Anda di halaman 1dari 17

KOMA HIPOGLIKEMIA EC DIABETES MELLITUS TIPE I

102016043 Yudha Pratama


102018022 Richard Jefferson
102018109 Bayu Satrio Eka Wijayanto
10201016168 Renna Sara Nikiyuluw
102018036 Petra Damiana Anindita
102018077 Putu Laras Pratiwi
102018107 Jessica Amadea Sutrisno
102018139 Nadia Adiasa
B2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Krida Wacana

Abstract
Hypoglycemia is a drop in blood glucose, even though blood glucose is still > 100 mg/dL.
Diabetes mellitus is a syndrome that occurs due to carbohydrate metabolism disorders
characterized by hyperglycemia, which in the long term can cause macro and microvascular
abnormalities. Hypoglycemia is often experienced by type 1 DM patients, followed by type 2
DM patients treated with insulin and phonylureas. Symptoms of hypoglycemia are
categorized into neuroglycopenia, which is a symptom that is directly related to the brain if
there is a lack of blood glucose. The second symptom of hypoglycemia is autonomic, ie
symptoms that occur as a result of activation of the sympatho-adrenal system resulting in
changes in physiological perception. Regardless of a person's diabetes mellitus status, the
prognosis of hypoglycemia is poor because it is directly related to an increased risk of death
in general and is related to cardiovascular outcomes.
Keywords: hypoglycemia, coma, diabetic mellitus
Abstrak
Hipoglikemia adalah glukosa darah yang turun mendadak, meskipun glukosa darah masih >
100mg/dL. Diabetes mellitus adalah sindrom yang terjadi akbat gangguan metabolisme
karbohidrat yang ditandai oleh hiperglikemia, yang dalam jangka panjang dapat
menyebabkan kelainan makro dan mikrovaskuler.Hipoglikemia sering dialami oleh pasien
DM tipe 1, diikuti oleh pasien DM tipe 2 yang diterapi dengan insulin dan sulfonilurea.
Gejala hipoglikemia dikategorikan menjadi neuroglikopenia, yaitu gejala yang berhubungan
langsung terhadap otak apabila terjadi kekurangan glukosa darah. Gejala hipoglikemia kedua,
adalah autonom, yaitu gejala yang terjadi sebagai akibat dari aktivasi sistem simpato-adrenal
sehingga terjadi perubahan persepsi fisiologi. Tanpa memandang status diabetes melitus
seseorang, prognosis hipoglikemia kurang baik karena berkaitan langsung dengan
peningkatan risiko kematian secara umum maupun yang terkait dengan luaran
kardiovaskuler.
Kata kunci : hipoglikemia, koma, diabetes mellitus
Pendahuluan
Diabetes melitus (DM) meruakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristi hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, teruatam mata, ginjal, saraf, jantung
dan pembuluh darah. Worh Health Organization (WHO) sebelumnya sudah merumuskan
bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas
dan singka tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik
dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didaparkan defisiensi insulin abosolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin.1
Kasus penyakit diabetes melitus (DM) di Indoneisa menurut laporan terakhir
Kementerian Kesehatan memiliki prevalensi sebesar 1,5% dnegan prevalensi tertinggi di
provinsi DKI Jakarta dan terendah di provinsi Nusa Tenggara Timur. Menurut kemenkes,
Indonesia diprediksi pada tahun 2035 memiliki peningkatan jumlah pasien sebanyak 592 juta
jiwa dan menempati urutan ketujuh di dunia. Pasien DM sering disertai dengan penyakit
penyerta baik yang merupakan penyakit komplikasi dari DM maupun penyakit lainnya
sehingga obat yang digunakan menjadi lebih banyak.2
Kegawatdaruratan deabetes melitus (DM) adalah suatu keadaan yang mengancam
jiwa yang terkiat dengan komplikasi akut DM sehingga perlu mendapatkan pertolongan
dnegan segera. Yang termasuk dalam keadaan kegawatdaruratan DM adalah hipoglikemia
dan krisis hiperglikemia (ketoasidosis diabeteik, hyperosmolar hyperglychemic state, koma
lakto-asidosis).3
Anamnesis
Anamnesis merupakan pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter
dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga atau pada
keadaan tertentu dengan penolong pasien. Pada anamnesis, menanyakan ke pasien tentang
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat pengobatan, riwayat pribadi atau alergi dan sosial.
Skenario 2, seorang pasien Tn. GS berusia 22 tahun dibawa keluarga ke UGD RS
Ukrida karena sejak 45 menit yang lalu pasien tidak bisa bicara, badan lemas, keringat dingin
terus. Kira-kira 50 menit yang lalu pasien mengeluh pusing saat akan makan pagi jam 10.00.
