Sak 2016
Sak 2016
ii
1. Pengertian
Kehamilan adalah, suatu rangkaian yang terjadi dari mulai bertemunya sel sperma dengan sel
telur yang sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi danimlantasi (Sulistiyowati, 2012)
2.3.3.3 Terkadang merasa malu terhadap perubahan bentuk tubuh ( merasa gemuk dan
tidak cantik lagi)
2.3.3.4 Berkurangnya keinginan melakukan hubungan suami istri
2.3.3.5 Takut membayangkan kelahiran (nyerti, sulit anak, ibu meninggal, cacat, harus
operasi)
2.3.3.6 Ketergantungan meningkat
2.3.3.7 Memikirkan danmemutuskan tempat alternatif untuk melahirkan (paraji, bidan,
puskesmas, RS, RB)
2.3.3.8 Melakukan antisipasi sebagaiorang tua
2.3.3.9 Mempersiapkan segala kebutuhan bayi dengan gembira
2.3.3.10 Membayangkan akan menjadiorang tua dengan gembira
2.3.3.11 Merasasenang karena banyak mendapat perhatian dari orang sekitar
3. Diagnosis Keperawatan
Kesiapan peningkatan Perkembangan wanita hamil
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Klien mampu memahami karakteristik perkembangan yang normal pada ibu hamil.
4.1.1.2 Klien mampu memahami karakeristik perkembangan yang tidak normal pada ibu
hamil
4.1.1.3 Klien mampu memahami cara menyesuaikan dengan perubahan biologis selama
kehamilan
4.1.1.4 Klien mampu memahami cara menyesuaikan dengan perubahan psikologi selama
kehamilan
4.1.1.5 Klien mampu memahami cara menyesuaikan perubahan sosial selama kehamilan
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Melatih mendiskusikan tentang perubahan yang dialami selama kehamilan
4.1.2.2 Melatih mendiskusilan stimulasi perkembangan fisiologis pada kehamilan
4.1.2.3 Melatih mendiskusikan stimulasi perkembangan emosi pada kehamilan
4.1.2.4 Melatih mendiskusikanstimulasi perkembangan sosial pada kehamilan
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan kepada keluarga tentang perkembangan ibu hamil yang normal dan
menyimpang
4.2.2.2 Mendiskusikan dengan keluarga mengenai cara memfasilitasi perkembangan
psikososial ibu hamil
4.2.2.3 Melatih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial ibu hamil yang
normal
1. Pengertian
Adalah tahap perkembangan bayi usia 0-18 bulan dimana pada usia ini bayi belajar
terhadap kepercayaan dan ketidakpercayaan. Masa ini merupakan krisis pertama yang
dihadapi oleh bayi.
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Menangis ketika ditinggalkan oleh ibunya
2.1.2 Menangis saat lapar, haus, buang air, sakit atau menginginkan sesuatu
2.1.3 Menolak atau menangis saat digendong oleh orang yang tidak dikenalnya
2.1.4 Mudah dibujuk untuk diam kembali jika menangis
2.1.5 Menyembunyikan wajah dan tidak langsung menangis saat bertemu dengan orang
yang tidak dikenal
2.1.6 Mendengarkan music atau bernyanyi dengan senang
2.1.7 Menoleh mencari sumber suara saat dipanggil namanya
2.1.8 Senang jika diajak bermain
2.1.9 Saat diberikan mainan meraih mainan atau mendorong dan membantingnya
2.2.1.2 Psikologis
a. Inteligensi / Keterampilan Verbal
0 – 3 bulan : Mengoceh dan memberikan reaksi terhadap suara
3 – 6 bulan : menengok ke arah sumber suara
6 – 9 bulan : tertawa/berteriak gembira bila melihat benda yang menarik
2.2.3.2 Fisiologis
a. Motorik Halus : Bereaksi terhadap bunyi, mengikuti benda dengan mata, senyum
sosial
b. Motorik Kasar : Menggerakkan kepala ke kiri/kanan, mengangkat tangan ke
wajah, menendang dan meluruskan kaki jika terlentang, mendekatkan kedua
tangan
2.2.3.3 Bahasa : Mengoceh spontan, mulai menggumam.
2.2.3.4 Emosi : Terpenuhinya kebutuhan rasa aman dan nyaman, mengenal lingkungan
diluar rumah
2.2.3.5 Kepribadian : Melihat diri didepan kaca, terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
2.2.3.6 Moral :Menggunakan tangan kanan dalam memberikan sesuatu dengan arahan
orang lain, menggunakan tangan kanan dalam menerima sesuatu dengan arahan
orang lain.
2.2.3.7 Spiritual : Tampak nyaman dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci, tampak nyaman ketika dibacakan doa.
2.2.3.8 Psikososial : Tumbuhnya kemampuan sosialisasi, senang/nyaman ketika diberi
pujian.
3. Diagnosis keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan Bayi
4. T i n d a k a n K p e r a w a t a n
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien:
4.1.1 Segera menggendong, memeluk dan membuai bayi saat bayi menangis
4.1.2 Memenuhi kebutuhan dasar bayi (lapar, haus, basah, sakit)
4.1.3 Memberi selimut saat bayi kedingingan
4.1.4 Mengajak berbicara dengan bayi
4.1.5 Memanggil bayi sesuai dengan namanya
4.1.6 Mengajak bayi bermain (bersuara lucu, menggerakkan benda, memperlihatkan
benda berwarna menarik, benda berbunyi)
4.1.7 Keluarga bersabar dan tidak melampiaskan kekesalan atau kemarahan pada bayi
4.1.8 Segera membawa bayi kepada pusat layanan kesehatan bila bayi mengalami
masalah kesehatan atau sakit.
Sesi 1: identifikasi masalah keluarga dalam merawat anggota keluarga dan masalah
pribadi yang dialami caregiver.
Sesi 2: cara merawat/stimulasi anak oleh keluarga
Sesi 3: manajemen stress oleh keluarga
Sesi 4: manajemen beban keluarga
Sesi 5: pemberdayaan komunitas dalam membantu keluarga
4.4.3.2 Terapi suportif (Keliat, Akemat, Daulima, & Nurhaeni, 2007; Bulucheck, Butcher, &
Dochterman, 2013).
a. Tujuan terapi: memberikan support terhadap keluarga sehingga mampu
menyelesaikan krisis yang dihadapinya dengan cara membangun hubungan yang
bersifat suportif antara klien-terapis, meningkatkan kekuatan keluarga,
meningkatkan keterampilan koping keluarga, meningkatkan kemampuan
keluarga menggunakan sumber kopingnya, meningkatkan otonomi keluarga
dalam keputusan tentang pengobatan, meningkatkan kemampuan keluarga
mencapai kemandirian seoptimal mungkin,serta meningkatkan kemampuan
mengurangi distress subyektif dan respons koping yang maladaptif.
b. Pelaksanaan terapi:
Sesi 1: identifikasi kemampuan keluarga dan sumber pendukung yang ada
Sesi 2: menggunakan sistem pendukung dalam keluarga, monitor dan
hambatannya
Sesi 3: menggunakan sistem pendukung di luar keluarga, monitor dan
hambatannya.
Sesi 4: evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber
1. Definisi
Adalah tahap perkembangan anak usia 18-36 bulan dimana pada usia ini anak belajar melatih
kemandiriannya untuk melakukan tindakan biasanya dicirikan anak mengeksplor lingkungan
sekitar. Jika anak tidak mampu mencapai tugas perkembangan pada masa ini anak akan
cenderung kurang percaya diri.
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Anak mampu mengenal dan mengakui namanya
2.1.2 Anak sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
2.1.3 Anak banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air, ketinggian,
warna atau benda)
2.1.4 Anak mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah, misalnya minum
sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri
2.1.5 Anak bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
2.1.6 Anak mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
2.1.7 Anak mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya
2.1.8 Anak hanya sebentar mau berpisah dengan orang tua
2.1.9 Anak menunjukkan rasa suka dan tidak suka
2.1.10 Anak mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
2.1.11 Tampak percaya diri tampil di depan
2.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi / kemampuan verbal (kognitif): 18 – 4 bulan : menyebut nama dan
menunjuk kegiatan tubuh dengan benar, 2 – 3 tahun : menyatakan keinginan
paling sedikit dengan dua kata
b. Moral: memperhatikan/memandang wajah ibu/orang yang mengajak bicara,
selalu mencoba sesuatu yang menjadi keinginannya, egosentris,
2.2.1.3 Sosiokultural
a. Adanya dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang di usia 18
bulan – 3 tahun
b. Anak kandung/anak angkat (adopsi), anak yang diinginkan
c. Latar belakang budaya : dilibatkan acara adat istiadat
d. Ras/suku bangsa : bangsa kulit putih mempunyai petumbuhan somatik lebih
tinggi daripada bangsa Asia
e. Agama dan keyakinan : dilibatkan dalam kegiatan ibadah
f. Stimulasi keluarga : diberi minum dan makan saat haus dan lapar
g. Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi : digandeng, dipeluk dan dibuai saat
menangis
h. Dilibatkan dalam kegiatan sederhana sehari – hari : meniru pekerjaan rumah
tangga
i. Tidak ada labeling diri negative dari keluarga : anak perempuan meniru perilaku
ibunya, anak laki – laki meniru perilku bapaknya
j. Keluarga menstimulasi rasa percaya diri : bermain sendiri/solitere
k. Peran sosial: diterima sebagai anggota keluarga dan masyarakat
karena anak sudah mengetahui rasa, tekstur dan jenis makanan, anak ingin/mau
makan dengan alat makannya sendiri.
25 – 36 bulan: berdiri dengan satu kaki tanpa pegangan selama paling sedikit 2
hitungan, meniru membuat garis lurus, membereskan mainan sendiri dan mengambil
baju sendiri.
2.2.3.8 Sosial
Memilih mainannya sendiri, berbagi mainannya dengan teman yang lain dan
mengucapkan terimakasih ketika dipinjami mainan, mampu mengenal anggota
keluarga yang lain, dapat dimintai bantuan mengambilkan sesuatu.
3. Diagnosis Keperawatan
Kesiapan Peningkatan Perkembangan Anak Usia Toddler
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Tindakan untuk Klien
4.1.1.1 Latih anak untuk melakukan kegiatan secara mandiri
4.1.1.2 Puji keberhasilan yang dicapai anak.
4.1.1.3 Tidak menggunakan kata yang memerintah tetapi melatih anak memberikan pilihan –
pilihan dalam memuaskan keinginannya.
4.1.1.4 Hindari suasana yang membuat anak bersikap negatif.
4.1.1.5 Tidak menakut – nakuti anak dengan kata – kata ataupun perbuatan, tidak mengancam
anak.
4.1.1.6 Berikan mainan sesuai usia perkembangan (boneka, mobil – mobilan, balon, bola, kertas
gambar, dan pensil warna).
4.1.1.7 Saat anak mengamuk (tempertantrum), pastikan ia aman dan awasi dari jauh.
4.1.1.8 Beri tahu tindakan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, tindakan baik dan
buruk dengan kalimat positif.
4.1.1.9 Libatkan anak dalam kegiatan keagamaan.
1. Pengertian
Adalah tahap perkembangan anak usia 3-6 tahun dimana pada usia ini anak akan belajar
berinteraksi dengan orang lain, berfantasi dan berinisiatif, pengenalan identitas kelamin,
meniru. Anak mulai membuat perencanaan dan melaksanakan tindakannya.
2. Pengkajian
2.2 Pengkajian Ners
2.2.1 Anak suka mengkhayal dan kreatif
2.2.2 Anak punya inisiatif bermain dengan alat-alat rumah
2.2.3 Anak suka bermain dengan teman sebaya
2.2.4 Anak mudah berpisah dengan orang tua
2.2.5 Anak mengerti mana yang benar dan salah
2.2.6 Anak belajar merangkai kata dan kalimat
2.2.7 Anak mengenal berbagai warna
2.2.8 Anak mengenal jenis kelaminnya
2.2.9 Anak membantu melakukan pekerjaan rumah sederhana
2.2.10 Belajar keterampilan baru melalui permainan
2.3.1.2 Psikologis
a. Intelegensi: berespon terhadap rangsangan sensori dan eksplorasi lingkungan
b. Keterampilan verbal: Tidak ada gangguan bicara sejak bayi-toddler
c. Kepribadian: Tidak pendiam, tidak tempertantrum
d. Memiliki pengalaman masa lalu yang menyenangkan, terbangun rasa percaya pada
usia bayi dan otonomi pada usia toddler
e. Mampu mengontrol BAB dan BAK
f. Moral: mampu membedakan hal yang baik dan buruk
2.3.1.3 Sosiokultural
a. Usia 3-6 tahun
b. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
c. Latar belakang budaya menunjang pertumbuhan dan perkembangan
d. Agama dan keyakinan: nilai positif dilakukan oleh keluarga dalam mengasuh anak
e. Terbentuk rasa percaya pada usia bayi, otonomi pada usia toddler
f. Tidak mengalami penolakan dan penganiayaan
g. Diterima sebagai bagian keluarga dan disayangi keluarga
b. Identifikasi masalah
c. Memilih tindakan
d. Pelaksanaan dari rencana tindakan
e. Kesehatan dan energi : Sehat
f. Sosial skill: Bergaul dengan teman sebaya, tidak takut pada orang dewasa
g. Pengetahuan dan intelegensi individu, Membedakan warna, jenis kelamin, bisa
membaca, menggambar
h. Identitas Ego: Percaya diri, berani
3. Diagnosis keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan anak pre school (usia 3-6 th)
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Mempertahankan pemenuhan kebutuhan fisik yang optimal
4.1.1.2 Mengembangkan ketrampilan motorik kasar dan halus
4.1.1.3 Mengembangkan ketrampilan berbahasa
4.1.1.4 Mengembangkan ketrampilan adaptasi psikososial
4.1.1.5 Pembentukan indentitas dan peran sesuai jenis kelamin
4.1.1.6 Mengembangkan kecerdasan
4.1.1.7 Mengembangkan nilai-nilai moral
4.1.1.8 Meningkatkan peran serta keluarga dalam meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Pemenuhan kebutuhan fisik yang optimal
a. Kaji pemenuhan kebutuhan fisik anak
b. Anjurkan pemberian makanan dengan gizi yang seimbang
c. Kaji pemberian vitamin dan imunisasi ulangan (booster)
d. Ajarkan kebersihan diri
4.1.2.2 Mengembangkan ketrampilan motorik kasar dan halus
a. Kaji kemampuan motorik kasar dan halus anak
f. Berikan pendidikan kesehatan tentang tugas perkembangan normal pada usia pra
sekolah
g. Berikan informasi cara menstimulasi perkembangan pada usia pra sekolah
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang pada keluarga
4.2.2.2 Mendiskusikan cara memfasilitasi perkembangan anak usia prasekolah yang normal
dengan keluarga
4.2.2.3 Melatih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial anak
4.2.2.4 Membuat stimulasi perkembangan psikososial anak
4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis: Terapi Kelompok Terapeutik anak usia pra
sekolah
Terapi Kelompok Terapeutik (TKT) adalah terapi yang dilakukan, secara berkelompok
dimana masing-masing anggota kelompok memiliki hubungan satu sama lain dan
memiliki norma tertentu (Townsend 3003). Adapun TKT bertujuan dapat
mempertahankan homeostatis, berfokus pada disfungsi perasaan, pikiran dan perilaku dan
juga mengatasi stres emosi, penyakit fisik, krisis tumbuh kembang atau penyesuaian sosial
(Montgomery, 2002). Tujuan TKT dapat mengantisipasi dan mengatasi masalah dengan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anggota kelompok itu sendiri (Keliat 2005).
Modul TKT anakini terdiri dari 6 (enam) sesi kegiatan yaitu :
1. Stimulasi adaptasi perubahan aspek biologis dan seksual.
2. Stimulasi adaptasi perubahan aspek psikologis (kognitif)
3. Stimulasi adaptasi perubahan aspek kognitif (emosional)
4. Stimulasi adaptasi perubahan aspek sosial
5. Stimulasi adaptasi perubahan aspek spiritual
6. Sharing dan evaluasi kemampuan integritas diri
1. Pengertian
Anak Usia Sekolah adalah anak dalam rentang usia 6 – 12 tahun. Pekembangan kemampuan
psikososial anak usia sekolah adalah kemampuan menghasilkan karya, berinteraksi dan
berprestasi dalam belajar berdasarkan kemampuan diri sendiri (Keliat, Daulima, Farida.
2011).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Menyelesaikan tugas (sekolah atau rumah) yang diberikan
2.1.2 Mempunyai rasa bersaing (kompetisi)
2.1.3 Senang berkelompok dengan teman sebaya dan mempunyai sahabat karib
2.1.4 Berperan dalam kegiatan kelompok
2.1.5 Mulai mengerti nilai mata uang dan satuannya
2.1.6 Mampu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sederhana
2.1.7 Memiliki hobby tertentu
2.1.8 Tidak ada tanda bekas penganiayaan
3. Diagnosa
Kesiapan peningkatan perkembangan usia sekolah
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Mempertahankan pemenuhan kebutuhan fisik yang optimal
4.1.1.2 Mengembangkan ketrampilan motorik kasar dan halus
4.1.1.3 Mengembangkan ketrampilan adaptasi psikososial
4.1.1.4 Mengembangkan kecerdasan
4.1.1.5 Mengembangkan nilai-nilai moral
4.1.1.6 Meningkatkan peran serta keluarga dalam meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Mempertahankan pemenuhan kebutuhan fisik yang optimal
a. Kaji pemenuhan kebutuhan fisik anak
b. Anjurkan pemberian makanan dengan gizi yang seimbang
c. kolaborasi pemberihan vitamin dan vaksinasi ulang (booster)
d. Ajarkan kebersihan diri
4.1.2.2 Mengembangkan ketrampilan motorik kasar dan halus
a. Kaji ketrampilan motorik kasar dan halus anak
b. Fasilitasi anak untuk bermain yang menggunakan motorik kasar (kejar-
kejaran, papan seluncur, sepeda, sepak bola, tangkap bola, lompat tali)
c. Fasilitasi anak untuk kegiatan dengan menggunakan motorik halus (belajar
menggambar/melukis, menulis, mewarna, membuat kerajinan tangan seperti
vas, kotak pensil, lampion dsb, )
d. Menciptakan lingkungan aman dan nyaman bagi anak untuk bermain
4.1.2.3 Mengembangkan ketrampilan adaptasi psikososial
a. Kaji ketrampilan adaptasi psikososial anak
b. Sediakan waktu bagi anak untuk bermain keluar rumah bersama teman
kelompoknya
c. Berikan dorongan dan kesempatan ikut berbagai perlombaan
d. Berikan hadiah atas prestasi yang diraih
e. Latih anak berhubungan dengan orang lain yang lebih dewasa
4.1.2.4 Mengembangkan kecerdasan
a. Kaji perkembangan kecerdasan anak
b. Mendiskusikan kelebihan dan kemampuannya
c. Memberikan pendidikan dan ketrampilan yang baik bagi anak
d. Memberikan bahan bacaan dan pemainan yang meningkatkan kreatifitas
e. Bimbing anak belajar ketrampilan baru
f. Libatkan anak melakukan pekerjaan rumah sederhana misalnya masak,
membersihkan mobil, menyirami tanaman, menyapu
g. Latih membaca, menggambar dan berhitung
h. Asah dan kembangkan hobby yang dimiliki anak
4.1.2.5 Mengembangkan nilai-nilai moral
a. Kaji nilai-nilai moral yang sudah diajarkan pada anak
b. Ajarkan dan latih menerapkan nilai agama dan budaya yang positif
c. Ajarkan hubungan sebab akibat suatu tindakan
d. Bimbing anak saat menonton TV dan membaca buku cerita
e. Berikan pujian atas nilai-nilai positif yang dilakukan anak
f. Latih kedisplinan
4.1.2.6 Meningkatkan peran serta keluarga dalam meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan
a. Tanyakan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Tanyakan upaya yang sudah dilakukan keluarga terhadap anak
c. Berikan reinforcement atas upaya positif yang sudah dilakukan keluarga
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Jelaskan ciri perkembangan anak usia sekolah yang normal dan meyimpang
4.2.2.2 Jelaskan kepada keluarga mengenai cara menstimulasi kemampuan anak berkarya
4.2.2.3 Libatkan anak dalam kegiatan sehari-hari yang sederhana di rumah, seperti membuat
kue, merapikan tempat tidur
4.2.2.4 Puji keberhasilan yang dicapai oleh anak
4.2.2.5 Diskusikan dengan anak mengenai harapannya dalam berinteraksi dan belajar
4.2.2.6 Tidak menuntut anak untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
kemampuannya (menerima anak apa adanya), membantu kemampuan belajar
4.2.2.7 Tidak menyalahkan dan menghina anak
4.2.2.8 Beri contoh cara menerima orang lain apa adanya
4.2.2.9 Beri kesempatan untuk mengikuti aktivitas kelompok yang terorganisasi
4.2.2.10 Buat/tetapkan aturan/disiplin di rumah bersama anak
4.2.2.11 Demonstrasikan dan latih cara menstimulasi kemampuan anak untuk berkarya
4.2.2.12 Bersama keluarga susun rencana stimulasi kemampuan berkarya anak
1. Pengertian
Tahap perkembangan remaja usia 12-18 tahun dimana pada saat ini remaja harus mampu
mencapai identitas diri meliputi peran, tujuan pribadi, keunikan dan ciri khas diri. Bila hal
ini tidak tercapai maka remaja akan mengalami kebingungan peran yang berdampak pada
rapuhnya kepribadian sehingga akan terjadi gangguan konsep diri (Keliat, Helena & Farida,
2011).
