Anda di halaman 1dari 9

FIRQOH ASWAJA (ASY’ARIYAH DAN MATURIDZIYAH)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 2
1.3 TUJUAN............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3


2.1 LATAR BELAKANG ASY’ARIYAH DAN MATURIDZIYAH.................. 3
2.1 PRINSIP DAN AJARAN ASY’ARIYAH DAN MATURIDZIYAH ............. 4
2.3 ASWAJA SEBAGAI AL-SAWAD AL-A’DZAM .......................................... 4
2.4 ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL-FIKR...................................................... 5
2.5 PERBANDINGAN ASY’ARIYAH DAN MATURIDZIYAH DENGAN
FIRQOH LAIN……………………………………………………………………

BAB III PENUTUP ..............................................................................................7


3.1 KESIMPULAN .................................................................................................7
3.2 SARAN .............................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................8

i
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Munculnya berbagai macam golongan-golongan aliran pemikiran dalam Islam
telah memberikan warna tersendiri dalam agama Islam. Pemikiran-pemikiran ini
muncul setelah wafatnya Rasulullah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
munculnya berbagai golongan dengan segala pemikiranya. Diantaranya adalah
faktor politik sebagaimana yang telah terjadi pertentangan antara kelompok Ali
dengan pengikut Muawiyah, sehingga memunculkan golongan yang baru yaitu
golongan khawarij. Lalu munculah golongan-golongan lain sebagai reaksi dari
golongan satu pada golingan yang lain.

Golongan-golongan tersebut mempunyai pemikiran yang berbeda-beda antara satu


dengan yang lainnya. Ada yang masih dalam koridor Al-Qur’an dan sunnah, akan
tetapi ada juga yang menyimpang dari kedua sumber ajaran Islam tersebut. Ada
yang berpegang pada wahyu, dan ada pula yang menempatkan akal yang
berlebihan sehingga keluar dari wahyu. Dan ada juga yang menamakan dirinya
sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah.

Sebagai reaksi dari firqah yang sesat, maka pada akhir abad ke 3 H timbullah
golongan yang dikenali sebagai Ahlussunnah wal Jamaah yang dipimpin oleh 2
orang ulama besar dalam Usuluddin yaitu Syeikh Abu Hassan Ali Al Asy’ari yang
merupakan pendiri aliran Asy’ariyah dan Syeikh Abu Mansur Al Maturidi sebagai
pendiri aliran Maturidiyah. Aliran Asy’ariah dan Maturidiyah inilah yang dipakai
dalam pembahasan ini.

1
1. 2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang aliran Asy’ariyah dan Maturidziyah?
2. Bagaimana prinsip dan ajaran Asy’ariyah dan Maturidziyah ?
3. Bagaimana peran Aswaja sebagai Al-Sawad al-A’dzam ?
4. Bagaimana peran aswaja sebagai manhaj Al-Fikr ?
5. Bagaimana perbandingan Asy’ariyah dan Maturidziyah dengan firqoh
lain?

1. 3. Tujuan
1. Mengetahui latar belakang aliran Asy’ariyah dan Maturidziyah
2. Mengetahui prinsip dan ajaran Asy’ariyah dan Maturidziyah
3. Mengetahui peran Aswaja sebagai Al-Sawad al-A’dzam
4. Mengetahui peran Aswaja sebagai manhaj Al-Fikr
5. Mengetahui perbandingan Asy’ariyah dan Maturidziyah dengan firqoh
lain

2
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Latar Belakang Asy’ariyah dan Maturidziyah


Asy’ariyah dan Maturidziyah adalah nama madzhab teologis (kelompok
dalam aqidah) yang menisbatkan terhadap pendirinya, Imam Abu Hasan Al-
Asy’ari bernasab lengkap Ali bin Isma’il bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin
Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abu Burdah bin Abu Musa Abdullah bin Qais
al-Asy’ari yang lahir di Basrah 260 H dan wafat 324 H. Ia adalah tokoh besar
yang tak pernah mengenal lelah untuk memperjuangkan manhaj (metode,
mazhab) Ahlussunnah wal Jama’ah. Ia hidup dalam perjuangan
mempertahankan ajaran yang lurus yang diajarkan oleh para sahabat Nabi. Ia
menghalau setiap pemikiran yang menyimpang di masanya baik dari kalangan
yang terlalu berlebihan memakai akal dalam beraqidah seperti sekte
Mu’tazilah, maupun dari kalangan ekstremis yang terlalu kaku dalam
memahami teks lahiriah Al-Qur’an dan hadits seperti sekte Rafidhah, yang
mana pengikutnya disebut dengan Asy’ariyah. Serta Imam Abu Mansur Al-
Maturidziyang. bernasab lengkap Muhammad bin Muhammad bin Mahmud
atau yang dijuluki juga dengan Abu Manshur al-Maturidi. Malam manuskrip
kitab at-Tauhid karya Abu Manshur al-Maturidi tertulis bahwa Abu Manshur
merupakan keturunan dari Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Anshari, seorang
tokoh sahabat Nabi yang rumahnya menjadi tempat pertama Nabi menetap di
kota Madinah ketika hijrah dari kota Makkah. Hal ini juga diutarakan oleh
Kamaluddin Ahmad al-Bayadhi dalam kitab Isyarat al-Maram min Ibarat al-
Imam. Abu Manshur al-Maturidi dilahirkan di desa Matrid, sebuah desa di
daerah Samarkand yang sekarang termasuk bagian dari negara Uzbekistan.
Mengenai tahun kelahirannya, Dr. Muhammad Ayyub menyatakan Abu
Manshur al-Maturidi lahir sekitar sebelum tahun 238 H. Ia hidup di zaman
kemajuan daerah Asia Tengah sebagai pusat peradaban Islam. Di antara ulama
besar yang sezaman dan berasal dari satu daerah dengan beliau adalah
Muhammad bin Isma’il al-Bukhari dan Muslim bin Hajjaj an-Naisabur.
Sedangkan nama pengikutnya adalah Maturidziyah.

3
2. 2. Prinsip dan Ajaran Asy’ariyah dan Maturidziyah
2. 3. Peran Aswaja Sebagai Al-Sawad Al-A’dzam
2. 4. Peran Aswaja Sebagai Manhaj Al-Fikr
Fokus utama dalam keaswajaan sering cenderung terhadap masalah
akidah dan fikih. Sehingga pemahaman atas Aswaja saat itu masih sempit.
Namun perkembangan zaman yang semakin maju telah menyeret paham
keaswajaan bukan hanya menjadi sebuah paham doktrinal bagi para
penganutnya, akan tetapi sudah berkembang menjadi sebuah pandangan
hidup yang dikenal dengan istilah Manhaj Al-Fikr. Dengan begitu,
kontribusi keaswajaan semakin merata dalam menjiwai dan mewarnai
semua aspek kehidupan.

Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia


meletakkan Aswaja sebagai Manhajul Fikr. Metode pemikiran (Manhaj
Al-Fikr) Aswaja adalah sebuah metode dan prinsip berfikir dalam
mengahadapi berbagai permasalahan keagamaan, sosial kemasyarakatan,
dan kebangsaan.
NU memandang bahwa Aswaja adalah orang-orang yang memiliki metode
berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan
berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleran.
Sebagai manhaj al-fikr, NU berpegang pada prinsip-prinsip Tawassuth
(moderat), Tawazun (netral), Ta’adul (keseimbangan), dan Tasamuh
(toleran). Moderat (Tawassuth) adalah sikap tengah. Sikap berimbang
(Tawazun) pertimbangan untuk mencetuskan sebuah keputusan.
Keseimbangan (Ta’adul)Ta’adul merupakan sikap adil atau netral dalam
melihat, menimbang, menyikapi dan meyelesaikan segala permasalahan.
dan toleran (Tasamuh) terefleksikan dalam kehidupan sosial di masyarakat,
yaitu cara bergaul dalam kondisi sosial budaya mereka.

1. Moderat (Tawassuth)
Tawassuth merupakan sebuah sikap tengah atau moderat. Sikap moderat
tersebut berdasarkan firman Allah SWT:
‫َو َك َٰذ ِلَك َجَع ْلَناُك ْم ُأَّم ًة َو َس ًطا ِلَتُك وُنوا ُش َهَداَء َع َلى الَّناِس َو َيُك وَن الَّرُسوُل َع ْي ْم ِهيًدا‬
‫َش‬ ‫ُك‬ ‫َل‬

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS. Al-Baqarah: 143). Dalam
Tafsir Al-Qurthubi, redaksi Wasathon dalam ayat tersebut diartikan dengan sifat
adil atau sifat tengah. Penafsiran seperti ini berdasarkan penjelasan langsung dari
Rasulullah SAW sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-
Thurmudzi.

4
Dalam konteks pemikiran dan praktik keagamaan, prinsip-prinsip moderat
yang diusung Aswaja memiliki sikap sayap kanan yang dapat melahirkan
fundamentalisme atau radikalisme dan sikap sayap kiri yang dapat
melahirkan liberalisme dalam doktrin agama.

2. Berimbang (Tawazun)
Tawazun merupakan sikap berimbang dan harmonis dalam
mengintegrasikan serta mensinergikan pertimbangan-pertimbangan untuk
mencetuskan sebuah kebijakan dan keputusan. Sikap seperti ini berdasakan
firman Allah SWT:
2. 5. ‫َلَقْد َأْر َس ْلَنا ُرُس َلَنا ِباْلَبِّيَناِت َو َأْنَز ْلَنا َم َع ُهُم اْلِكَتاَب َو اْلِم يَز اَن ِلَيُقوَم الَّناُس ِباْلِقْس ِط‬
2. 6. “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka
Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan” (QS. Al-Hadid: 25).
Jika diwujudkan dalam ranah kehidupan, dengan prinsip ini, Aswaja
memandang realitas kehidupan secara substantif. Sehingga Aswaja tidak
mau terjebak dalam pernyataannya tentang kebenaran atau memaksakan
pendapatnya kepada orang lain yang merupakan tindakan sewenang-
wenang dan akan menimbulkan perpecahan, perselisihan-perselisihan.

3. Netral (Ta’adul)
Ta’adul merupakan sikap adil atau netral dalam melihat, menimbang,
menyikapi dan meyelesaikan segala permasalahan. Dengan artian, sikap ini
adalah bentuk upaya yang proporsional yang patut dilakukana berdasarkan
asas hak dan kewajiban masing-masing. Sesuai firman Allah SWT:

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ُك وُنوا َقَّواِم يَن ِهَّلِل ُش َهَداَء ِباْلِقْس ِط َو ال َيْج ِر َم َّنُك ْم َشَنآُن َقْو ٍم َع َلى َأال َتْع ِد ُلوا اْع ِد ُلوا ُهَو َأْقَر ُب‬
‫ِللَّتْقَو ى َو اَّتُقوا َهَّللا ِإَّن َهَّللا َخ ِبيٌر ِبَم ا َتْع َم ُلوَن‬
2. 7. “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-oran
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Maidah: 8).

Meskipun keadilan menuntut kesetaraan dan kesetaraan, ini hanya berlaku


jika realitas individu sama persis dalam semua karakteristiknya. Namun,
jika ternyata ada keunggulan (tafadhul), maka keadilan membutuhkan
pembedaan dan preferensi (tafdhil). Bahkan kesepadanan antara keduanya
yang tampak dalam tafadhul merupakan tindakan penyalahgunaan yang
bertentangan dengan prinsip keadilan.

5
4. Toleran (Tasamuh)
Tasamuh merupakan sikap toleran yang bersedia menghargai terhadap
segala kenyataan keanekaragaman dan perbedaan, baik perbedaan dalam
segi pemikiran, keyakinan, suku, bangsa, agama, tradisi, budaya dan lain
sebagainya. Keanekaragaman dan multikulturalisme adalah keniscayaan
untuk diakui. Tentu saja, keragaman mendasari semua aspek kehidupan
manusia, tidak pernah terlepas dari latar belakang, sebab atau tujuan.
Dalam Alquran disebutkan:

‫ال ِإْك َر اَه ِفي الِّديِن َقْد َتَبَّيَن الُّر ْش ُد ِم َن اْلَغ ِّي َفَم ْن َيْكُفْر ِبالَّطاُغ وِت َو ُيْؤ ِم ْن ِباِهَّلل َفَقِد اْسَتْمَس َك‬
‫ِباْلُعْر َو ِة اْلُو ْثَقى ال اْنِفَص اَم َلَها َو ُهَّللا َسِم يٌع َع ِليم‬

Artinya : “Tidak ada paksaan memasuki Agama Islam, sesungguhnya telah


jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah SWT, Maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat dan Allah
Maha Mendengar dan Mengetahui

6
BAB III

PENUTUP

3. 1. Kesimpulan
Manusia mampu mengosongkan hatinya dari sifat-sifat tercela (takhalli),
dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji (tahalli), segala perbuatan
dan tindakannya sehari-hari berdasarkan niat yang ikhlas. Ia ikhlas
melakukan ibadah kepada Allah, ikhlas mengabdi kepentingan agamanya,
maka rangkaian pendidikan mental itu disempurnakan pada fase tajali.
Tajalli berarti terungkapnya nur gaib untuk hati. Apabila Tuhan telah
menembus hati hambaNya dengan nur-Nya. Pada tingkat ini hati hamba
Allah itu bercahaya terang benderang, dadanya terbuka luas dan lapang,
terangkatlah tabir rahasia Alam dengan karunia rahmat itu. Pada saat itu
jelaslah segala hakikat ketuhanan yang selama ini terdinding oleh kekotoran
jiwanya.

3. 2. Saran
Diperlukan adanya tambahan referensi dalam penulisan makalah ini agar
materi yang disampaikan bisa lebih mendalam dan memahamkan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, supriyadi. & Jannah, miftahol. (2019). Pendidikan Karakter


Dalam Tasawuf Modern Hamka dan Tasawuf Transformatif Kontemporer. Halaqa:
Islamic Education Journal, 3(2), 92.
Hakim, nur. & Sutiah. (2020). Penerapan Nilai-nilai Tasawuf dalam
Pembinaan Akhlak Santri pada Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang.
Al-Musannif: Journal of Islamic Education and Teacher Training, 2(1), 52- 53.
http://komenkcb.blogspot.com/2012/03/konsep-takhali-tahali-dan-tajjali.html
https://www.pesantrenvirtual.com/takhalli-tahalli-dan-tajalli/

Anda mungkin juga menyukai