


sebelum umat islam yang dinilai terlalu berat untuk dialkukan umat
Muhammad. Umpamanya membayar zakat yang kadarnya ¼ dari harta; bunuh
diri sebagai cara untuk bertobat; memotong pakaian yang terkena najis
sebagai cara untuk membersihkannya ang berlaku dalam syariat islam Nabi
Musa.
d. Rukhsah dalam bentuk melegalisasikan beberapa bentuk akad yang tidak
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Umpamanya jula-beli salam yang
menyalahi ketentuan umum yang melarang menjual sesuatu yang tidak ada
ditangan. Bentuk muamalah ini di-rukhsah-kan karena kalau tidak, akan
menyulitkan dalam kehiduoan umat manusia.

2. Rukhsah ditinjau dari segi bentuk keringanan yang diberiikan

a. Keringanan dalam bentuk menggugurkan kewajiaban, seperti bolehnya


meninggalkan sholat jum’at, haji, umrah dalam keadaan udzur.
b. Keringanan dalam bentuk mengurangi keawijiban, seperti meng-qasar shalat
empat rakaat menjadi dua rakaat bagi orang yang dalam perjalanan.
c. Keringanan dalam bentuk mengganti kewajiban, seperti mengganti wudhu
dengan tayamum karena tidak ada air.
d. Keringanan dalam bentuk penagguhan pelaksanan kewajiban, seperti
pelaksanan shalat dzuhur dalam waktu ashar pada jama’ ta’khir dalam
perjalanan.
e. Keringanan dalam bentuk mendahulukan pelaksanaan kewajiban, seperti
membayar zakat fitrah sejak awal ramadhan, padahal waktu wajibnya adalah
pada akhir ramadhan.
f. Keringanan dalam bentuk mengubah kewajiban, seperti cara-cara pelaksanaan
shalat dalam perang yang mengubah dari bentuk biasanya yang disebut shalat
khauf.
g. Keringanan dalam bentuk memperoleh melakukan perbuatan haram dan
meninggalkan perbuatan wajib karena udzur , seperti dijelaskan diatas.

3. Rukhsah ditinjau dari segi keadaan hukum asal setelah berlaku padanya rukhsah:
apakah masih berlaku pada waktu itu atau tidak. Dalam hal ini ulama’ Hanafiah
membagi rukhsah menjadi dua yaitu rukhsah Tarfih dan rukhsah Isqath.

a. Rukhsah Tarfih adalah rukhasah yang meringankan dari pelaksanaan hukum


‘azimah. Hanya pada waktu itu mukallaf dibolehkan meninggalkan atau
mengerjakannya sebagai keringanan baginya. Umpamanya mengucapkan
ucapan yang mengkafirkan yang terkadang dalam hukum ‘azimah, dibolehkan
bagi orang yang dalam keadaan terpaksa selama hatinya tetap dalam
keimanan.
b. Rukhsah Isqath yaitu rukhsah yang menggunakan hukum ‘azimah terhadap
pelakunya saat keadaan rukhsah itu berlangsung. Umpamanya meng-qasar
shalat dalam perjalanan.

C. Hukum Menggunakan Rukhsah

Pada dasarnya rukhsah itu adalah pembebasan seseorang mukallaf dari melakukan
tuntutan hukum ‘azimah dalam keadaan darurat. Dengan sendirinya hukumnya “boleh”,
baik dalam mengerjakan sesuatu yang terlarang maupun meninggalkan sesuatu yang
disuruh. Namun dalam hal menggunakan hukum rukhsah bagi orang yang telah
memenuhi syarat untukitu terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama Jumhur ulama
berpendapat bahwa hukum menggunakan rukhsah itu tergantung kepada bentuk udzur
yang menyebkan adanya rukhsah itu.

Dengan demikian, menggunkan rukhsah dapat menjadi wajib seperti memakn


bangkai bagi orang yang tidak mendapatkan makanan yang halal, sedangkan ia khawatir
seandainya tidak menggunakan rukhsah akan mencelakakan dirinya. Hukum rukhsah ada
pula yang sunah seperti berbuka puasa ramadhan bagi orang yang sakit atau dalam
perjalanan. Ada pula yang semata-mata ibadah seperti jual-beli.

Tujuan rukhsah adalah memberikan keringanan dan menolak kesulitan. Kesulitan ini
ada dua macam : ada yang tidak dapat dipikul manusia. Rukhsah yang tidak dapat dipikul
manusia dan ada juga yang mampu dipikul manusia. Rukhsah yang tidak dapat dipikul
manusia umpamnya seseorang yang dalam keadaan kelaparan dan tidak menemukan
makanan yang halal, maka dibolehkan memakan makanan yang haram. Kebolehan
memakan makanan yang haram karena darurat, dan kalau tidak makan akan mati maka
wajib menggunakan rukhsah dan meninggalkan ‘azimah.

Anda mungkin juga menyukai