Sudah sejak 6 tahun yang lalu pasien suntik Actrapid tiap sebelum makan dengan takaran 16-
14-14 U.
Hasil anamnesis :
- Identitas pasien : laki-laki usia 22 tahun
- Keluhan utama : pasien tidak bisa bicara, badan lemas, keringat dingin terus, dan sekitar
50 menit yang lalu pasien mengeluh pusing saat akan makan pagi.
- Riwayat penyakit sekarang : Pasien dibawa dengan tandu oleh keluarganya dalam
keadanan lemas, kesadaran menurun, keluar keringat dingin, dan akralnya dingin. Pasien
tidak dapat kontak, kecuali saat dicubit mengaduh, tidak bisa menggerakkan tangan dan
kaki.
- Riwayat penyakit dahulu : riwayat diabetes
- Riwayat penyakit dalam keluarga : -
- Riwayat pengobatan : sejak 6 tahun yang lalu pasien suntik Actrapid setiap sebelum
makan dengan takaran 16-14014 U.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah kegiatan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan tubuh
pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Pemeriksaaan fisik dilakukan untuk
membantu dalam menegakkan diagnosis dan tatalaksana untuk pasien. Pemeriksaan fisik
yang dilakukan yaitu keadaan umum, tanda-tanda vital, pemeriksaan head to toe, dan
pemeriksaan khusus.
1. Pertolongan pertama
Dalam penangganan pasien gawat darurat, situasi tidak memungkinkan untuk melakukan
anamnesis terhadap pasien. Meskipun kondisi pasien sudah dapat diindetifikasi,
penyebab kondisi tersebut masih perlu dipertanyakan. Maka dari itu diperlukan metode
peniliaian berdasarkan metode ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability and
Exposure) Assessment.
Tabel 1. Metode ABCDE.
Penilaian Tindakan
A (airways) - Suara Head till dan chin lift
- Terdengar nafas
B (breathing) - Frekuensi nafas - Posisikan duduk dengan tegak
- Pergerakan dada - Bantuan pernafasan
- Perkusi - Obat inhalasi
- Auskultasi - Ventilasi bag mask
- Oksimetri O2 - Dekompresi tension pneumotoraks
C (circulation) - Warna kulit - Tinggikan kaki
- Waktu pengisian kapiler - Infus saline
- Denyut nadi - Hentikan pendarahan
- Auskultasi jantung
- Tekanan darah
D (disability) - Tingkat kesadaran - Tatalaksana ABC
- Pergerakan anggota badan - Pemberian glukosa pada hipoglikemia
- Reflek cahaya
- Glukosa darah
E (exposure) - Inspeksi kulit - Mengobati penyebab yang dicurigai
- Suhu

2. Kesadaran
Kesadaran diatur oleh ascending reticular activating system (ARAS) dan kedua hemisfer
otak. Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dibagi menjadi:
a. Kompos mentis berarti keadaan seseorang sadar penuh dan dapat menjawab
pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya.
b. Apatis berarti keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan berhubungan
dengan orang lain dan lingkungannya.
c. Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung tertidur,
masih dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban
secara verbal, namun mudah tertidur kembali.
d. Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup, tidak
menunjukkan reaksi bila dibangunkan, kecuali dengan rangsang nyeri.
e. Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan semua
rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar.
3. Glasglow Coma Scale (GCS)
Glasglow coma scale (GCS) adalah suatu skala neurologik yang digunakna untuk
menilai secara objektif derajat kesadaran seseorang. GCS digunakan juga untuk menilai
tingkat kesadaran seseorang saat memberikan pertolongan darurat medis. GCS terdiri
dari tiga pemeriksaan, yaitu penilian respons membuka mata (eye opening), repons
motorik terbaik (best motor response), dan respons verbal terbaik (best verbal response).
Gambar 1. Glasglow coma scale.
Hasil skala koma pasien didapatkan sebagai berikut : tidak ada kontak, kecuali dicubit
pasien mengaduh dan menyeringai, tidak dapat menggerakkan tangan dan kaki, tidak
bisa bicara.
- Respon mata : 2
- Respon verbal ; 2
- Respon motorik : 1
Dapat disimpulkan, nilai GCS pasien adalah 4 atau E1V2M2 dengan tingkat perahan
GCS parah.
Hasil pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit berat, kesadaran somnolen
TTV : tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 96x/menit, napas 24/menit, suhu 36,5oC.
Head to toe : Akral dingin dan badan teraba basah keringat
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang awal yang dilakukan untuk menegakkan trias Whipple pada
diagnosis hipoglikemia adalah kadar glukosa darah. Selain
1. Kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah ≤ 70 mg/dL merupakan suatu nilai waspada hipoglikemia yang
direkomendasikan menurut klasifikasi hipoglikemia oleh International Hypoglycemia
Study Group (IHSG). Merupakan ambang batas perlunya pemberian karbohdrat kerja
cepat dan penyesuai dosis terapi penurunan glukosa darah pada pasien dengan DM.
kadar glukosa darah < 54 mg/dL menggambar suatu hipoglikemia yang bermakna secar
aklinis. Apabila hipoglikemia disertai dengan suatu gangguan kognitif berat yang
memerluka bantuan orang lain untuk pemulihan gejala, maka ini dikenal dengan sebutan
hipoglikemia berat.
Tabel 2. Derajat Hipoglikemia.
Derajat Kriteria kadar
Deskripsi
Hipoglikemia glukosa darah
Nilai ambang cukup rendah untuk memulai
Ambang waspada
≤ 70 mg/dL pemberian karbohidrat kerja cepar dan
hipoglikemia
penyesuaian dosis terapi penurun glukosa.
Hipoglikemia klinis Nilai ambang cukup rendah untuk
< 54 mg/dL
signifikan mengindikasikan suatu hipoglikemia serius.
Hipoglikemia yang berkaitan dengan
Tidak ada ambang batas
Hipoglikemia berat gangguan kognitif berat yang memerlukan
khusus
pertolongan orang lain untuk pemulihan.
Periode terbaik melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah, ketika gejala
hipoglikemia mulai muncul pada pasien. Apabila kadar glukosa darah normal, maka
peluang gejala yang bermanifestasi pada pasien disebabkan oleh hipoglikemia snagat
kecil. Jika kadar glukosa darah rendah dan gejala membaik ketik kadar glukosa
meningkat pasca pemberian tatalaksana, hal tersebut mengkonfirmasi hipoglikemia
sebagai penyebab gejala yang ada. Apabila penyebab hipoglikemia masih belum jelas,
pemeriksaan penunjang lainnya seperti kadar insulin plasma, peptida C, proinsulin, dan
kadar beta hidrokdibutirat perlu dipertimbangkan. Ini disarakan pada individu
hipoglikemik tanpa disertai penyakit penyerta dan komordibitas serta faktor risiko
hipoglikemia sebelumnya.4
2. Pemeriksaan Hb
Tes hemoglobin merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur jumlah
hemoglobin di dalam darah. Hemoglobin adalah protein pada sel darah merah yang
berfungsi membawa oksigen ke organ dan jaringan tubuh. Tingkat hemoglobin
dinyatakan sebagai jumlah hemoglobin dalam gram (gm) per desiliter (dL) darah utuh,
satu desiliter adalah 100 mililiter.5 Hasil pemeriksaan Hb didapatkan 12,8gm/dL.
pemeriksaan Hb normal sebagai berikut:
- Anak-anak: 11 - 13 gm/dL
- Pria dewasa: 14 - 18 gm/dL
- Wanita dewasa: 12 - 16 gm/dL
- Pria setelah usia paruh baya: 12,4 - 14,9 gm/dL
- Wanita setelah usia paruh baya: 11,7 - 13,8 gm/dL
- Pemeriksaan elektrolit
Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang
bermuatan (ion) positif atau negatif. Ion bermuatan positif disebut kation dan ion
bermuatan negatif disebut anion. Keseimbangan keduanya disebut sebagai
elektronetralitas. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh
elektrolit. Konsentrasi elektrolit yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan,
Contoh kation antara lain natrium, kalium, kalsium, dan magnesium. Contoh anion antara
lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.6
Tabel 3. Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel.6
Plasma CairanInterstitial Cairan Intraseluler
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
Na+ 140 148 13
K+ 4,5 5,0 140
Ca2+ 5,0 4,0 1x10-7
Mg2+ 1,7 1,5 7,0
Cl- 104 115 3,0
HCO3- 24 27 10
SO42+ 1,0 1,2 --
PO42+ 2,0 2,3 107
Protein 15 8 40
Anion Organik 5,0 5,0 --

Hasil pemeriksaan penunjang :


Gula darah cyto (gula darah sewaktu) : 56 mg/dL
Hb : 12,8 gr/dL
Kalium : 4,5 mEq/ks
Natrium : 135 mEq/L
Diagnosis
Berdasarkan skenario 2, laki-laki usia 22 tahun didiagnosis koma hipoglikemia
diabetes mellitus tipe 1. Koma hipoglikemia adalah koma akibat glukosa darah turun sampai
dibawah 30 mg/dL. Sedangkan reaksi, hipoglikemia adalah glukosa darah yang turun
mendadak, meskipun glukosa darah masih > 100mg/dL. Diabetes mellitus adalah sindrom
yang terjadi akbat gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai oleh hiperglikemia,
yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kelainan makro dan mikrovaskuler. Diabetes
mellitus dibagi menjadi dua yaitu tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel
bet apankreas yang menyebabkan defisit insulin absolut sehingga membutuhkan insulin
sebagai pengobatannya. Proses autoimun yang merusak sel beta pnakreas merupakan
patogenesis utama DM tipe 1.7
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 70 mg/dL (<4,0
mmol/L) dengan atau adanya whipple’s triad, yaitu terdapat gejala-gejala hipoglikemia,
seperti kadar glukosa darah yang rendah, gejala berkurang dengan pengobatan. Hipoglikemia
sering dialami oleh pasien DM tipe 1, diikuti oleh pasien DM tipe 2 yang diterapi dengan
insulin dan sulfonilurea. Hipoglikemia merupakan efek samping yang paling umum dari
penggunaan insulin dan sulfonilurea pada terapi DM, terkait mekanisme aksi dari obat
tersebut, yaitu mencegah kenaikan glukosa darah daripada menurunkan konsentrasi glukosa.
Diagnosis Banding
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah salah satu komplikasi akut diabetes yang sangat
berhubungan dengan kualitas edukasi yang diberikan kepada seorang pengidap diabetes
melitus (DM) tipe 2, sementara pada DM tipe 1, seringkali ketoasidosis merupakan pintu
awal diagnosis. Sekitar 80% dari pasien KAD telah mengetahui bahwa mereka pengidap
diabetes sehingga pencegahan sangatlah penting dan berhubungan dengan beratnya keadaan
saat datang ke rumah sakit. KAD adalah fenomena unik pada seorang pengidap diabetes
akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontraregulator, yang
mengakibatkan lipolisis berlebihan dengan akibat terbentuknya benda-benda keton dengan
segala konsekuensinya. KAD perlu dikenali dan dikelola segera karena jika terlambat maka
akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas dengan perawatan yang mahal.8
Gejala klinis Ketoasidosis diabetik: poliuria, polidipsi, penurunan berat badan,
dehidrasi, dengan derajat yang bervariasi, mual, muntah, nyeri perut, takikardi, hipotensi,
turgor kulit menurun, syok, perubahan kesadaran dengan derajat yang bervariasi, mulai dari
bingung sampai koma, pola napas Kussmaul.8 Etiologi ketoasidosis diabetik yang paling
umum terjadi adalah infeksi yang disebabkan Klebsiella pneumoniae, ketidakpatuhan terapi
insulin pada diabetes mellitus tipe 1, kegagalan insulin pump, penyakit penyerta, penggunaan
obat lain, stres, dan idiopatik.8
Etiologi
Adanya beberapa penyebab terjadinya hipoglikemia, yaitu dosis pemberian insulin
yang kurang tepat, kurangnya asupan karbohidrat karena menunda atau melewatkan makan,
konsumsi alkohol, dan peningkatkan pemanfaatan karbohidrat karena latihan atau penurunan
berat badan.9
1. Dosis pemberian insulin yang kurang tepat
Pengobatan diabetes di pergunakan untuk mengatur kadar gula darah tetap baik
sehingga membuat pasien akan merasa nyaman dan menghindari terjadinya Hipoglikemi,
di perlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter dalam menurunkan resiko
terjadinya komplikasi diabetes. Kombinasi yang di lakukan dalam pemberian penyediaan
insulin sangatlah penting untuk kita dapat lebih memperhatikan ketepatan dalam
pemberian insulin sesuai dengan kebutuhan yang sesuai dengan kondisi gula darah yang
di alami.
2. Kurangnya asupan karbohidrat karena menunda atau melewatkan makan
Menunda sarapan bagi penderita diabetes dalam jangka waktu yang lama di pagi hari
dapat menyebabkan terjadinya Hipoglikemi atau kadar glukosa darah menjadi terlalu
rendah. Lupa atau membiarkan diri terlalu sibuk hingga melewatkan waktu makan bisa
berbahaya bagi penderita diabetes. Lupa makan akan menyebabkan kadar glukosa dalam
darah menjadi terlalu rendah, jika di biarkan tanpa penanganan lebih lanjut pada keadaan
Hipoglikemi maka kondisi ini akan menjadi parah, menyebabkan rasa linglung dan
pingsan. Hipoglikemi yang semakin parah dapat menimbulkan terjadinya kejang, koma,
hingga kematian. Kadar insulin yang di dapatkan untuk gula dalam darah haruslah
seimbang dengan makanan yang akan di konsumsi, namun jika makanan yang di
konsumsi kurang dan tidak bisa menyeimbangi dosis insulin yang di dapatkan maka akan
terjadi keadaan dimana ke seimbangan di dalam tubuh akan terganggu dan
mengakibatkan kadar gula semakin rendah.
3. Konsumsi alkohol
Pada kondisi tubuh yang normal, lever merupakan bagian organ yang menyimpan
dan mensekresi glukosa ke dalam sel-sel tubuh sebagai penopang saat seseorang sedang
tidak makan. Lever juga berfungsi dalam membersihkan tubuh dari racun (detoksifikasi).
Lever tidak bisa mensekresi glukosa dan membersihkan racun secara bersamaan. Jadi
ketika keadaan lever melakukan detoksifikasi, organ tersebut akan berhenti mensekresi
glukosa. Organ lain seperti pankreas di dalam tubuh kita juga dapat memproduksi
hormon insulin, hormon yang dimana dapat mengendalikan kadar gula darah dan
mengubahnya menjadi sumber energi bagi tubuh. Jika fungsi kegunaan pada pankreas
terganggu, maka produksi insulin bisa tidak maksimal dan membuat kadar gula darah
menjadi kacau.
4. Peningkatkan pemanfaatan karbohidrat karena latihan atau penurunan berat badan.
Aktivitas fisik dan olahraga sangat penting dalam mengontrol diabetes. Namun, jika
olahraga yang di lakukan terlalu berlebihan, olahraga juga dapat menurunkan kadar gula
darah hingga di bawah batas normal. Olahraga sedang hingga berat bisa menyebabkan
kadar gula darah turun selama 24 jam setelah olahraga. Tubuh menggunakan dua bahan
bakar, yaitu gula dan lemak dalam memperoleh energi, gula yang di gunakan berasal dari
darah, hati dan otot. Gula tersimpan di dalam hati dan otot dalam bentuk glikogen.
Olahraga bisa menurunkan kadar gula darah dan glikogen yang tersimpan, tubuh
memang dapat mengisi kembali penyimpanan glikogen tersebut. Namun, prosesnya
membutuhkan waktu yang tidak singkat 4 - 6 jam, bahkan 12 - 24 jam jika aktivitas yang
di lakukan terlalu berat. Selama pengisian atau pengembalian penyimpanan glikogen
tersebut klien diabetes memiliki risiko tinggi mengalami penurunan kadar gula dalam
darah.
Epidemiologi
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1 dengan angka kejadian 10% - 30%
pasien per tahun dengan angka kematian nya 3% - 4% ( Goldman & Shcafer, 2012),
sedangkan pada DM tipe 2 angka kejadiannya 1,2 % pasien per tahun (Berber et al., 2013).
Rata-rata kejadian hipoglikemia meningkat dari 3.2 per 100 orang per tahun menjadi 7.7 per
100 orang per tahun pada penggunaan insulin. Menurut penelitian lain didapatkan data
kejadian hipoglikemia terjadi sebanyak 30% per tahun pada pasien yang mengonsumsi obat
hipoglikemik oral seperti sulfonilurea. Sebagai penyulit akut pada DM tipe 2, hipoglikemia
paling sering disebabkan oleh penggunaan Insulin dan Sulfonilurea.10
Patofisiologi
Tubuh memerlukan kadar GD yang normal melalui regulasi GD yang fisiologis
untuk memenuhi kebutuhan energi jaringan. Pada kejadian hipoglikemi, mekanisme
pertahanan tubuh yang berfungsi akan mengaktivasi beberapa sistem neuroendokrin, tidak
berlangsung secara adekuat atau mengalami gangguan. Gangguan mekanisme tersebut
menyebabkan keadaan hipoglikemi karena tubuh gagal mempertahankan kadar normal GD
baik oleh penyebab dari luar maupun dalam tubuh sendiri. Kemampuan regulasi glukosa
secara normal diatur melalui rangkaian beberapa proses yang terjadi secara seimbang dalam
tubuh. Terjadi keseimbangan antara beberapa proses diantaranya absorbsi glukosa di saluran
cerna, uptake glukosa oleh jaringan, glikogenesis, glikogenolisis. glukoneogenesis, yang
secara keseluruhan dipengaruhi oleh seperangkat hormon.
Beberapa hormon utama yang berperan dalam mengatur keseimbangan tersebut
diantaranya insulin, glukagon, epinefrin (adrenalin), kortisol, dan growth hormone. Ada tiga
sistem neuroendokrin penting yang berperan dalam mengatasi hipoglikemi, yang bekerja
secara simultan:9
1. Sel alfa pp. Langerhans: memberi efek penekanan sekresi insulin (sel beta), serta
meningkatkan sekresi glukagon, yang akan meningkatkan kadar GD melalui mekanisme
glikogenolisis dan glukoneogenesis di hepar.
2. Hypothalamic glucose sensor di otak: mengaktivasi sistem saraf simpatis untuk
menghasilkan adrenalin yang aksinya di hepar akan meningkatkan kadar glukosa darah
melalui mekanisme yang sama dengan glukagon.
3. Hipofise anterior: mensekresikan hormon ACTH yang menstimulasi kelenjar adrenal
melepaskan kortisol kedalam sirkulasi darah, yang menimbulkan efek yang sama seperti
glukagon. Demikian pula growth hormone, disekresikan oleh hipofise anterior yang juga
berdampak pada peningkatan produksi glukosa di hepar. Patut dicatat bahwa khusus
untuk hormon kortisol dan growth hormone, dapat memberikan efek sebaliknya yakni
menurunkankan kadar glukosa melalui mekanisme deposit glukosa di jaringan perifer.
Namun efek ini baru timbul setelah beberapa jam setelah pemberian sehingga pada
proglonged hipoglikemia, fenomena ini harus dipikirkan.10
Regulasi GD yang normal diperlukan tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi di
jaringan. Pada keadaan normal, terjadi keseimbangan antara proses absorbsi glukosa di
saluran cerna, uptake glukosa oleh jaringan, glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis,
yang dipengaruhi oleh seperangkat hormon. Hipoglikemi terjadi ketika tubuh gagal
mempertahankan kadar normal glukosa darah (GD) oleh penyebab dari luar ataupun dalam
tubuh. Keadaan ini disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh dalam mengatur regulasi glukosa
melalui rangkaian beberapa proses yang terjadi secara seimbang. Keseimbangan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hormon yang penting, diantaranya insulin, glukagon, epinefrin
(adrenalin), kortisol, dan growth hormone.9
Manifestasi Klinis
Keluhan atau gejala klinis hipoglikemia, terjadi oleh karena dua penyebab utama
yaitu percapucnya aktivitas sistem otonom, terutama simpatis dan tidak adekuatnya suplai
glukosa ke jaringan serebral (neuroglikopenia).
Gejala dan tanda hipoglikemia tidaklah spesifik antar individu. Hipoglikemia dapat
ditegakkan dengan adanya Whipple’s Triad. Gejala hipoglikemia dikategorikan menjadi
neuroglikopenia, yaitu gejala yang berhubungan langsung terhadap otak apabila terjadi
kekurangan glukosa darah. Otak sangat bergantung terhadap suplai yang berkelanjutan dari
glukosa darah sebagai bahan bakar metabolisme dan support kognitif. Jika level glukosa
darah menurun maka disfungsi kognitif tidak bisa terelakkan. Gejala hipoglikemia kedua,
adalah autonom, yaitu gejala yang terjadi sebagai akibat dari aktivasi sistem simpato-adrenal
sehingga terjadi perubahan persepsi fisiologi.10
Tabel 4. Gejala dan tanda hipoglikemia.10
Tanda Gejala
Autonom Gemeter, palpitasi, Pucat, takikardi, widened
berkeringat, gelisah, lapar, pulse pressure
mual, kesemutan
parasthesia, palpitasi,
Tremulousness
Neuroglikopenia Kesulitan konsentrasi, Cortical-blindness,
bingung, lemah, lesu, hipotermia, kejang, koma
dizziness, pandangan kabur,
pusing, perubahan sikap,
gangguan kognitif,
pandangan kabur, diplodia

Tabel 5. Tingkat keparahan hipoglikemia.10


Ringan Rentang glukosa darah adalah 54 - 70 mg/dl. Terdapat gejala
autonom, yaitu tremor, palpitasi, gugup, takikardi, berkeringat,
dan rasa lapar. Pasien dapat mengobati sendiri.
Sedang Rentang glukosa darah adalah 40 - 54 mg/dl.Terdapat gejala
autonom dan neuroglikopenia, seperti bingung, rasa marah,
kesulitan konsenterasi, sakit kepala, lupa, mati rasa pada bibir dan
lidah, kesulitan bicara, mengantuk dan pandangan kabur. Pasien
dapat mengobati sendiri.
Berat Glukosa darah kurang dari 40 mg/dl. Terjadi kerusakan sistem
saraf pusat, dengan gejala perubahan emosi, kejang, stupor, atau
penurunan kesadaran. Pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk pemberian karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya.
Bisa terjadi ketidaksadaran pasien.

Tatalaksana
Tujuan terapi hipoglikemia adalah mengembalikan dengan cepat level glukosa darah
ke rentang normal, mengurangi atau meniadakan risiko injuri dan gejala. Namun, terapi
hipoglikemia harus memperhatikan dan menghindari overtreatment yang bisa menjadikan
pasien hiperglikemia dan peningkatan berat badan. Ketika diperlukan, pengukuran glukosa
darah dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya hipoglikemia (khususnya ketika terdapat
kemungkinan pasien tersebut dalam pengaruh alkohol).11
a. Terapi hipoglikemia ringan – sedang
1. Pemberian makanan tinggi glukosa (karbohidrat)
2. Ketika terapi hipoglikemia, pilihan karbohidrat menjadi penting.
3. Karbohidrat kompleks atau makanan yang mengandung lemak bersamaan dengan
karbohidrat (seperti coklat) dapat memperlambat absorbsi glukosa dan tidak boleh
digunakan pada kasus hipoglikemia yang darurat.
4. Glukosa 15 g (2 – 3 sendok makan) yang dilarutkan dalam air adalah terapi pilihan
pada pasien dengan hipoglikemia yang masih sadar.
a. 15 g glukosa (monosakarida) diperlukan dalam peningkatan glukosa darah sekitar
2,1 mmol/L dalam 20 menit dan dapat meredakan gejala bagi kebanyakan pasien.
b. 20 g glukosa diperlukan dalam peningkatan glukosa darah sekitar 3,6 mmol/L
dalam 45 menit.
c. Susu dan jus jeruk lambat dalam menaikkan glukosa darah, namun dapat
menghilangkan gejala.
5. Pasien dengan kontrol glikemik yang buruk dapat merasakan gejala hipoglikemia
walaupun dengan kadar glukosa lebih 4,0 mmol/L. Tidak ada bukti yang
menyatakan terjadi disfungsi kognitif. Maka dari itu, terapi hipoglikemia yang
direkomendasikan adalah untuk meredakan gejala. Jadi, pasien yang mengalami
hipoglikemia dengan kadar glukosa darah 4,0 mmol/ L dapat diterapi dengan snack
karbohidrat, misalnya 1 buah pisang, atau 1 potong roti.
6. Anak - anak seringkali membutuhkan lebih sedikit 15 g karbohidrat untuk
mengkoreksi kadar glukosa darah; bayi: 6 membutuhkan g; balita membutuhkan 8 g;
dan anak kecil kemungkinan membutuhkan 10 g
7. Pemeriksaan glukosa darah harus dilakukan setelah 15 menit setelah pemberian
terapi. Ulangi langkah terapi hingga glukosa darah mencapai setidaknya 70 mg/dl
8. Setelah kadar glukosa darah kembali normal, pasien diminta untuk makan atau
mengkonsumsi snack untuk mencegah berulangnya hipoglikemia
b. Terapi hipoglikemia berat
1. Glukagon merupakan hormon yang disekresi pankreas untuk menstimulasi hepar
agar mengeluarkan glukosa yang tersimpan ke aliran darah. Injeksi glukagon dapat
diberikan pada pasien DM dengan kadar glukosa darah yang terlalu rendah untuk
diterapi dengan intake glukosa.
2. Jika didapat gejala neuroglikopenia, berikan dekstrosa 20% sebanyak 50 cc (jika
kadar glukosa belum naik signifikan, diberikan dekstrosa 40% sebanyak 25 cc),
diikuti dengan infus D5% atau 10%.
3. Periksa glukosa darah 15 menit setelah pemberian parenteral. Bila kadar glukosa
darah belum mencapai target, dapat diberikan ulang dekstrosa 20% [5]
4. Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah setiap 1 – 2 jam kalau masih terjadi
hipoglikemia berulang. Pemberian dekstrosa 20% dapat diulang.
Komplikasi
Hipoglikemia dapat menimbulkan komplikasi berupa perubahan inflamasi,
kardiovaskuler, dan neurologis akut. Hipoglikemia pada individu dengan diabetes mellitus
tipe 1 (T1DM) maupun individu sehat dapat menimbulkan peningkatan adhesi platelet
monosit, aktivasi platelet, dan sejumlah penanda inflamasi (CD-40, IL-6, dan hsCRP).
Namun, belum diketahui apakah perubahan penanda inflamasi tersebut berkaitan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Prognosis
Tanpa memandang status diabetes melitus seseorang, prognosis hipoglikemia kurang
baik karena berkaitan langsung dengan peningkatan risiko kematian secara umum maupun
yang terkait dengan luaran kardiovaskuler.
Edukasi
Adanya bukti yang kuat bahwa edukasi DM dapat meningkatkan luaran pasien.
Edukasi pasien terhadap hipoglikemia yang dapat diberikan, antara lain :10
1. Dalam rencana edukasi, seseorang dengan DM maupun keluarganya harus mengetahui
gejala hipoglikemia dan dapat mengatasi episode hipoglikemia dengan tepat, baik
dengan glukosa oral maupun glukagon.
2. Faktor risiko hipoglikemia harus didiskusikan secara rutin kepada pasien yang
mendapat terapi DM menggunakan insulin, obat sulfonilurea/glinid, khususnya kepada
pasien yang memiliki riwayat hipoglikemia.
3. Pasien dengan DM diharapkan mengetahui makanan yang mengandung karbohidrat dan
paham peran karbohidrat terhadap glukosa darah.
4. Untuk menghindari hipoglikemia, pasien dengan terapi kerja lama sekretagog dan
insulin dosis tetap direkomendasikan agar membuat rencana makan yang tepat.
5. Pasien dengan terapi insulin lainnya harus mengetahui bahwa injeksi prandial harus
disertai dengan makan. Ketidakseimbangan pola makan dan injeksi insulin dapat
menyebabkan fluktuasi dalam glukosa darah.
6. Pasien yang memiliki riwayat hipoglikemia dengan adanya terapi ADO harus
diinstruksikan untuk selalu membawa karbohidrat agar dapat mengatasi hipoglikemia
yang mungkin terjadi.
7. Aktivitas fisik meningkatkan pengunaan glukosa yang dapat meningkatkan risiko
hipoglikemia. Faktor risiko hipoglikemia termasuk durasi olahraga, intensitas olahraga,
ketidakcukupan suplai energi. Hipoglikemia karena olahraga dapat dihindari dan
diminimalisir dengan memakan snack yang dengan mudah diserap tubuh.
Melakukan monitoring glukosa darah diperlukan untuk mencegah risiko
hipoglikemia. Pasien yang diterapi dengan insulin, sulfonilurea/glinid dianjurkan untuk
mengecek glukosa darah kapanpun merasa adanya gejala hipoglikemia. Hal ini dilakukan
untuk mengkonfirmasi bahwa pasien harus mengkonsumsi karbohidrat untuk mengkoreksi
level glukosa darah yang rendah. Upaya PGDM (Pemantauan Glukosa Darah Mandiri) dapat
membantu meningkatkan kontrol glikemik pada pasien DM.10
Kesimpulan
Berdasarkan skenario, laki-laki usia 22 tahun didiagnosis koma hipoglikemia ec
diabetes mellitus tipe I. koma hipoglikemia merupakan salah satu kegawadaruratan dari
diabetes mellitus. Hipoglikemia adalah glukosa darah yang turun mendadak, meskipun
glukosa darah masih > 100mg/dL. Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah < 70 mg/dL (<4,0 mmol/L) dengan atau adanya whipple’s triad, yaitu terdapat gejala-
gejala hipoglikemia, seperti kadar glukosa darah yang rendah, gejala berkurang dengan
pengobatan. Hipoglikemia sering dialami oleh pasien DM tipe 1, diikuti oleh pasien DM tipe
2 yang diterapi dengan insulin dan sulfonilurea.
Daftar Pustaka
1. Purnamasari D. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II : Diagnosis dan klasifikasi
diabetes melitus. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2017.
2. Saibi Y, Hasan D, Safitri B, Anwar V. Potensi hipoglikemia dan hiperglikemia ada
pasien dm tipe 2 akibat interaksi obat. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina. 2020;5(2):258 - 267.
3. Tjokroprawiro A, Murtiwi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.2: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. 2nd ed.
Surabaya: Airlangga University Press; 2015.
4. ADA. Glycemic targets: Standards of medical care in diabetes-2018. Diabetes Care .
2018;41(Suppl 1):S55–64.
5. [Internet]. Medicinenet.com. [cited 16 November 2021]. Available from:
https://www.medicinenet.com/hemoglobin/article.html
6. Ferawati I, dan Yaswir R. 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. Fisiologi dan Gangguan
Keseimbangan Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboraorium. 1(2): 80-
84.
7. Tanggo Y. Diabetes mellitus tipe 1 pada orang dewasa. Majalah Kedokteran UKI.
2012;28(4):188 - 193.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-VI. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
9. Manaf A. Hipoglikemia : pendekatan klinis dan penatalaksanaan. 6 th ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2017.
10. Rusdi M. Hipoglikemia pada psien diabetes mellitus. Journal Syifa Sciences and Clinical
Research. 2020;2(2):83 - 90.
11. Hypoglycemia (Low Blood Glucose) | ADA [Internet]. Diabetes.org. [cited 16 November
2021]. Available from:
https://www.diabetes.org/diabetes/medication-management/blood-glucose-testing-and-
control/hypoglycemia

Anda mungkin juga menyukai