2. Pengkajian
2.1 Karakteristik perilaku remaja yang menunjukkan pembentukan identitas diri
adalah sebagai berikut:
2.1.1 Menilai diri secara objektif, kelebihan dan kekurangan diri
2.1.2 Bergaul dengan teman
2.1.3 Memiliki teman curhat
2.1.4 Mengikuti kegiatan rutin (olah raga, seni, pramuka, pengajian, bela diri)
2.1.5 Bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan tanpa tergantung pada orang
tua
2.1.6 Menemukan identitas diri, memiliki tujuan dan cita-cita masa depan
2.1.7 Tidak menjadi pelaku tindak antisosial dan tindak asusila
2.1.8 Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk memenuhi keinginan yang
berlebihan dan negatif
2.1.9 Berperilaku santun, menghormati orang tua, guru dan bersikap baik pada teman
2.1.10 Memiliki prestasi yang berarti dalam hidup
3. Diagnosa Keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan usia remaja
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Menyebutkan karakteristik perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang
4.1.1.2 Menjelaskan cara mencapai perkembangan psikososial yang normal
4.1.1.3 Melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan psikososial yang normal
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Mendiskusikan ciri perkembangan remaja yang normal dan menyimpang.
4.1.2.2 Mendiskusikan cara mencapai perkembangan psikososial yang normal:
4.1.2.3 Anjurkan remaja untuk berinteraksi dengan orang lain yang membuatnya nyaman
mencurahkan perasaan, perhatian dan kekhawatiran.
4.1.2.4 Anjurkan remaja untuk mengikuti organsasi yang mempunyai kegiatan positif (olah
raga, seni, bela diri, pramuka, keagamaan)
4.1.2.5 Anjurkan remaja untuk melakukan kegiatan di rumah sesuai dengan perannya.
4.1.2.6 Bimbing dan motivasi remaja dalam membuat rencana kegiatan dan melaksanakan
rencana yang telah dibuatnya.
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Jelaskan ciri perkembangan remaja yang normal dan menyimpang
4.2.2.2 Jelaskan cara yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi perkembangan remaja yang
normal.
4.2.2.3 Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dengan kelompok sebaya.
4.2.2.4 Anjurkan remaja untuk berinteraksi dengan orang lain yang membuatnya
nyaman mencurahkan perasaan, perhatian dan kekhawatiran.
4.2.2.5 Anjurkan remaja untuk mengikuti organsasi yang mempunyai kegiatan positif
(olah raga, seni, bela diri, pramuka, keagamaan)
4.2.2.6 Berperan sebagai teman curhat bagi remaja
4.2.2.7 Berperan sebagai contoh bagi remaja dalam melakukan interaksi sosial yang baik.
4.2.2.8 Beri lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan aktivitas bersama
kelompoknya
4.2.2.9 Diskusikan dan demonstrasikan tindakan untuk membantu remaja memperoleh
identitas diri
4.2.2.10 Diskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan keluarga untuk memfasilitasi
remaja memperoleh identitas diri.
Remaja.
a. Sesi 1 : Pengkajian dan diskusi perkembangan remaja
b. Sesi 2 : Stimulasi perkembangan biologis/ fisik dan psikoseksual
c. Sesi 3 : Stimulasi perkembangan kognitif dan bahasa
d. Sesi 4 : Stimulasi perkembangan moral dan spiritual
e. Sesi 5 : Stimulasi perkembangan emosi dan psikososial
f. Sesi 6 : Stimulasi perkembangan bakat dan kreatifitas
g. Sesi 7 : Evaluasi stimulasi
1. Pengertian
Perkembangan tahap dewasa terdiri dari 2 tahap yaitu dewasa muda dan dewasa. Tahap
dewasa muda (intimasi vs isolasi) merupakan tahap perkembangan manusia yang berada
pada 20-30 tahun dan pada usia ini individu harus mampu berinteraksi akrab dengan orang
lain (Erickson, 1963). Pada masa ini penekanan utama dalam perkembangan identitas diri
untuk membuat ikatan dengan oranglain yang menghasilkan hubungan intim. Orang dewasa
mengembangkan pertemanan abadi dan mencari pasangan atau menikah dan terikat dalam
tugas awal sebuah keluarga. Levinson (1978) mengatakan bahwa pada masa ini seseorang
berada pada puncak intelektual dan fisik. Selama periode ini kebutuhan untuk mencari
kepuasan diri tinggi.
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Dewasa muda
2.1.1.1 Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
2.1.1.2 Mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertenti (pacar, sahabat)
2.1.1.3 Membentuk keluarga
2.1.1.4 Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
2.1.1.5 Merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
2.1.1.6 Memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
2.1.1.7 Mempunyai konsep diri yang realistis
2.1.1.8 Menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
2.1.1.9 Berinteraksi baik dengan keluarga
2.1.1.10 Mampu mengatasi strss akibat perubahan dirinya
2.1.1.11 Menganggap kehidupan sosialnya bermakna
2.1.1.12 Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya
2.1.2 Dewasa
2.1.2.1 Menilai pencapaian hidup
2.1.2.2 Merasa nyaman dengan pasangan hidup
2.1.2.3 Menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi
2.1.2.4 Membimbing dan menyiapkan generasi di bawah usianya secara arif dan bijaksana
2.1.2.5 Menyesuaikan diri dengan orang tuanya yang sudah lansia
2.1.2.6 Kreatif : mempunyai inisiatif dan ide-ide melakukan sesuatu yang bermanfaat
2.1.2.7 Produktif : mampu menghasilkan sesuatu yang berarti bagi dirinya dan orang lain,
3. Diagnosa Keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan usia dewasa
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Individu dewasa mampu memahami karakteristik perkembangan psikososial yang
normal dan menyimpang
4.1.1.2 Individu dewasa mampu memahami cara mencapai perkembangan psikososial yang
normal.
4.1.1.3 Individu dewasa mampu melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan
psikososial yang normal
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Diskusikan tentang perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang
4.1.2.2 Diskusikan cara mencapai perkembangan psikososial yang normal :
a. Menetapkan tujuan hidup
b. Berinteraksi dengan banyak orang termasuk lawan jenis
c. Berperan serta/ melibatkan diri dalam kegiatan di masyarakat
d. Memilih calon pasangan hidup
e. Menetapkan karier/pekerjaan
f. Mempunyai pekerjaan
g. Motivasi dan berikan dukungan pada individu untuk melakukan tindakan yang
dapat memenuhi perkembangan psikososialnya.
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Jelaskan kepada keluarga tentang perkembanga dewasa yang normal dan
menyimpang.
4.2.2.2 Diskusikan dengan keluarga mengenai cara memfasilitasi perkembangan psikososial
dewasa muda yang normal.
4.2.2.3 Latih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial dewasa muda yang
normal.
1. Pengertian
Klien lanjut usia adalah yang berusia > 65 tahun. Perkembangan psikososial lanjut usia
adalah tercapainya integritas diri yang utuh. Pemahaman terhadap makna hidup secara
keseluruhan membuat lansia berusaha menuntun generasi berikutnya (anak dan cucunya)
bedasarkan sudut pandangnya. lansia yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus
asa dan menyesali masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya bermakna.
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Mempunyai harga diri tinggi
2.1.2 Menilai kehidupannya berarti
2.1.3 Menerima nilai dan keunikan orang lain
2.1.4 Menerima dan menyesuaikan kematian pasangan
2.1.5 Menyiapkan diri menerima datangnya kematian
2.1.6 Melaksanakan kegiatan agama secara rutin
2.1.7 Merasa dicintai dan berarti dalam keluarga
2.1.8 Berpatisipasi dalam kegiatan sosial dan kelompok masyarakat
2.1.9 Menyiapkan diri ditinggalkan anak yang telah mandiri
f. Konsep diri: Konsep diri positif, memiliki pedoman hidup yang realistis
g. Motivasi: Motivasi masih tinggi
h. Pertahanan psikologi: kebiasaan koping adaptif
i. Self kontrol: Mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurang positif,
Melakukan hal-hal positif
2.2.1.3 Sosial kultural
a. Usia: 65 tahun keatas
b. Gender: Pria / wanita
c. Pendidikan: Telah menempuh pendidikan formal
d. Pendapatan: Memiliki pendapatan dan mandiri dalam ekonomi
e. Pekerjaan: Memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan
f. Status social: Memisahkan diri dari autokritas keluarga
g. Latar belakang Budaya: Tidak memiliki nilai budaya yang bertentangan dengan
nilai kesehatan
h. Agama dan keyakinan: Mempunyai religi dan nilai yang baik
i. Keikutsertaan dalam politik: berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sehat
j. Pengalaman social : Masih mampu berhubungan baik dengan lawan jenis
k. Peran social: menuntun generasi berikutnya, mandiri dan punya tanggung jawab
sosial
Membandingkan kemampuan dan kapasitas diri dengan orang lain yang mempunyai
masalah yang sama
3. Diagnosis Keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan usia lanjut
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Lansia dapat menyebutkan karakteristik perkembangan psikososial yang normal
(merasa disayangi dan dibutuhkan keluarganya dan mampu mengikuti kegiatan social
dan keagamaan di lingkungan.
4.1.1.2 Lansia dapat menjelaskan cara mencapai perkembangan psikososial yang normal dan
merasa hidupnya bermakna.
4.1.1.3 Lansia melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan psikososial yang normal
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Jelaskan ciri perilaku perkembangan lansia yang normal dan menyimpang (lihat tabel
sebelumnya)
4.1.2.2 Mendiskusikan cara yang dapat dilakukan oleh lansia untuk mencapai integritas diri
yang utuh
4.1.2.3 Mendiskusikan makna hidup lansia selama ini
4.1.2.4 Melakukan menceritakan kembali masa lalunya, terutama keberhasilannya
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang pada keluarga
4.2.2.2 Mendiskusikan cara memfasilitasi perkembangan lansia yang normal dengan keluarga
a. Bersama lansia mendiskusikan makna hidupnya selama ini
b. Mendiskusikan keberhasilan yang telah dicapai lansia
c. Mendorong lansia untuk mengikuti kegiatan sosial (arisan, menengok yang sakit,
dll) di lingkungannya
d. Mendorong lansia untuk melakukan kegiatan
e. Mendorong lansia untuk melakukan life review (menceritakan kembali masa
lalunya terutama keberhasilannya)
4.2.2.3 Melatih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial lansia
4.2.2.4 Membuat stimulasi perkembangan psikososial lansia
1. Pengertian
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif dan keterampilan psikomotorikn yang
berhubungan dengan topik khusus tertentu (kehilangan kesempatan mendapatkan informasi
yang spesifik yang dibutuhkan oleh klien yang meliputi informasi tentang kondisi kesehatan,
penanganan, dan perubahan gaya hidup) yang dapat mempengaruhi keterampilan motorik
dalam pemulihan kesehatan, pemeliharaan dan promosi kesehatan (Doenges, et.al, 2008,
NANDA, 2015).
2. Pengkajian
Faktor yang berhubungan dengan atau menyebabkan individu mengalami kurang pengetahuan
(NANDA, 2015) antara lain:
2.1 Faktor presdiposisi
2.1.1 Biologis
2.1.1.1 Genetik: Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga atau tidak ada riwayat
kembar dengan orang tua gangguan jiwa
2.1.1.2 Nutrisi: Riwayat status nutrisi baik (tidak KEP atau malnutrisi)
2.1.1.3 Kondisi kesehatan secara umum:
2.1.1.4 Menderita penyakit kronis, kanker, jantung
2.1.1.5 Mengalami penyakit fisik (neurologi) yang mengganggu komunikasi verbal dengan
orang lain
2.1.1.6 Ada riwayat trauma kepala
2.1.1.7 Ada riwayat lesi pada lobus frontal, temporal dan limbik pada masa perkembangan
akibat sakit panas atau serangan kejang
2.1.2 Psikologis
2.1.2.1 Intelegensi: Ada keterbatasan kognitif atau memiliki IQ normal (90-100) atau di
bawah rata-rata (retardasi mental sedang dan berat), ada riwayat kesulitan mengingat.
2.1.2.2 Keterampilan verbal: ada riwayat mengalami kesalahan dalam mengintepretasikan
infromasi.
2.1.2.3 Moral: Mampu menyesuaikan diri dengan orang lain, dapat membedakan tingkah laku
yang benar dan yang salah dan mampu menggunakan etik dan moral baik yang ada di
rumah/keluarga, di masyarakat maupun norma agama yang dianut.
2.1.2.4 Kepribadian: mempunyai kepribadian introvert, dan sulit memulai berhubungan
dengan orang lain
2.1.2.5 Pengalaman masa lalu: Ada riwayat gangguan dalam proses tumbuh kembang (kurang
terpajan informasi yang edukatif dari sekolah maupun keluarga/orang tua). Pola asuh
orang tua terhadap individu kurang peduli terhadap pendidikan dan pengetahuan anak
tentang suatu topik
2.1.2.6 Lingkungan: ada pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman, perbedaan
budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi dan kurang terpajan informasi yang
edukatif
2.1.2.7 Konsep diri:
a. Kurang dapat menerima perubahan fisik (bentuk, struktur maupun fungsi) yang
dialami
b. Dapat melakukan peran sesuai dengan identitasnya (umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan dan posisi di masyarakat).
c. Kurang dapat menjalankan peran sesuai umur dan kewajiban di keluarga maupun
di masyarakat karena kondisi penyakitnya.
d. Dapat membuat harapan dan cita-cita yang realistis sesuai dengan kondisinya saat
ini.
e. Mempunyai penilaian yang negatif tentang dirinya dan merasa kurang puas dengan
apa yang sudah dimiliki sekarang termasuk dalam berhubungan sosial dengan
orang lain.
2.1.2.8 Motivasi.
a. Mempunyai motivasi dan minat yang kurang dalam memperoleh informasi tentang
kondisi dirinya
b. Kurang mempunyai inisiatif atau ide untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat
(dalam mencari informasi)
c. Kurang mendapatkan penghargaan yang sesuai dari lingkungan sekitar ketika
berhasil melakukan pekerjaan
2.1.2.9 Pertahanan psikologi
a. Mudah mengalami kecemasan
b. Mempunyai koping yang maladaptif dalam menyelesaikan masalah
c. Merasa tidak nyaman dengan kondisi kesehatan sekarang, dan bersama-sama
dengan orang di sekitarnya
2.1.2.10 Self kontrol
a. Dapat melakukan aktivitas yang positif dan sesuai aturan dan normal yang ada
b. Kadang kurang dapat menahan diri untuk melakukan aktivitas atau mengikuti
dorongan yang negatif
c. Melakukan kegiatan di pekerjaan, di rumah dan di masyarakat yang positif
2.1.3 Sosial
2.1.3.1 Umur: umur ≥ 12 th
2.1.3.2 Gender: Laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk
mengalami kurang pengetahuan
2.1.3.3 Pendidikan: Mempunyai pendidikan formal yang rendah
2.1.3.4 Pendapatan: Mempunyai pendapatan yang kurang dan tidak mencukupi kebutuhan
sehari-hari terutama untuk membeli media informasi
2.1.3.5 Pekerjaan: tidak mempunyai pekerjaan atau mempunyai pekerjaan yang mapan dan
belum dapat menopah kehidupan sehari-hari
2.1.3.6 Status sosial: Kurang mampu terlibat dalam kehidupan di masyarakat, kurang peduli
dengan keberadaan orang lain di sekitarnya
2.1.3.7 Latar belakang budaya: kadang mempunyai kebudayaan yang bertentang dengan
praktik kesehatan, misalnya mencari penyelesaian masalah kesehatan di non tenaga
kesehatan
2.1.3.8 Agama dan keyakinan: Memiliki religi dan nilai-nilai yang baik dalam hidupnya dan
walaupun kadang masing melakukan ritual yang bertentangan dengan agama yang
dianutnya
Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
44
2.1.3.9 Keikutsertaan dalam politik: Kurang dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik secara
sehat dan sportif
2.1.3.10 Pengalaman sosial: Kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
2.1.3.11 Peran sosial: Individu kurang memperhatikan keluarga, tetangga dan kurang dapat
mempersiapkan generasi penerusnya dengan arif dan bijaksana
2.2.2 Origin
Secara internal, individu kadang kurang dapat menerima perubahan fisik dan
psikologis yang terjadi pada dirinya serta individu kesulitan memahami informasi
yang diterima dan secara ekternal, terdapat keluarga yang kadang kurang mendukung
terhadap kondisi kesehatan klien serta masyarakat yang kurang menerima dan
mendukung keberadaannya. Tidak ada tenaga kesehatan yang memberikan informasi
kesehatan tentang kondisi kesehatannya
2.2.3 Timing
Stressor muncul sejak 6 bulan yang lalu sampai sekarang, stressor muncul bersamaan
atau bergantian
2.2.4 Number
Jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang jelek atau buruk, yaitu:
secara biologis mengalami penyakit fisik yang bahkan mempengaruhi kemampuan
kognitif, secara psikologis mempunyai kemampuan dan mengintretasikan yang
rendah, secara sosial klien kurang familier dengan sumber informasi atau bahkan tidak
terpajan sumber informasi kesehatan.
2.5.2 Dekstruktif:
2.5.2.1 Denial
2.5.2.2 Regresi
2.5.2.3 Proyeksi
2.5.2.4 Displacement
2.5.2.5 Rasionalisasi
3. Diagnosis Keperawatan
Kurang pengetahuan
4. Tindakan Keperawatan
Menurut Doengoes, Moorhouse dan Murr. (2008) intervensi generalis yang dapat dilakukan
pada individu dalam mengatasi kurang pengetahuan antara lain:
4.1 Tujuan
4.1.1 Klien berpartisipasi dalam proses pembelajaran
4.1.2 Klien mampu mengidentifikasi teknik pembelajaran yang tepat dan menyepakatinya
4.1.3 Klien dapat meningkatkan ketertarikan untuk belajar yang ditunjukkan kemauan
untuk melihat informasi dan mengajukan pertanyaan
4.1.4 Klien dapat mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan tentang kondisi atau proses
penyakit dan penanganannya
4.1.5 Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala pada proses penyakit dan
proses penyakit terhadap faktor yang menyebabkannya
4.1.6 Klien mampu mengungkapkan kebutuhannya akan prosedur yang akan dilakukan dan
mendukung pelaksanaan dari tindakan tersebut
4.1.7 Klien mempunyai inisiatif dalam memenuhi kebutuhan perubahan gaya hidup dan
dapat berpartisipasi selama proses perawatan
4.2 Tindakan
4.2.1 Identifikasi kesiapan belajar dan kebutuhan belajar individu:
4.2.1.1 Verikasi tingkat pengetahuan dan kebutuhan antisipasi
4.2.1.2 Tentukan kemampuan/kesiapan klien dan mendukung pembelajaran
4.2.1.3 Identifikasi adanya tanda penghindaran yang ditunjukkan oleh klien
4.2.1.4 Identifikasi adanya pendukung (orang tua, masyarakat, teman)
1. Pengertian
Ansietas adalah keadaan emosi dan pengalaman subyektif individu, tanpa objek yang spesifik
karena ketidaktahuan dan mendahului semua pengalaman yang baru seperti masuk sekolah,
pekerjaan baru atau melahirkan anak (Stuart, 2013). Ansietas (kecemasan) adalah perasaan
takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat
diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008).
2. Tingkatan Ansietas
Tingkatan ansietas sebagai berikut :
2.1 Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya (Videbeck,
2008). Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Selama
tahap ini, seseorang menjadi lebih waspada dan kesadarannya menjadi lebih tajam terhadap
lingkungan. Jenis ansietas ini dapat memberikan motivasi pembelajaran dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
3. Pengkajian
3.1 Pengkajian Ners
3.1.1 Tanda subyektif
3.1.1.1 Sakit kepala dan Sulit tidur
3.1.1.2 Lelah
3.1.1.3 Merasa tidak berharga
3.1.1.4 Merasa tidak bahagia
3.1.1.5 Sedih dan sering menangis
3.1.1.6 Sulit menikmati kegiatan harian
3.1.1.7 Kehilangan minat gairah
3.1.1.8 Perasaan tidak aman
3.1.1.9 Pekerjaan sehari-hari terganggu
Genetik dihasilkan dari fakta-fakta mendalam tentang komponen genetik yang berkontribusi
terhadap perkembangan gangguan ansietas (Sadock & Sadock, 2003). Gen 5HTTP
Studi yang dilakukan terhadap keluarga relatip menentukan prevalensi ansietas. Dua metode
yang umum digunakan adalah riwayat keluarga yang didapatkan dari wawancara secara tidak
langsung dari informan dan studi keluarga yang dilakukan berdasarkan wawancara langsung
dengan anggota keluarga. Metode ini digunakan untuk menjelaskan teori yang berkenaan
dengan berbagai klasifikasi ansietas (Nicolini, Cruz, Camarena, Paez & De la Fante, 1999).
Sadock dan Sadock (2003) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sekitar 50% dari klien
yang mengalami gangguan panik dipengaruhi oleh hubungan keluarga. Lima belas sampai
dua puluh persen individu yang mengalami gangguan obsessive compulsive berasal dari
keluarga dengan anggota keluarga memiliki masalah yang sama dan sekitar 40% seseorang
yang mengalami agoraphobia berhubungan dengan anggota keluarga dengan agoraphobia.
Hipotesa yang dapat kita simpulkan dari berbagai penelitian tersebut adalah genetik
memainkan peran dalam berkontribusi terhadap manifestasi tanda-tanda ansietas yang dialami
oleh individu.
Pemahaman teori biologi dilakukan dengan mengevaluasi hubungan antara ansietas dan faktor
yang mempengaruhi yaitu katekolamin, kadar neuroendokrin, neurotransmiter seperti
serotonin GABA dan kolesistokinin dan reaktivasi autonom. Gambaran tentang fungsi saraf
diperlukan dalam melihat keterkaitan biologis dengan ansietas (Sadock & Sadock, 2003).
Kadar serotonin yang berlebihan pada beberapa area penting dari otak yaitu raphe nucleus,
hipotalamus, thalamus, basal ganglia dan sistem limbik berhubungan dengan tejadinya
ansietas. Bustiron dan benzodiazepine menghambat transmisi serotonin yang menyebabkan
munculnya berbagai gejala ansietas (Roerig, 1999).
Penelitian neuroimaging lebih berfokus pada anatomi normal dan kimia saraf, perilaku
farmakologi dan teori perubahan kognitif untuk memahami dasar biologis dari ansietas.
Penelitian berfokus pada identifikasi prediksi potensial respon terhadap treatment. Studi
menggunakan Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan peningkatan aktivitas
metabolik dan aliran darah pada lobus frontal, basal ganglia dan singulum pada klien dengan
diagnosa gangguan obsessive compulsive (Holman & Devous, 1992; Sadock & Sadock, 2003
dalam Shives, 2005).
3.2.1.2 Psikologis
Teori psikoanalitik dan perilaku menjadi dasar pola pikir faktor predisposisi psikologis
terjadinya ansietas. Teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud menjelaskan
bahwa ansietas merupakan hasil dari ketidakmampuan menyelesaikan masalah, konflik yang
tidak disadari antara impuls agresif atau kepuasan libido serta pengakuan terhadap ego dari
kerusakan eksternal yang berasal dari kepuasan. Sebagai contoh konflik yang tidak disadari
pada saat masa kanak-kanak, seperti takut kehilangan cinta atau perhatian orang tua,
menimbulkan perasaan tidak nyaman atau ansietas pada masa kanak-kanak, remaja dan
dewasa awal (Roerig, 1999).
lahir yang mempengaruhi rasa takut pada tahapan awal kehidupan. Sebagai upaya seseorang
menghadapi konflik, seseorang mengembangkan gambaran lemah tentang kemampuan diri
dan penggunaan strategi yang kurang tepat seperti mencegah mengatasi stress kehidupan.
Kenyamanan seseorang menurun dan mengembangkan kehilangan kontrol dengan
meningkatkan emosi yang negatif, puncak ansietas dan mengawali terjadinya serangan panik
(Medscape, 2000).
Teori sosial budaya meyakini faktor sosial dan budaya sebagai faktor penyebab ansietas.
Pengalaman seseorang sulit beradaptasi terhadap permintaan sosial budaya dikarenakan
konsep diri yang rendah dan mekanisme koping. Stresor sosial dan budaya menjadi ancaman
untuk seseorang dan dapat mempengaruhi berkembangnya perilaku maladaptif dan menjadi
onset terjadinya ansietas.
Teori sosial budaya menegaskan bahwa hubungan interpersonal merupakan salah satu
penyebab terjadinya ansietas. Hubungan interpersonal yang tidak adekuat pada saat bayi akan
menjadi penyebab disfungsi tugas perkembangan seseorang sesuai dengan usia. Konsep diri
yang negatif sejak kecil akan menimbulkan kesulitan penyesuaian diri yang terjadi pada
individu terhadap kelompok sosial budayanya. Kemampuan komunikasi yang rendah akibat
konsep diri yang negatif menyebabkan seseorang sulit dalam menyelesaikan masalah
sehingga berpotensi menyebabkan ansietas.
3.2.2.1 Nature
Sifat stressor dapat diidentifikasi dalam tiga komponen utama yaitu biologi, psikologis dan
sosial. Tiga komponen tersebut merupakan hasil dari ancaman terhadap integritas fisik dan
ancaman terhadap sistem diri. Ancaman terhadap integritas fisik terjadi karena
ketidakmampuan fisiologis atau penurunan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari
di masa mendatang. Ancaman ini meliputi sumber internal dan sumber eksternal. Sumber
eksternal meliputi terpaparnya infeksi virus atau bakteri, polusi lingkungan, bahaya
keamanan, kehilangan perumahan yang adekuat, makanan, pakaian atau trauma injuri.
Sedangkan sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem
imun, atau regulasi suhu. Perubahan biologis secara normal dapat terjadi pada kehamilan dan
kegagalan untuk berpartisipasi dalam melakukan pencegahan merupakan bagian lain dari
sumber internal. Nyeri sering diindikasikan sebagai ancaman terhadap integritas fisik.
Ansietas ini akan memotivasi seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan. Ancaman
terhadap integritas fisik yang selanjutnya dilihat sebagai faktor presipitasi biologis.
Faktor presipitasi psikologis dan sosial budaya berasal dari adanya ancaman terhadap sistem
diri. Ancaman terhadap sistem diri diindikasikan mengancam identitas seseorang, harga diri,
dan fungsi integritas sosial. Ancaman terhadap sistem diri juga terdiri atas dua sumber yaitu
eksternal dan internal. Sumber eksternal terdiri atas kehilangan orang yang sangat dicintai
karena kematian, perceraian, perubahan status pekerjaan, dilema etik, dan tekanan sosial atau
budaya. Sumber internal meliputi kesulitan hubungan interpersonal di rumah atau di tempat
kerja, dan menjalankan peran baru seperti sebagai orang tua, pelajar atau pekerja.
Ancaman terhadap integritas fisik dapat juga menjadi ancaman terhadap sistem diri karena
mental dan fisik saling berhubungan. Pembedaan kategori tersebut tergantung pada respon
seseorang terhadap adanya stresor. Tidak ada kejadian stressful terjadi pada orang yang sama
terjadi pada waktu yang berbeda, karena seluruh kejadian bersifat individual bagi setiap
orang.
Pada ansietas keluarga asal stresor lebih pada stresor eksternal yaitu adanya anak yang sakit.
Adanya anak yang sakit ini dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan biologi yang
berperan sebagai stresor internal dan menambah stress bagi caregiver.
3.2.2.3 Time
Stuart (2013) menjelaskan bahwa waktu dilihat sebagai dimensi kapan stresor mulai terjadi
dan berapa lama terpapar stressor sehingga menyebabkan munculnya gejala ansietas.
Frekuensi paparan stressor ansietas juga dapat diindikasikan untuk melihat terjadinya ansietas
pada caregiver.
Pada ansietas keluarga, waktu terjadinya stresor berupa anak yang sakit datang tiba-tiba dan
tidak terduga. Lamanya stresor ansietas keluarga tergantung pada kondisi kesehatan anak.
Semakin berat tingkat penyakit yang dialami anak akan memperpanjang lamanya stresor yang
dialami oleh keluarga sebagai caregiver. Demikian sebaliknya pada kondisi penyakit anak
yang ringan, lamanya stresor yang dialami oleh keluarga semakin pendek.
Jumlah stressor yang dialami oleh keluarga yang anaknya dirawat di rumah sakit pada
awalnya satu yaitu anak yang sakit. Namun ketika muncul respon terhadap stresor sosial
tersebut maka jumlah stresor akan bertambah sesuai dengan hasil respon yang ditampilkan
ketika menerima stresor sosial. Stresor yang dialami oleh caregiver akan bertambah dengan
adanya stresor psikologis dan biologis. Pada masing-masing stresor ini jumlah stresor tidak
Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
55
hanya satu namun dapat lebih dari satu karena hasil respon yang ditampilkan dari stresor
utama adanya anak yang sakit.
3.2.3.2 Afektif
a. Menyesal
b. Iritabel
c. Kesedihan mendalam
d. Gugup
e. Sukacita berlebihan
f. Nyeri dan ketidakberdayaan meningkat
g. Merasa ketidakpastian
h. Kekhawatiran meningkat
i. Perasaan tidak adekuat
j. Distressed
k. Khawatir
l. Merasa prihatin
m. Mencemaskan sesuatu
3.2.3.3 Fisiologis
a. Suara bergetar
b. Gemetar/ tremor
c. Bergoyang-goyang
Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
56
d. Respirasi meningkat
e. Dilasi Pupil
f. Refleks-refleks meningkat
g. Eksitasi kardiovaskuler
h. Peluh meningkat
i. Wajah tegang
j. Anoreksia
k. Jantung berdebar-debar
l. Mulut Kering
m. Kelemahan
n. Wajah bergejolak
o. Vasokonstriksi superfisial
p. Berkedutan
q. Sukar bernafas
r. Sering berkemih
s. Nyeri abdomen
t. Gangguan tidur
u. Perasaan kesemutan ekstremitas
v. Diare
w. Keragu-raguan berkemih
x. Nadi meningkat/menurun
y. Tekanan Darah Menurun/meningkat
z. Mual
æ. Pingsan
3.2.3.4 Perilaku
a. Produktivitas menurun
b. Mengamati dan waspada
c. Kontak mata jelek
d. Gelisah
e. Melihat sekilas sesuatu
f. Pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan lengan/ tangan)
g. Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup
h. Insomnia
3.2.3.5 Sosial
a. Menghindari kontak sosial
b. Sosialisasi menurun
c. Kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan
4. Diagnosis Keperawatan
Ansietas
6. Tindakan Keperawatan
6.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
6.1.1 Tujuan
6.1.1.1 Pasien mampu mengenal ansietas
6.1.1.2 Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
6.1.1.3 Pasien mampu mengatasi ansietas melalui distraksi
6.1.1.4 Pasien mampu mengatasi ansietas melalui hipnotis lima jari
6.1.1.5 Pasien mampu mengatasi ansietas melalui kegiatan spiritual
6.1.2 Tindakan
6.1.2.1 Mendiskusikan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, akibat
6.1.2.2 Melatih teknik relaksasi fisik
6.1.2.3 Melatih mengatasi ansietas dengan distraksi
6.1.2.4 Melatih mengatasi ansietas melalui hipnotis lima jari
6.2.2 Tindakan
6.2.2.1 Mendiskusikan masalah keluarga dalam merawat klien ansietas.
6.2.2.2 Mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam merawat klien
6.2.2.3 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya ansietas
6.2.2.4 Mendiskusikan akibat yang mungkin terjadi pada klien ansietas
6.2.2.5 Menjelaskan dan melatih keluarga klien ansietas cara : relaksasi fisik, distraksi,
hipnotis 5 jari dan spiritual
6.2.2.6 Menjelaskan lingkungan yang terapeutik untuk klien.
6.2.2.7 Mendiskusikan anggota keluarga yang dapat berperan dalam merawat klien
6.2.2.8 Mendiskusikan setting lingkungan rumah yang mendukung dalam perawatan klien
6.2.2.9 Melibatkan pasien dalam aktivitas keluarga
6.2.2.10 Melatih, memotivasi, membimbing dan memberikan pujian pada klien ansietas
6.2.2.11 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow-up dan
mencegah kekambuhan klien.
6.2.2.12 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dimasyarakat
6.2.2.13 Menjelaskan kemungkinan pasien relaps dan mencegah kekambuhan
6.2.2.14 Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan rujukan
Logoterapi. Hasil penelitian utejo, keliat, dan Hastono (2009) bahwa logoterapi
kelompok dapat menurunkan ansietas penduduk pasca gempa. Hasil penelitian
wijayanti, Hamid & Nuraini (2010) bahwa logoterapi dapat menurunkan kecemasan
napi perempuan di LP.
Gabungan TS dan PMR dapat menurunkan ansietas pada pasien gangguan fisik
menurut hasil penelitian Supriati, Keliat & susanti (2010), hasil penelitian Tobing
(2012) bahwa pengaruh PMR dan logoterapi dapat menurunkan ansietas dan depresi
dan kemampuan relaksasi serta kemampuan memaknai hidup klien kanker
ACT, Hasil penelitian Fernandes, Hamid & Mustikasari (2013) ACT dapat
menurunkan ansietas klien stroke, didukung oleh hasil penelitian Nurbani, keliat,
Nasution (2009) bahwa TS dapat menurunkan ansietas dan beban keluarga (caregiver)
dalam merawat pasien stroke
6.3.3 Kelompok
Terapi suportif didukung oleh Hasil penelitian Erti, Hamid & Mustikasari (2011) yang
menunjukkan pengaruh terapi suportif terhadap beban dan tingkat ansietas keluarga
dalam merawat anak tunagrahita
1. Pengertian
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap tubuhnya yang
diakibatkan oleh perubahan struktur, ukuran, bentuk, dan fungsi tubuh karena tidak sesuai
dengan yang diinginkan (Stuart, 2013)
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Subyektif:
2.1.1.1 Mengungkapkan perasaan adanya perubahan pandangan tentang tubuhnya (misalnya:
penampilan, struktur dan fungsi)
2.1.1.2 Mengungkapkan persepsi adanya perubahan pandangan tentang tubuhnya dalam
penampilan
2.1.1.3 Mengungkapkan merasa tidak puas dengan hasil operasi
2.1.1.4 Mengatakan merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang
2.1.1.5 Mengatakan perasaan negatif tentang tubuhnya
2.1.1.6 Khawatir adanya penolakan dari orang lain
2.1.2 Obyektif:
2.1.2.1 Perubahan dan hilangnya anggota tubuh baik bentuk struktur dan fungsi
2.1.2.2 Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu
2.1.2.3 Menolak melihat atau menyentuh bagian tubuh
2.1.2.4 Aktifitas sosial menurun
2.2.1.2 Psikologis
a. Mempunyai intelegensi RM sedang sampai normal dan kemampuan melakukan
komunikasi verbal gagap atau tidak mampu mengungakkan apa yang dipikikan,
berinteraksi dengan orang lain
b. Adanya pembatasan kontak sosial akibat perbedaan budaya maupun akibat proses
pengobatan yang lama (di ICU, NGT atau ETT, trakeostomi)
c. Mengalami gangguan psikologis
d. Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan: perpisahan traumatik dengan orang
yang berarti, penolakan dari keluarga, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga.
Diturunkan dari jabatannya, konflik dengan rekan kerja, penganiayaan seksual,
seringkali mengalami kegagalan.
e. Motivasi: kurangnya pernghargaan dari orang lain pada masa perkembangan yang
terjadi secara berulang, kurangnya dukungan sosial dan dari dukungan diri sendiri.
f. Mempunyai konsep diri negatif: gambaran diri negatif, ideal diri tidak realistis,
gangguan pelaksanaan peran
g. Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika mengalami
kegagalan maupun keberhasilan (terlalu sedih atau terlalu senang yang berlebihan)
h. Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah cemas
i. Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi
b. Psikologis
Mempunyai pemahaman yang baik terhadap stimulus yang ada . Kemampuan
komunikasi verbal terganggu akibat adanya gangguan sensori penglihatan dan
pendengaran serta kerusakan area motorik bicara (gagap, pelo dan bisu)
Adanya gangguan gambaran diri akibat terapi penyakit: misalnya pemasangan
infus, NGT, Trakheostomi, infus
Gangguan konsep diri karena perubahan peran akibat sakit yang mendadak
akut
Adanya harapan yang tidak terpenuhi (misalnya: terhadap anak, kelahiran
anak, kehamilan)
Adanya gambaran diri yang negatif akibat adanya perubahan bentuk, struktur,
fungsi dan penampilan tubuhnya
Kepribadian: mudah cemas dan introvet atau menutup diri
Moral: tidak menerima reward dari masyarakat, penilaian diri yang rendah
(self defrifation) dan takut tentang definisi diri sendiri)
Mengalami penganiayaan seksual atau pemerkosaan dalam enam bulan
terakhir
Motivasi : kurangnya dukungan sosial orang sekitar dan tidak pernah
mendapatkan penghargaan dari luar
Self kontrol: klien kurang dapat mengendalikan dorongan yang kurang positift
Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga & teman akibat perbedaan
budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi, proses pengobatan yang
menyebabkan gangguan bicara
c. Sosial budaya
Krisis maturasi atau individu tidak mampu mencapai tugas perkembangan
yang seharusnya
Pembatasan yang dilakukan oleh rumah sakit akibat hospitalisasi
Gender: jenis kelamin perempuan lebih berisiko mengalami kegagalan
menjalankan peran
2.2.2.3 Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress dapat berlangsung
lama atau stres dapat berlangsung secara berulang-ulang
2.2.2.4 Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjadi selama usia perkembangan dan
pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai sebagai masalah yang sangat berat
2.2.3.2 Afektif
a. Mengatakan dirinya kecewa dengan kondisinya
b. Mengatakan bahawa dirinya putus asa
c. Mengatakan bahwa dirinya sedih
d. Mudah tersinggung
e. Terlihat Malu
2.2.3.3 Fisiologis
a. Perasaan negatif tentang tubuh (perasaan tidak berguna, tidak ada harapan, tidak
ada kekuatan)
b. Perubahan aktual fungsi anggota tubuh
c. Kurang bergairah
d. Sulit tidur
e. Tidak nafsu makan
f. Hilangnya bagian tubuh
g. Wajah murung
2.2.3.4 Perilaku
a. Menceritakan tentang masa lalu (kekuatan, penampilan, fungsi)
b. Mengatakan ada perubahan gaya hidup
c. Menunjukkan bagian tubuh yang terganggu
d. Menyembunyikan bagian tubuh yang terganggu
e. Menolak bagian tubuh yang terganggu
f. Menolak menyentuh bagian tubuh yang terganggu
2.2.3.5 Sosial
a. Menarik diri
b. Menolak interaksi dengan orang lain
c. Aktivitas sosial menurun
d. Komunikasi terbatas
e. Banyak diam
Negosiasi/ kompromi
Meminta saran
Perbandingan yang positif, penggantian rewards
2.2.5.2 Destruktif
Menghindari stres tanpa menyelesaikan masalah atau konflik tsb. Seperti :
Denial
Supresi
Proyeksi
Menyerang
Menarik diri
3. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Citra Tubuh
4. Tindakan keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Mengenal bagian tubuh yang terganggu
4.1.1.2 Mengidentifikasi bagian tubuh yang berfungsi dan yang terganggu
4.1.1.3 Mengafirmasi dan melatih bagian tubuh yang sehat
4.1.1.4 Melatih bagian tubuh yang terganggu
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Mendiskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya dahulu dan saat ini, perasaan,
dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
4.1.2.2 Memotivasi klien untuk melihat bagian tubuh yang hilang secara bertahap, bantu
klien menyentuh bagian tubuh tersebut.
4.1.2.3 Mengobservasi respon klien terhadap perubahan bagian tubuh.
4.1.2.4 Mendiskusikan kemampuan klien mengatasi masalah bagian tubuh.
4.1.2.5 Mendiskusikan bagian tubuh yang berfungsi dan yang terganggu
4.1.2.6 Membantu klien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sehat
4.1.2.7 Mengajarkan klien melakukan afirmasi dan melatih bagian tubuh yang sehat
4.1.2.8 Memberi kesempatan klien mendemostrasikan afirmasi positif (3 kali).
4.1.2.9 Memberi Pujian yang realistis atas kemampuan klien
4.1.2.10 Mengajarkan klien untuk meningkatkan citra tubuh dan melatih bagian tubuh yang
terganggu dengan cara sebagai berikut: Menggunakan protese, kosmetik atau alat
lain sesegera mungkin dan gunakan pakaian yang baru, Memotivasi klien untuk
melakukan aktivitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal,
Menyusun jadwal kegiatan sehari-hari, Memotivasi klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam aktivitas keluarga dan sosial
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan kepada keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada klien.
4.2.2.2 Menjelaskan kepada keluarga tentang cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh
4.2.2.3 Melatih keluarga membimbing klien melakukan afirmasi dan melatih bagian tubuh
yang sehat
4.2.2.4 Mengajarkan kepada keluarga tentang cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh
4.2.2.5 Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan klien di rumah
4.2.2.6 Memfasilitasi interaksi di rumah
4.2.2.7 Melaksanakan kegiatan di rumah dan kegiatan sosial
4.2.2.8 Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan klien
4.2.2.9 Bersama keluarga susun tindakan yang akan dilakukan keluarga untuk gangguan citra
tubuh
4.2.2.10 Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga
1. Pengertian
Harga diri rendah situasional (HDRS) adalah suatu keadaan ketika individu yang sebelumnya
memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespons
terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan) (Carpenito, 2003). Sedangkan menurut
Wilkinson (2007) perasaan diri/evaluasi diri negatif yang berkembang sebagai respon
terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai
evaluasi diri positif. Harga diri rendah situasional adalah evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respons terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang
yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (NANDA, 2015). HDR situasional dapat
disebabkan karena gangguan pada struktur, fungsi, dan penampilan tubuhnya; penolakan
orang lain atau orangtua atas dirinya; kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan atau ideal
dirinya (kegagalan); transisi peran sosial; trauma seperti penganiayaan seksual atau psikologis
atau melihat kejadian yang mengancam nyawa (Stuart, 2013).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Subjektif
2.1.1.1 Mengungkapkan rasa malu/bersalah
2.1.1.2 Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri
2.1.1.3 Mengungkapkanhal-hal yang negative tentang diri (misalnya, ketidakberdayaan, dan
ketidakbergunaan
2.1.2 Objektif
2.1.2.1 Kejadian menyalahkan diri secara episodic terhadap permasalahan hidup yang
sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif
2.1.2.2 Kesulitan dalam membuat keputusan
2.2.1.2 Psikologis
a. Mempunyai intelegensi RM sedang sampai normal dan kemampuan melakukan
komunikasi verbal gagap atau tidak mampu mengungakkan apa yang dipikikan,
berinteraksi dengan orang lain
b. Adanya pembatasan kontak sosial akibat perbedaan budaya maupun akibat proses
pengobatan yang lama (di ICU, NGT atau ETT, trakeostomi)
c. Mengalami gangguan psikologis
d. Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan: perpisahan traumatik dengan orang
yang berarti, penolakan dari keluarga, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga.
Diturunkan dari jabatannya, konflik dengan rekan kerja, penganiayaan seksual,
seringkali mengalami kegagalan.
e. Motivasi: kurangnya pernghargaan dari orang lain pada masa perkembangan yang
terjadi secara berulang, kurangnya dukungan sosial dan dari dukungan diri sendiri.
f. Mempunyai konsep diri negatif: gambaran diri negatif, ideal diri tidak realistis,
gangguan pelaksanaan peran
g. Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika mengalami
kegagalan maupun keberhasilan (terlalu sedih atau terlalu senang yang berlebihan)
h. Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah cemas
i. Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi
b. Psikologis
Mempunyai pemahaman yang baik terhadap stimulus yang ada . Kemampuan
komunikasi verbal terganggu akibat adanya gangguan sensori penglihatan dan
pendengaran serta kerusakan area motorik bicara (gagap, pelo dan bisu)
Adanya gangguan gambaran diri akibat terapi penyakit: misalnya pemasangan
infus, NGT, Trakheostomi, infus
Gangguan konsep diri karena perubahan peran akibat sakit yang mendadak
akut
Adanya harapan yang tidak terpenuhi (misalnya: terhadap anak, kelahiran
anak, kehamilan)
Adanya gambaran diri yang negatif akibat adanya perubahan bentuk, struktur,
fungsi dan penampilan tubuhnya
Kepribadian: mudah cemas dan introvet atau menutup diri
Moral: tidak menerima reward dari masyarakat, penilaian diri yang rendah
(self defrifation) dan takut tentang definisi diri sendiri)
Mengalami penganiayaan seksual atau pemerkosaan dalam enam bulan
terakhir
Motivasi : kurangnya dukungan sosial orang sekitar dan tidak pernah
mendapatkan penghargaan dari luar
Self kontrol: klien kurang dapat mengendalikan dorongan yang kurang positift
Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga & teman akibat perbedaan
budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi, proses pengobatan yang
menyebabkan gangguan bicara
c. Sosial budaya
Krisis maturasi atau individu tidak mampu mencapai tugas perkembangan
yang seharusnya
Pembatasan yang dilakukan oleh rumah sakit akibat hospitalisasi
Gender: jenis kelamin perempuan lebih berisiko mengalami kegagalan
menjalankan peran
Pendapatan rendah atau kurang dari UMR
Pekerjaan: tidak tetap, penggangguran
Status sosial : aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat (pengurus)
Latar belakang budaya: nilai budaya keyakinan yang kuat, misalnya seorang
laki-laki harus menjadi tulang punggung keluarga atau pelindung keluarga
Keikutsertaan partai politik dan organisasi: aktif megikuti kegiatan politik dan
organisasi
Pengalaman sosial: belum pernah mengalami kehilangan, penolakan hubungan
interpersonal, berpisah dengan orang yang dicintai, tidak ada masalah dengan
pelaksanaan hubungan intim dan tiba-tiba mengalami pengalaman sosial yang
kurang baik akibat penyakitnya/perubahan fisiknya
Peran sosial: tidak dapat menjalankan peran sosialnya lagi akibat perubahan
fisik yang sebelumnya dapat dilakukan.
2.2.2.2 Origin
a. Internal: Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan
lingkungannya
b. Eksternal: Kurangnya dukungan keluarga dan orang sekitar/masyarakat serta peer
group
2.2.2.3 Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress dapat berlangsung
lama atau stres dapat berlangsung secara berulang-ulang
2.2.2.4 Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjadi selama usia perkembangan dan
pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai sebagai masalah yang sangat berat
2.2.3.2 Afektif
a. Perasaan negatif tentang dirinya (ketidakberdayaan, kegunaan)
b. Merasa malu dan bersalah
c. Merasa sedih
d. Merasa putus asa dan frustasi
e. Perasaan tidak mampu
f. Perasaan tidak berguna
g. Mudah tersinggung
2.2.3.3 Fisiologis
a. Perubahan aktual pada fungsi
b. Perubahan aktual pada struktur
c. Peningkatan tekanan darah
d. Pusing atau sakit kepala
e. Kelelahan atau keletihan
f. Tampak lesu
g. Kurang nafsu makan
h. Penurunan berat badan
i. Makan atau minum secara berlebihan
j. Konstipasi/diare
k. Insomnia/gangguan tidur
l. Mual dan muntah
m. Perubahan siklus haid
2.2.3.4 Perilaku
a. Kurangnya kemampuan untuk mengikuti sesuatu
b. Tidak mau bekerja sama dalam terapi
c. Perilaku bimbang
d. Perilaku tidak asertif
e. Mengkritik diri sendiri
f. Penurunan produktivitas
g. Berkurangnya kreativitas
h. Pengurangan diri
i. Penyalahgunaan rokok, obat, alkhohol
j. Penolakan terhadap realitas
2.2.3.5 Sosial
a. Kurangnya kontak mata
b. Pengabaian diri
c. Isolasi sosial
d. Misintepretasi
e. Kurangnya partisipasi sosial
3. Diagnosis Keperawatan
Harga diri rendah situasional
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Stuart (2009) menyatakan bahwa depresi adalah
gangguuan jiwa yang paling sering terjadi. Depresi merupakan suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang secara afektif, fisiologis, kognitif, dan perilaku. Depresi
merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa sedih, kecewa saat mengalami suatu
perubahan, kehilangan maupun kegagalan dan menjadi patologis ketika tidak mampu
beradaptasi (Towsend, 2009). Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa depresi
merupakan suatu keadaan abnormal yang menimpa seseorang dan diakibatkan oleh
ketidakmampuan beradaptasi dengan suatu kondisi yang dihadapi sehingga
mempengaruhi kehidupan fisik, psikis, maupun social seseorang.
5. Tindakan keperawatan
1. Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi
hasil secara bermakna; suatu keadaan individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu
atau kegiatan yang baru dirasakan (Nanda, 2015).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
Tanda dan Gejala
2.1.1 Subyektif
2.1.1.1 Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
2.1.1.2 Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu
2.1.1.3 Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
2.1.1.4 Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
2.1.1.5 Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
2.1.2 Obyektif
2.1.2.1 Menunjukkan perilaku ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
2.1.2.2 Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan
2.1.2.3 Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
2.1.2.4 Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas,
ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.
2.1.2.5 Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika
mendapat perlawanan
2.1.2.6 Apatis dan pasif
2.1.2.7 Ekspresi muka murung
2.1.2.8 Bicara dan gerakan lambat
2.1.2.9 Tidur berlebihan
2.1.2.10 Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
2.1.2.11 Menghindari orang lain
2.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi : IQ normal (90-100).
b. Keterampilan verbal : Mampu berkomunikasi verbal dan non verbal secara efektif;
Individu tidak hanya melihat konteks isi pesan, tetapi mempersiapkan lebih
kompleks lagi disesuaikan dgn situasi dan keadaan yg menyertai; Dapat
diobservasi pd kecepatan bicara, volume, intonasi, karakteristik gagap, kata-kata
menghina, gaya yg tdk biasa; Bicara lambat, ekspresi muka murung; Bicara dan
gerakan lambat.
c. Moral : Membimbing dan menyiapkan generasi dibawahnya secara arif dan
bijaksana; Menyesuaikan diri dengan orang tua yang sudah lansia; Mampu
membedakan dan memilih mana yang baik dan yang buruk. Benar salahnya
tindakan ditentukan oleh keputusan suara hati nurani dengan prinsip-prinsip etis
yang dianut.
d. Kepribadian : struktur mental seimbang, ego memiliki kekuatan untuk mengontrol
insting dari id dan untuk menahan hukuman dari superego.
e. Pengalaman masa lalu : Tidak ada riwayat gangguan dalam proses tumbuh
kembang; Pengalaman masa lalu dpt dijadikan pelajaran utk kematangan diri
f. Konsep diri : Menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi; Merasa puas
dengan hidupnya (tujuan hidup tercapai); Rasa bersalah, marah, ketidaksukaan;
Frustasi; Keragu-raguan, tidak puas.
g. Motivasi : Motivasi tinggi dalam mengembangkan minat dan hobi; Kreatif,
memiliki inisiatif dan ide-ide untuk melakukan sesuatu yang bermanfaa
h. Pertahanan psikologi : Kebiasaan koping adaptif; Merasa nyaman dengan
pasangan hidup
i. Self kontrol : Mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurang positif,
melakukan hal-hal positif.
j. Mengungkapkan: Bahwa tidak mempunyai kemampuan mengendalikan atau
mempengaruhi situasi; Tidak dapat menghasilkan sesuatu; Ketidakpuasan;
Frustasi; Ketidakmampuan melakukan tugas; Keragu-raguan terhadap penampilan
peran; Ketidakmampuan melakukan perawatan diri
2.2.1.3 Sosial
a. Usia : 30-60 tahun.
b. Gender : laki-laki/perempuan.
c. Pendidikan : mempunyai latar belakang pendidikan formal maupun non formal
yang adekuat untuk dirinya.
d. Pendapatan : mempunyai pendapatan/status ekonomi yang stabil.
e. Pekerjaan : puas dengan pekerjaan yang dimiliki.
f. Status sosial : Terlibat dalam kehidupan masyarakat; Perhatian dan peduli dengan
orang lain; Menghindar orang lain, enggan beraul.
g. Latar belakang budaya : tidak memiliki nilai budaya yang bertentangan dengan
nilai kesehatan.
h. Agama dan keyakinan : Memiliki religi dan nilai yang baik dalam hidupnya;
Menjalankan ibadah sesuai agamanya.
i. Keikutsertaan dalam politik : berpartisipasi dalam kegiatan politik secara sehat dan
sportif.
j. Pengalaman sosial : berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.
k. Peran sosial : memperhatikan keluarga, mempersiapkan sgenerasi penerusnya
dengan arif dan bijaksana.
2.2.2.2 Psikologis
a. Pertahanan psikologi : kebiasaan koping adaptif, merasa nyaman dengan pasangan
hidup.
b. Self control : mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurang positif, melakukan
hal-hal positif.
2.2.3.2 Afektif :
a. Merasa tertekan
b. Merasa bersalah
c. Takut terhadap pengasingan
d. Cemas
e. Merasa tidak adekuat
f. Sangat waspada
g. Merasa tidak pasti
h. Merasa tidak berdaya
i. Merasa menyesal
2.2.3.3 Fisiologis :
a. Sulit tidur
b. Tekanan darah meningkat
2.2.3.4 Perilaku :
a. Banyak diam, pasif
b. Aktivitas harian dibantu orang lain
c. Tidak memantau kemajuan pengobatan
d. Tidak berpartisipasi dalam mengambil keputusan
e. Menghindari kontak mata
f. Perilaku menyerang/agresif
g. Menarik diri
h. Perilaku mencari perhatian
i. Gelisah dan tidak bisa tenang
2.2.3.5 Sosial :
a. Enggan mengungkapkan perasaannya
b. Tidak mampu mencari informasi
c. Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain
d. Bicara pelan
3. Diagnosis Keperawatan
Ketidakberdayaan
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan klien mampu :
4.1.1.1 Mengenali ketidakberdayaan yang dialaminya
4.1.1.2 Mengontrol ketidakberdayaannya dengan latihan berfikir positif
4.1.1.3 Mengontrol ketidakberdayaannya dengan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
yang berkenaan dengan perawatan, pengobatan dan masa depannya
4.1.1.4 Mengontrol ketidakberdayaan melalui peningkatan kemampuan mengendalikan situasi
yang masih bisa dilakukan klien
kekuatan – kekuatan diri yang dapat diidentifikasi oleh klien) misalnya klien masih
mampu menjalankan peran sebagai ibu meskipun sedang sakit.
4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga
a. Mendiskusikan masalah keluarga dalam merawat klien ketidakberdayaan
(Mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam merawat klien; Menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya ketidakberdayaan)
b. Mendiskusikan akibat yang mungkin terjadi pada klien ketidakberdayaan
c. Menjelaskan dan melatih keluarga klien ketidakberdayaan cara : afirmasi positif
dan melakukan kegiatan yang masih dapat dilakukan
d. Menjelaskan lingkungan yang terapeutik untuk klien (Mendiskusikan anggota
keluarga yang dapat berperan dalam merawat klien; Mendiskusikan setting
lingkungan rumah yang mendukung dalam perawatan klien; Melibatkan klien
dalam aktivitas keluarga)
e. Melatih, memotivasi, membimbing dan memberikan pujian pada klien
ketidakberdayaan
f. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow-up dan
mencegah kekambuhan klien (Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang tersedia dimasyarakat; Follow up; Menjelaskan kemungkinan klien relaps
dan mencegah kekambuhan; Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan rujukan)
1. Pengertian
Keputusasaan merupakan kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya
ada sedikit atau bahkan tidak ada alternative atau pilihan priobadi dan tidak mampu
memobilisasi energi demi kepentingannya sendiri (NANDA, 2011). Sedangkan menurut
Wilkinson (2007) keputusasaan merupakan kondisi subjektif seorang individu melihat tidak
ada alternatif atau pilihan pribadi yang tersedian dan tidak dapat memobilisasi energinya yang
dimilikinya. Sedangkan menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan meurpakan
keadaan ketika seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian
atau situasi tertentu.
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
a. Menutup mata
b. Penurunan afek
c. Penurunan selera makan
d. Penurunan respon terhadap stimulus
e. Penurunan verbalisasi
f. Kurang inisiatif
g. Kurang keterlibatan dalam asuhan
h. Pasif
i. Mengangkat bahu sebagai respons terhadap orang yang mengajak bicara
j. Gangguan pola tidur
k. Meninggalkan orang yang mengajak bicara
l. Isyarat verbal (misalnya: isi putus asa, saya tidak dapat, menghela nafas).
2.2.1.2 Psikologis
a. Mengalami stres psikologis jangka panjang yang berlarut-larut
b. Intelengensi RM sedang sampai dengan normal
b. Psikologis
Mengalami stres psikologis dalam 6 bulan terakhir
Adanya perasaan terisolasi atau terbuang dari lingkungannya
Menjatuhkan atau merendahkan kondisi fisik
Mempunyai intelegensi yang rendah/RM ringan (IQ 50-70) atau RM sedang
(IQ 35-50)
Kemampuan verbal: buta, tuli, gagap, pelo, adanya pembatasan kontak sosial
(infus, kateter, imobilisasi, NGT, oksigen), lokasi tempat tinggal yang
terisolasi
Moral: melanggar mormal dan nilai di masyarakat
Kepribadian: menghindar
Pengalaman yang tidak menyenangkan: korban perkosaan, perceraian,
perpisahan dengan orang terdekat, kehilangan orang yang berarti, KDRT,
diturunkan jabatannya, konflik dengan rekan kerja
c. Sosial budaya
Adanya hambatan pelaksanaan interaksi social akibat pembatasan aktivitas
oleh rumah sakit
Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual dalam 6 bulan terakhir
Kehilangan kepercayaan pada nilai penting
Kurangnya dukungan sosial
Putus sekolah, PHK, penolakan orang yang berarti, pendapatan yang rendah
2.2.2.2 Origin
a. Internal: persepsi klien yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan lingkungan
b. Eksternal: Keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui
keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya
2.2.2.3 Timing: stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat
bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan. Stressor dapat terjadi secara
berulang
2.2.2.4 Number: Jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat atau
stressor dirasakan sangat berat
k. Ketidakpastian
l. Sulit membuat keputusan
m. Berkurangnya kreatifitas
n. Pandangan suram dan pesimis
2.2.3.2 Afektif
a. Penurunan respon terhadap stimulus (afek datar hingga tumpul)
b. Kurang optimis menghadapi hidup
c. Merasa sedih
d. Merasa bersalah, bingung
e. Apatis dan kadang pasif
f. Merasa kesepian
g. Penyangkalan terhadap perasaan
h. Merasa kesal dan perasaan gagal
i. Mudah tersinggung
2.2.3.3 Fisiologis
a. Menutup mata
b. Penurunan selera makan
c. Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
d. Muka tegang
e. Dada berdebar-debar dan keluar keringat dingin
f. Gangguan pola tidur, penurunan/peningkatan tidur
g. Kelemahan dan keletihan
h. Pusing/sakit kepala
i. Badan terasa lesu
j. Pergerakan lambat
k. Kurang nafsu makan atau makan dan minum secara berlebihan
l. Penurunan berat badan atau peningkatan berat badan
m. Konstipasi/diare
n. Retensi urine dapat terjadi
o. Mual/muntah
p. Perubahan siklus haid
q. Pergerakan lambat
2.2.3.4 Perilaku
a. Kurang keterlibatan dalam asuhan
b. Pasif terhadap apa yang dilakukan oleh perawat
c. Kurang inisiatif/menarik diri
d. Menangkat bahu sebagai respons terhadap orang yang mengajak berbicara
e. Meninggalkan orang yang mengajak berbicara
f. Menghindari kontak mata
g. Agitasi dan kadang menjadi agresif
h. Pembicaraan berfokus pada diri sendiri
i. Kurang spontanitas
2.2.3.5 Sosial
a. Penurunan verbalisasi/pengungkapan secara verbal
b. Isolasi sosial
c. Ketidakpedulian terhadap orang lain
d. Isyarat verbal (misal isi, putus asa, saya tidak dapat, menghela napas)
e. Partisipasi sosial kurang
2.2.5.2 Destruktif
a. Menghindari kontak sosial
b. Tidak mampu menyesuaikan/membina hubungan baik dengan lingkungannya
c. Amuk
d. Penyalahgunaan zat
3. Diagnosis Keperawatan
Keputusasaan
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
Tujuan Umum: Klien Menunjukkan keputusasaan akan berkurang yang ditandai
dengan konsisten dalam membuat keputusan, adanya harapan. Keseimbangan mood,
status gizi yang adekuat (asupan makanan dan minuman, tiidur yang adekuat, dan
mengungkapkan kepuasan dengan kualitas hidup
Tujuan Khusus:
a. Mengidentifikasi kekuatan pribadi
b. Melakukan perilaku yanfg dapat menurunkan perasaan keputusasaan
c. Melaporkan keberadaan dan pola tidur yang adekuat untuk
menghasilkan/membangun kembali mental dan fisik
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Kaji dan dokumentasikan
a. Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
b. Pantau nutrisi (asupan dan berat badan)
c. Kaji kebutuhan spiritual
d. Tentukan keadekuatan hubungan dan dukungan sosial lain
4.1.2.2 Bantu klien melakukan aktivitas positif
a. Dukung partisipasi aktif dalam aktivitas kelompok untuk memberikan
kesempatan terhadap dukungan sosial dan penyelesaian masalah
b. Gali faktor yang berkonstribusi terhadap perasaan keputusasaan dengan pasien
c. Beri penguatan positif terhadap perilaku yang menunjukkan inisiatif, seperti
kontak mata, membuka diri, penurunan jumlah waktu tidur, perawatan diri,
peningkatan napsu kakan
d. Jadwalkan waktu bersama pasien untuk memberikan kesempatan menggali
tindakan koping alternatif
e. Bantu klien untuk mengidnetifikasi area harapan dalam kehidupan
f. Demosntrasikan harapan dengan mengenalkan penilaian intrinsik dan
memandang penyakitnya hanya dari sudut pandang individu
g. Bantu pasien memperluas spiritual diri
h. Arahkan mengingat kembali kehidupan/atau mengungkapkan kenangan, sesuai
dengan kebutuhan
i. Hindari menutupi kebenaran
j. Libatkan [pasien secara aktif untuk merawat dirinya
k. Dukung hubunga terapeutik dengan orang yang berarti
4.2 Keluarga
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
a. Ucapkan salam
b. Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai.
c. Tanyakan nama keluarga, panggilan yang disukai, hub. dg klien.
b) Jelaskan tujuan pertemuan dan Buat kontrak pertemuan
c) Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa klien.
d) Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien atasi masalah
dan bagaimana hasilnya.
e) Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien atasi masalahnya.
f) Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan : Arti, penyebab, tanda-tanda,
akibat lanjut bila tidak diatasi
1. Pengertian
Koping individu tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membentuk penilaian yang
benar dari stresor, pemilihan respon yang tidak adekuat dan atau ketidakmampuan dalam
menggunakan sumber-sumber yang tersedia (NANDA, 2012). Koping individu tidak efektif
juga didefinisikan sebagai kerusakan perilaku adaptif dan kemampuan menyelesaikan
masalah seseorang dalam menghadapi tuntutan peran dalam kehidupan (Towsend, 1998)
mengatasi masalahnya
3.3 Tindakan Keperawatan
3.3.1 Bina hubungan saling percaya.
3.3.1.1 Mengucapkan salam terapeutik
3.3.1.2 Berjabat tangan.
3.3.1.3 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
3.3.1.4 Kaji status koping yang digunakan klien
1) Tentukan kapan mulai terjadi perasaan tidak nyaman, gejala, hubungannya
dengan peristiwa dan perubahannya
2) Kaji kemampuan untuk menghubungkan fakta- fakta dengan pengalaman
perilaku yang tidak menyenangkan.
3) Dengarkan dengan cermat dan amati ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak
mata, posisi tubuh, intonasi, dan intensitas suara pasien .
4) Tentukan risiko adanya tindakan membahayakan diri sendiri dan berikan
tindakan yang dibutuhkan.
3.3.1.5 Berikan dukungan jika klien mengungkapkan perasaannya.
1) Jelaskan bahwa perasaan- perasaan yang dimilikinya memang sulit untuk dihadapi
2) Jika individu menjadi pesimis, upayakan untuk lebih memberikan harapan dan
pandangan realistis.
3.3.1.6 Motivasi untuk melakukan evaluasi perilakunya sendiri.
1) Apa yang positif pada dirinya .
2) Apa yang perlu ditingkatkan .
3) Apa yang dipelajari tentang dirinya dan self reinforcement
3.3.1.7 Bantu klien untuk memecahkan masalah dengan cara yang konstruktif
1) Identifikasi masalah yang dirasakan .
2) Identifikasi penyebab masalah .
3) Gali cara klien menyelesaikan masalah masa lalu.
4) Diskusikan beberapa cara menyelesaikan masalah .
5) Diskusikan keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan .
6) Bantu klien memilih cara penyelesaian masalah yang berhasil .
3.3.1.8 Ajarkan alternatif koping yang konstruktif seperti :
1) Bicara terbuka dengan orang lain untuk kekuatan sosial.
2) Kegiatan fisik untuk pemulihan kekuatan fisik
3) Melakukan cara berfikir yang konstruktif untuk kemampuan kognitif
4) Melakukan aktivitas konstruktif untuk kekuatan psikomotor.
3.4 Intervensi Spesialis
3.4.1 Terapi individu dapat dilakukan : terapi kognitif. terapi aktivitas
3.4.2 Terapi keluarga : Terapi komunikasi, Famili psikoedukasi
3.4.3 Terapi Kelompok : Supportif terapi
3.4.4 Terapi Komunitas : Multisistemik terapi
1. Pengertian
Perilaku orang terdekat bagi pasien (anggota keluarga atau orang terdekat lainnya) yang
membuat ketidakmampuan kapasitas mereka dan kapasitas klien untuk secara efektif
melaksanakan tugas yang esensial, baik untuk adaptasi pasien terhadap masalah kesehatan
(NANDA, 2012)
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Subyektif
2.1.1.1 Depresi
2.1.1.2 Mengingkari masalah yang dihadapi oleh pasien
2.1.2 Obyektif
2.1.2.1 Bermusuhan
2.1.2.2 Agitasi/ sering mondar-mandir
2.1.2.3 Melakukan rutinitas yang tidak biasa
2.1.2.4 Tidak menghargai kebutuhan klien
2.1.2.5 Berkembangnya ketidakberdayaan pasien
2.1.2.6 Penurunan kemandirian
2.1.2.7 Keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh keluarga yang mengganggu ekonomi
atau kesejahteraan sosial
2.1.2.8 Intoleransi
2.1.2.9 Mengabaikan perawatan terhadap pasien menyangkut kebutuhan dasar manusia dan
atau perawatan terhadap penyakit
2.1.2.10 Pengabaian hubungan dengan anggota keluarga yang lain
2.1.2.11 Perhatian berlebih terhadap klien secara berkepanjangan
2.1.2.12 Gejala psikosomatis
2.1.2.13 Penolakan
2.1.2.14 Mengikuti tanda-tanda penyakit klien
2.2.1.2 Psikologis
a. Self kontrol rendah, ketidak sesuaian gaya koping untuk menghadapi tugas adaptif
oleh orang terdekat dan pasien atau diantara orang-orang penting
b. Orang terdekat secara kronis tidak mampu berkomunikasi secara efektif untuk
mengungkapkan perasaan bersalah, ansietas, bermusuhan dan menarik diri
c. Mengalami gangguan penglihatan dan pendegaran yang menyulitkan untuk
melakukan interaksi atau komunikasi dengan orang lain atau membantu anggota
keluarga yang sakit
d. Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan: kecanduan, alkhoholisme,
permodelan peran yang negatif, adanya riwayat tentang hubungan tidak efektif
dengan orang tua sendiri, riwayat tentang hubungan yang kasar dengan orang tua
e. Motivasi: kurangnya pernghargaan dari orang lain pada masa perkembangan yang
terjadi secara berulang, kurangnya dukungan sosial dan dari dukungan diri sendiri.
f. Mempunyai konsep diri negatif: harga diri rendah, harapan yang tidak realistis
keluarga terhadap klien, tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial keluarga dari
klien
g. Kepribadian: mudah cemas. Ketidakmampuan mengatasi kecemasan dengan cara
yang memadai cenderung menguatkan pertahanan sehingga keluarga melakukan
penolakan pada klien dan terhadap pengobatan
h. Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi
2.2.2.2 Psikologis
a. Pengalaman yang tidak menyenangkan karena anggota keluarga menderitan
penyakit kronis atau akut dengan program pengobatan yang berubah-berubah
sehingga keluarga menjadi resistensi terhadap pengobatan
b. Di antara orang terdekat dalam keluarga ada ketidakmampuan komunikasi verbal
untuk mengungkapkan perasaan (rasa bersalah, cemas, bermusuhan atau putus asa)
c. Pengalaman yang kurang baik dalam mendapatkan informasi kesehatan:
ketidaktepatan atau ketidakadekuatan informasi atau pemahaman orang yang
utama
d. Ancaman konsep diri : yang terjadi akibat progresi penyakit kronis yang
menyebabkan ketidakmampuan yang melelahkan kapasitas dukungan orang
terdekat
e. Ancaman konsep diri: kekacauan dan perubahan peran keluarga yang bersifat
sementara
f. Kepribadian: mudah cemas. Ketidakmampuan mengatasi kecemasan dengan cara
yang memadai cenderung menguatkan pertahanan sehingga keluarga melakukan
penolakan pada klien dan terhadap pengobatan
g. Moral: nilai atau moral masyarakat sekitar tidak sesuai dengan nilai dan moral
yang dianut oleh keluarga
h. Pengalaman yang tidak menyenangkan: perceraian, KDRT, diturunkan dari
jabatan, konflik dengan rekan kerja, perpisahan dengan orang yang berarti
i. Motivasi : kurangnya dukungan sosial orang sekitar dan tidak pernah mendapatkan
penghargaan dari luar
j. Self kontrol:
Keluarga mempunyai gaya koping yang berbeda dengan pada umumnya ketika
menghadapi atau mengatasi masalah kesehatan
2.2.3.2 Afektif
a. Merasa depresi
b. Merasa khawatir yang terus menerus
c. Merasa tidak sanggup membantu klien (intoleransi)
d. Keluarga mempunyai emosi yang labil
e. Terlalu memikirkan pasien dalam waktu yang lama
f. Tidak berdaya dan sedih, bingung
g. Perasaan tidak berguna
h. Perasaan negatif tentang dirinya
i. Perasaan tidak mampu
j. Fisiologis
k. Psikosomatis
l. Merasakan tanda-tanda penyakit klien
m. Intoleransi dan kelemahan
n. Peningkatan tekanan darah, pusing
o. Sakit kepala
p. Kurang napsu makan
q. Penurunan berat badan
r. Konstipasi/diare
s. Gangguan tidur/insomnia
t. Mual/muntah
2.2.3.3 Perilaku
a. Pengabaian dan penurunan produkstivitas dalam merawat klien
b. Agresi dan agitasi
c. Menjalankan rutnitas biasa tanpa menghormati kebutuhan klien
d. Perilaku keluarga yang mengganggu kesejahteraan klien
e. Orang yang berarti menggambarkan tidak nyaman dengan reaksi personal
(misalnya takut, antisipasi berduka, perasaan bersalah dan ansietas) terhadap
penyakit, ketidakmampuan, atau krisis situasi dan perkembangan lainnya dari
klien.
f. Keluarga menunjukkan batasan peran yang kaku
g. Anggota keluarga mengganggu tindakan medis/keperawatan yang dibutuhkan
h. Orang yang berarti menunjukkan perilaku melindungi dan tidak proporsional
(terlalu sedikit atau terlalu banyak) terhadap kemampuan atau kebutuhan klien
untuk autonomi
i. Orang yang berarti berusaha untuk memberikan perlakukan bantuan atau
dukungan dengan hasil yang kurang dari memuaskan
j. Perawatan individu secara menyiksa atau mengabaikan
k. Pengambilan keputusan /tindakan yang merusak keharmonisan keluarga
l. Penyalahgunaan obat, alkhohol, rokok, menyalahkan diri sendiri
2.2.3.4 Sosial
a. Gangguan individualisasi
b. Penolakan dan cederung isolasi social
c. Melalikan hubungan dengan anggota keluarga lain
d. Tidak suka dekat-dekat atau bersama klien /bermusuhan dengan klien
e. Acuh terhadap lingkungan terutama klien dan kurang berpartisipasi dalam
lingkungan social
f. Anggota keluarga berpisah atau membentuk koalisi yang tidak mendukung
g. Interaksi dengan kata-kata antara keluarga dan pasien tidak ada atau menurun
h. Orang yang berarti menarik diri atau memasuki komunikasi personal dengan klien
secara temporer atau terbatas pada saat dibutuhkan
i. Hubungan yang kejam dan melalaikan anggota keluarga lain
3. Diagnosis Keperawatan
Koping Keluarga Inefektif
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Tujuan:
Tujuan umum: Individu mengekspresikan pandangan positif untuk masa datang dan
memulai kembali tingkatan fungsi sebelumnya.
Tujuan Khusus:
a. Mendiskusikan masalah yang dihadapi oleh keluarga.
b. Mengidentifikasi koping yang dimiliki keluarga.
c. Mendiskusikan tindakan atau koping yang dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah.
d. Mendiskusikan alternatif koping atau cara penyelesaian masalah yang baru
e. Melatih kemampuan koping atau cara mengatasi masalah yang baru
f. Mengevaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping yang efektif
4.1.2 Tindakan keperawatan:
a. Bina hubungan saling percaya. Dalam membina hubungan saling percaya, perlu
dipertimbangkan rasa aman dan nyaman keluarga saat berinteraksi. Tindakan ini
yang dapat dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabatan tangan sambil mengenalkan nama
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak, waktu, tempat setiap kali pertemuan dengan keluarga
b. Identifikasi masalah yang dihadapi oleh keluarga, meliputi asal masalah, jumlah,
sifat dan waktunya
c. Diskusikan koping atau upaya yang biasa dilakukan keluarga:
1) Mekanisme koping yang selalu digunakan menghadapi masalah
2) Mengungkapkan perasaan setelah menggunakan koping yang biasa digunakan.
d. Diskusikan alternatif koping
1) Keterbukaan dalam keluarga, membahas masalah yang dihadapi dalam
keluarga, membahas cara-cara menyelesaikan masalah dan membagi tugas
penyelesaian masalah.
2) Melakukan kegiatan yang disukai (olah raga, jalan-jalan) untuk
mengembalikan energi dan semangat (break sesaat).
3) Mencari dukungan sosial yang lain.
4) Memohon pertolongan pada Tuhan.
1. Pengertian
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan (NANDA, 2015). Berduka disfungsional adalah
sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana individu tetap
terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau
gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu
fungsi kehidupan (Townsend,2009).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Marah
2.1.2 Menolak potensial kehilangan
2.1.3 Menolak kehilangan yang signifikan
2.1.4 Mengekspresikan distress dari potensial kehilangan
2.1.5 Rasa bersalah
2.1.6 Perubahan kebiasaan, makan, pola, tidur, pola mimpi
2.1.7 Perubahan tingkat aktivitas
2.1.8 Perubahan pola komunikasi
2.1.9 Perubahan libido
2.1.10 Tawar menawar
2.1.11 Kesulitan mengatakan yang baru atau peran yang berbeda
2.1.12 Potensial kehilangan objek yang signifikan (misal orang, hak milik, pekerjaan, status,
rumah, bagian dan proses tubuh)
2.1.13 Berduka cita
2.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi : Riwayat kerusakan pada otak lobus frontal, pasokan oksigen dan
glukosa kurang
b. Kemampuan Verbal : Gangguan ketrampilan verbal akibat faktor komunikasi
keluarga, gagap pelo, lokasi tempat tinggal yg terisolasi
c. Moral : lingkungan keluarga broken home, daerah konflik, LAPAS, terlibat tindak
kriminal, konflik dg norma atau peraturan
d. Kepribadian : depresif, mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
introvert
e. Pengalaman Masa lalu : pengalaman kehilangan, anak yg diasuh orgtua pencemas,
penolakan atau tindak kekerasan dlm rentang hidup klien, penganiayaan seksual
baik sebagai pelaku atau korban
f. Konsep diri : Ideal diri tdk realistis, harga diri rendah, krisis identitas, krisis peran,
gambaran diri negatif
g. Motivasi : riwayat kegagalan, motivasi rendah, kurangnya penghargaan
h. Pertahanan Psikologi : ambang toleransi terhdap stress rendah, riwayat gangguan
perkembangan, tidak mampu menahan diri terhdp dorongan yg kurang positif
2.2.2.2 Origin
a. Kegagalan persepsi individu terhadap sesuatu yang diyakini
b. Keluarga dan masyarakat mengalami kegagalan dalam merespon sesuatu yang
diyakini
2.2.2.3 Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress dapat berlangsung
lama atau stres dapat berlangsung secara berulang-ulang
2.2.2.4 Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjadi selama usia perkembangan dan
pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai sebagai masalah yang sangat berat
f. Gelisah
g. Negativism
h. Melakukan pekerjaan tidak tuntas
i. Kataton
j. Agitasi
2.2.3.5 Sosial
a. Komunikasi kurang
b. Acuh dengan lingkungan
c. Kemampuan sosial menurun
d. Paranoid
e. Personal hygiene kurang
f. Sulit interaksi
g. Penyimpangan seksual
h. Menarik diri
3. Diagnosis Keperawatan
Berduka Disfungsional
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Membina hubungan saling percaya dengan perawat
4.1.1.2 Mengenali peristiwa kehilangan yang dialaminya
4.1.1.3 Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan dirinya
4.1.1.4 Mengidentifikasi cara – cara mengatasi berduka yang dialaminya
4.1.1.5 Memanfaatkan faktor pendukung
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Bina hubungan saling percaya dengan pasien :
a. Perkenalkan diri
b. Buat kontrak asuhan dengan pasien
c. Jelaskan bahwa perawat akan membantu pasien
d. Jelaskan bahwa perawat akan menjaga kerahasiaan informasi tentang pasien
e. Dengarkan dengan penuh empati ungkapan perasaan pasien
f. Diskusikan dengan pasien kehilangan yang dialaminya : kondisi fikiran, perasaan,
fisik, sosial dan spiritual.
4.1.2.2 Diskusikan dengan pasien keadaan saat ini :
a. Kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial, dan spiritual pasien sebelum mengalami
kehilangan terjadi
b. Kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial dan spiritual pasien sesudah peristiwa
kehilangan terjadi
c. Hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa kehilangan yang terjadi
4.1.2.3 Diskusikan cara – cara pengatasi berduka yang dialaminya
a. Cara verbal (ventilasi perasaan)
b. Cara fisik (beri kesempatan aktifitas fisik)
c. Cara sosial (sharing dengan rekan senasib melalui ”self help group”)
d. Cara spiritual (berdo’a, berserah)
4.1.2.4 Diskusikan kegiatan yang biasa dilakukan
4.1.2.5 Diskusikan kegiatan baru yang akan dimulai.
4.1.2.6 Diskusi tentang sumber bantuan yang ada dimasyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh
pasien:
a. Bantu mengidentifikasi potensi yang dimiliki dan sumber yang dimiliki
b. Eksplorasi sistem pendukung yang tersedia
c. Bantu berhubungan dengan sistem pendukung
d. Bantu membuat rangkuman aktivitas lama dan memulai aktivitas yang baru
4.1.2.7 Bantu dan latih melakukan kegiatan dan memasukkan dalam jadual kegiatan.
4.1.2.8 Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di Puskesmas, RS
4.2.3 Logoterapi
4.2.3.1 Mengingat kejadian akhir-akhir ini yang tidak menyenangkan dan sangat mengganggu
4.2.3.2 Mengenali penyebab kejadian akhir-akhir ini yang tidak menyenangkan dan sangat
mengganggu
4.2.3.3 Mengidentifikasi harapan atau keinginan terhadap kejadian / masalah-masalah yang
dialami akhir-akhir ini yang tidak menyenangkan dan sangat mengganggu
4.2.3.4 Menyebutkan beberapa harapan yang diinginkan dan memilih salayhgh satu harapan
yang dirasakan paling bermakna
4.2.3.5 Mencari alasan mengapa memilih harapan yang diinginkan tersebut
4.2.3.6 Mencari makna yang terkandung dalam setiap alasan memilih harapan yang
diinginkan tersebut.
4.2.3.7 Menemukan dan mengambil atau memilih makna hidup yang paling berarti
4.2.3.8 Menyebutkan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dengan kegiatan tersebut
akan dapat menemukan makna hidup
4.2.3.9 Mengidentifikasi dan menilai kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dan memilih
beberapa kegiatan yang dapat memberikan makna hidup serta menyemangati diri
1. Pengertian
Resiko penyimpangan perilaku sehat merupakan ketidakmampuan individu dalam
memodifikasi perilaku secara konsisten sesuai dengan perubahan status kesehatan (NANDA,
2015).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners Spesialis
2.1.1 Faktor Predisposisi
2.1.1.1 Biologis
a. Riwayat keluarga : diturunkan melalui kromosom orangtua, ada depresi
b. Riwayat janin : prenatal dan perinatal
c. Kondisi fisik : neurotransmiter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin
d. Status nutrisi : KEP dan malnutrisi, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa
e. Status kesehatan secara umum : adanya keluhan fisik (nyeri perut, nyeri dada,
nafas pendek, rasa tercekik, konstipasi, impotensi,infertilitas, kelemahan,
penurunan aktivitas, cacat fisik, penyakit terminal dan keganasan), kurang tidur,
gangguan irama sirkadian dan jam biologis, masa menopause, amputasi
f. Riwayat penggunaan zat : intoksikasi obat,aspirin, kafein, kokain, halusinogen
g. Riwayat putus zat :alkohol,narkotik,sedatif-hipnotik
h. Sensitivitas biologi : Secara anatomi (ggn pd sistem limbik, talamus, korteks
frontal), sistem neurokimiawi : ketidakseimbangan GABA, norephineprin dan
serotonin, riwayat infeksi dan trauma, radiasi dan pengobatan lainnya
i. Paparan terhadap Racun : riwayat keracunan CO, asbestosis
2.1.1.2 Psikologis
a. Intelegensi : Riwayat kerusakan pada otak lobus frontal, pasokan oksigen dan
glukosa kurang
b. Kemampuan Verbal : Gangguan ketrampilan verbal akibat faktor komunikasi
keluarga, gagap pelo, lokasi tempat tinggal yg terisolasi
c. Moral : lingkungan keluarga broken home, daerah konflik, terlibat tindak kriminal,
konflik dengan norma atau peraturan
d. Kepribadian : depresif, mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
introvert
e. Pengalaman Masa lalu : pengalaman kehilangan, anak yg diasuh orgtua pencemas,
penolakan atau tindak kekerasan dlm rentang hidup klien, penganiayaan seksual
baik sebagai pelaku atau korban
f. Konsep diri : Ideal diri tdk realistis, harga diri rendah, krisis identitas, krisis peran,
gambaran diri negatif
g. Motivasi : riwayat kegagalan, motivasi rendah, kurangnya penghargaan
h. Pertahanan Psikologi : ambang toleransi terhdap stress rendah, riwayat gangguan
perkembangan, tidak mampu menahan diri terhdp dorongan yg kurang positif
2.1.2.2 Origin
a. Kegagalan persepsi individu terhadap sesuatu yang diyakini
b. Keluarga dan masyarakat mengalami kegagalan dalam merespon sesuatu yang
diyakini
2.1.2.3 Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress dapat berlangsung
lama atau stres dapat berlangsung secara berulang-ulang
2.1.2.4 Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjadi selama usia perkembangan dan
pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai sebagai masalah yang sangat berat
a. Sedih
b. Ketidakberdayaan
c. Kurang nyaman
d. Gugup
e. Cemas
f. Keputusasaan/kehilangan harapan
2.1.3.3 Fisiologis
a. Gelisah
b. Sulit tidur
c. Sakit kepela dan nyeri lambung
2.1.3.4 Perilaku
a. Kegagalan dalam melaksanakan tindakan pencegahan terhadap masalah kesehatan
b. Menangis
c. Membolos
d. Merusak
e. Tindakan merusak kesehatan
f. Melamun
2.1.3.5 Sosial
a. Menghindari keluarga dan teman
b. Menarik diri
c. Masalah dalam sekolah
d. Ketidakmampuan untuk bekerja atau melaksanakan aktifitas sehari-hari
e. Menghindari aktivitas dalam masyarakat.
3 Tanda dan Gejala lain berupa data berikut yang dapat ditemukan :
3. Diagnosis Keperawatan
Resiko Penyimpangan Perilaku Sehat
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Klien dapat mengungkapkan secara verbal stressor/konflik yang terjadi
4.1.1.2 Klien dapat mendemonstrasikan tidak adanya perilaku yang merusak diri
4.1.1.3 Klien dapat mengungkapkan secara verbal tentang pencegahan terhadap stress
4.1.1.4 Klien dapat mendemonstrasikan ketrampilan untuk menurunkan stress
4.1.1.5 Klien dapat dukungan keluarga untuk menurunkan stres.
4.1.2.4 Sediakan fasilitas fisik untuk mengungkapkan perasaan marah, cemas secara sehat
(memukul bantal, berlari, jogging, latihan tarik nafas dalam)
4.1.2.5 Identifikasi bersama klien untuk mendiskusikan gaya hidup sebelum terjadi
perubahan status kesehatan termaksud metoda koping yang digunakan selama ini
4.1.2.6 Identifikasi dan tingkatkan perilaku yang mandiri, peran dan gaya hidup pada klien
sebelum mengalami gangguan penyesuaian
4.1.2.7 Bantu klien untuk mengungkapkan semua aspek dalam hidup yang dapat
dipertahankan
4.1.2.8 Diskusikan beberapa alternatif dari segi positif dan negatif.
4.1.2.9 Prioritaskan alternatif koping yang sesuai dengan usia dan perkembangan klien
4.1.2.10 Berikan harapan yang realistik terhadap koping yang adaptif dan solusi yang telah
dipilih
4.1.2.11 Latih alternatif koping yang telah dipilih oleh klien
4.1.2.12 Ajarkan klien/keluarga tentang respon fisik, psikologis dan emosional terhadap
suatau stressor atau peristiwa yang menimbulkan stressor.
4.1.2.13 Ajarkan klien/keluarga untuk menggunakan sumber-sumber dikomunitas saat
mengalami krisis, perubahan status kesehatan
4.1.2.14 Terapi Aktivitas Kelompok
1. Pengertian
Peran merupakan salah satu komponen dari konsep diri selain harga diri, ideal diri, identitas,
dan body image. Perubahan Penampilan Peran Merupakan Pola perilaku dan ekspresi diri
tidak sesuai dengan konteks lingkungan, norma dan harapan (NANDA, 2012). Perubahan
penampilan peran adalah kekacauan dalam cara seseorang menerima penampilan perannya
(Townsend, 2009).
Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhasn dan cocok
dengan ideal diri. Posisi dimasyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena
struktur social menimbulkan kesukaran, tuntutans serta, posisi yang tidak mungkin
dilaksanakan. Factor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang
harus dilakukan menurut Stuart (2013) adalah :
a. Kejelasan perilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
b. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.
c. Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang diemban.
d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
e. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.
f. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap perilaku perannya
g. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidakselarasan
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
1.1 Perubahan persepsi mengenai peran
1.2 Penolakan peran
1.3 Perubahan pola tanggung jawab
1.4 Diskriminasi
1.5 Ketegangan peran
1.6 Pesimis
1.7 Motivasi dan percaya diri tidak adekuat
1.8 Konflik peran
1.9 Kebingunan peran
1.10 Cemas
1.11 Pengetahuan tidak adekuat
1.12 Kompetensi peran dan ketrampilan tidak adekuat
1.13 Peran berlebih
1.14 Ketidakpuasan peran
2.2.4.4 Positive belief: tidak memiliki keyakinan dan nilai yang positif, kurang memiliki
motivasi, kurang berorientasi pada kesehatan.
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawaytan Ners
4.1.1 Tujuan
Tujuan Umum: Klien memahami perilaku dan ekspresi diri sesuai dengan perannya.
Tujuan Khusus: Klien mampu :
1) melakukan komunikasi antara anggota keluarga secara langsung dan jelas
2) melakukan perubahan peran
4.1.2 Tindakan
1) Mengenal peran: peran dalam hidup, peran dalam keluarga, periode transisi peran
dalam kehidupan, perasaan terhadap peran yang dilakukan
2) Mengenal perubahan peran: perilaku yang diperlukan terhadap perubahan peran,
perubahan peran saat sakit
3) Melatih klien untuk melakukan strategi manajemen perubahan peran
4) Melatih klien cara adaptasi terhadap perubahan peran
Prinsip tindakan :
Sesi 1 : identifikasi masalah keluarga : dalam merawat klien dan masalah pribadi care
giver
Sesi 2 : perawatan klien oleh keluarga
Sesi 3 : manajemen stres oleh keluarga
Sesi 4 : manajemen beban keluarga
Sesi 5 : pemberdayaan komunitas membantu keluarga
Beberapa terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada klien dengan perubahan
penampilan peran adalah terapi cognitive-behavior, psikoedukasi, terapi supportif, dan ACT.
Pertimbangan pemberian psikofarmaka belum dianjurkan kecuali ada gangguan jiwa yang
menyertainya. Psikoterapi ini diberikan denagn tidak merubah pola pikir, perasaan dan
perbuatan klien, sehingga klien akan kembali pada situasi mengalami peran yang jelas dan
sesuai.
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik)
sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep
diri (Stuart 2013). Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni (2012) menyatakan bahwa perilaku
kekerasan adalah salah satu respon marah yang diekspresikan dengan melakukan
ancaman,mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan . Perasaan terancam ini dapat
berasal dari stresor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan kritikan dari
orang lain) dan internal (perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak mendapatkan kasih
sayang dan ketakutan penyakit fisik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik terapi
generalis maupun terapi spesialis memberikan hasil yang signifikan untuk menurunkan
perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan generalis pada pasien dan keluarga dapat
menurunkan lama rawat klien (Keliat, dkk 2009).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
2.1.1 Subjektif
2.1.1.1 Mengungkapkan perasaan kesal atau marah
2.1.1.2 Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2.1.1.3 Klien suka membentak dan menyerang orang lain
2.1.2 Objektif
2.1.2.1 Mata melotot/ pandangan tajam
2.1.2.2 Tangan mengepal dan Rahang mengatup
2.1.2.3 Wajah memerah
2.1.2.4 Postur tubuh kaku
2.1.2.5 Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor
2.1.2.6 Suara keras
2.1.2.7 Bicara kasar, ketus
2.1.2.8 Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/ orang lain
2.1.2.9 Merusak lingkungan
2.1.2.10 Amuk/ agresif
(2) Kedua orang tua terkena penyakit ini: risiko 35% sampai 39%
(3) Saudara kandung yang terkena: risiko 8% sampai 10%
(4) Kembar dizigotik yang terkena: risiko 15%
(5) Kembar monozigotik yang terkena: risiko 50%
- Genetik Kariotip XYX juga terlibat dalam perilaku agresif dan menyimpang
(Isaacs, 2004)
- Perubahan pada kromosom 5 dan 6 dapat dipresisposisikan menderita
skizofrenia yang identik dengan perilaku kekerasan (Copel, 2007).
b. Abnormalitas perkembangan saraf
- Malformasi janin minor yang terjadi pada awal gestasi berperan dalam
manifestasi akhir dari skizofrenia
- Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan saraf dan diidentifikasi
sebagai resiko yang terus bertambah meliputi:
(1) Individu yang ibunya terserang influenza pada trimester dua
(2) Individu yang mengalami trauma atau cedera pada waktu dilahirkan
(3) Penganiayaan atau taruma dimasa bayi atau masa kanak-kanak (Isaac, 2004)
c. Status nutrisi
d. Kondisi kesehatan secara umum
- Abnormalitas struktur otak, pada beberapa kelompok penderita skizofrenia yang
sering melakukan perilaku kekerasan pada pemeriksaan teknik pencitraan otak
(CT, MRI dan PET) telah menunjukkan adanya normalitas pada struktur otak
yang meliputi:
(1) Pembesaran ventrikel
(2) Penurunan aliran darah kortikal, terutama di korteks prefrontal
(3) Penurunan aktivitas metabolik di bagian-bagian otak tertentu
(4) Atropi serebri (Isaac, 2004)
- Kelemahan fisik (penyakit fisik) seperti adanya tumor otak
- Gangguan fungsi pancaindra
- Ada riwayat hospitalisasi, pembedahan dan tindakan medik.
e. Sensivitas Biologi, Kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter
f. Paparan terhadap Racun
2.2.1.2 Faktor Psikologis
1) Intelegensi
a) Kurang kosentrasi
b) Prestasi akademik menurun (Hefler, 1976 dalam Patilimo, 2003)
2) Ketrampilan verbal
a) Ketidakmampuan Berkomunikasi secara optimal, komunikasi cenderung
dibesar-besarkan.
b) Kesulitan mengungkapkan / mengkronfotasikan kemarahan secara verbal.
c) Ada riwayat penyakit yang mempengaruhi fungsi bicara
3) Moral
a) Moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan
c) Keyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang marah dalam
kehidupan, Misalnya: yakin bahwa penyakitnya merupakan hukuman dari
tuhan
d) Keluarga tidak solid antara nilai keyakinan dengan praktek, serta tidak kuat
terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
9) Keikutsertaan dalam Politik
a) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
b) Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan politik.
10) Pengalaman sosial
a) Keluarga tersebut bisa menutup diri dan terisolasi dari orang-orang di luar
keluarga
b) Sering menerima kritikan yang mengarah pada penghinaan
c) Kehilangan sesuatu yang dicintai (orang atau pekerjaan)
d) Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
e) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
f) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal.
11) Peran sosial
a) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
b) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
c) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
d) Praduga negatif.
10) Kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
11) Wajah merah
12) Melotot/pandangan tajam
2.2.3.4 Perilaku
1) Agresif pasif
2) Bermusuhan
3) Sinis
4) Curiga
5) Mengamuk
6) Nada suara keras dan kasar
7) Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain: Menyerang,
menghindar (fight of flight). Menyatakan secara asertif (assertiveness).
Memberontak (acting out). Perilaku kekerasan.
2.2.3.5 Sosial
1) Menarik diri
2) Pengasingan
3) Penolakan
4) Kekerasan
5) Ejekan
6) Bicara kasar
2) Bendan-benda atau barang yang dimiliki: tidak memiliki benda atau barang yang
bisa dijadikan aset. Tidak mempunyai tabungan untuk mengantisipasi hidup
3) Tidak mempunyai BPJS atau ansuransi kesehatan
4) Pelayanan kesehatan: tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan
2.2.4.4 Positif belief
1) Tidak memiliki keyakinan dan nilai positif terhadap kesehatan/distress spiritual
2) Tidak memilki motivasi untuk sembuh
3) Penilaian negatif tentang pelayanan kesehatan
4) Tidak menganggap apa yang dialami merupakan sebuah masalah
3. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan : resiko perilaku kekerasan
Diagnosis medis terkait : Skizofrenia, skizoafektif, bipolar
4. Tindakan keperawatan
4.1 Tindakan Ners untuk klien
4.1.1 Tujuan: Klien mampu :
4.1.1.1 Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat dari perilaku kekerasan
4.1.1.2 Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 tarik nafas dalam dan cara fisik 2:
pukul kasur/bantal
4.1.1.3 Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur
4.1.1.4 Mengontrol perilakuk kekerasan dengan cara verbal/bicara baik-baik
4.1.1.5 Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan serta melatih
latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan masalah resiko perilaku kekerasan
a. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien resiko perilaku kekerasan
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya resiko perilaku
kekerasan.
4.2.2.2 Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien resiko perilaku
kekerasan
a. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien resiko
perilaku kekerasan
b. Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien resiko perilaku
kekerasan
4.2.2.3 Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien resiko perilaku kekerasan
a. Menjelaskan cara merawat klien resiko perilaku kekerasan
b. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan tarik
nafas dalam dan pukul kasur bantal.
c. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk minum obat
dengan prinsip 6 benar.
d. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien dengan cara
verbal/bicara baikbaik.
e. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien dengan cara spiritual
4.2.2.4 Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi klien
resiko perilaku kekerasan
a. Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
b. Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
c. Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya dalam merawat klien
4.2.2.5 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan
a. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
b. Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
c. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
d. Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke pelayanan
kesehatan.
4.4.3 Terapi Kelompok : Supportive Therapi (ST) dan Self Heip Group (SHG)
Terapi kelompok suportif dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
klien skizofrenia.
1. Pengertian
Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta pola stimulus yang
datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai dengan kenyataan, disertai distorsi dan
gangguan respons terhadap stimulus tersebut baik respons yang berlebihan maupun yang
kurang memadai (Townsend, 2010). Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada
individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2010).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
2.1.1 Data Obyektif
2.1.1.1 Bicara atau tertawa sendiri.
2.1.1.2 Marah-marah tanpa sebab.
2.1.1.3 Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
2.1.1.4 Menutup telinga.
2.1.1.5 Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
2.1.1.6 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
2.1.1.7 Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
2.1.1.8 Menutup hidung.
2.1.1.9 Sering meludah.
2.1.1.10 Muntah.
2.1.1.11 Menggaruk-garuk permukaan kulit.
3. Diagnosis Keperawatan
Halusinasi
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan : Pasien mampu :
4.1.1.1 Mengenali halusinasi yang dialaminya: isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon.
4.1.1.2 Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
4.1.1.3 Mengontrol halusinasi dengan cara menggunakan obat.
4.1.1.4 Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.
4.1.1.5 Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas.
efektif terhadap penurunan tanda dan gejala pada pasien dengan perilaku kekerasan
dan halusinasi
4.4.1.6 Hasil Penelitian Sukma, Keliat dan Mustikasari (2015) menyatakan perpaduan
terapi CBT dan CBSST mammpu menurunkan tanda dan gejala pada pasien dengan
halusinasi dan isolasi social
1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu kebutuhan atau
mengharapakan untuk melibatkan orang lain, akan tetapi tidak dapat membuat hubungan
tersebut (Carpenito, 2004). Menurut Kim (2006) isolasi sosial merupakan kesendirian yang
dialami individu dan dirasakan sebagai beban oleh orang lain dan sebagai keadaan yang
negatif atau mengancam. Isolasi sosial merupakan keadaan ketika individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito-Moyet, 2007).
Menurut Towsend (2008), isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan
mengancam (Townsend, 2010). Videbeck (2008) menjelaskan bahwa isolasi sosial
merupakan gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang
maladaptif dan menghambat seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah kondisi dimana seseorang mengalami
gangguan hubungan interpersonal yang mengganggu fungsi individu tersebut dalam
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain (Kirana, 2009).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
Tanda dan Gejala isolasi sosial adalah sebagai berikut:
2.1.1 Subyektif
2.1.1.1 Menolak interaksi dengan orang lain
2.1.1.2 Merasa sendirian
2.1.1.3 Tidak berminat
2.1.1.4 Merasa tidak diterima
2.1.1.5 Perasaan berbeda dengan orang lain
2.1.1.6 Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
2.1.1.7 Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
2.1.2 Obyektif
2.1.2.1 Tidak ada kontak mata
2.1.2.2 Menyendiri/ menarik diri
2.1.2.3 Tidak komunikatif
2.1.2.4 Tindakan tidak berarti/ berulang
2.1.2.5 Afek tumpul
2.1.2.6 Afek sedih
2.1.2.7 Adanya kecacatan (misal : fisik dan mental)
Transmisi gen pada skizofrenia sangat dipengarui oleh beberapa faktor. Anak penderita
skizofrenia yag diturunkan melalui kembar monozigot maka mengalami kemungkinan
mengalami skizofrenia sebanyak 50%. Jika seorang anak berasal dari kedua orang tua yang
megalami skizofrenia lebih menurun sebesar 36%,dan 15% pada seorang anak yang lahir dari
salah satu orang tua yang mengalami skizofrenia (Stuart, 2013). Penelitian lain menyatakan
bahwa perkembangan otak juga ikut berkontribusi dalam timbulnya skizofrenia. Gangguan
perkembangan otak pada janin dimulai pada saat trimester kedua, dimana pada masa tersebut
terjadi perkembangan organ janin termasuk otak. Gangguan tersebut meliputi virus,
malnutrisi, infeksi, trauma, racun serta kelainan hormonal yang terjadi pada masa kehamilan
(Hawari, 2001).
2.2.1.2 Psikologis
Stresor psikologis isolasi sosial dapat diakibatkan oleh pengalaman negatif klien terhadap
gambaran diri, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam
mencapai harapan dan cita-cita, krisis identitas serta kurangnya penghargaan baik dalam diri
sendiri, keluarga maupun lingkungan. Stresor tersebut dapat menyebabkan gangguan dalam
berinteraksi dengan orang lain dan akhirnya menjadi masalah isolasi sosial. Ibu yang terlalu
kawatir, terlalu melindungi, konflik keluarga, komunikasi yang buruk serta kurangnya
interaksi dalam keluarga juga merupakan faktor risiko terjadinya isolasi sosial (Fortinash &
Worret, 2004).
2.2.1.3 Sosiokultural
Faktor sosial budaya yang memiliki hubungan dengan terjadinya isolasi sosial meliputi: usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status sosial, pengalaman sosial, latar belakang budaya,
agama dan kayakinan individu serta kondisi politik (Stuart dan Laraia, 2005). Stresor sosial
budaya yang berhubungan dengan timbulnya gangguan jiwa adalah individu yang tidak
memiliki penghasilan, riwayat menerima kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal serta hidup
dalam kemiskinan (Videbeck, 2008).
2.2.2.2 Afektif
Klien isolasi sosial menunjukkan respons afektif berupa perasaan sedih, tertekan,
depresi atau marah, merasa kesepian atau ditolak lingkungan, tidak memperdulikan
orang lain, malu dengan orang lain. Kegagalan individu dalam tugas perkembangan di
masa lalu juga memiliki keterkaitan dengan pengalaman berinteraksi serta
berhubungan dengan orang lain sehingga mempengaruhi Respons afektif (Cacioppo et
al, 2002; Hawkey, Burleson, Bentson, & Cacioppo, 2003; Steptoe, Owen, Kuns-
Ebrecht, & Brydon, 2004)
2.2.2.3 Fisiologis
Respons fisiologis yang dialami klien isolasi sosial yaitu muka murung, sulit tidur,
merasa lelah letih dan kurang bergairah.
2.2.2.4 Perilaku
Klien isolasi sosial menunjukkan perilaku seperti manarik diri, menjauh dari orang
lain, tidak atau jarang melakukan komunikasi, tidak ada kontak mata, kehilangan
gerak dan mulut, malas melakukan kegiatan sehari hari, berdiam diri di kamar,
menolak hubungan dengan orang lain, dan menunjukkan sikap bermusuhan
(Townsend, 2009)
2.2.2.5 Sosial
Respons fisiologis yang dialami klien isolasi sosial yaitu menarik diri, sulit
berinteraksi, tidak mau berkomunikasi, tidak mau berpartisipasi dengan kegiatan
sosial, curiga dengan lingkungan, acuh dengan lingkungan.
Kemampuan yang diharapkan terjadi pada klien isolasi sosial adalah mengetahui
penyebab isolasi sosial, menyebutkan keuntungan punya teman dan bercakap-cakap,
menyebutkan kerugian tidak memiliki teman, mampu berkenalan dengan klien dan
perawat atau tamu, berbicara, saat melakukan kegiatan harian, melakukan kegiatan
sosial. Kemampuan klien isolasi sosial telah diteliti olek Keliat, dkk, menggunakan
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) mampu meningkatkan kemmpuan
komunikasi verbal maupun non verbal.
Kemampuan lanjutan yang dapat dilakukan oleh klien isolasi sosial adalah mampu
melakukan komunikasi dasar verbal seperti, mengucapkan salam, memperkenalkan
diri, menjawab pertanyaan dan bertanya serta klarifikasi. Sedangkan kemampuan non
verbal seperti kontak mata, tersenyum, duduk tegak, serta berjabat tangan.
Kemampuan lainnya yaitu berkomunikasi menjalin persahabatan, meminta dan
memberikan pertolongan, menerima dan memberikan pujian kepada orang lain serta
mampu berkomunikasi dalam keadaan sulit seperti menerima dan memberi kritik,
penolakan dan maaf. Kemampuan lanjutan pada klien isolasi sosial juga telah diteliti
oleh Renidayanti, Keliat & Sabri, (2008). Peningkatan kemampuan kognitif dan
perilaku klien isolasi sosial terjadi pada kelompok intervensi yang mendapatkan terapi
Social Skills Training (SST)
Klien isolasi sosial merupakan contoh individu yang tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang efektif ketika menghadapi stresor. Mekanisme koping yang
digunakan pada klien isolasi sosial yaitu denial, regresi, proyeksi, identifikasi, dan
religiosity yang berakhir dengan koping maladaptif (destruktif) berupa terjadi episode
awal psikosis atau serangan ulang skizofrenia dengan munculnya gejala-gejala
skizofrenia termasuk isolasi soial (Townsend, 2009).
3. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial
5. Tindakan Keperawatan
5.1 Tindakan keperawatan Ners untuk Klien
5.1.1 Tujuan: Klien mampu
5.1.1.1 Mengenal masalah isolasi sosial
5.1.1.2 Berkenalan dengan perawat atau klien lain
5.1.1.3 Bercakap-cakap dalam melakukan kegiatan harian.
5.1.1.4 Berbicara sosial : meminta sesuatu, berbelanja dan sebagainya.
5.1.2 Tindakan
5.1.2.1 Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat isolasi sosial
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat isolasi sosial
b. Mendiskusikan keuntungan memiliki teman, kerugian tidak memiliki teman.
5.1.2.2 Menjelaskan dan melatih klien berkenalan
a. Menjelaskan cara berkenalan
b. Mendemostrasikan cara berkenalan
c. Melatih klien berkenalan 2 - 3 orang atau lebih
5.1.2.3 Menjelaskan dan melatih klien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sehari-hari.
5.1.2.4 Menjelaskan dan melatih berbicara sosial : meminta Sesutu, berbelanja dan
sebagainya.
5.2.2 Tindakan
5.2.2.1 Menjelaskan masalah klien Isolasi sosial pada keluarga
a. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien Isolasi sosial
b. Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya Isolasi sosial.
5.2.2.2 Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien Isolasi sosial
a. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien Isolasi
sosial
b. Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien Isolasi sosial
5.2.2.3 Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien isolasi sosial
a. Menjelaskan cara melatih klien berkenalan
b. Menjelaskan cara melatih klien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sehari-
hari.
c. Menjelaskan cara melatih klien berbicara sosial : meinta sesuatu, berbelanja dan
sebagainya.
d. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan
berkenalan.
5.2.2.4 Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi klien
isolasi sosial.
a. Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
b. Mendiskusikan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
c. Mengajurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya merawat klien
5.2.2.5 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan.
a. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia.
b. Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
c. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
d. Menjelaskan dan menganjurkan follw up dan merujuk klien ke pelayanan
kesehatan.
1. Pengertian
Keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan
kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus (NANDA, 2012). Stuart (2013)
menyatakan harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang berhubungan dengan
perasaan yang lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga, dan
tidak memadai. Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat dkk, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan
gejala dan peningkatan kemampuan klien harga diri rendah kronis secara signifikan setelah
diberikan tindakan keperawatan (Pardede, Keliat, dan Wardani, 2013).
3. Pengkajian
3.1 Pengkajian Ners
Tanda dan gejala harga diri rendah kronis antara lain:
3.1.1 Data Subjektif
3.1.1.1 Sulit tidur
3.1.1.2 Merasa tidak berarti dan Merasa tidak berguna
3.1.1.3 Merasa tidak mempuanyai kemampuan positif
3.1.1.4 Merasa menilai diri negatif
3.1.1.5 Kurang konsentrasi dan Merasa tidak mampu melakukan apapun
3.1.1.6 Merasa malu
3.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi
Riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dimana lobustersebut berpengaruh kepada
proses kognitif. Suplay oksigen terganggu dan glukosa, Ketrampilan verbal, Gangguan
keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga, seperti : Komunikasi
peran ganda, tidak ada komunikasi, omunikasi dengan emosi berlebihan, komunikasi
tertutup, Riwayat kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara, misalnya Stroke,
trauma kepala
b. Moral
Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu, misalnya
lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas.
c. Kepribadian
Mudah kecewa, Kecemasan tinggi, Mudah putus asa, menutup diri
d. Pengalaman masa lalu
Orangtua yang otoriter, selalu membandingkan, Konflik orangtua, Anak yang
dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan,
Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya ◦ Penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien, Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
e. Konsep diri
Ideal diri tidak realistis, Identitas diri tak jelas, HDR, Krisis peran, Gambaran diri
negatif
f. Motivasi: Riwayat kurangnya penghargaan dan kegagalan
g. Pertahanan psikologi
Ambang toleransi terhadap stress rendah, Riwayat gangguan perkembangan Self
control: Riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya suara, rabaan,
englihatan, penciuman, pengecapan, gerakan
3.2.2 Presipitasi
3.2.2.1 Nature
a. Biologi : genetik, nutrisi kesehatan secara umum, sensitivitas biologi paparan racun
b. Psikologis : intelegensi, ketrampilan verbal, moral, kepribadian, pengalaman
masalalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis, self control
c. Sosial budaya: usia,gender, pendidikan, pekerjaan, statussosial,latar belakang
budaya, agama dan keyakinan, keikutsertaan dalam kehgiatan politik, pengalaman
sosial, peransosial.
3.2.2.2 Origin : internal persepsi individu saat mengalami perubahan konsep diri.
Eksternal,keluarga dan masyarakat menganggap klien menunjukan tanda gejala
perubahan konsep diri
3.2.2.3 Timing : stresor muncul disaat yang tidak tepat, saling berdekatan dan sering berulang
3.2.2.4 Number : banyak stresor dan kualitasnya tinggi
4. Diagnosis Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis
5. Tindakan Keperawatan
5.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk klien
5.1.1 Tujuan
5.1.1.1 Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, proses terjadinya dan akibat Harga diri
rendah kronik
5.1.1.2 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
5.1.1.3 Menilai kemampuan yang dapat digunakan
5.1.1.4 Menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampua
5.1.1.5 Melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan
5.1.1.6 Melakukan kegiatan yang sudah dilatih
5.1.2 Tindakan
5.1.2.1 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
a) Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah, dalam keluarga dan
lingkungan adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan
pasien penilaian yang negatif.
5.1.2.2 Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
a) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan pasien.
c) Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif
5.1.2.3 Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
a) Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.
b) Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan secara
mandiri, mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga dan
kegiatan apa saja yang perlu batuan penuh dari keluarga atau lingkungan
terdekat pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat
dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat daftar kegiatan sehari-hari
pasien.
5.1.2.4 Melatih kemampuan yang dipilih klien
a) Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan pertama yang dipilih
b) Melatih kemampuan pertama yang dipilih
c) Berikan dukungan dan pujian pada klien dengan latihan yang dilakukan
5.2.2 Tindakan
5.2.2.1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
5.2.2.2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah dan
mengambil keputusan merawat pasien
5.2.2.3 Mendiskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah dimiliki
sebelum dan setelah sakit
5.2.2.4 Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah dan berikan pujian
5.2.2.5 Melatih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih pasien
serta membimbing keluarga merawat harga diri rendah dan beri pujian
1. Pengertian
Keadaan ketika individu mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari (Towsend, 2010). Kurang perawatan diri merupakan
keadaan ketika individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau funhsi kognitif, yang
menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas
perawatan diri antara lain:
1. Makan
2. Mandi/Higiene
3. Berpakaian dan berhias
4. Toileting
5. Instrumental (menggunakan telepon, menggunakan transporttasi, menyetrika, mencuci
pakaian, menyiapkan makanan, berbelanja, mengelola keuangan, mengkomsumsi
obat)
Defisit perawatan diri seringkali disebabkan oleh: intoleransi aktifitas, hambatan mobilitas
fisik, nyeri, ansietas gangguan persepsi atau kognitif, depresi, ketidak berdayaan.
.
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Subyektif
2.1.1.1 Menyatakan tidak ada keinginan mandi secara teratur
2.1.1.2 Perawatan diri harus dimotivasi
2.1.1.3 Menyatakan Bab/bak di sembarang tempat
2.1.1.4 Menyatakan tidak mampu menggunakan alat bantu makan
2.1.2 Obyektif
2.1.2.1 Tidak mampu membersihkan badan
2.1.2.2 Penampilan tidak rapi, pakaian kotor, tidak mampu berpakaian secara benar
2.1.2.3 Tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai, setelah melakukan toileting
2.1.2.4 Makan hanya beberapa suap dari piring/porsi tidak habis
c) Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma, penurunan komsumsi oksigen
pada saat dilahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok,
alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen teratogenik. Anak
yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami
pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak.
d) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut
rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
e) Keadaan kesehatan secara umum: gangguan neuromuskuler, gangguan
muskuloskeletal, kelemahan dan kelelahan dan kecacatan,
f) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan trauma
kepala serta radiasi dan riwayat pengobatannya. Ketidakseimbangan dopamin
dengan serotonin neurotransmitter
g) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dan
riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak
2.2.1.2 Psikologis
a) Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang menyebabkan suplay
oksigen dan glukosa terganggu di mana lobus tersebut berpengaruh kepada proses
kognitif sehingga anak mempunyai intelegensi dibawah rata-rata dan
menyebabkan kurangnya kemampuan menerima informasi dari luar.
b) Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak mampu
berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal), gagap, riwayat kerusakan yang
mempunyai fungsi bicara, misalnya trauma kepala dan berdampak kerusakan pada
area broca dan area wernich.
c) Moral: Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu,
misalnya keluarga broken home, ada konflik keluarga ataupun di masayarakat
d) Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi
dan menutup diri
e) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
- Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang mengambil jarak dengan
anaknya, penilaian negatif yang terus menerus
- Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin
dan tidak berperasaan
- Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien
- Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga
- Kematian orang terdekat, adanya perceraian
- Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit terminal, sangat miskin
dan pengangguran, putus sekolah.
- Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat,
perilaku yang tidak matang, pikiran delusi, penyalahgunaan alkhohol
f) Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, identitas diri tidak
jelas, krisis peran, gambaran diri negatif
g) Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya pernghargaan
h) Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang rendah, riwayat
gangguan perkembangan sebelumnya
i) Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk menyendiri
2.2.2 Presipitasi
2.2.2.1 Biologi
a. Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak (enchepalitis) atau
trauma kepala yang mengakibatkan lesi daerah frontal, temporal dan limbic
sehingga terjadi ketidakseimbangann dopamin dan serotonin neurotransmitter
b. Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan
BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa yang berdampak pada pemenuhan
glukosa di otak yang dapat mempengaruhi fisiologi otak terutama bagian fungsi
kognitif
c. Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas, kecacatan fisik, kanker
dan pengobatannya yang dapat menyebabkan perubahan penampilan fisik
d. Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos yang dapat mempengaruhi
metabolisme di otak sehingga mempengaruhi fisiologis otak
2.2.2.2 Psikologis
a. Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau kerusakan struktur di lobus frontal
dan terjadi suplay oksigen dan glukosa terganggu sehingga mempengaruhi
kemampuan dalam memahami informasi atau mengalami gangguan persepsi dan
kognitif
b. Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap, mengalami kerusakan yang
mempengaruhi fungsi bicara
c. Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi
moral: lingkungan keluarga yang broken home, konflik atau tinggal dalam
lingkungan dengan perilaku sosial yang tidak diharapkan
d. Konsep diri: Harga diri rendah, perubahan penampilan fisik, ideal diri tidak
realistik, gangguan pelaksanaan peran (konflik peran, peran ganda,
ketidakmampuan menjalankan peran, tuntutan peran tidak sesuai dengan usia)
d) Bingung
e) Kerusakan / gangguan perhatian
f) Kesadaran menurun
g) Tidak bersedia melakukan defekasi dan urinasi tanpa bantuan
2.2.3.2 Afektif
a) Merasa malu, marah dan perasaan bersalah
b) Merasa tidak punya harapan
c) Merasa frustasi
2.2.3.3 Fisiologis
a) Ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin
b) Peningkatan efinefrin dan non efinefrin
c) Peningkaan denyut nadi, TD, pernafasan jika terjadi kecemasan
d) Gangguan tidur
e) Kelemahan otot, kekakuan sendi
f) Adanya kecacatan
g) Badan kotor, bau, tidak rapi
2.2.3.4 Perilaku
a) Menggaruk badan
b) Banyak diam
c) Kadang gelisah
d) Hambatan kemampuan atau kurang minat dalam memilih pakaian yang tepat untuk
dikenakan
e) Tidak mampu melakukan defekasi atau urinasi pada tempat yang tepat
2.2.3.5 Sosial
1) Menarik diri dari hubungan sosial
2) Kadang menghindari kontak/aktivitas sosial
5. Tindakan Keperawatan
5.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk klien
5.1.1 Individu : Sp 1-5 Defisit Perawatan Diri
5.1.1.1 Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat defisit perawatan diri serta
melatih klien merawat diri: mandi
a) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat defisit perawatan diri
b) Menjelaskan cara perawatan diri : mandi (tanyakan alasan tidak mau mandi,
berapa kali mandi dalam sehari, manfaat mandi, peralatan mandi, cara mandi yang
benar)
c) Melatih klien cara perawatan diri: mandi
d) Melatih klien memasukkan kegiatan berdandan dalam jadual kegiatan harian
5.1.1.2 Menjelaskan dan melatih klien perawatan kebersihan diri: berhias
a) Mendiskusikan tentang cara perawatan diri berdandan (alat yang dibutuhkan,
kegiatan berdandan, cara berdandan, waktu berdandan, manfaat berdandan,
kerugian jika tidak berdandan
b) Melatih cara berdandan
c) Melatih klien memasukkan kegiatan berdandan dalam jadual kegiatan harian
5.1.1.3 Melatih cara melakukan perawatan diri:makan/minum
a) Mendiskusikan cara perawatan diri; makan/minum (tanyakan alat-alat yang
dibutuhkan, cara makan minum, waktu makan minum, manfaat makan minum
dan kerugian jika tidak makan minum
b) Melatih cara perawatan diri: makan minum
c) Melatih klien memasukkan kegiatan makan/minum dalam jadwal kegiatan harian
5.1.1.4 Melatih cara melakukan perawatan diri: BAK/BAK
a) Mendiskusikan cara perawatan diri BAB/BAK (alat yang dibutuhkan, kegiatan
BAB/BAK, cara melakukan BAB/BAK yang benar, manfaat BAB/BAK yang
benar, kerugian jika BAB/BAK tidak benar).
b) Melatih cara perawatan diri: BAB/BAK
c) Melatih klien memasukkan kegiatan BAB/BAK dalam jadwal kegiatan harian.
5.1.2 Keluarga
5.1.2.1 Menjelaskan masalah klien defisit perawatan diri
a) Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien defisit perawatan diri
b) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin yang terjadi pada klien
defisit perawatan diri
c) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien defisit
perawatan diri
d) Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien defisit perawatan diri
5.1.2.2 Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien defisit perawatan diri
a) Menjelaskan cara merawat klien defisit perawatan diri
b) Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan
perawatan diri:mandi
c) Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan
perawatan diri:berdandan
d) Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan
perawatan diri:makan/minum
e) Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan perawatan
diri: Bab/Bak
5.1.2.3 Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi
klien defisit perawatan diri
a) Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
b) Mendiskusikan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
c) Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya merawat klien
5.1.2.4 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan.
a) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
b) Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
c) Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
d) Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke pelayanan
kesehatan
5.1.3 Kelompok
1) Terapi Aktivitas Kelompok
2) Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga tentang Defisit Perawatan Diri
1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus
namun tidak sesuai dengan kenyataan ( Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni, 2012).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Keperawatan Ners
Tanda dan Gejala klien dengan waham adalah sebagai berikut:
2.2.1 Subyektif
2.2.1.1 Mudah lupa atau sulit konsentrasi
2.2.1.2 Tidak mampu mengambil keputusan
2.2.1.3 Berpikir tidak realistis
2.2.1.4 Pembicaraan sirkumtansial
2.2.2 Obyektif
2.2.2.1 Bingung
2.2.2.2 Inkoheren
2.2.2.3 Flight of idea
2.2.2.4 Sangat waspada
2.2.2.5 Khawatir
2.2.2.6 Sedih berlebihan atau gembira berlebihan
2.2.2.7 Perubahan pola tidur
2.2.2.8 Kehilangan selera makan
2.2.2.9 Wajah tegang
2.2.2.10 Perilaku sesuai isi waham
2.2.2.11 Banyak bicara
2.2.2.12 Menentang atau permusuhan
2.2.2.13 Hiperaktif
2.2.2.14 Menarik diri
2.2.2.15 Tidak bisa merawat diri
b) Kelainan fisik: Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik. Neurotransmitter
dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin
c) Riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi trauma, penurunan oksigen
pada saat melahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok,
alkohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen teratogenik. anak
yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami
pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak. Anak yang dilahirkan dalam
lingkungan yang dingin sehingga memungkinkan terjadinya gangguan
pernapasan
d) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut
rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
e) Keadaan kesehatan secara umum: misalnya kurang gizi, kurang tidur, gangguan
irama sirkadian, kelemahan, infeksi, penurunan aktivitas, malas untuk mencari
bantuan pelayanan kesehatan
f) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan trauma
serta radiasi dan riwayat pengobatannya
g) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dan
riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak
2.2.1.2 Psikologis
a) Intelegensi: riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan kurangnya suplay
oksigen terganggu dan glukosa sehingga mempengaruhi fungsi kognitif sejak kecil
b) Ketrampilan verbal
- Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga,
seperti : Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, komunikasi dengan
emosi berlebihan, komunikasi tertutup
- Adanya riwayat gangguan fungsi bicara, akibatnya adanya riwayat Stroke,
trauma kepala
- Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial pasien
c) Moral : Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu,
misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas.
d) Kepribadian: mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan menutup diri
e) Pengalaman masa lalu :
- Orangtua yang otoriter dan selalu membandingkan
- Konflik orangtua sehingga salah satu orang tua terlalu menyayangi anaknya
- Anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan
tak berperasaan
- Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya
- Mengalami penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien baik
sebagai korban, pelaku maupun saksi
- Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
f) Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas,
harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative
g) Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan
h) Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat
gangguan perkembangan
i) Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya
suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan
2.2.1.3 Social kultural
a) Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai terutama pada mas kanak-
kanak
b) Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
c) Pendidikan : Pendidikan yang rendah, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah
d) Pendapatan : Penghasilan rendah, putus sekolah atau gagal sekolah
e) Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
f) Status sosial : Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
g) Latar belakang Budaya : Tuntutan sosial budaya seperti paternalistik dan adanya
stigma masyarakat, adanya kepercayaan terhadap hal-hal magis dan sihir serta
adanya pengalaman keagamaan
h) Agama dan keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin dan kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu
i) Keikutsertaan dalam politik: riwayat kegagalan dalam politik
j) Pengalaman sosial : Perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana, perang,
kerusuhan, perceraian dengan istri, tekanan dalam pekerjaan dan kesulitan
mendapatkan pekerjaan
k) Peran sosial: Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, stigma yang negatif dari
masyarakat, diskriminasi, stereotype, praduga negative
2.2.2.2 Origin
a) Internal : Klien gagal dalam mempersepsikan sesuatu yang diyakininya secara
benar.
b) Eksternal : Kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan kurang dukungan
kelompok/teman sebaya
2.2.2.3 Timing: stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-ulang/ terus
menerus atau muncul dalam waktu yang tidak tepat dan waktu munculnya saling
berdekatan
2.2.2.4 Number: Sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai masalah yang sangat
berat atau dengan kualitas yang tinggi
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan keperawatan Ners untuk klien
4.1.1 Tujuan, klien mampu
4.1.1.1 Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat waham
4.1.1.2 Latihan orientasi realita: panggil nama, orientasi waktu, orang dan tempat/lingkungan
4.1.1.3 Minum obat dengan prinsip 6 benar minum obat, manfaat/keuntungan minum obat,
dan kerugian tidak minum obat.
4.1.1.4 Mengidentifikasi kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi akibat wahamnya, memenuhi
kebutuhan yang tidak terpenuhi.
4.1.1.5 Melakukan kegiatan/aspek positif yang dipilih
4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat waham serta melatih latihan
orientasi realita
a) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat waham
b) Menjelaskan cara mengendalikan waham dengan orientasi realita: panggil nama,
orientasi waktu, orang dan tempat/lingkungan.
c) Melatih klien orientasi realita: panggil nama, orientasi waktu, orang dan
tempat/lingkungan.
d) Melatih klien memasukan kegiatan orientasi realita dalam jadwal kegiatan harian.
4.1.2.2 Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar minum obat,
manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak minum obat.
a. Menjelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis/nama obat, dosis,
frekwensi, cara, orang dan kontinuitas minum obat)
b. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat dengan klien
c. Melatih klien cara minum obat secara teratur
d. Melatih klien memasukan kegiatan minum obat secara teratur kedalam jadwal
kegiatan harian.
4.1.2.3 Melatih cara pemenuhan kebutuhan dasar
a. Menjelaskan cara memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi akibat
wahamnya dan kemampuan memenuhi kebutuhannya.
b. Melatih cara memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi akibat wahamnya
dan kemampuan memenuhi kebutuhannya.
c. Melatih klien memasukan kegiatan memenuhi kebutuhan kedalam jadwal kegiatan
harian.
4.1.2.4 Melatih kemampuan positif yang dimiliki
a. Menjelaskan kemampuan positif yang dimiliki klien
b. Mendiskusikan kemampuan positif yang dimiliki klien
c. Melatih kemampuan positif yang dipilih
d. Melatih klien memasukan kemampuan positif yang dimiliki dalam jadwal kegiatan
harian.
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan klien waham
a) Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien waham.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya waham
4.2.2.2 Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien waham
c) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien waham
d) Menganjurkan keluarga memutuskan merawat klien waham
4.2.2.3 Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien waham
a) Menjelaskan cara merawat klien waham
b) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan
orientasi realita
c) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk minum obat
dengan prinsip 6 benar
d) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk memenuhi
kebutuhan yang tidak terpenuhi karena waham dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan
e) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan
kemampuan positif yang dimiliki
4.2.2.4 Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi klien
waham
a) Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
b) Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
c) Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya dalam merawat
klien.
4.2.2.5 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan.
1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari untuk mengakhiri kehidupan individu secara
sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati (Yosep, 2007). Bunuh diri
menurut Edwin Schneidman dalam Kaplan 2010 adalah tindakan pembinasaan yang disadari
dan ditimbulkan diri sendiri, dipandang sebagai malaise multidimensional pada kebutuhan
individual yang menyebabkan suatu masalah di mana tindakan yang dirasakan sebagai
pemecahan yang terbaik.
Bunuh diri berhubungan dengan kebutuhan yang dihalangi atau tidak terpenuhi, perasaan
ketidakberdayaan, keputusasaan, konflik ambivalen antara keinginan hidup dan tekanan
yang tidak dapat ditanggung, menyempitkan pilihan yang dirasakan dan kebutuhan
meloloskan diri; orang bunuh diri menunjukkan tanda-tanda penderitaan (Kaplan &
Saddock, 2010)
2.2. Ancaman
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri hidupnya dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai
percobaan bunuh diri.
2.2.1. Tanda dan gejala ancaman bunuh diri subyektif:
2.2.1.1. Ungkapan ingin mati diucapkan oleh pasien berisi keinginan untuk mati
2.3. Percobaan
Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
2.3.1. Tanda dan gejala percobaan bunuh diri subyektif:
2.3.1.1. “Saya mau mati!”
2.3.1.2. “Jangan tolong saya!”
2.3.1.3. “Biarkan saya!”
2.3.1.4. “Saya tidak mau ditolong!”
2.3.2. Tanda dan gejala percobaan bunuh diri obyektif
Klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, membenturkan kepala, dan emosi labil.
Tindakan keperawatan ini bertujuan agar klien tetap aman dengan tidak menciderai diri
sendiri dan dapat melatih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri dengan membuat
daftar aspek positif diri sendiri.
4.1.1.1. Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isarat, ancaman, percobaan
(jika percobaan segera rujuk)
4.1.1.2. Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan
aman untuk pasien)
4.1.1.3. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek positif
diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang dimiliki
4.1.1.4. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek positif
keluarga dan lingkungan, latih afirmasi/berpikir aspek positif keluarga dan
lingkungan
4.1.1.5. Mendiskusikan harapan dan masa depan
4.1.1.6. Mendiskusikan cara mencapai harapan dan masa depan
4.1.1.7. Melatih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
4.1.1.8. Melatih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan
4.1.2. Tindakan Keperawatan generalis pada keluarga klien Percobaan Bunuh diri
Tindakan keperawatan ini bertujuan agar keluarga berperan serta merawat dan melindungi
anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri dan pada tahapan lebih lanjut
mampu mengenal tanda gejala dan proses terjadinya resiko bunuh diri. Tindakan
keperawatan ini meliputi:
4.1.2.1. Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
4.1.2.2. Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya risiko bunuh diri
(gunakan booklet)
4.1.2.3. Menjelaskan cara merawat risiko bunuh diri
4.1.2.4. Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi dukungan pencapaian
masa depan
4.1.2.5. Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana
4.1.2.6. positif dalam keluarga: tidak membicarakan keburukan anggota keluarga
4.1.2.7. Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan
serta langkah- langkah mencapainya
4.1.2.8. Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan untuk mencapai harapan
masa depan
4.1.2.9. Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan
1. Pengertian
Kerusakan komunikasi verbal adalah penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan
untuk menerima, memproses pesan (stimulus) yang diterima dan tidak mampu memberi
respons yang sesuai karena kerusakan sistem di otak. Pasien memperlihatkan cara
berkomunikasi yang tidak sesuai dengan stimulus dari luar, jawaban tidak sesuai dengan
realitas. Kerusakan komunikasi verbal pada umumnya terdapat pada pasien dengan
gangguan jiwa yang mengalami gangguan proses pikir (waham dan halusinasi) . Untuk
mengkaji pasien dengan kerusakan komunikasi verbal saudara dapat menggunakan
wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat melalui wawancara, observasi, maka perawat dapat
merumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut: Kesiapan peningkatan perkembangan
usia sekolah
3. Pengkajian
3.1 Pengkajian Ners
3.2 Pengkajian Ners Spesialis
3.2.1 Faktor predisposisi
3.2.1.1 Biologis :
a. Riwayat keturunan
b. Riwayat kelainan fisik: Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik.
Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin
c. Riwayat trauma
d. Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut
rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
e. Keadaan kesehatan secara umum: Berhubungan dengan iskemia lobus temporal
atau fontal : penyakit Alzheimer, kerusakan otak (trauma kepala), tumor (kepala,
leher atau medulla spinalis), hipoksisa kronis/penurunan aliran darah serebral,
Quadriplegi, penyakit SSD (misal: miastenia gravis, multiplesklerosis atau distrofi
otot), paralisis pita suara, trauma oral atau trauma fasial, cedera serebrovaskular.
Dan afasia ekspresif dan reseptif
f. Berhubungan dengan gangguan berpikir, pikiran tidak realistis sekunder terhadap
skizofrenik, delusi, psikotik atau paranoid.
g. Berhubungan dengan hambatan kemampuan untuk menghasilkan suara akibat:
gangguan pernapasan, edema/infeksi laring, deformitas oral, sumbing bibir, fraktur
rahang, kehilangan gigi dan disartria.
h. Defek anatomi (misalnya: celah palatum, perubahan pada sistem neuromuskuler
visual, sistem pendengaran atau pita suara), Sensitivitas biologi: penurunan
sirkulasi ke otak akibat tumor otak dan efek samping pengobatan
i. Hambatan fisik: trakeostomi, intubasi
j. Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dan
riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak
3.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi: riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan kurangnya suplay
oksigen terganggu dan glukosa sehingga mempengaruhi fungsi kognitif sejak kecil
misalnya: mental retardasi (IQ rendah)
b. Ketrampilan verbal
- Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga,
seperti : Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, komunikasi dengan
emosi berlebihan, komunikasi tertutup,
- Adanya riwayat gangguan fungsi bicara, akibatnya adanya riwayat Stroke,
trauma kepala
- Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial pasien
d. Moral : Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu,
misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas.
e. Kepribadian: mudah kecewa, mudah marah, kecemasan tinggi, mudah putus asa
dan menutup diri
f. Pengalaman masa lalu :
Orangtua yang otoriter dan selalu membandingkan
Konflik orangtua sehingga salah satu orang tua terlalu menyayangi anaknya
Anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan
tak berperasaan
Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya
Mengalami penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien baik
sebagai korban, pelaku maupun saksi
Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
g. Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas,
harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative
h. Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan
i. Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat
gangguan perkembangan
j. Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya
suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan
3.2.1.3 Social cultural
a. Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
b. Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
c. Pendidikan : Pendidikan yang rendah, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah
d. Pendapatan : Penghasilan rendah
e. Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
f. Status sosial : Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
g. Agama dan keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin dan kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu
h. Keikutsertaan dalam politik: riwayat kegagalan dalam politik
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan untuk pasien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Pasien dapat membina hubungan saling percaya
4.1.1.2 Pasien memahami ketidakmampuannya berkomunikasi secara efektif
4.1.1.3 Pasien mampu menerima dan menginterpretasikan pesan orang lain secara efektif
4.1.1.4 Pasien mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tepat melalui komunikasi
verbal
4.1.1.5 Melatih pasien mengekspresikan pikiran dan perasaan secara non verbal
4.1.1.6 Pasien mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui komunikasi non
4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dirasakan keluarga
4.2.2.2 Diskusikan dengan keluarga tentang proses terjadinya kerusakan komunikasi yang
dialami pasien.
4.2.2.3 Diskusikan bersama keluarga tentang Cara berkomunikasi dengan pasien dengan
kerusakan komunikasi di rumah
4.2.2.4 Teknik komunikasi yang bisa diterapkan oleh keluarga
4.2.2.5 Latih keluarga menerapkan teknik komunikasi
4.2.2.6 Menyatakan ulang untuk situasi blocking
4.2.2.7 Memfokuskan untuk ide berloncatan
4.2.2.8 Mengklarifikasi untuk tangensial
4.2.2.9 Memvalidasi untuk komunikasi yang tidak jelas
1. Pengertian
Ketidak efektifan management kesehatan adalah suatu pola pengaturan dan integrasi regimen
terapeutik kedalam kehidupan sehari-hari untuk pengobatan penyakit atau gejala sisa dari
penyakit yang tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan yang spesifik (NANDA,
2015)
3. Pengkajian
3.1 Fakor Predisposisi dan Presipitasi
3.1.1 Biologis : Riwayat masuk RS sebelumnya, berapa kali dirawat, riwayat pengobatan
sebelumnya, riwayat minum obat, teratur atau tidak minum obat, kapan terakhir
minum obat, riwayat kejang, jatuh/trauma, riwayat penggunaan NAPZA/penggunaan
obat halusinogen, riwayat anggota keluarga dengan gangguan jiwa
3.1.2 Social cultural : Riwayat pendidikan, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah,
riwayat pekerjaan, kecukupan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan, siapa yang
menanggung biaya hidup selama dirawat, tinggal dengan siapa, berapa saudara, siapa
orang yang paling berarti, apakah pernah mengalami kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, kehilangan harta benda, penolakan dari masyarakat
3.1.3 Psikologis : perasaan klien setelah perawatan, komentar negatif orang-orang di
sekitarnya, peran yang terganggu akibat dirawat, pengalaman tidak menyenangkan,
kepribadian klien misalnya mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan
menutup diri, konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri
tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative. Motivasi: riwayat
kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan. Pertahanan psikologi: ambang
toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat gangguan perkembangan. Self
control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya suara,
rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan.
3.2.3 Fisiologis : sulit tidur, kewaspadaan meningkat, tekanan darah meningkat, denyut nadi
meningkat, frekuensi pernafasan meningkat, muka tegang, keringat dingin, pusing,
kelelahan/keletihan
3.2.4 Perilaku : Berbicara dan tertawa sendiri, Berperilaku aneh sesuai dengan isi
halusinasi, menggerakkan bibir/komat kamit, menyeringai, diam sambil menikmati
halusinasinya, perilaku menyerang, kurang mampu merawat diri, memalingkan muka
ke arah suara, menarik diri
3.2.5 Sosial : tidak tertarik dengan kegiatan sehari-hari, tidak mampu komunikasi secara
spontan, acuh terhadap lingkungan, tidak dapat memulai pembicaraan, tidak dapat
mempertahankan kontak mata, menarik diri.
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Kaji pengetahuan klien terhadap regimen (pengobatan)
4.1.2 Evaluasi pengetahuan klien mengenai resiko jika tidak patuh terhadap tindakan
yang telah dicanangkan bersama
4.1.3 Kaji koping klien dan keluarga terhadap keberlanjutan proses perawatan
4.1.4 Siapkan jadwal klien untuk kontrol ulang
4.1.5 Siapkan Jadwal harian tindakan perawatan dan yang harus dila
4.1.6 Discuss signs and symptoms of rejection
4.1.7 Discuss appropriate family activities
4.1.8 Refer parents to support group
4.1.9 Refer patient and family to transplant social worker for psychosocial
evaluation and support.
4.1.10 Offer communication tools to family
4.1.11 Discuss consequences of inappropriate behavior
1. Definisi/Pengertian
Diagnosa ketidakpatuhan merupakan bagian dari domain diagnosa promosi kesehatan dan
manajemen kesehatan. Ketidakpatuhan dapat diartikan sebagai Perilaku pasien dan atau
caregiver yang gagal menepati/mengikuti arahan mengenai proses promosi kesehatan dan
rencana terapeutik yang sudah di setujui bersama dengan perawat dan atau profesi kesehatan
lainnya pada saat awal intervensi. Ketidakpatuhan dapat bersifat tidak patuh sebagian atau
tidak patuh sepenuhnya pada rencana terapeutik yang disusun, sebagai dampaknya proses
terapeutik yang tidak dipatuhi dapat menghasilkan luaran yang tidak efektif sebagian atau
bahkan sama sekali tidak efektif (Nanda, 2015).
2. Diagnosis
2.1 Diagnosis Keperawatan: Ketidakpatuhan (Non-Compliance)
2.2 Diagnosis Medis yang Berkaitan: Skizofrenia Paranoid, Bipolar
3. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya ketidakpatuhan dan adanya
tanda dan gejela yang muncul dari diagnosis ketidakpatuhan yang mauncul baik itu pada
pasien maupun pada caregiver
3.1 Penyebab
3.1.1 Gejala yang kambuh berulang
3.1.2 Kegagalan mencapai hasil perawatan yang di rencanakan/diinginkan
3.1.3 Perilaku tidak patuh
3.1.4 Melewatkan tanggal kontrol yang di jadwalkan
3.2.3 Individu
3.2.3.1 Tidak sesuai dengan budaya
3.2.3.2 Tidak sesuai dengan keyakinan
3.2.3.3 Kurangnya pengetahuan tentang regimen terapeutik
3.2.3.4 kurangnya motivasi
3.2.3.5 kurangnya kemampuan untuk menampilkan regimen terapeutik
3.2.3.6 Kurangnya dukungan sosial
3.2.3.7 Keyakinan spiritual yang tidak sesuai
3.2.3.8 Nilai-nilai yang tidak sesuai dengan proses regimen terapeutik
3.2.4 Sosial
3.2.4.1 Rendahnya nilai sosial terhadap rencana regimen terapeutik
3.2.4.2 Rendahnya dukungan sosial terhadap anggota grupnya
3.2.4.3 Persepsi orang yang penting bagi klien berlainan dengan proses regimen terapuetik
yang direncakan
4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Kaji pengetahuan klien terhadap regimen (pengobatan)
4.1.2 Evaluasi pengetahuan klien mengenai resiko jika tidak patuh terhadap tindakan yang
telah dicanangkan bersama
4.1.3 Kaji koping klien dan keluarga terhadap keberlanjutan proses perawatan
4.1.4 Siapkan jadwal klien untuk kontrol ulang
4.1.5 Siapkan Jadwal harian tindakan perawatan dan yang harus dilakukan
4.1.6 Discuss signs and symptoms of rejection
1. Pengertian
Keadaan dimana seseorang menunjukkan perilaku yang aktual melakukan kekerasan yang
ditujukan pada diri sendiri/ orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada
lingkungan.
2. Karakteristik
2.2 Fisik
2.2.1 Mata melotot/ pandangan tajam
2.2.2 Tangan mengepal
2.2.3 Rahang mengatup
2.2.4 Wajah memerah
2.2.5 Postur tubuh kaku
2.3 Verbal
2.3.1 Mengancam
2.3.2 Mengumpat dengan kata-kata kotor
2.3.3 Suara keras
2.3.4 Bicara kasar, ketus
2.4 Perilaku
2.4.1 Menyerang orang lain
2.4.2 Melukai diri sendiri/ orang lain
2.4.3 Merusak lingkungan
2.4.4 Amuk/ agresif
5.7 Pengasingan
Tujuan: melindungi pasien, orang lain dan staf dari bahaya
Prinsip:
1) Pembatasan Gerak
pembatasan gerak dilakukan tanpa melakukan pengikatan. Yang perlu diperhatikan
dalam pembatasan gerak adalah aman dari mencederai diri dan lingkungan aman
dari perilaku klien.
2) Isolasi
Pada kasus paranoid biasanya klien perlu dibatasi dalam berinteraksi dengan orang
lain. Area yang terbatas dilakukan dengan tujuan adaptasi dan nantinya ditingkatkan
secara bertahap.
5.8 Pengekangan
Tujuan: mengurangi gerak fisik klien dan melindungi klien dan orang lain dari cedera.
Indikasi:
2) Ketidakmampuan mengontrol perilaku
3) Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial
4) Hiperaktif, agitasi
Tindakan:
1) Jelaskan pada klien alasan pengekangan
2) Lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai
3) Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vita, sirkulasi, dan membuka
ikatan untuk latihan gerak
4) Penuhi kebutuhan fisik: makan, minum, eliminasi dan perawatan diri
1. Pengertian
Kehilangan adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi,
dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang. Dapat dikatakan
juga sebagai suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada
sesuatu yang dulunya ada (Wilkinson, 2005).
Berduka adalah respon fisik dan psikologis yang terpola spesifik pada individu yang
mengalami kehilangan. Respon/reaksi normal, karena melalui proses berduka individu
mampu memutus ikatan dengan benda/orang yang terpisah dan berikatan dengan
benda/orang baru. Berduka bisa mencakup aspek fisik/psikologis, kognitif dan perilaku
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic Course.
Jakarta: EGC
Keliat, B.A., Wiyono, A. P., Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN
(Intermediate Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kim, M.J, McFarland, G.K, Mclane, A.M. (2006). Diagnosa keperawatan (terjemahan). Edisi
7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kirana, S.A.C., Keliat, B.A., Mustikasari. (2015). Pengaruh Cognitive Behaviour Theraphy
dan Cognitive Behavioral Social Skills Training terhadap tanda dan gejala klien
halusinasi dan isolasi sosial di ruang rawat inap RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta
Barat. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Lelon, S. K., Keliat, B., A., & Besral. (2011). Efektivitas Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) dan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) Terhadap Klien
Perilaku Kekerasan, Halusinasi dan Harga Diri Rendah di RS Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor. FIK UI : Depok
McFarlane, et.al. (1995). Multiple family group and psychoeducation in the treatment of
schizophrenia. Archives of General Psychiatry, 52:679-687, 1995.
Nurwiyono, A., Keliat, B., A., & Daulima, N., H., C. (2013). Pengaruh Terapi Kognitif
Dan Reminiscence Terhadap Depresi Psikotik Lansia di Rumah Sakit Jiwa
Propinsi Jawa Timur. FIK UI : Depok
Nyumirah, S., Hamid, A.Y., Mustikasari. (2012). PengaruhTerapi Perilaku Kognitif terhadap
kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial di RSJ Dr. Amino Gonhutomo
Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Parendrawati, D., P., Keliat, B., A.,Haryati, T., H. (2009). Pengaruh Terapi Token Ekonomi
Pada Klien Defisit Perawatan Diri di Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor. FIK
UI : Depok
Rinawati, F., Mustikasari, & Setiawan, A. (2014). Pengaruh Self Help Group terhadap
Harga Diri pada Pasien Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri Jawa Timur. FIK UI
: Depok
Rochdiat, Daulima, & Nuraini. (2011). Pengaruh Tindakan Keperawatan Generalis dan
Terapi Kelompok Suportif Terhadap Perubahan Harga Diri Klien Diabetes
Melitus di RS Panembahan Senopati Bantul. FIK UI : Depok
Sasmita, Keliat, B, A., & Budiharto. (2007). Efektifitas Cognitive Behaviour Therapy Pada
Klien
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed)
Philadelphia: Elsevier Mosby
Stuart, Gail W. (2009). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.8. Philadelphia:
Elsevier Mosby
Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia:
Elsevier Mosby.
Sunarto, Keliat, B.A., Pujasari (2011). Pengaruh Terapi Kelompok Terapeutik Anak Sekolah
Pada Anak, Orangtua, Guru Terhadap Perkembangan Mental Anak di Kelurahan
Pancoranmas dan Depok Jaya. FIK UI : Jakarta
Surtiningrum, A., Hamid, A.Y., Waluyo, A. (2011). Pengaruh Terapi Supportif Terhadap
Kemampuan Sosialisasi klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan
Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC
Trihadi, D., Keliat, B.A.K., dan Hastono, S.P (2009) Pengaruh terapi kelompok terapeutik
terhadap kemampuan keluarga dalam memberikan stimulasi perkembangan
dini usia kanak-kanak di kelurahan Bubulak. FIK UI : Jakarta
Wahyuni, S., Keliat, B.A., & Budiharto. (2007). Pengaruh Logoterapi Terhadap
Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Perilaku Pada lansia Dengan Harga
Diri Rendah di Panti Wredha Pekanbaru Riau. FIK UI : Depok
Walter, Keliat., B.A, Hastono, S.P. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok Terapeutik terhadap
Perkembangan Industri Anak Usia Sekolah di Panti Sosial Asuhan Anak Kota
Bandung. FIK UI : Jakarta
Wilkinson, J.M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC