Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Keperawatan Keluarga

Dosen Pembimbing : Ns. Margiyati, M.Kep.

Disusun oleh :

Moniq Tiansari Trajutisma

20101440119074

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2019/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental,emosional, serta sosial dari tiap anggota
keluarga. Menurut (Friedman,1998) di dalam keluarga ada beberapa tahap
perkembangan yaitu, keluarga baru, keluarga sedang mengasuh anak, keluarga dengan
anak usia pra sekolah,keluarga dengan anak usia sekolah, keluarga dengan anak
remaja, keluarga dengan anak dewasa, keluarga usia pertengahan,keluarga usia lanjut.
Di dalam keluarga Ny. U tahap perkembangan keluarganya adalah keluarga
dengan anak dewasa. Perkembangan keluarga dengan tahap perkembangan dewasa
merupakan tahap perkembangan yang dimulai saat anak pertama meninggalkan
rumahnya. Lamanya tahap ini tergantung pada jumlah anak dalam satu keluarga atau
jika anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan utama
pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali untuk tetap berperan dalam melepas
anak untuk hidup mandiri. Keluarga mempersiapkan anaknya yang tertua untuk
membentuk keluarga sendiri dan tetap membantu anak terakhir untuk hidup mandiri,
Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua
(Gusti, 2013). Pada tahap perkembangan keluarga dengan anak dewasa didapatkan
salah satu masalah kesehatan yang muncul yaitu hipertensi.
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu Keadaan kronis
yang ditandai dengan meningkatkan tekanan darah > 140/90 mmHg. Keadaaan
tersebut mengakibatkan jantung berkerja lebih lambat untuk mengedarkan darah
keseluruh tubuh melalui pembuluh darah. Hal ini dapat menganggu aliran darah,
merusak pembulu darah, bahkan menyebabkan penyakit degeneratif, hingga
kematian. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan
keluarga dengan penyakit hipertensi.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi keluarga ?
2. Apa fungsi keluarga ?
3. Apa tahap dan tugas perkembangan keluarga ?
4. Apa tahap kemandirian keluarga ?
5. Apa definisi hipertensi ?
6. Apa faktor penyebab hipertensi ?
7. Apa tanda gejala hipertensi ?
8. Apa komplikasi hipertensi ?
9. Apa tindakan pencegahan dan perawatan hipertensi ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan (pengkajian-intervensi) secara teori ?

C. Tujuan
Tujuan umum :
Diperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan
keluarga dengan masalah utama hipertensi pada Ny. U di wilayah Nongkosawit
Gunungpati.
Tujuan khusus :
1. Untuk mengetahui definisi keluarga
2. Untuk mengetahui fungsi keluarga
3. Untuk mengetahui tahap dan tugas perkembangan keluarga
4. Untuk mengetahui tahap kemandirian keluarga
5. Untuk mengetahui definisi hipertensi
6. Untuk mengetahui faktor penyebab hipertensi
7. Untuk mengetahui tanda gejala hipertensi
8. Untuk mengetahui komplikasi hipertensi
9. Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan perawatan hipertensi
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan (pengkajian-intervensi) secara teori
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep keluarga
1. Pengertian
Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012). Sedangkan menurut
Friedman keluarga adalah unit dari masyarakat dan merupakan lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat
antara anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai
lembaga atau unit layanan perlu di perhitungkan.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu
sebuah ikatan (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi),
tinggal dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta saling ketergantungan.
2. Tipe keluarga

1) Secara Tradisional
Keluarga dengan tipe tradisional dibagi menjadi yaitu sebagai berikut ini :

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari
ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau
keduanya
b. Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah dengan
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-
nenek, paman-bibi)
2) Secara Modern (berkembang peran individu dan meningkatnya rasa
individualism maka pengelompokkan tipe kelaurag selain diatas adalah ):
a. Tradisional Nuclear
Keluarga inti (ayah,ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan
oleh saksi-saksi legal dalam suatu ikatan perkwainan, satu atau keduanya
dapat bekerja diluar rumah
b. Reconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkwainan kembali
suami/istri , tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan
anakanaknya, baik itu bawaan dari perkawinan baru, satu/keduanya
dapat bekerja diluar rumah.

c. Middle Age /Aging Couple


Suami sebagai pencari uang, istri dirumah kedua-duanya bekerja
dirumah, anak-anak meninggalkan rumah karena

sekolah/perkwainan/meniti karier
d. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang
keduanya atau salah satu bekerja dirumah

e. Single Parent
Satu orangtua sebagai akibat perceraian atau
kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal dirumah atau
diluar rumah
f. Dual Currier
Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak
g. Commuter Married
Suami istri atau kedua orangtuanya orang karier dan tinggal terpisah
pada jarak tertentu. keduanya saling mecari-cari waktu tertentu

h. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk kawin

i. Three Generation
Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah
j. Institusional
Yaitu anak anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti
k. Communal
Yaitu satu rumah terdiri dai dua atau lebih pasangan yang monogami
dengan anak-anaknya dan bersama sama dalam fasilitas

l. Group Marriage
Yaitu satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunannya didalam
satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain
dan semua adalah prangtua dari anak-anak

m. Unmarried Parent and Child


Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya
diadopsi

n. Cohibing Couple
Yaitu dua orang atau satu psangan yang tinggal bersama tanpa kawin

o. Gay and Lesbian Family


Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama
3. Tahap perkembangan keluarga
Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan perkembangan keluarga
dibagi menjadi 8 :
a. Keluarga Baru (Berganning Family)
Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas
perkembangan keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu membina hubungan
intim yang memuaskan, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan
dengan keluarga lain, mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB,
persiapan menjadi orangtua dan memahami prenatal care (pengertian
kehamilan, persalinan dan menjadi orangtua).
b. Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing)
Masa ini merupakan transisi menjadi orangtua yang akan menimbulkan
krisis keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain yaitu
adaptasi perubahan anggota keluarga, mempertahankan hubungan yang
memuaskan dengan pasangan, membagi peran dan tanggung jawab,
bimbingan orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta
konseling KB post partum 6 minggu.
c. Keluarga dengan anak pra sekolah
Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah menyesuaikan kebutuhan
pada anak pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang,proses belajar dan
kontak sosial) dan merencanakan kelahiran berikutnya.
d. Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun)
Keluarga dengan anak sekolah mempunyai tugas perkembangan
keluarga seperti membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah,
mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual, dan
menyediakan aktifitas anak.
e. Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah pengembangan
terhadap remaja, memelihara komunikasi terbuka, mempersiapkan perubahan
sistem peran dan peraturan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan
tumbuh kembang anggota keluarga.
f. Keluarga dengan anak dewasa
Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup
mandiri dan menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan
sumber yang ada dalam keluarganya.
g. Keluarga usia pertengahan (middle age family)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih
banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat sosial, dan waktu santai,
memulihkan hubungan antara generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.
h. Keluarga lanjut usia
Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas seperti penyesuaian
tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup, menerima kematian
pasangan, dan mempersiapkan kematian, serta melakukan life review masa
lalu.
4. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena
dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan.
Juga dikatakan lingkungan yang utama karena sebagian besar dari kehidupan anak
adalah di dalam keluarga sehingga didikan yang paling banyak diterima oleh anak
adalah dalam keluarga. Dapat disimpulkan dari uraian tersebut bahwa lingkungan
keluarga adalah lingkungan pertama dan utama yang berpengaruh pada
perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan
pendidikan dan sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga.
Keluarga yang harmonis akan menghasilkan anak yang berkepribadian baik.
5. Fungsi keluarga
Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan
dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Komponen yang perlu
dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah (Friedman,
M.M et al., 2010) :
1) Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling
menerima, saling mendukung antar anggota keluarga.
2) Saling menghargai, bila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.
3) Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan
sepakat memulai hidup baru.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat
individu untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan
menatap ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal ini
keluarga dapat Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-
norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan Menaruh
nilai-nilai budaya keluarga.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain
untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk
keluarga adalah meneruskan keturunan.
d. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat
tinggal.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan
keperawatan, yaitu untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat
anggota keluarga yang sakit. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas
kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.
6. Struktur keluarga
Beberapa ahli meletakkan struktur pada bentu/tipe keluarga, namun ada juga
yang menggambarkan subsitem-subsistemnya sebagai dimensi struktural. Struktur
keluarga menurut Friedman (2009) dalam Nadirawati (2018) sebagai berikut :
1) Pola dan Proses Komunikasi Komunikasi keluarga merupakan suatu proses
simbolik, transaksional untuk menciptakan mengungkapkan pengertian dalam
keluarga.
2) Struktur Kekuatan Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit
tergantung pada kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang ada
dalam keluarga.Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan
(potensial/aktual) dari individu untuk mengontrol atau memengaruhi perilaku
anggota keluarga. Beberapa macam struktur keluarga:
a. Legimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti orang tua
terhadap anak.
b. Referent power (seseorang yang ditiru) dalam hal ini orang tua adalah
sesorang yang dapat ditiru oleh anak.
c. Resource or expert power (pendapat, ahli, dan lain).
d. Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan
diterima).
e. Coercive power (pengaruh yang dipaksa sesuai dengan keinginannya).
f. Informational power (pengaruh yang dilalui melalui pesuasi)
g. Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi cinta kasih,
misalnya hubungan seksual).
Sedangkan sifat struktural di dalam keluarga sebagai berikut:
a. Struktur egilasi (demokrasi), yaitu dimana masing-masing anggota
keluarga memiliki hak yang sama dalam menyampaikan pendapat.
b. Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi.
c. Struktur yang terbuka dan anggota yang terbuka (honesty dan
authenticity), struktur keluarga ini mendorong kejujuran dan kebenaran.
d. Struktur yang kaku, yaitu suka melawan dan bergantun pada peraturan.
e. Struktur yang bebas (permissiveness), pada struktur ini tidak adanya
peraturan yang memaksa.
f. Struktur yang kasar (abuse); penyiksaan, kejam dan kasar.
g. Suasana emosi yang dingin; isolasi dan sukar berteman.
h. Disorganisasi keluarga; disfungsi individu, stres emosional.
3) Struktur Peran Peran biasanya meyangkut posisi dan posisi mengidentifikasi
status atau tempat sementara dalam suatu sistem sosial tertentu.
a. Peran-peran formal dalam keluarga
Peran formal dalam keluarga dalah posisi formal pada keluarga, seperti
ayah, ibu dan anak Setiap anggota keluarga memiliki peran masing-
masing. Ayah sebagai pemimpin keluarga memiliki peran sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung, pemberi rasa aman bagi seluruh anggota
keluarga, dan sebagai anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
Ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik
anak, pelidung keluarga, sebagai pencari nafkah tambahan keluarga, serta
sebagai anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Sedangkan
anak berperan sebagai pelaku psikosoal sesuai dengan perkembangan
fisik, mental, sosial dan spiritual.
b. Peran Informal kelauarga
Peran informal atau peran tertutup biasanya bersifat implisit, tidak tampak
ke permukaan, dan dimainkan untuk memenuhi kebutuhan emosional atau
untuk menjaga keseimbangan keluarga.
4) Struktur Nilai
Sistem nilai dalam keluarga sangat memengaruhi nilai-nilai masyarakat. Nilai
keluarga akan membentuk pola dan tingkah laku dalam menghadapi masalah
yang dialami keluarga. Nilai keluarga ini akan menentukan bagaimana
keluarga menghadapi masalah kesehatan dan stressor-stressor lain.
7. Stress dan koping keluarga
1) Dukungan sosial
Individu dengan dukungan sosial tinggi akan mengalami stres yang
rendah ketika mereka mengalami stres, dan mereka akan mengatasi stres atau
melakukan koping lebih baik. Selain itu dukungan sosial juga menunjukkan
kemungkinan untuk sakit lebih rendah, mempercepat proses penyembuhan
ketika sakit (Nugroho, 2016).
2) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan
dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap
berperan serta dalam pembangunan, pada umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah menerima informasi (Notoatmodjo, 2010).
3) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya seperti mata,
hidung, telinga dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010) Pengetahuan merupakan
faktor penting terbentuknya perilaku seseorang. Ketidakseimbangan antara
koping individu dengan banyaknya informasi yang tersedia dapat menghambat
kesembuhan.
4) Jenis kelamin
Anak laki-laki lebih sering menunjukkan perilaku-perilaku yang kita
anggap sulit yaitu gembira berlebihan dan kadang-kadang melakukan kegiatan
fisik yang agresif, menentang, menolakk otoritas. Perempuan diberi
penghargaan atau sensitivitas, kelembutan dan perasaan kasih, sedangkan laki-
laki didorong untuk menonjolkan emosinya, juga menyembunyikan sisi
lembut mereka dan kebutuhan mereka akan kasih sayang serta kehangatan.
Bagi sebagian anak laki-laki, kemarahan adalah reaksi emosional terhadap
rasa frustasi yang paling bisa diterima secara luas (Mutoharoh, 2010).
B. Konsep penyakit
1. Definisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang menyebabkan tekanan darah tinggi
secara terus-menerus dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg, tekanan
diastolik 90 mmHg atau lebih. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan
suatu keadaan peredaran darah meningkat secara kronis. Hal ini terjadi karena
jantung bekerja lebih cepat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi di dalam tubuh (Koes Irianto, 2014).
Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120-140 mmHg tekanan
sistolik dan 80-90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap
hipertensi bila tekanan darahnya >140/90 mmHg. Pada pemeriksaan tekanan
darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi dperoleh pada saat jantung
berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung
berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan
sebagai “normal” (Alfeus,2018).
Hipertensi juga merupakan faktor utama terjadinya gangguan kardiovaskular.
Apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan gagal ginjal, stroke,
dimensia, gagal jantung, infark miokard, gangguan penglihatan dan hipertensi
(Andrian Patica N E- journal keperawatan volume 4 nomor 1, Mei 2016)
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1) Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum
dapat diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai
penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stress, psikologis,
dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong
hipertensi primer, sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid
(hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) dll. Karena
golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensi esensial, maka
penyelidikan dan pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi
esensial. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi :
a. Umur
Orang yang berumur 40 tahun biasanya rentan terhadap meningkatnya
tekanan darah yang lambat laun dapat menjadi hipertensi seiring dengan
bertambahnya umur mereka.
b. Ras/suku
Diluar negeri orang kulit hitam > kulit putih. Karena adanya perbedaan
status/ derajat ekonomi, orang kulit hitam dianggap rendah dan pada jaman
dahulu dijadikan budak. Sehingga banyak menimbulkan tekanan batin
yang kuat hingga menyebabkan stress timbullah hipertensi.
c. Urbanisasi
Hal ini akan menyebabkan perkotaan menjadi padat penduduk yang
merupakan salah satu pemicu timbulnya hipertensi. Secara otomatis akan
banyak kesibukan di wilayah tersebut, dan banyak tersedia makanan-
makanan siap saji yang menimbulkan hidup kurang sehat sehingga
memicu timbulnya hipertensi.
d. Geografis
Jika dilihat dari segi geografis, daerah pantai lebih besar prosentasenya
terkena hipertensi. Hal ini disebabkan karena daerah pantai kadar
garamnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah pegunungan atau
daerah yang lebih jauh pantai. Selain itu keadaan suhu juga menajadi suatu
alasan mengapa hipertensi banyak terjadi di daerah pantai.
e. Jenis kelamin
Wanita > pria : diusia > 50 tahun. Karena di usia tersebut seroang wanita
sudah mengalami menopause dan tingkat stress lebih tinggi
Pria> wanita : diusia <50 tahun. Karena diusia tersebut seorang pria
mempunyai lebih banyaj aktivitas dibandingkan wanita (Alfeus,2018).
3. Manifestasi klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala :
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan di percaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya
berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut :
a. Sakit kepala
b. Kelelahan
c. Mual
d. Muntah
e. Sesak nafas
f. Gelisah
g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung, dan ginjal
h. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut
ensefalopati hipersensistif, yang memerlukan penanganan segera
(Alfeus,2018).
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre- ganglion
melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Klien dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. (Sari, 2020).
Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal menyekresi epineprin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
instravaskuler. Semua factor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi
(Aspiani, 2016).
5. Komplikasi
1) Stroke, dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri- arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah
ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan
kemungkinan terbentuknya aneurisma.
2) Infark miokard, dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak
dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk
trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung
yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat
menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan risiko
pembentukan bekuan.
3) Gagal ginjal, dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kapiler ginjal, glomerolus. Rusaknya glomerolus, mengakibatkan
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran
glumerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi
kronik
4) Gagal jantung, atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru,
kaki dna jaringan lain sering disebut edema. Cairan di dalam paru-paru
menyebabkan sesak nafas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki
bengkak atau sering dikatakan edema.
5) Ensefalopati, dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang
cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh
susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma serta
kematian (Alfeus,2018).
6. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1. Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal.
2. Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim
ginjal dengan gagal ginjal akut.
3. Darah perifer lengkap
4. Kimia darah (kalium, natrium, keratin, gula darah puasa)
b. EKG
1. Hipertrofi ventrikel kiri
2. Iskemia atau infark miocard
3. Peninggian gelombang P
4. Gangguan konduksi
c. Foto Rontgen
1. Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
2. Pembendungan, lebar paru
3. Hipertrofi parenkim ginjal
4. Hipertrofi vascular ginjal
(Aspiani, 2016)
7. Penatalaksanaan
1) Medis
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :

1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh
sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin) Obat-obatan
jenis penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambat aktifitas saraf
simpatis.
3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa
jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami
gangguan pernafasan seperti asma bronkial.

4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)


Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos pembuluh darah.

5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril) Fungsi


utama adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II dengan
efek samping penderita hipertensi akan mengalami batuk kering, pusing,
sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis
penghambat reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi
penempelan zat angiotensin II pada reseptor.

7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil)


Kontraksi jantung (kontraktilitas) akan terhambat.
2) Keperawatan
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu :

1) Mengurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet rendah


garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4
gr garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam sampai dengan
2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan
tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik
sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi asupan
garam menjadi ½ sendok teh/hari(Dalimartha, 2008).
2) Batasi konsumsi alkohol

Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih dari
1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga
membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu dalam
penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).

3) Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah


natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan
setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan
potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium
(>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi
buah dan sayur.

4) Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah
tembakau, didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung
bekerja lebih keras karena mempersempit pembuluh darah dan
meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan darah(Dalimartha,
2008).

5) Penurunan Stress

Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah


sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat dilakukan
dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang
dapat mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah yang
tinggi (Hartono, 2007).

6) Aromaterapi (relaksasi)

Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan alternatif yang


menggunakan minyak esensial untuk memberikan kesehatan dan
kenyamanan emosional, setelah aromaterapi digunakan akan membantu
kita untuk rileks sehingga menurunkan aktifitas vasokonstriksi pembuluh
darah, aliran darah menjadi lancar dan menurunkan tekanan
darah(Sharma, 2009).

7) Terapi masase (pijat)

Masase atau pijat dilakukan untuk memperlancar aliran energi dalam


tubuh sehingga meminimalisir gangguan hipertensi beserta
komplikasinya, saat semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak
terhalang oleh tegangnya otot maka resiko hipertensi dapat
diminimalisir(Dalimartha, 2008).

C. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan, agar
diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga.
Sumber informasi dari tahapan pengkaajian dapat menggunakan metode
wawancara keluarga, observasi fasilitas rumah, pemeriksaan fisik pada anggota
keluarga dan data sekunder. Hal-hal yang perlu dikaji dalam keluarga adalah :
a. Data Umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :
1) Nama kepala keluarga
2) Alamat dan telepon
3) Pekerjaan kepala keluarga
4) Pendidikan kepala keluarga
5) Komposisi keluarga dan genogram
6) Tipe keluarga
7) Suku bangsa
8) Agama
9) Status sosial ekonomi keluarga
10) Aktifitas rekreasi keluarga
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga meliputi :
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan dengan anak
tertua dari keluarga inti.
2) Tahap keluarga yang belum terpenuhi yaitu menjelaskan
mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga
serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti yaitu menjelaskan mengenai riwayat
kesehatan pada keluarga inti yang meliputi riwayat penyakit
keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga,
perhatian terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan
kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-
pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
4) Riwayat keluarga sebelumnya yaitu dijelaskan mengenai
riwayat kesehatan pada keluarga dari pihak suami dan istri.
c. Pengkajian Lingkungan
1) Karakteristik rumah
2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW
3) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
4) Sistem pendukung keluarga
d. Struktur keluarga
1) Pola komunikasi keluarga yaitu menjelaskan mengenai cara
berkomunikasi antar anggota keluarga.
2) Struktur kekuatan keluarga yaitu kemampuan anggota keluarga
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk merubah
perilaku.
3) Struktur peran yaitu menjelaskan peran dari masing-masing
anggota keluarga baik secara formal maupun informal.
4) Nilai atau norma keluarga yaitu menjelaskan mengenai nilai dan
norma yang dianut oleh keluarga yang berhubungan dengaan
kesehatan.
5) Fungsi keluarga :
a) Fungsi afèktif, yaitu perlu dikaji gambaran diri anggota
keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain, bagaimana
kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana
keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.
b) Fungsi sosialisai, yaitu perlu mengkaji bagaimana
berinteraksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh mana
anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan
perilaku.
c) Fungsi perawatan kesehatan, yaitu meenjelaskan sejauh mana
keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlu dukungan serta
merawat anggota keluarga yang sakit. Sejauh mana
pengetahuan keluarga mengenal sehat sakit.
Kesanggupan keluarga dalam melaksanakan perawatan
kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga dalam
melaksanakan tugas kesehatan keluarga, yaitu mampu
mengenal masalah kesehatan,mengambil keputusan untuk
melakukan tindakan, melakukan perawatan kesehatan pada
anggota keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang
dapat meningkatan kesehatan dan keluarga mampu
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan
setempat.
d) Pemenuhan tugas keluarga. Hal yang perlu dikaji adalah sejauh
mana kemampuan keluarga dalam mengenal, mengambil
keputusan dalam tindakan, merawat anggota keluarga yang
sakit, menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan dan
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
6) Stres dan koping keluarga
a) Stressor jaangka pendek dan panjang
- Stressor jangka pendek yaitu stressor yang dialami keluarga
yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 5
bulan.
- Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami
keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih
dari 6 bulan.
b) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stressor
c) Strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
d) Strategi adaptasi fungsional yang divunakan bila menghadapi
permasalah
e) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap semua anggotaa
keluarga. Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik tidak
berbeda dengan pemeriksaan fisik di klinik. Harapan keluarga
yang dilakukan pada akhir pengkajian, menanyakan harapan
keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.
2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
2) Manajemen kesehatan tidak efektif b.d Kurang terpapar informasi
3. Intervensi
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis

Luaran keperawatan Intervensi


Setelah dilakukan tindakan manajemen nyeri
keperawatan selama 1 x 6 jam Observasi
diharapkan tingkat nyeri membaik - Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,frekuensi,
dengan kriteria hasil : kualitas nyeri
1. Keluhan nyeri dari skala 1 - Identifikasi skala nyeri
(meningkat) ke skala 5 - Monitor efek samping penggunaan analgetik
(menurun) Terapeutik
2. Gelisah dari skala 1 (meningkat) - Berikan teknik nonfarmakologis terapi relaksasi nafas
ke skala 5 (menurun) dalam untuk mengurangi rasa nyeri
3. Perilaku dari skala 1 - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(memburuk) ke skala 5 - Fasilitasi istirahat dan tidur
(membaik) Edukasi
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
2) Manajemen kesehatan tidak efektif b.d Kurang terpapar informasi

Luaran keperawatan Intervensi


Setelah dilakukan intervensi Edukasi kesehatan
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
diharapkan manajemen kesehatan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
membaik dengan kriteria hasil : informasi
1) Melakukan tindakan untuk 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan
mengurangi faktor resiko dari dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
skala 1 (menurun) ke skala 5 sehat
(meningkat) Terapeutik
2) Menerapkan program perawatan 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
dari skala 1 (menurun) ke skala 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
5 (meningkat) 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
3) Aktivitas hidup sehari-hari Edukasi
efektif memenuhi dari skala 1 1. Ajarkan pasien terapi rendam kaki air hangat
(menurun) ke skala 5
(meningkat) tujuan kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Manuntung, Alfeus. 2018. Terapi perilaku kognitif pada pasien hipertensi. Malang : Wineka
Media

WHO. (2014). Global Target 6:A 25% relative reduction in the prevalence of reise
blood pressure or contain the according to national circumstances.

Mubarak, Wahid Iqbal. (2011). Ilmu Pengantar Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.

Setiadi. (2012). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu

Friedman, M.M et al. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori, dan Praktik. Ed
5. Jakarta: EGC

Irianto, Koes. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular, Panduan Klinis.
Bandung: Alfa Beta

Andrian Patica N. (E-journal keperawatan volume 4 nomor 1 Mei 2016). Hubungan


Konsumsi Makanan dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Ranomut
Kota Manado.Beevers, D.G. (2002). Bimbingan Dokter Pada Tekanan Darah. Jakarta:
Dian Rakyat.

PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervemsi Keperawatan : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI.

Gusti,Salvari.(2013). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Jakarta : trans Info Media.

Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai