Anda di halaman 1dari 188

UNIVERSITAS INDONESIA

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, JULI 2016
i

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i


Daftar isi .............................................................................................................. ii
Standar Asuhan Keperawatan Diagnosis Sehat Mental ............................... 1
1. Hamil............................................................................................................. 2
2. Usia Bayi (Infant) ......................................................................................... 6
3. Usia Kanak-kanak (Toddler)......................................................................... 12
4. Usia Pra Sekolah (Pre-School) ...................................................................... 19
5. Usia Sekolah (School)................................................................................... 24
6. Usia Remaja .................................................................................................. 30
7. Usia Dewasa .................................................................................................. 33
8. Usia Lanjut .................................................................................................... 38
9. Kurang Pengetahuan ..................................................................................... 42
Standar Asuhan Keperawatan Diagnosis Resiko ........................................... 49
1. Ansietas ......................................................................................................... 50
2. Gangguan Citra Tubuh .................................................................................. 60
3. Harga Diri Rendah Situasional ..................................................................... 67
4. Ketidakberdayaan.......................................................................................... 75
5. Keputusasaan ................................................................................................ 83
6. Koping Individu Tidak Efektif ...................................................................... 91
7. Koping Keluarga Tidak Efektif..................................................................... 93
8. Berduka Disfungsional.................................................................................. 102
9. Risiko Penyimpangan Perilaku Sehat ........................................................... 108
10. Penampilan Peran Tidak Efektif ................................................................... 112
Standar Asuhan Keperawatan Diagnosis Gangguan Jiwa ........................... 117
1. Risiko Perilaku Kekerasan ............................................................................ 118
2. Halusinasi ...................................................................................................... 130
3. Isolasi Sosial ................................................................................................. 135
4. Harga Diri Rendah Kronik ............................................................................ 142
5. Defisit Perawatan Diri................................................................................... 148
6. Waham .......................................................................................................... 156
7. Risiko Bunuh Diri ......................................................................................... 162
8. Kerusakan Komunikasi Verbal ..................................................................... 165
9. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan ...................................................... 170
10. Ketidakpatuhan ............................................................................................. 173
11. Perilaku Kekerasan ....................................................................................... 176
12. Berduka Kompleks ........................................................................................ 181
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 183

ii

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
1

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


DIAGNOSIS SEHAT MENTAL

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
2

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT MENTAL


PADA KLIEN HAMIL

1. Pengertian
Kehamilan adalah, suatu rangkaian yang terjadi dari mulai bertemunya sel sperma dengan sel
telur yang sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi danimlantasi (Sulistiyowati, 2012)

2. Tanda dan Gejala


2.1 Respons Fisik
2.1.1 Tiga bulan pertama
2.1.1.1 Tidak menstruasi
2.1.1.2 Mual dan muntah dipagi hari
2.1.1.3 Cepat lelah dan mengantuk
2.1.1.4 Sulit uang air besar
2.1.1.5 Sering buang air kecil
2.1.1.6 Payudara terasapenuh, nyeri tekan, gatal pada puting dan areola menghitam
2.1.1.7 Tidak menyukai bau makanan tertentu
2.1.1.8 Lidah terasa pahit
2.1.1.9 Produksi air ludah meningkat
2.1.1.10 Cepat basah pada area kewanitaan
2.1.1.11 Berat badan cenderung menurun

2.1.2 Tiga bulan kedua


2.1.2.1 Merasa nyaman, bersemangat dan penuh tenanga
2.1.2.2 Mulai merasakan gerak janin
2.1.2.3 Mual muntah hilang
2.1.2.4 Ngidam
2.1.2.5 Nyeri di lipat paha
2.1.2.6 Nyeri tekan payudara menghilang
2.1.2.7 Garis kehitaman diperut dan kulit wajah sedikit menggelap
2.1.2.8 Kram pada kaki
2.1.2.9 Sulit buang air besar
2.1.2.10 Berat badan naik rata-rata 2,5 Kg per minggu
2.1.2.11 Perut mulai kelihatan buncit

2.1.3 Tiga bulan ketiga


2.1.3.1 Merasa kepanasan,mudah berkeringat
2.1.3.2 Nyeripinggang dan punggung
2.1.3.3 Nyeri ulu hati
2.1.3.4 Mudah sesak nafas bila jalan, terlentang dan menunduk
2.1.3.5 Nyeri Iga bagian bawah
2.1.3.6 Sering berkemih
2.1.3.7 Kesemutan pada tangan
2.1.3.8 Gatal diperut
2.1.3.9 Keluar cairan kuning dari puting susu

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
3

2.1.3.10 Perubahan postur tubuh


2.1.3.11 Sulit tidur dengannyenyak
2.1.3.12 Bengkak pada kaki setelah berdiri atau duduk lama
2.1.3.13 Varises pada bagian tubuh tertentu (tidak pada semua wanita hamil)
2.1.3.14 Mulai terasa kencang kencang di perut

2.2 Respons Kognitif


2.2.1 Berusaha mencari informasidari banyak sumbertentang kehamilan,kelahiran dan janin
(dari tenaga kesehatan dan dari pengalaman ibu yang lain)
2.2.2 Mempersiapkan segala kebutuhan bayi baik material maupun spiritual (perlengkapan
bayi, nama bayi, tempat kelahiran dll)
2.2.3 Segera melakukan tes kehamilan dengan segera
2.2.4 Merasakan perasaanyang berubah0ubah dariwaktu ke waktu
2.2.5 Berhati-hati dalam berfikir, perkataan dan perbuatan
2.2.6 Berusaha menenangkan diri bila ada mengalami perubahan perasaan
2.2.7 Menjaga hubungan baik dengan ibu lain untuk mendapatkan dukungan

2.3 Respons Afektif


2.3.1 Tiga bulan pertama
2.3.1.1 Muncul perasaan campur aduk, antara bahagia dan sedih
2.3.1.2 Sulit menerima kehamilan
2.3.1.3 Merasa harap-harap cemas
2.3.1.4 Takut keguguran
2.3.1.5 Memikirkan perubahan tubuh janin
2.3.1.6 Menolak hubungan suami istri
2.3.1.7 Sangat berhati hati dalam melakukan aktifitas

2.3.2 Tiga bulan kedua


2.3.2.1 Meningkatnya rasa tergantung pada suami,keluarga dan lingkungan
2.3.2.2 Menerima kehamilan secara bertahap
2.3.2.3 Introspeksi (hati-hati dalam berkata, berbuat dan berpikir)
2.3.2.4 Sering mimpitentang janin
2.3.2.5 Merasa nyaman dalammelakukan kegiatan
2.3.2.6 Merasa bangga dengan kehamilan
2.3.2.7 Merasa senang mendapatkan perhatian dari orang lain
2.3.2.8 Mulai melakukan persiapankebutuhan janin
2.3.2.9 Merasa senang bila melakukan sesuatu untuk janin
2.3.2.10 Merasa ada ikatan dengan janin
2.3.2.11 Menceritakan kehamilankepada orang lain karena bahagia
2.3.2.12 Mulai memperhatikan penampilan

2.3.3 Tiga bulan ketiga


2.3.3.1 Merasa antusias menyambut kehadiran calon bayi
2.3.3.2 Sulit berkonsentrasi pada kegiatan tertentu

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
4

2.3.3.3 Terkadang merasa malu terhadap perubahan bentuk tubuh ( merasa gemuk dan
tidak cantik lagi)
2.3.3.4 Berkurangnya keinginan melakukan hubungan suami istri
2.3.3.5 Takut membayangkan kelahiran (nyerti, sulit anak, ibu meninggal, cacat, harus
operasi)
2.3.3.6 Ketergantungan meningkat
2.3.3.7 Memikirkan danmemutuskan tempat alternatif untuk melahirkan (paraji, bidan,
puskesmas, RS, RB)
2.3.3.8 Melakukan antisipasi sebagaiorang tua
2.3.3.9 Mempersiapkan segala kebutuhan bayi dengan gembira
2.3.3.10 Membayangkan akan menjadiorang tua dengan gembira
2.3.3.11 Merasasenang karena banyak mendapat perhatian dari orang sekitar

3. Diagnosis Keperawatan
Kesiapan peningkatan Perkembangan wanita hamil

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Klien mampu memahami karakteristik perkembangan yang normal pada ibu hamil.
4.1.1.2 Klien mampu memahami karakeristik perkembangan yang tidak normal pada ibu
hamil
4.1.1.3 Klien mampu memahami cara menyesuaikan dengan perubahan biologis selama
kehamilan
4.1.1.4 Klien mampu memahami cara menyesuaikan dengan perubahan psikologi selama
kehamilan
4.1.1.5 Klien mampu memahami cara menyesuaikan perubahan sosial selama kehamilan

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Melatih mendiskusikan tentang perubahan yang dialami selama kehamilan
4.1.2.2 Melatih mendiskusilan stimulasi perkembangan fisiologis pada kehamilan
4.1.2.3 Melatih mendiskusikan stimulasi perkembangan emosi pada kehamilan
4.1.2.4 Melatih mendiskusikanstimulasi perkembangan sosial pada kehamilan

4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Tujuan
4.2.1.1 Keluarga mampu mengenal perilaku yang menggambarkan perkembangan ibu hamil
yang normal dan menyimpang
4.2.1.2 Keluarga mampu memahami cara menstimulasi perkembangan ibu hamil
4.2.1.3 Keluarga mampu mendemonstrasikan tindakan untuk menstimulasi perkembangan
ibu hamil
4.2.1.4 Keluarga mampu merencanakan cara menstimulasi perkembangan dewasa muda

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
5

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan kepada keluarga tentang perkembangan ibu hamil yang normal dan
menyimpang
4.2.2.2 Mendiskusikan dengan keluarga mengenai cara memfasilitasi perkembangan
psikososial ibu hamil
4.2.2.3 Melatih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial ibu hamil yang
normal

4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.3.1 Terapi Individu : terapi penghentian pikiran (thought stopping)
4.3.2 Terapi Keluarga : psikoedukasi keluarga.
4.3.3 Terapi Kelompok : TKT Ibu Hamil

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
6

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT MENTAL


PADA USIA BAYI (Percaya Versus Tidak percaya)

1. Pengertian
Adalah tahap perkembangan bayi usia 0-18 bulan dimana pada usia ini bayi belajar
terhadap kepercayaan dan ketidakpercayaan. Masa ini merupakan krisis pertama yang
dihadapi oleh bayi.

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Menangis ketika ditinggalkan oleh ibunya
2.1.2 Menangis saat lapar, haus, buang air, sakit atau menginginkan sesuatu
2.1.3 Menolak atau menangis saat digendong oleh orang yang tidak dikenalnya
2.1.4 Mudah dibujuk untuk diam kembali jika menangis
2.1.5 Menyembunyikan wajah dan tidak langsung menangis saat bertemu dengan orang
yang tidak dikenal
2.1.6 Mendengarkan music atau bernyanyi dengan senang
2.1.7 Menoleh mencari sumber suara saat dipanggil namanya
2.1.8 Senang jika diajak bermain
2.1.9 Saat diberikan mainan meraih mainan atau mendorong dan membantingnya

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Protektif
2.2.1.1 Biologi
a. Latar belakang bawaan (normal), tidak ada riwayat kembar monozygot, tidak
ada riwayat penyakit keturunan, tidak ada riwayat terjadi, kelainan kromoson
6,4,8,5,22 (seperti sindrom down, sindrom turner)
b. Status nutrisi (BB: tidak ada BBLR (Berat Badan Lahir rendah), BB Lahir
normal sesuai usia kehamilan (≥ 2500 gram), BB 5 bulan = 2 x BB lahir, BB 1
tahun = 3 x BB Lahir, BB 2 tahun = 4 x BB lahir, TB 1 tahun = 1.5 x TB lahir, 2
– 12 tahun = (umur (tahun).
c. Imunisasi sebelum berumur 1 tahun sudah dilakukan imunisasi : BCG ; polio : 3
x; Hepatitis B : 3 x dan campak
d. Tidak ada kelainan hormon
e. Riwayat pranatal : baik
f. Riwayat intra natal dan post natal : Lahir spontan, Tidak ada riwayat trauma
persalinan; BBLR, akfiksia berat, hipobilirubinemia disertai Kern interus, infeksi
jalan lahir, IRDS (Idiophatic Respiratory Distress Sindroma), asidosis
metabolisme dll.

2.2.1.2 Psikologis
a. Inteligensi / Keterampilan Verbal
 0 – 3 bulan : Mengoceh dan memberikan reaksi terhadap suara
 3 – 6 bulan : menengok ke arah sumber suara
 6 – 9 bulan : tertawa/berteriak gembira bila melihat benda yang menarik

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
7

 9 – 12 bulan : mengucapkan perkataan yang terdiri dari 2 suku kata


 12 – 18 bulan : mengucapkan perkataan yang terdiri dari 2 suku kata yang
sama.
b. Moral: Memperhatikan/memandang wajah ibu/orang yang mengajak bicara.
c. Kepribadian: Menangis saat merasa tidak nyaman (basah, lapar, haus, sakit dan
gerah (kepanasan cuaca)
d. Pengalaman masa lalu: Pra natal: kehamilan yang diharapkan, Intranatal :
Bounding attachment segera setelah lahir, Infant : stimulasi tumbang optimal.
e. Konsep Diri: Mulai tidak mempercayai, Membedakan diri dari lingkungan.
f. Motivasi : Senang diajak bicara dan bermain, berbahagia dipeluk dan dicium.
g. Self Control: menangis saat digandeng orang yang tidak dikenalnya, menolak
saat akan digandeng orang yang tidak dikenal

2.2.1.3 Sosial budaya


a. Usia : 0 – 18 bulan
b. Gender : Laki/perempuan
c. Status sosial : anak kandung atau anak angkat (adopsi)
d. Latar belakang budaya : Ras/suku bangsa : bangsa kulit putih mempunyai
pertumbuhan somatik lebih tinggi daripada bangsa Asia, acara-acara adat
istiadat.
e. Agama dan keyakinan : ikut orangtua, Belajar mempercayai orang
lain/lingkungan.
f. Pengalaman sosial : digandeng, dipeluk dan dibuai saat menangis, diberi minum
dan makan saat haus dan lapar, diselimuti/dihangatkan saat kedinginan, diajak
bermain dan berbicara.
g. Peran Sosial : diterima sebagai anggota keluarga dan masyarakat

2.2.2 Faktor Resiko


2.2.2.1 Nature
a. Biologi
 Nutrisi: Gizi seimbang, mendapat ASI ekslusif 6 bulan pertama, makanan
tambahan lebih dari usia 6 bulan, makanan padat 12 bulan, berat badan dan
tinggi badan. BB 5 bulan = 2 x BB lahir, BB 1 tahun = 3 x BB Lahir, BB 2
tahun = 4 x BB Lahir, TB 1 tahun = 1.5 x TB lahir, 2 – 12 tahun = umur
(tahun) x 6 + 77.
 Istirahat, tidur dan latihan berkualitas.
 Latihan:
 0-3 bulan: menirukan ocehan, gerakan dan mimik anak, mengajak bicra
dan
memperdengarkan berbagai suara, melatih anak; membalikkan badan
dari telentang ke telungkup sampai anak dapat membalikkan badannya
sendiri, melatih anak mengangkat kepalanya dengan memperlihatkan
benda menarik atau mencolok, melatih anak menggenggam benda.
 3-6 bulan : melatih anak menirukan bunyi, suara dan kata-kata mencarai
sumber suara, menyangga lehernya, mengikuti gerakan tubuh, duduk,

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
8

menyangga badan dengan kedua kaki, melatih menggunakan kedua


tangannya dan menggenggam benda dengan kuat, melatih mengambil
benda kecil, memasukkan makanan ke mulut dan meraih benda/mainan.
 6-9 bulan : melatih anak merangkak, berdiri, berjalan dengan
berpegangan melatih berjalan sendiri, membungkukkan badan tanpa
berpegangan, enumpuk balok dan memberikan kesempatan untuk
menggambar.
 12-18 bulan: melatih anak berjalan mundur, menangkap bola,
menendang bola, berjalan naik turun tangga, melatih anak melepas
pakaian sendiri, melatih anak menyebutkan nama bagian tubuh.
 Pemeliharaan kesehatan: imunisasi lengkap, kontrol tumbuh kembang,
kontrol kesehatan minimal 1 bulan sekali, pemberian vitamin A
b. Psikologis
Menunjukkan rasa cinta, kasih sayang, dan rasa aman: sering mengajak anak
berbicara dengan lembut, panggil bayi sesuai namanya, sering memeluk dan
mencium anak, membuai, menimang dan menidurkan anak dan membacakan
cerita, membujuk ketika anak rewel, sering mengajak anak bermain,
memperlihatkan gambar yang lucu dan menarik, mengajak melihat dirinya di
kaca , pada saat bayi menangis, segera cari tahu kebutuhan dasar yang terganggu
(lapar, haus, basah dan sakit).
c. Sosial budaya
 Eksternal: Cuaca, musim, keadaan geographis mendukung tumbang. Sanitasi
lingkungan; kebersihan perorangan baik. Tidak ada polusi udara. Keadaan
jumah: struktur bangunan, ventilasi baik, kepadatan hunian layak.
 Internal: Keluarga menerima anak dengan senang, mengajak anak belajar
bergaul,melambaikan tangan, memberi salam, mengajak anak bermain
bersama; cilukba; mengajak anak mengenal lingkungannya
2.2.2.2 Origin
a. Internal: Anak senang dan gembira menerima stimulasi dan pertumbuhan
perkembangan sesuai usia
b. Eksternal: Pola asuh dan stimulasi oleh keluarga dan masyarakat menerima
kehadiran anak dengan senang, ketersediaan dana dan fasilitas memadai
2.2.2.3 Timing
Stimulasi perkembangan dilakukan dari usia 0-18 bulan dan stimulasi diberikan
secara konsisten dan sesuai kebutuhan anak
2.2.2.4 Number
a. Stimulasi perkembangan dilakukan sesering mungkin dengan prinsip dilakukan
dengan rasa cinta, kasih sayang tanpa paksaan dan dengan menciptakan suasana
yang segar dan tidak membosankan
b. Setiap anggota keluarga memberikan stimulus perkembangan yang sesuai usia
c. Sesering mungkin memberikan pujian pada bayi

2.2.3 Penilaian Respon terhadap Stressor


2.2.3.1 Kognitif : Mengenal orang yang dekat/familiar, mulai berusaha mencari benda yang
hilang, menendang saat lapar

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
9

2.2.3.2 Fisiologis
a. Motorik Halus : Bereaksi terhadap bunyi, mengikuti benda dengan mata, senyum
sosial
b. Motorik Kasar : Menggerakkan kepala ke kiri/kanan, mengangkat tangan ke
wajah, menendang dan meluruskan kaki jika terlentang, mendekatkan kedua
tangan
2.2.3.3 Bahasa : Mengoceh spontan, mulai menggumam.
2.2.3.4 Emosi : Terpenuhinya kebutuhan rasa aman dan nyaman, mengenal lingkungan
diluar rumah
2.2.3.5 Kepribadian : Melihat diri didepan kaca, terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman
2.2.3.6 Moral :Menggunakan tangan kanan dalam memberikan sesuatu dengan arahan
orang lain, menggunakan tangan kanan dalam menerima sesuatu dengan arahan
orang lain.
2.2.3.7 Spiritual : Tampak nyaman dan mendengarkan ketika ibunya membacakan kitab
suci, tampak nyaman ketika dibacakan doa.
2.2.3.8 Psikososial : Tumbuhnya kemampuan sosialisasi, senang/nyaman ketika diberi
pujian.

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal ability : masa intrauterin baik (tidak ada gangguan), pertumbuhan dan
perkembangan normal (sehat), senang menerima stimulasi, tidak ada gangguan fungsi
tubuh.
2.2.4.2 Sosial: Orang tua lengkap, Orangtua/keluarga mempunyai komitmen dan motivasi
tinggi untuk stimulasi perkembangan, sanitasi lingkungan baik, masyarakat di
sekitarnya baik (aturan,norma, agama dan pendidikan), orangtua mengetahui cara
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia anak.
2.2.4.3 Material assets :Orangtua bekerja, pelayanan kesehatan tersedia, sosial ekonomi
memadai, sarana dan prasarana tersedia sesuai dengan usia perkembangan.
2.2.4.4 Positive belief : Orangtua/keluarga memahami atau menerima perilaku anak yang
sedang tidak nyaman/negatif, sebagai kebutuhan yang belum terpenuhi
(menangis=lapar, membuang mainan= perkembangan motorik), orangtua/keluarga
melakukan reward dan punishment sesuai usia perkembangan, orangtua/keluarga
memahami perbedaan cara berkomunikasi sesuai dengan usia perkembangan,
orangtua /keluarga memahami kesehatan anak akan mempengaruhi tumbang anak,
keyakinan orangtua/keluarga bahwa anak adalah anugrah dan titipan Tuhan.

2.2.5 Mekanisme Koping


2.2.5.1 Konstruktif
Menangis ketika ditinggal ibunya, menangis saat basah, lapar, haus, dingin, panas,
sakit. Menolak atau menangis saat digendong oleh orang yang tidak dikenalnya.
Segera terdiam saat digendong, dipeluk atau dibuai.Saat menangis mudah untuk
dibujuk kembali. Menyembunyikan wajah dan tidak langsung menangis saat
bertemu dengan orang yang tidak dikenalnya. Mendengarkan musik atau bernyanyi
dengan senang. Menoleh mencari sumber suara, saat namanya
dipanggil.Menunjukkan dan memperlihatkan wajah senang saat diajak bermain. Saat

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
10

diberikan mainan, meraih mainan atau mendorong dan membantingnya


2.2.5.2 Destruktif
Tidak mau berpisah dengan ibunya, tidak mudah berhubungan dengan orang lain
selain ibunya, menangis menjerit-jerit saat berpisah dengan ibunya, ditemukan
hambatan pertumbuhan (kuantitas dan kualitas) misal : BB dan TB tidak sesuai usia.

3. Diagnosis keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan Bayi

4. T i n d a k a n K p e r a w a t a n
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien:
4.1.1 Segera menggendong, memeluk dan membuai bayi saat bayi menangis
4.1.2 Memenuhi kebutuhan dasar bayi (lapar, haus, basah, sakit)
4.1.3 Memberi selimut saat bayi kedingingan
4.1.4 Mengajak berbicara dengan bayi
4.1.5 Memanggil bayi sesuai dengan namanya
4.1.6 Mengajak bayi bermain (bersuara lucu, menggerakkan benda, memperlihatkan
benda berwarna menarik, benda berbunyi)
4.1.7 Keluarga bersabar dan tidak melampiaskan kekesalan atau kemarahan pada bayi
4.1.8 Segera membawa bayi kepada pusat layanan kesehatan bila bayi mengalami
masalah kesehatan atau sakit.

4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Informasikan tentang tahap perkembangan yang harus dicapai anak usia infant
4.2.2 Informasikan pada keluarga mengenai cara yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi
rasa percaya diri bayi.
4.2.3 Diskusikan dengan keluarga mengenai cara yang akan digunakan keluarga untuk
menstimulasi rasa percaya diri bayi
4.2.4 Latih keluarga mengenai metode tersebut dan dampingi saat keluarga melakukannya
pada anak.
4.2.5 Bersama keluarga susun tindakan yang akan dilakukan dalam melatih rasa percaya diri
bayi

4.3 Tindakan Keperawatan Ners untuk Kelompok


Pendidikan kesehatan tentang tumbuh kembang anak usia bayi.

4.4 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.4.1 Tindakan untuk Klien: -
4.4.2 Tindakan untuk Keluarga
Psikoedukasi keluarga/Family Psychoeducation (FPE)
4.4.2.1 Tujuan terapi: keluarga dapat memahami masalah yang dialami saat merawat anggota
keluarganya yang berusia bayi, mampu mengatasi masalah yang muncul pada diri
keluarga, mengatasi beban pada keluarga dan memanfaatkan sarana dikomunitas
untuk membantu keluarga dalam merawat anggota keluarga yang berusia bayi.
4.4.2.2 Pelaksanaan terapi terdiri dari 5 sesi:

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
11

Sesi 1: identifikasi masalah keluarga dalam merawat anggota keluarga dan masalah
pribadi yang dialami caregiver.
Sesi 2: cara merawat/stimulasi anak oleh keluarga
Sesi 3: manajemen stress oleh keluarga
Sesi 4: manajemen beban keluarga
Sesi 5: pemberdayaan komunitas dalam membantu keluarga

4.4.3 Tindakan untuk Kelompok


4.4.3.1 Terapi Kelompok Terapeutik (TKT) anak usia infant (Restiana, Keliat, Gayatri, dan
Helena (2010).
a. Tujuan terapi: keluarga mampu meningkatkan kemampuandalam memberikan
kebutuhan tahap tumbuh kembang anak usia infant baik secara kognitif maupun
psikomotor.
b. Pelaksanaan terapi terdiri dari 7 sesi:
Sesi 1: penjelasan konsep stimulasi rasa percaya diri
Sesi 2: penerapan stimulasi pada aspek motorik
Sesi 3: penerapan stimulasi pada aspek kognitif dan bahasa
Sesi 4: penerapan stimulasi aspek emosional dan kepribadian
Sesi 5: penerapan stimulasi pada aspek moral dan spiritual
Sesi 6: penerapan stimulasi pada aspek psikososial
Sesi 7: sharing pengalaman

4.4.3.2 Terapi suportif (Keliat, Akemat, Daulima, & Nurhaeni, 2007; Bulucheck, Butcher, &
Dochterman, 2013).
a. Tujuan terapi: memberikan support terhadap keluarga sehingga mampu
menyelesaikan krisis yang dihadapinya dengan cara membangun hubungan yang
bersifat suportif antara klien-terapis, meningkatkan kekuatan keluarga,
meningkatkan keterampilan koping keluarga, meningkatkan kemampuan
keluarga menggunakan sumber kopingnya, meningkatkan otonomi keluarga
dalam keputusan tentang pengobatan, meningkatkan kemampuan keluarga
mencapai kemandirian seoptimal mungkin,serta meningkatkan kemampuan
mengurangi distress subyektif dan respons koping yang maladaptif.
b. Pelaksanaan terapi:
Sesi 1: identifikasi kemampuan keluarga dan sumber pendukung yang ada
Sesi 2: menggunakan sistem pendukung dalam keluarga, monitor dan
hambatannya
Sesi 3: menggunakan sistem pendukung di luar keluarga, monitor dan
hambatannya.
Sesi 4: evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
12

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT MENTAL


PADA ANAK USIA TODDLER (Otonomi Versus Ragu-ragu)

1. Definisi
Adalah tahap perkembangan anak usia 18-36 bulan dimana pada usia ini anak belajar melatih
kemandiriannya untuk melakukan tindakan biasanya dicirikan anak mengeksplor lingkungan
sekitar. Jika anak tidak mampu mencapai tugas perkembangan pada masa ini anak akan
cenderung kurang percaya diri.

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Anak mampu mengenal dan mengakui namanya
2.1.2 Anak sering menggunakan kata “jangan/tidak/nggak”
2.1.3 Anak banyak bertanya tentang hal/benda yang asing baginya (api, air, ketinggian,
warna atau benda)
2.1.4 Anak mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah, misalnya minum
sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri
2.1.5 Anak bertindak semaunya sendiri dan tidak mau diperintah
2.1.6 Anak mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah
2.1.7 Anak mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar keluarganya
2.1.8 Anak hanya sebentar mau berpisah dengan orang tua
2.1.9 Anak menunjukkan rasa suka dan tidak suka
2.1.10 Anak mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga
2.1.11 Tampak percaya diri tampil di depan

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Protektif
2.2.1.1 Biologis
a. Latar belakang genetik : latar belakang bawaan normal, tidak ada riwayat
kembar monozygot, tidak ada riwayat genetik gangguan jiwa dan tidak ada
riwayat kelainan kromosom 6,4,8,5,22 (seperti sindrom down, sindrom turner)
b. Status Nutrisi: BB : tidak ada BBLR, gizi : baik, kecukupan gizi, keamanan
makanan
c. Kondisi kesehatan secara umum : riwayat penyakit yang diderita saat infant
d. Imunisasi lengkap
e. Riwayat pranatal, intranatal : baik
f. Menerima ASI (minimal selama 6 bulan)
g. Gizi ibu pada waktu hamil baik

2.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi / kemampuan verbal (kognitif): 18 – 4 bulan : menyebut nama dan
menunjuk kegiatan tubuh dengan benar, 2 – 3 tahun : menyatakan keinginan
paling sedikit dengan dua kata
b. Moral: memperhatikan/memandang wajah ibu/orang yang mengajak bicara,
selalu mencoba sesuatu yang menjadi keinginannya, egosentris,

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
13

mengungkapkan keinginan tanpa berteriak/marah, kooperatif/mau mengikuti


aturan yang telah ditetapkan, tidak mendorong/menendang anak dibawah
usianya
c. Emosi : menangis saat permintaan tidak dituruti, selalui ingin tahu, banyak
bertanya
d. Psikososial : Senang diajak bicara dan bermain, berbahagia dipeluk dan cium,
senang melakukan gerakan motorik
e. Spiritual : senang melakukan kegiatan ibadah
f. Konsep diri : tahu namanya, kenal bagian tubuhnya, tahu jenis kelamin dan
belajar mengendalikan toilet training
g. Self kontrol : Menangis saat dilarang, Menolak saat akan digandeng orang yang
tidak dikenal dan berkenalan dengan orang lain sesuai keinginannya

2.2.1.3 Sosiokultural
a. Adanya dukungan keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang di usia 18
bulan – 3 tahun
b. Anak kandung/anak angkat (adopsi), anak yang diinginkan
c. Latar belakang budaya : dilibatkan acara adat istiadat
d. Ras/suku bangsa : bangsa kulit putih mempunyai petumbuhan somatik lebih
tinggi daripada bangsa Asia
e. Agama dan keyakinan : dilibatkan dalam kegiatan ibadah
f. Stimulasi keluarga : diberi minum dan makan saat haus dan lapar
g. Tidak ada kekerasan fisik, verbal, emosi : digandeng, dipeluk dan dibuai saat
menangis
h. Dilibatkan dalam kegiatan sederhana sehari – hari : meniru pekerjaan rumah
tangga
i. Tidak ada labeling diri negative dari keluarga : anak perempuan meniru perilaku
ibunya, anak laki – laki meniru perilku bapaknya
j. Keluarga menstimulasi rasa percaya diri : bermain sendiri/solitere
k. Peran sosial: diterima sebagai anggota keluarga dan masyarakat

2.2.2 Faktor Resiko


2.2.2.1 Nature
a. Faktor Biologi
 Nutrisi : gizi seimbang, makanan tambahan pada usia lebih dari 6 bulan,
makanan pada pada usia 12 bulan, BB : BB 5 bulan = 2 x BB lahir, BB 1
tahun = 3 x BB lahir, BB 2 tahun = 4 x BB lahir, TB: 1 bulan = 1,5 x TB
lahir, 2 – 12 bulan = umur (tahun) x 6 +77
 Tidak ada gangguan tidur saat ini : istirahat,tidur dan latihan berkualitas
 Belajar keterampilan fisik / latihan :
Usia 18 – 24 bulan :
Melatih anak berjalan jinjit dengan menunjukkan cara pada anak, melatih
anak melompat dengan menunjukkan cara pada anak, melatih anak berdiri
dengan satu kaki dengan menunjukkan cara, melatih anak menggambar garis
lurus, lingkaran dan segitiga serta menggambar wajah, mengajak anak

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
14

bermain membuat : model dari lili/tanah/adonan kue, memasukkan benda


kelubang yang sesuai, menyusun potongan gambar, mengikuti aturan
bermain, mengikuti perintah sederhana, melatih anak untuk menceritakan
apa yang dilihat dan dikerjakannya, melatih anak berpakaian sendiri, melatih
anak berpisah dengan orangtua (ibu) untuk sementara.
Usia 2 – 3 tahun :
melatih anak bermain : menumpuk dan menyusun balok, mencocokkan
gambar denganbenda sesungguhnya, memilih dan mengelompokkan benda
sesuai dengan jenisnya, melatih anak menghitung jumlah benda, melatih
anak menyebutkan namanya, melatih anak untuk mencuci tangan/kaki dan
mengeringkan sendiri, memberi kesempatan pada anak memilih baju yang
akan dipakai.
b. Faktor Psikologis
Menunjukkan rasa aman, rasa cinta dan kasih sayang, diberi kesempatan
bertanya, diberi kesempatan bermain dengan alat – alat bermain sederhana dan
teman sebaya, diberi kesempatan menceritakan perasaannya dengan
menggunakan simbol.
c. Faktor Sosial Budaya
 Eksternal
- Diberi kesempatan mengenal teman sebaya
- Keadaan rumah : struktur bangunan, ventilasi baik, kepadatan hunian
layak
- Didampingi saat beradaptasi dengan lingkungan baru
- Mendapatkan kesempatan mengenal hal baru diluar rumah
- Mendapat feedback positif dari lingkungan sekitar
- Nyaman dengan lingkungan sekitar
 Internal / keluarga
- Diterima dan disayangi oleh lingkungan keluarga
- Diberi pujian akan keberhasilan
- Dikenalkan dengan tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan, baik
dan buruk dengan kalimat positif
- Mengajak anak belajar bergaul, melambaikan tangan, memberi salam
2.2.2.2 Origin
a. Internal: inisiatif dan imajinasinya tinggi, Pertumbuhan dan perkembangan
sesuai usia
b. Eksternal : pola asuh dan stimulasi dari keluarga baik ( bio, psiko, sosio,
cultural), masyarakat menerima dan mendukung keberadaannya, ketersediaan
dana dan fasilitas memadai
2.2.2.3 Timing
Stimulasi perkembangan dilakukan sejak dalam kandungan sampai dengan usia 3
tahun, dan stimulasi diberikan secara konsisten dan sensitif (kebutuhan anak)
2.2.2.4 Number
Jumlah stressor tidak berlebihan dan stimulasi perkembangan yang sesuai dengan
usia (bio,sosio,kultural)

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
15

2.2.3 Penilaian Terhadap Faktor Protektif dan Faktor Resiko


2.2.3.1 Kognitif
18 – 24 bulan : menyebut nama dan menunjuk satu bagian tubuh dengan benar,
belajar berpakaian sendiri, anak melakukan gerakan berulang-ulang dengan obyek
yang baru, banyak bertanya, mencoba sesuatu yang baru
25 – 36 bulan : awal berpikir fungsi simbolik, menyatakan keinginan paling sedikit
dengan 2 kata, menyampaikan keinginan dengan bahasa yang baik, mengambil benda
dengan cara yang lain, contohnya mengambil sesuatu dengan benda yang lain.
2.2.3.2 Afektif
Menunjukkan perasaan gembira dan senang, tersenyum dan tertawa, mengenali
namanya, membedakan orang asing dari orang yang dikenal dan berespon terhadap
keduanya, mencari orang terdekat untuk dukungan dan rasa nyaman selama masa
stress, menikmati permainan yang banyak, menggunakan aktifitas motorik
(melompat, berjinjit, berjalan, berlari, naik tangga,dll), mengekplorasi bagian
tubuhnya sendiri.(awal pembetukan konsep diri), menunjuk apa yang diinginkan
tanpa menangis atau merengek, mengeluarkan suara yang menyenangkan atau
menarik tangan ibu, memperlihatkan rasa cemburu/bersaing, ada keinginan untuk
makan sendiri, dan tumbuh kepercayaan diri untuk memanjat tempat yang lebih tinggi
(tidak takut mencoba).
2.2.3.3 Fisik
Tinggi badan bertambah sesuai usia, berat badan bertambah sesuai usia, temperatur :
36 derajat – 37 derajat celcius, nadi : 80 – 130 kali permenit, tekanan darah 74/46
mmHg –110/38-72 mmHg, pernapasan : 30 – 50 kali permenit, penampilan umum
dan fungsi tubuh : sesuai usia perkembangan.
2.2.3.4 Motorik
a. Motorik Kasar
Berdiri sendiri tanpa pegangan, berjalan, berdiri dengan satu kaki, berjalan
mundur 5 langkah, menendang bola kecil, bertepuk tangan, melambai-lambai,
berjalan naik anak tangga tanpa bantuan, melempar dan melompat.
b. Motorik Halus
Menumpuk 2-4 kubus, memasukkan kubus ke dalam kotak, memungut bola kecil
dengan ibu jari dan telunjuk, mencorat-coret kertas dengan pensil.
2.2.3.5 Bahasa
Memanggil ayah dengan sebutan “papa” dan memanggil ibu dengan sebutan “mama”,
menyebutkan 3-6 kata yang mempunyai arti, bicara dengan baik menggunakan 2 kata
seperti “minta minum” dan “mau makan”.
2.2.3.6 Moral Spiritual
Moral: Menggunakan tangan kanan untuk makan dan menggunakan tangan kanan
atau kedua tangannya untuk menerima atau memberi sesuatu.
Spiritual: Memperhatikan saat orang lain berdoa, sholat, atau membaca kitab suci,
tampak senang mengikuti tuntunan agana seperti berdoa sebelum makan dan
membaca kita suci.
2.2.3.7 Perilaku
18 – 24 bulan: berjalan mundur sedikitnya 5 langkah, mencorat-coret dengan alat tulis
di dinding, tertarik menggaris vertikal dan atau horizontal, mulai kesulitan makan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
16

karena anak sudah mengetahui rasa, tekstur dan jenis makanan, anak ingin/mau
makan dengan alat makannya sendiri.
25 – 36 bulan: berdiri dengan satu kaki tanpa pegangan selama paling sedikit 2
hitungan, meniru membuat garis lurus, membereskan mainan sendiri dan mengambil
baju sendiri.
2.2.3.8 Sosial
Memilih mainannya sendiri, berbagi mainannya dengan teman yang lain dan
mengucapkan terimakasih ketika dipinjami mainan, mampu mengenal anggota
keluarga yang lain, dapat dimintai bantuan mengambilkan sesuatu.

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal Ability: Masa intrauterin baik dan tidak ada gangguan, pertumbuhan dan
perkembangan normal (sehat), senang menerima stimulasi, tidak ada gangguan fungsi
tubuh, percaya diri melakukan sesuatu.
2.2.4.2 Social Support: Orangtua lengkap, orangtua/keluarga mempunyai komitmen dan
motivasi tinggi untuk stimulasi perkembangan, sanitasi lingkungan baik, masyarakat
di sekitarnya baik (aturan, norma, agama dan pendidikan), orangtua mengetahui cara
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia anak, penerimaan teman
sebaya.
2.2.4.3 Material Assets: Orangtua bekerja. pelayanan kesehatan tersedia, sosial ekonomi:
memadai, sarana dan prasarana tersedia sesuai dengan usia perkembangan, punya
tabungan yang cukup, mempunyai asuransi kesehatan untuk anak.
2.2.4.4 Positive Belief: Orangtua/keluarga memahami atau menerima perilaku anak saat
sedang dalam kondisi tidak nyaman/negatif sebagai kebutuhan yang belum terpenuhi,
orangtua/keluarga melakukan reward dan punishment sesuai usia perkembangan,
orangtua/keluarga memahami perbedaan cara berkomunikasi sesuai dengan usia
perkembangan (tidak berkata kasar pada anak), orangtua /keluarga memahami
kesehatan anak akan mempengaruhi tumbang anak, keyakinan orangtua/keluarga
bahwa anak adalah anugerah dan titipan Tuhan.

2.2.5 Mekanisme Koping


2.2.5.1 Konstruktif
Anak mengenal namanya sendiri, anak bertanya segala hal yang baru/asing
menurutnya, anak melakukan kegiatan sendiri tanpa dibantu, anak sering mengatakan
tidak/jangan, anak mulai bergaul dengan orang lain dan mau berpisah dengan orang
tua, anak mulai belajar untuk mengikuti kegiatan agama, mengerjakan sesuatu yang
sederhana dalam beberapa hal dengan kemampuan sendiri.
2.2.5.2 Destruktif
Tidak berani melakukan sesuatu/kegiatan, selalu merasa takut bertindak, merasa
terpaksa bila mengerjakan sesuatu, melakukan tindakan dengan rasa ragu-ragu, selalu
mengompol dan sulit diarahkan mengikuti toilet training, meminta sesuatu dangan
memaksa, mudah melanggar aturan yang telah disepakati, sering merengek, mudah
menangis, selalu minta tolong untuk mengerjakan sesuatu yang mudah, dan mudah
ngambek jika keinginan tidak tidak dituruti.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
17

3. Diagnosis Keperawatan
Kesiapan Peningkatan Perkembangan Anak Usia Toddler

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Tindakan untuk Klien
4.1.1.1 Latih anak untuk melakukan kegiatan secara mandiri
4.1.1.2 Puji keberhasilan yang dicapai anak.
4.1.1.3 Tidak menggunakan kata yang memerintah tetapi melatih anak memberikan pilihan –
pilihan dalam memuaskan keinginannya.
4.1.1.4 Hindari suasana yang membuat anak bersikap negatif.
4.1.1.5 Tidak menakut – nakuti anak dengan kata – kata ataupun perbuatan, tidak mengancam
anak.
4.1.1.6 Berikan mainan sesuai usia perkembangan (boneka, mobil – mobilan, balon, bola, kertas
gambar, dan pensil warna).
4.1.1.7 Saat anak mengamuk (tempertantrum), pastikan ia aman dan awasi dari jauh.
4.1.1.8 Beri tahu tindakan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, tindakan baik dan
buruk dengan kalimat positif.
4.1.1.9 Libatkan anak dalam kegiatan keagamaan.

4.1.2 Tindakan untuk Keluarga


4.1.2.1 Mengkaji pemahaman keluarga tentang tahap perkembangan anak usia toddler yang
harus dicapai dan yang menyimpang, cara menstimulasi, apa yang harus dilakukan
jika ada tanda-tanda perkembangan anak yang menyimpang, tindak lanjut cara
merawat/stimulasi dan cara mencegah terjadinya perkembangan anak yang
menyimpang.
4.1.2.2 Diskusikan tentang tahap perkembangan anak usia toddler yang harus dicapai dan
yang menyimpang
4.1.2.3 Diskusikan tentang cara yang dapat digunakan untuk menstimulasi kemandirian
anak usia toddler
4.1.2.4 Diskusikan tentang apa yang harus dilakukan jika ada tanda-tanda perkembangan
anak yang menyimpang
4.1.2.5 Diskusikan tentang tindak lanjut cara merawat/stimulasi dengan menyusun tindakan
yang akan dilakukan dalam melatih kemandirian anak.dan cara mencegah terjadinya
perkembangan anak yang menyimpang

4.1.3 Tindakan untuk Kelompok


Pendidikan kesehatan tentang tumbuh kembang anak usia toddler.

4.2 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.2.1 Tindakan untuk Klien: -
4.2.2 Tindakan untuk Keluarga: Psikoedukasi keluarga/Family Psychoeducation (FPE)
4.2.2.1 Tujuan terapi: keluarga dapat memahami masalah yang dialami saat merawat
anggota keluarganya yang berusia toddler, mampu mengatasi masalah yang
muncul pada diri keluarga, mengatasi beban pada keluarga dan memanfaatkan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
18

sarana di komunitas untuk membantu keluarga dalam merawat anggota keluarga


yang berusia toddler.
4.2.2.2 Pelaksanaan terapi terdiri dari 5 sesi:
Sesi 1: identifikasi masalah keluarga dalam merawat anggota keluarga dan masalah
pribadi yang dialami caregiver.
Sesi 2: cara merawat/stimulasi anak oleh keluarga
Sesi 3: manajemen stress oleh keluarga
Sesi 4: manajemen beban keluarga
Sesi 5: pemberdayaan komunitas dalam membantu keluarga

4.2.3 Tindakan untuk Kelompok:


4.2.3.1 Terapi Kelompok Terapeutik (TKT) anak usia Toddler
a. Tujuan terapi: keluarga mampu meningkatkan kemampuan dalam memberikan
kebutuhan tahap tumbuh kembang anak usia toddler baik secara kognitif
maupun psikomotor.
b. Pelaksanaan terapi terdiri dari 7 sesi:
Sesi 1: penjelasan konsep stimulasi otonomi
Sesi 2: penerapan stimulasi pada aspek motorik
Sesi 3: penerapan stimulasi pada aspek kognitif dan bahasa
Sesi 4: penerapan stimulasi pada aspek emosional dan kepribadian
Sesi 5: penerapan stimulasi pada aspek moral dan spiritual
Sesi 6: penerapan stimulasi pada aspek psikososial
Sesi 7: sharing pengalaman

4.2.3.2 Terapi suportif


a. Tujuan terapi: memberikan support terhadap keluarga sehingga mampu
menyelesaikan krisis yang dihadapinya dengan cara membangun hubungan yang
bersifat suportif antara klien-terapis, meningkatkan kekuatan keluarga,
meningkatkan keterampilan koping keluarga, meningkatkan kemampuan keluarga
menggunakan sumber kopingnya, meningkatkan otonomi keluarga dalam
keputusan tentang pengobatan, meningkatkan kemampuan keluarga mencapai
kemandirian seoptimal mungkin, serta meningkatkan kemampuan mengurangi
distres subyektif dan respons koping yang maladaptif.
b. Pelaksanaan terapi:
Sesi 1: identifikasi kemampuan keluarga dan sumber pendukung yang ada
Sesi 2: menggunakan sistem pendukung dalam keluarga, monitor dan
hambatannya
Sesi 3: menggunakan sistem pendukung di luar keluarga, monitor dan
hambatannya.
Sesi 4: evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
19

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT MENTAL


PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (Inisiatif Versus Rasa Bersalah)

1. Pengertian
Adalah tahap perkembangan anak usia 3-6 tahun dimana pada usia ini anak akan belajar
berinteraksi dengan orang lain, berfantasi dan berinisiatif, pengenalan identitas kelamin,
meniru. Anak mulai membuat perencanaan dan melaksanakan tindakannya.

2. Pengkajian
2.2 Pengkajian Ners
2.2.1 Anak suka mengkhayal dan kreatif
2.2.2 Anak punya inisiatif bermain dengan alat-alat rumah
2.2.3 Anak suka bermain dengan teman sebaya
2.2.4 Anak mudah berpisah dengan orang tua
2.2.5 Anak mengerti mana yang benar dan salah
2.2.6 Anak belajar merangkai kata dan kalimat
2.2.7 Anak mengenal berbagai warna
2.2.8 Anak mengenal jenis kelaminnya
2.2.9 Anak membantu melakukan pekerjaan rumah sederhana
2.2.10 Belajar keterampilan baru melalui permainan

2.3 Pengkajian Ners Spesialis


2.3.1 Faktor Protektor
2.3.1.1 Biologis
a. Latar belakang genetik : latar belakang bawaan normal, tidak ada riwayat kembar
monozygot, tidak ada riwayat genetik gangguan jiwa dan tidak ada riwayat
kelainan kromosom 6, 4, 8, 5, 22 (seperti sindrom down, sindrom turner)
b. Status Nutrisi: BB : tidak ada BBLR, gizi : baik, kecukupan gizi, keamanan
makanan
c. Kondisi kesehatan secara umum : riwayat penyakit yang diderita saat toddler
d. Imunisasi lengkap
e. Riwayat pranatal, intranatal : baik
f. Menerima ASI (minimal selama 6 bulan)
g. Gizi ibu pada waktu hamil baik
h. Tidak terdapat riwayat paparan terhadap racun atau bahan kimia berbahaya lain.

2.3.1.2 Psikologis
a. Intelegensi: berespon terhadap rangsangan sensori dan eksplorasi lingkungan
b. Keterampilan verbal: Tidak ada gangguan bicara sejak bayi-toddler
c. Kepribadian: Tidak pendiam, tidak tempertantrum
d. Memiliki pengalaman masa lalu yang menyenangkan, terbangun rasa percaya pada
usia bayi dan otonomi pada usia toddler
e. Mampu mengontrol BAB dan BAK
f. Moral: mampu membedakan hal yang baik dan buruk

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
20

2.3.1.3 Sosiokultural
a. Usia 3-6 tahun
b. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
c. Latar belakang budaya menunjang pertumbuhan dan perkembangan
d. Agama dan keyakinan: nilai positif dilakukan oleh keluarga dalam mengasuh anak
e. Terbentuk rasa percaya pada usia bayi, otonomi pada usia toddler
f. Tidak mengalami penolakan dan penganiayaan
g. Diterima sebagai bagian keluarga dan disayangi keluarga

2.3.2 Faktor Risiko


2.3.2.1 Biologis
a. Mendapatkan imunisasi lengkap
b. Pemenuhan gizi seimbang
c. Latihan fisik, bermain cukup
d. Istirahat cukup
2.3.2.2 Psikologis
a. Dikenalkan benda-benda di sekitar
b. Diberi kesempatan berimajinasi
c. Berteman dengan sebaya
d. Dilatih mewarnai, membaca dan menulis
2.3.2.3 Sosiokultural
a. Anak mengenal jenis kelamin
b. Berteman dengan teman sebaya
c. Membantu pekerjaan rumah sederhana
d. Mulai sekolah PG atau TK
e. Belajar nilai, norma sosial dan agama
f. Hubungan dengan orang lain yang menyenangkan
g. Diterima sebagai bagian keluarga

2.3.3 Penilaian Terhadap Stresor


2.3.3.1 Kognitif: tidak ada gangguan, ancaman , ada tantangan perkembangan
2.3.3.2 Afektif: rasa senang, gembira, cemas ringan, marah wajar
2.3.3.3 Fisiologi reflek fisiologi; kompensasi wajar
2.3.3.4 Perilaku: belajar te rhadap situasi dan hal-hal yang baru, ikut mengerjakan pekerjaan
rumah, sering bertanya, meniru, ketakutan tidak berlebihan
2.3.3.5 Sosial: mencari informasi pada orang tua, megidentifikasi factor-faktor yang
berkonstribusi
2.3.3.6 Motorik: Berjalan di atas papan titian, Bermain lompat tali, Bermain lompat karung
2.3.3.7 Bahasa: mampu mengungkapkan keinginan secara verbal, menyebutkan nama benda
di sekitar

2.3.4 Sumber Koping


2.3.4.1 Personal Ability
a. Kemampuan menyelesaikan masalah : Mencari informasi pada orang tua,
saudara, teman

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
21

b. Identifikasi masalah
c. Memilih tindakan
d. Pelaksanaan dari rencana tindakan
e. Kesehatan dan energi : Sehat
f. Sosial skill: Bergaul dengan teman sebaya, tidak takut pada orang dewasa
g. Pengetahuan dan intelegensi individu, Membedakan warna, jenis kelamin, bisa
membaca, menggambar
h. Identitas Ego: Percaya diri, berani

2.3.4.2 Sosial Support


a. Hubungan antar individu, keluarga dan kelompok: Teman akrab, orang tua,
saudara
b. Komitmen dengan jaringan sosial : Punya kelompok bermain
c. Budaya: Mengerti aturan, norma agama, sosial.

2.3.4.3 Material Aset


a. Penghasilan individu : Punya tabungan
b. Benda-benda atau barang yang dimiliki : Punya mainan atau benda kesukaan
c. Pelayanan kesehatan yang ada di dekat lingkungan : terjangkau

3. Diagnosis keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan anak pre school (usia 3-6 th)

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Mempertahankan pemenuhan kebutuhan fisik yang optimal
4.1.1.2 Mengembangkan ketrampilan motorik kasar dan halus
4.1.1.3 Mengembangkan ketrampilan berbahasa
4.1.1.4 Mengembangkan ketrampilan adaptasi psikososial
4.1.1.5 Pembentukan indentitas dan peran sesuai jenis kelamin
4.1.1.6 Mengembangkan kecerdasan
4.1.1.7 Mengembangkan nilai-nilai moral
4.1.1.8 Meningkatkan peran serta keluarga dalam meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Pemenuhan kebutuhan fisik yang optimal
a. Kaji pemenuhan kebutuhan fisik anak
b. Anjurkan pemberian makanan dengan gizi yang seimbang
c. Kaji pemberian vitamin dan imunisasi ulangan (booster)
d. Ajarkan kebersihan diri
4.1.2.2 Mengembangkan ketrampilan motorik kasar dan halus
a. Kaji kemampuan motorik kasar dan halus anak

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
22

b. Fasilitasi anak untuk bermain yang menggunakan motorik kasar (kejar-kejaran,


papan seluncur, sepeda, sepak bola, tangkap bola dll)
c. Fasilitasi anak untuk kegiatan dengan menggunakan motorik halus (belajar
menggambar, menulis, mewarnai, menyusun balok dll)
d. Menciptakan lingkungan aman dan nyaman bagi anak untuk bermain di rumah
4.1.2.3 Mengembangkan ketrampilan bahasa
a. Kaji ketrampilan bahasa yang dikuasai anak
b. Berikan kesempatan anak bertanya dan bercerita
c. Sering mengajak komunikasi
d. Ajari anak belajar membaca
e. Belajar bernyanyi
4.1.2.4 Mengembangkan ketrampilan adaptasi psikososial
a. Kaji ketrampilan adaptasi psikososial anak
b. Berikan kesempatan anak bermain dengan teman sebaya
c. Berikan dorongan dan kesempatan ikut perlombaan
d. Latih anak berhubungan dengan orang lain yang lebih dewasa
4.1.2.5 Membentuk indentitas dan peran sesuai jenis kelamin
a. Kaji identitas dan peran sesuai jenis kelamin
b. Ajari mengenal bagian-bagian tubuh
c. Ajari mengenal jenis kelamin sendiri dan membedakan dengan jenis kelamin anak
lain
d. Berikan pakaian dan mainan sesuai jenis kelamin
4.1.2.6 Mengembangkan kecerdasan
a. Kaji perkembangan kecerdasan anak
b. Bimbing anak dengan imajinasinya untuk menggali kreatifitas, bercerita
c. Bimbing anak belajar ketrampilan baru
d. Berikan kesempatan dan bimbing anak membantu melakukan pekerjaan rumah
sederhana
e. Ajari pengenalan benda, warna, huruf, angka
f. Latih membaca, menggambar dan berhitung
4.1.2.7 Mengembangkan nilai moral
a. Kaji nilai-nilai moral yang sudah diajarkan pada anak
b. Ajarkan dan latih menerapkan nilai agama dan budaya yang positif
c. Kenalkan anak terhadap nilai-nilai mana yang baik dan tidak
d. Berikan pujian atas nilai-nilai positif yang dilakukan anak
e. Latih kedisplinan
4.1.2.8 Meningkatkan peran serta keluarga dalam meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan
a. Tanyakan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Tanyakan upaya yang sudah dilakukan keluarga terhadap anak
c. Berikan reinforcement atas upaya positif yang sudah dilakukan keluarga
d. Anjurkan keluarga untuk tetap rutin membawa anaknya ke fasilitas kesehatan
(posyandu, puskesmas dll)
e. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan makan bergizi seimbang

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
23

f. Berikan pendidikan kesehatan tentang tugas perkembangan normal pada usia pra
sekolah
g. Berikan informasi cara menstimulasi perkembangan pada usia pra sekolah

4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Tujuan
4.2.1.1 Keluarga dapat menejelaskan perilaku anakyang menggambarkan perkembangan
normal dan menyimpang
4.2.1.2 Keluarga dapat menjelaskan cara memfasilitasi perkembangan anak usia pra sekolah
4.2.1.3 Keluarga melakukan tindakan untuk memfasilitasi perkembangan anak usia pra
sekolah
4.2.1.4 Keluarga merencanakan stimulasi untuk mengembangkan kemampuan psikososial
anak usia pra sekolah

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang pada keluarga
4.2.2.2 Mendiskusikan cara memfasilitasi perkembangan anak usia prasekolah yang normal
dengan keluarga
4.2.2.3 Melatih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial anak
4.2.2.4 Membuat stimulasi perkembangan psikososial anak

4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis: Terapi Kelompok Terapeutik anak usia pra
sekolah
Terapi Kelompok Terapeutik (TKT) adalah terapi yang dilakukan, secara berkelompok
dimana masing-masing anggota kelompok memiliki hubungan satu sama lain dan
memiliki norma tertentu (Townsend 3003). Adapun TKT bertujuan dapat
mempertahankan homeostatis, berfokus pada disfungsi perasaan, pikiran dan perilaku dan
juga mengatasi stres emosi, penyakit fisik, krisis tumbuh kembang atau penyesuaian sosial
(Montgomery, 2002). Tujuan TKT dapat mengantisipasi dan mengatasi masalah dengan
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anggota kelompok itu sendiri (Keliat 2005).
Modul TKT anakini terdiri dari 6 (enam) sesi kegiatan yaitu :
1. Stimulasi adaptasi perubahan aspek biologis dan seksual.
2. Stimulasi adaptasi perubahan aspek psikologis (kognitif)
3. Stimulasi adaptasi perubahan aspek kognitif (emosional)
4. Stimulasi adaptasi perubahan aspek sosial
5. Stimulasi adaptasi perubahan aspek spiritual
6. Sharing dan evaluasi kemampuan integritas diri

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
24

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT MENTAL


PADA ANAK USIA SEKOLAH (Industri Versus Harga Diri Rendah)

1. Pengertian
Anak Usia Sekolah adalah anak dalam rentang usia 6 – 12 tahun. Pekembangan kemampuan
psikososial anak usia sekolah adalah kemampuan menghasilkan karya, berinteraksi dan
berprestasi dalam belajar berdasarkan kemampuan diri sendiri (Keliat, Daulima, Farida.
2011).

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Menyelesaikan tugas (sekolah atau rumah) yang diberikan
2.1.2 Mempunyai rasa bersaing (kompetisi)
2.1.3 Senang berkelompok dengan teman sebaya dan mempunyai sahabat karib
2.1.4 Berperan dalam kegiatan kelompok
2.1.5 Mulai mengerti nilai mata uang dan satuannya
2.1.6 Mampu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sederhana
2.1.7 Memiliki hobby tertentu
2.1.8 Tidak ada tanda bekas penganiayaan

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Protektor
2.2.1.1 Biologis
a. Riwayat pre natal, intra natal, post natal
b. Riwayat imunisasi lengkap
c. Riwayat status gizi baik
d. Tidak ada riwayat penyakit fisik kronis/cacat
e. Tidak ada riwayat trauma kepala
f. Tidak ada riwayat genetik gangguan jiwa
2.2.1.2 Psikologis
a. Intelengensi: normal
b. Sudah dapat mengidentifikasi peran gender
c. Sudah dapat mengidentifikasi peran di keluarga
d. Pencapaian 8 aspek perkembangan: kognitif, bahasa, komunikasi, moral, emosi,
spiritual
2.2.1.3 Sosial budaya
a. Dukungan keluarga dalam stimulasi tumbang
b. Anak yang diinginkan
c. Tidak ada labeling negativ dari keluarga
d. Tidak ada kekerasan fisik, verbal & emosi
e. Dilibatkan dalam mengambil keputusan sederhana
f. Keluarga menstimulasi terbentuknya kemampuan berkarya anak
g. Belajar benar-salah
h. Dilibatkan dalam kegiatan ibadah

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
25

2.2.2 Faktor Risiko


2.2.2.1 Nature
a. Biologi
 Bb & TB sesuai usia
 Keluhan fisik saat ini
 Status nutrisi
 Suka olah raga
 Gangguan tidur saat ini
 Belajar keterampilan fisik baru
b. Psikologis
 Mendapatkan bimbingan PR
 Kesempatan cerita pengalaman
 Kesempatan cerita perasaan
 Kesempatan bertanya
c. Sosial
 Kesempatan bermain sebaya
 Kesempatan ikut kompetisi
 Mengembangkan bakat & hobi
 Kesempatan bantu orang lain
 Diterima & di sayangi keluarga
 Mendapat feedback positif dari lingkungan (keluarga, guru, teman)
2.2.2.2 Origin
a. Internal: kreatifitas tinggi, percaya diri, perasaan bersaing
b. Eksternal: pola asuh & stimulasi dari keluarga baik, masyarakat menerima dan
mendukung keberadaanya
2.2.2.3 Timing
a. Waktu terjadinya stimulasi diberikan usia 6-12 th
b. Lamanya stressor terjadi: optimal
c. Frekuensi: optimal
2.2.2.4 Number: Jumlah dan kualitas stressor: tidak berlebihan, stimulus tumbang optimal
(bio-psikososio spiritual)

2.2.3 Penilaian terhadap stressor


2.2.3.1 Motorik kasar dan halus
a. Lompat tali atau karet
b. Permainan engklek
c. Menangkap dan melempar bola
d. Menulis tulisan sambung
e. Menggunting kertas dengan mengikuti pola yang sudah ada
f. Menggambar atau melukis dengan pencil warna
2.2.3.2 Kognitif
a. Menerima nasehat dari orang lain
b. Menerima perbedaan pendapat
c. Kritis terhadap informasi
d. Menceritakan kelebihan diri

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
26

e. Berpikir dirinya orang yang sehat dan menyenangkan


f. Menyebutkan bentuk benda dan fungsinya
g. Menjawab pertanyaan sebab akibat
h. Menjawab soal penjumlahan
2.2.3.3 Bahasa
a. Perkenalan diri dan cerita pengalaman yang disenangi
b. Menceritakan kembali cerita pendek
c. Mengisi teka-teki silang
2.2.3.4 Emosi dan kepribadian
a. Berani mengekspresikan perasaan
b. Menyampaikan perasaan marah, senang, takut sedih.
c. Menyampaikan pendapat dan keinginan
d. Mengatasi masalah yang sedang dihadapi
e. Puas dengan keberhasilan yang dicapai
f. Menceritakan kebaikan yang pernah dilakukan.
g. Mengungkapkan kesalahan
h. Menyelesaikan tugas dan tanggung jawab
2.2.3.5 Moral dan spiritual
a. Menepati janji pada kelompok
b. Melakukan kewajiban dan menepati janji
c. Mengikuti peraturan
d. Mengikuti kegiatan keagamaan
e. Melakukan doa secara rutin
f. Membaca kitab suci.
2.2.3.6 Psikososial
a. Permainan dalam kelompok
b. Mengerkajakan tugas kelompok
c. Permainan dengan gotong royong dan tolong menolong.
d. Bermain dan bercerita dengan teman akbar
e. Tanggung jawab tugas kelompok
f. Menghargai hak orang lain yang berdeda dengan diri sendiri

2.2.4 Sumber koping


2.2.4.1 Personal ability
a. Tahu kemampuan/ kelebihan diri
b. Tahu pencapaian tugas sekolah/rumah
c. Dapat menerima tugas yg diberikan
d. Dapat menilai keberhasilan dirinya
e. Dapat menggunakan fasilitas alat yang diberikan kepadanya
2.2.4.2 Social support
a. Caregiver
b. Kemampuan caregiver dalam menstimulasi
c. Keberadaan kelompok anak usia sekolah
d. Keberadaan kader kesehatan jiwa

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
27

2.2.4.3 Material asset


a. Ada jaminan kesehatan,Asuransi, JKM, JKD/SKTM, BPJS
b. Penghasilan keluarga mencukupi kebutuhan
c. Keluarga punya tabungan
d. Keluarga punya asset pribadi
e. Punya akses pelayanan kesehatan (PKM, klinik, bidan, dokter)
f. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
2.2.4.4 Positive belief
a. Percaya dengan pelayanan kesehatan
b. Persepsi yang baik terhadap tenaga kesehatan
c. Selalu menggunakan pelayanan kesehatan
d. Keyakinan agama yang berhubungan dengan kesehatan
e. Keyakinan budaya klien & keluarga yang berhubungan dengan kesehatan

2.2.5 Mekanisme koping


2.2.5.1 Adaptif
a. Berteman dengan sesama jenis & mempunyai teman bermain tetap/sahabat karib
b. Ikut berperan serta dalam kegiatan kelompok
c. Berinteraksi secara baik dengan orang tua
d. Dapat mengendalikan keinginan/dorongan yang kuat
e. Berkompetisi dengan teman/saudara sebaya
f. Berusaha menyelesaikan tugas rumah/sekolah yang diberikan
g. Mengetahui nilai mata uang
h. Melakukan hobi
i. Berpikir bahwa dirinya adalah orang yang menyenangkan dan sehat
2.2.5.2 Destruktif
a. Tidak mau mengerjakan tugas sekolah/rumah
b. Membangkang orang tua untuk mengerjakan tugas
c. Tidak ada kemauan untuk bersaing dan terkesan malas
d. Tidak mau terlibat dalam kegiatan kelompok
e. Memisahkan diri dengan teman sepermainan dan teman sekolah

3. Diagnosa
Kesiapan peningkatan perkembangan usia sekolah

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Mempertahankan pemenuhan kebutuhan fisik yang optimal
4.1.1.2 Mengembangkan ketrampilan motorik kasar dan halus
4.1.1.3 Mengembangkan ketrampilan adaptasi psikososial
4.1.1.4 Mengembangkan kecerdasan
4.1.1.5 Mengembangkan nilai-nilai moral
4.1.1.6 Meningkatkan peran serta keluarga dalam meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
28

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Mempertahankan pemenuhan kebutuhan fisik yang optimal
a. Kaji pemenuhan kebutuhan fisik anak
b. Anjurkan pemberian makanan dengan gizi yang seimbang
c. kolaborasi pemberihan vitamin dan vaksinasi ulang (booster)
d. Ajarkan kebersihan diri
4.1.2.2 Mengembangkan ketrampilan motorik kasar dan halus
a. Kaji ketrampilan motorik kasar dan halus anak
b. Fasilitasi anak untuk bermain yang menggunakan motorik kasar (kejar-
kejaran, papan seluncur, sepeda, sepak bola, tangkap bola, lompat tali)
c. Fasilitasi anak untuk kegiatan dengan menggunakan motorik halus (belajar
menggambar/melukis, menulis, mewarna, membuat kerajinan tangan seperti
vas, kotak pensil, lampion dsb, )
d. Menciptakan lingkungan aman dan nyaman bagi anak untuk bermain
4.1.2.3 Mengembangkan ketrampilan adaptasi psikososial
a. Kaji ketrampilan adaptasi psikososial anak
b. Sediakan waktu bagi anak untuk bermain keluar rumah bersama teman
kelompoknya
c. Berikan dorongan dan kesempatan ikut berbagai perlombaan
d. Berikan hadiah atas prestasi yang diraih
e. Latih anak berhubungan dengan orang lain yang lebih dewasa
4.1.2.4 Mengembangkan kecerdasan
a. Kaji perkembangan kecerdasan anak
b. Mendiskusikan kelebihan dan kemampuannya
c. Memberikan pendidikan dan ketrampilan yang baik bagi anak
d. Memberikan bahan bacaan dan pemainan yang meningkatkan kreatifitas
e. Bimbing anak belajar ketrampilan baru
f. Libatkan anak melakukan pekerjaan rumah sederhana misalnya masak,
membersihkan mobil, menyirami tanaman, menyapu
g. Latih membaca, menggambar dan berhitung
h. Asah dan kembangkan hobby yang dimiliki anak
4.1.2.5 Mengembangkan nilai-nilai moral
a. Kaji nilai-nilai moral yang sudah diajarkan pada anak
b. Ajarkan dan latih menerapkan nilai agama dan budaya yang positif
c. Ajarkan hubungan sebab akibat suatu tindakan
d. Bimbing anak saat menonton TV dan membaca buku cerita
e. Berikan pujian atas nilai-nilai positif yang dilakukan anak
f. Latih kedisplinan
4.1.2.6 Meningkatkan peran serta keluarga dalam meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan
a. Tanyakan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak
b. Tanyakan upaya yang sudah dilakukan keluarga terhadap anak
c. Berikan reinforcement atas upaya positif yang sudah dilakukan keluarga

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
29

d. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan makan bergizi seimbang


e. Berikan pendidikan kesehatan tentang tugas perkembangan normal pada usia
sekolah
f. Berikan informasi cara menstimulasi perkembangan pada usia sekolah

4.2 Tindakan keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Tujuan
4.2.1.1 Keluarga mampu menstimulasi kemampuan anaka berkarya
4.2.1.2 Keluarga mampu memahamu pengertian perkembangan anak usia sekolah
4.2.1.3 Keluarga mampu memahami ciri perkembangan anak usia sekolah yang normal dan
menyimpang
4.2.1.4 Keluarga mampu menyusun rencana stimulasi agar anak mampu berkarya

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Jelaskan ciri perkembangan anak usia sekolah yang normal dan meyimpang
4.2.2.2 Jelaskan kepada keluarga mengenai cara menstimulasi kemampuan anak berkarya
4.2.2.3 Libatkan anak dalam kegiatan sehari-hari yang sederhana di rumah, seperti membuat
kue, merapikan tempat tidur
4.2.2.4 Puji keberhasilan yang dicapai oleh anak
4.2.2.5 Diskusikan dengan anak mengenai harapannya dalam berinteraksi dan belajar
4.2.2.6 Tidak menuntut anak untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
kemampuannya (menerima anak apa adanya), membantu kemampuan belajar
4.2.2.7 Tidak menyalahkan dan menghina anak
4.2.2.8 Beri contoh cara menerima orang lain apa adanya
4.2.2.9 Beri kesempatan untuk mengikuti aktivitas kelompok yang terorganisasi
4.2.2.10 Buat/tetapkan aturan/disiplin di rumah bersama anak
4.2.2.11 Demonstrasikan dan latih cara menstimulasi kemampuan anak untuk berkarya
4.2.2.12 Bersama keluarga susun rencana stimulasi kemampuan berkarya anak

4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


Terapi Kelompok : Terapi Kelompok Terapeutik : anak usia sekolah. Hasil penelitian
Walter, Keliat dan Hastono (2010) menyatakan terapi kelompok teraupetik terhadap
perkembangan industri anak usia sekolah. Istiana, Keliat dan Nuraini (2011) menyatakan
Terapi kelompok teraupetik dapat meningkatkan kemampuan orang tua dan guru
dalam menstimulasi perkembangan mental anak. Hasil penelitian Sunarto, Keliat dan
Pujasari (2011) menyatakan bahwa terapi kelompok teraupetik terhadap anak, orang tua
dan guru serta perkembangan mental anak usia sekolah. TKT anak usia sekolah sesi 1 – 7
antara lain:
1. Penjelasan konsep stimulasi industri
2. Penerapan stimulasi pada aspek motorik
3. Penerapan stimulasi pada aspekkognitif dan bahasa
4. Penerapan stimulasi pada aspek emosional dan kepribadian
5. Penerapan stimulasi pada aspek moral dan spritual
6. Penerapan stimulasi pada aspek psikososial
7. Sharing pengalaman

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
30

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT MENTAL


PADA USIA REMAJA (Identitas Diri Versus Bingung Peran)

1. Pengertian
Tahap perkembangan remaja usia 12-18 tahun dimana pada saat ini remaja harus mampu
mencapai identitas diri meliputi peran, tujuan pribadi, keunikan dan ciri khas diri. Bila hal
ini tidak tercapai maka remaja akan mengalami kebingungan peran yang berdampak pada
rapuhnya kepribadian sehingga akan terjadi gangguan konsep diri (Keliat, Helena & Farida,
2011).

2. Pengkajian
2.1 Karakteristik perilaku remaja yang menunjukkan pembentukan identitas diri
adalah sebagai berikut:
2.1.1 Menilai diri secara objektif, kelebihan dan kekurangan diri
2.1.2 Bergaul dengan teman
2.1.3 Memiliki teman curhat
2.1.4 Mengikuti kegiatan rutin (olah raga, seni, pramuka, pengajian, bela diri)
2.1.5 Bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan tanpa tergantung pada orang
tua
2.1.6 Menemukan identitas diri, memiliki tujuan dan cita-cita masa depan
2.1.7 Tidak menjadi pelaku tindak antisosial dan tindak asusila
2.1.8 Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk memenuhi keinginan yang
berlebihan dan negatif
2.1.9 Berperilaku santun, menghormati orang tua, guru dan bersikap baik pada teman
2.1.10 Memiliki prestasi yang berarti dalam hidup

2.2 Karakteristik penyimpangan perkembangan


2.2.1 Tidak menemukan ciri khas (kelebihan dan kekurangan diri)
2.2.2 Merasa bingung, bimbang
2.2.3 Tidak memiliki rencana masa depan
2.2.4 Tidak mampu berinteraksi secara baik dengan lingkungan, perilaku antisocial
2.2.5 Tidak menyukai dirinya sendiri, tidak mandiri
2.2.6 Kesulitan mengambil keputusan
2.2.7 Tidak mempunyai minat terhadap kegiatan yang positif
2.2.8 Menyendiri, tidak suka bergaul dengan teman

3. Diagnosa Keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan usia remaja

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Menyebutkan karakteristik perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang
4.1.1.2 Menjelaskan cara mencapai perkembangan psikososial yang normal
4.1.1.3 Melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan psikososial yang normal

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
31

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Mendiskusikan ciri perkembangan remaja yang normal dan menyimpang.
4.1.2.2 Mendiskusikan cara mencapai perkembangan psikososial yang normal:
4.1.2.3 Anjurkan remaja untuk berinteraksi dengan orang lain yang membuatnya nyaman
mencurahkan perasaan, perhatian dan kekhawatiran.
4.1.2.4 Anjurkan remaja untuk mengikuti organsasi yang mempunyai kegiatan positif (olah
raga, seni, bela diri, pramuka, keagamaan)
4.1.2.5 Anjurkan remaja untuk melakukan kegiatan di rumah sesuai dengan perannya.
4.1.2.6 Bimbing dan motivasi remaja dalam membuat rencana kegiatan dan melaksanakan
rencana yang telah dibuatnya.

4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Tujuan
4.2.1.1 Memahami perilaku yang menggambarkan perkembangan remaja yang normal
dan menyimpang
4.2.1.2 Memahami cara menstimulasi perkembangan remaja
4.2.1.3 Mendemostrasikan tindakan untuk menstimulasi perkembangan remaja
4.2.1.4 Merencanakan tindakan untuk mengembangkan kemampuan psikososial remaja

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Jelaskan ciri perkembangan remaja yang normal dan menyimpang
4.2.2.2 Jelaskan cara yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi perkembangan remaja yang
normal.
4.2.2.3 Fasilitasi remaja untuk berinteraksi dengan kelompok sebaya.
4.2.2.4 Anjurkan remaja untuk berinteraksi dengan orang lain yang membuatnya
nyaman mencurahkan perasaan, perhatian dan kekhawatiran.
4.2.2.5 Anjurkan remaja untuk mengikuti organsasi yang mempunyai kegiatan positif
(olah raga, seni, bela diri, pramuka, keagamaan)
4.2.2.6 Berperan sebagai teman curhat bagi remaja
4.2.2.7 Berperan sebagai contoh bagi remaja dalam melakukan interaksi sosial yang baik.
4.2.2.8 Beri lingkungan yang nyaman bagi remaja untuk melakukan aktivitas bersama
kelompoknya
4.2.2.9 Diskusikan dan demonstrasikan tindakan untuk membantu remaja memperoleh
identitas diri
4.2.2.10 Diskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan keluarga untuk memfasilitasi
remaja memperoleh identitas diri.

4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.3.1 Terapi Kelompok : Terapi Kelompok Terapeutik Remaja.
Hasil penelitian Bahari, Keliat, dan Gayatri (2010) yang menyatakan terapi
kelompok teraupetik mampu meningkatkan perkembangan identitas diri remaja.
Hasil penelitian Dinarwiyata, Mustikasari dan Setiawan (2014) yang menyatakan
Terapi kelompok teraupetik terhadap remaja dapat mengendalikan emosi marah
pada remaja. Hasil penelitian Windu, Helena dan Rahmah (2015) yang
menyatakan terapi kelompok teraupetik mampu meningkatkan kecerdasan pada

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
32

Remaja.
a. Sesi 1 : Pengkajian dan diskusi perkembangan remaja
b. Sesi 2 : Stimulasi perkembangan biologis/ fisik dan psikoseksual
c. Sesi 3 : Stimulasi perkembangan kognitif dan bahasa
d. Sesi 4 : Stimulasi perkembangan moral dan spiritual
e. Sesi 5 : Stimulasi perkembangan emosi dan psikososial
f. Sesi 6 : Stimulasi perkembangan bakat dan kreatifitas
g. Sesi 7 : Evaluasi stimulasi

4.3.2 Terapi Keluarga : Triangle Terapi, Family Psikoedukasi Keluarga

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
33

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT MENTAL


PADA USIA DEWASA

1. Pengertian
Perkembangan tahap dewasa terdiri dari 2 tahap yaitu dewasa muda dan dewasa. Tahap
dewasa muda (intimasi vs isolasi) merupakan tahap perkembangan manusia yang berada
pada 20-30 tahun dan pada usia ini individu harus mampu berinteraksi akrab dengan orang
lain (Erickson, 1963). Pada masa ini penekanan utama dalam perkembangan identitas diri
untuk membuat ikatan dengan oranglain yang menghasilkan hubungan intim. Orang dewasa
mengembangkan pertemanan abadi dan mencari pasangan atau menikah dan terikat dalam
tugas awal sebuah keluarga. Levinson (1978) mengatakan bahwa pada masa ini seseorang
berada pada puncak intelektual dan fisik. Selama periode ini kebutuhan untuk mencari
kepuasan diri tinggi.

Perkembangan tahap dewasa (Generativity Versus Self-Absorption And Stagnation) adalah


tahap perkembangan manusia usia 30 – 60 tahun dimana pada tahap ini merupakan tahap
dimana individu mampu terlibat dalam kehidupan keluarga, masyarakat, pekerjaan, dan
mampu membimbing anaknya. Individu harus menyadari hal ini, apabila kondisi tersebut
tidak terpenuhi dapat menyebabkan ketergantungan dalam pekerjaan dan keuangan.

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Dewasa muda
2.1.1.1 Menjalin interaksi yang hangat dan akrab dengan orang lain
2.1.1.2 Mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang tertenti (pacar, sahabat)
2.1.1.3 Membentuk keluarga
2.1.1.4 Mempunyai komitmen yang jelas dalam bekerja dan berinteraksi
2.1.1.5 Merasa mampu mandiri karena sudah bekerja
2.1.1.6 Memperlihatkan tanggungjawab secara ekonomi, sosial dan emosional
2.1.1.7 Mempunyai konsep diri yang realistis
2.1.1.8 Menyukai diri dan mengetahui tujuan hidup
2.1.1.9 Berinteraksi baik dengan keluarga
2.1.1.10 Mampu mengatasi strss akibat perubahan dirinya
2.1.1.11 Menganggap kehidupan sosialnya bermakna
2.1.1.12 Mempunyai nilai yang menjadi pedoman hidupnya

2.1.2 Dewasa
2.1.2.1 Menilai pencapaian hidup
2.1.2.2 Merasa nyaman dengan pasangan hidup
2.1.2.3 Menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi
2.1.2.4 Membimbing dan menyiapkan generasi di bawah usianya secara arif dan bijaksana
2.1.2.5 Menyesuaikan diri dengan orang tuanya yang sudah lansia
2.1.2.6 Kreatif : mempunyai inisiatif dan ide-ide melakukan sesuatu yang bermanfaat
2.1.2.7 Produktif : mampu menghasilkan sesuatu yang berarti bagi dirinya dan orang lain,

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
34

mengisi waktu luang dengan hal yang positif dan bermanfaat


2.1.2.8 Perhatian dan peduli dengan orang lain : memperhatikan kebutuhan orang lain.
2.1.2.9 Mengembangkan minat dan hobi.

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Protektor dan Risiko Biologis
a. Tidak ada riwayat penyakit keturunan
b. Tidak ada riwayat alergi
c. Riwayat status nutrisi baik
d. Tidak mempunyai riwayat penyakit kronik
e. Riwayat imunisasi lengkap
f. Gaya hidup sehat (tidak mengkonsumsi rokok, makan makanan bergizi, olah raga
teratur dll)
g. Tidak mempunyai riwayat penggunaan NAPZA
h. Tidak terpapar mercury, tidak terpapar insektisida, radiasi atau zat kimia lain
2.2.2 Faktor Protektor dan Risiko Psikologis
a. Mempunyai IQ normal
b. Mempunyai kemampuan komunikasi verbl dan nonverbal yang optimal
c. Mampu membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk
d. Mempunyai pengalaman yang dapat dijadikan pelajaran untuk kematangan diri
e. Konsep diri positif
f. Mempunyai motivasi tinggi
g. Kebiasaan koping adaptif
h. Mampu menahan diri dari dorongan negatif
i. Tidak ada riwayat gangguan dalam proses tumbuh kembang
2.2.3 Sosial budaya
a. Telah menempuh pendidikan formal
b. Memiliki pendapatan dan mandiri dalam ekonomi
c. Memisahkan diri dari autokritas keluarga
d. Tidak mempunyai nilai budaya yang bertentangan dengan nilai kesehatan
e. Mempunyai nilai religi yang baik
f. Berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sehat
g. Mampu berhubungan secara dekat dengan lawan jenis
h. Membentuk keluarga baru, mandiri dan bertanggung jawab sosial
i. Berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat

2.3 Tanda dan gejala


2.3.1 Motorik
a. Mengembangkan minat dan hobby
b. Melakukan aktifitas mandiri
c. Berbagi aktifitas dengan pasangan
d. Mengembangkan kemampuan ke arah yang lebih baik
2.3.2 Kognitif
a. Menilai pencapaian hidup
b. Inisiatif tinggi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
35

c. Mempunyai ide-ide yang bermanfaat


d. Menerima perubahan fisik dan psikologis (proses penuaan)
2.3.3 Bahasa
a. Mampu menyampaikan pendapat dengan sopan
b. Mampu mengkritik dengan cara yang baik
c. Mampu menyampaikan penolakan dengan cara yang baik
d. Mampu menyampaikan perasaan (isi hati) kepada orang lain dengan cara yang
baik
2.3.4 Emosi
a. Arif
b. Bijaksana
c. Mempunyai kebiasaan koping adaptif
d. Mempunyai motivasi tinggi
e. Nyaman dengan pasangan hidup
f. Mampu menahan diri dari dorongan negative
2.3.5 Kepribadian
a. Mengenal kelebihan dan kekurangan diri
b. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya
c. Mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki
d. Memanfaatkan sarana dan prasarana dalam menunjang bakat/ potensi/ karir
e. Percaya diri
2.3.6 Perilaku
a. Mengisi waktu luang dengan hal positif
b. Membimbing dan menyiapkan generasi berikutnya
c. Menyesuakan dengan orang tua yang sudah lansia
d. Melakukan hal-hal yang disenangi
2.3.7 Moral
a. Puas menjalani kehidupan
b. Mampu membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk
c. Suka berbuat baik
d. Menolong orang lain yang mengalami kesulitan
e. Menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda
f. Berperilaku sesuai norma yang ada
g. Mempunyai sopan santun sesuai norma di lingkungan
2.3.8 Spiritual
a. Menganut salah satu agama
b. Mempunyai nilai religi yang baik
c. Rajin menjalankan ibadah
d. Berusaha menghindari perbuatan yang dilarang agamanya
2.3.9 Sosial
a. Perhatian terhadap orang lain
b. Peduli dengan kesulitan orang lain
c. Memperhatikan kebutuhan orang lain
d. Bermanfaat bagi lingkungan
e. Mampu berhubungan secara dekat dengan lawan jenis

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
36

f. Berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat


g. Membina hubungan baik dengan pasangan dan keluarga
2.3.10 Fisiologis
a. Adanya perubahan fisik yang menurun
b. Adanya perubahan psikologis yang menurun

3. Diagnosa Keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan usia dewasa

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Individu dewasa mampu memahami karakteristik perkembangan psikososial yang
normal dan menyimpang
4.1.1.2 Individu dewasa mampu memahami cara mencapai perkembangan psikososial yang
normal.
4.1.1.3 Individu dewasa mampu melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan
psikososial yang normal

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Diskusikan tentang perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang
4.1.2.2 Diskusikan cara mencapai perkembangan psikososial yang normal :
a. Menetapkan tujuan hidup
b. Berinteraksi dengan banyak orang termasuk lawan jenis
c. Berperan serta/ melibatkan diri dalam kegiatan di masyarakat
d. Memilih calon pasangan hidup
e. Menetapkan karier/pekerjaan
f. Mempunyai pekerjaan
g. Motivasi dan berikan dukungan pada individu untuk melakukan tindakan yang
dapat memenuhi perkembangan psikososialnya.

4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Tujuan
4.2.1.1 Keluarga mampu memahami perilaku yang menggambarkan perkembangan dewasa
yang normal dan menyimpang.
4.2.1.2 Keluarga mampu memahami cara menstimulasi perkembangan dewasa.
4.2.1.3 Keluarga mampu mendemonstrasikan tindakan untuk menstimulasi perkembangan
dewasa.
4.2.1.4 Keluarga mampu merencanakan cara menstimulasi perkembangan dewasa.

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Jelaskan kepada keluarga tentang perkembanga dewasa yang normal dan
menyimpang.
4.2.2.2 Diskusikan dengan keluarga mengenai cara memfasilitasi perkembangan psikososial
dewasa muda yang normal.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
37

4.2.2.3 Latih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial dewasa muda yang
normal.

4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


TKT Dewasa: Stimulasi perkembangan Intimasi dan generativity, Hasil penelitian
Agustine (2012) menyatakan terapi kelompok terapeutik; dewasa muda berpengaruh
terhadap perkembangan intimasi.
Sesi TKT Dewasa terdiri dari 6 sesi antara lain:
a. Sesi 1 : Pengkajian dan diskusi perkembangan Dewasa
b. Sesi 2 : Stimulasi perkembangan biologis dan psikoseksual
c. Sesi 3 : Stimulasi perkembangan kognitif, bahasa, bakat dan kreatifitas
d. Sesi 4 : Stimulasi perkembangan moral dan spiritual
e. Sesi 5 : Stimulasi perkembangan emosi dan psikososial
f. Sesi 6 : Sharing pengalaman setelah latihan stimulasi perkembangan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
38

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT MENTAL


PADA USIA LANSIA

1. Pengertian
Klien lanjut usia adalah yang berusia > 65 tahun. Perkembangan psikososial lanjut usia
adalah tercapainya integritas diri yang utuh. Pemahaman terhadap makna hidup secara
keseluruhan membuat lansia berusaha menuntun generasi berikutnya (anak dan cucunya)
bedasarkan sudut pandangnya. lansia yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus
asa dan menyesali masa lalunya karena tidak merasakan hidupnya bermakna.

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Mempunyai harga diri tinggi
2.1.2 Menilai kehidupannya berarti
2.1.3 Menerima nilai dan keunikan orang lain
2.1.4 Menerima dan menyesuaikan kematian pasangan
2.1.5 Menyiapkan diri menerima datangnya kematian
2.1.6 Melaksanakan kegiatan agama secara rutin
2.1.7 Merasa dicintai dan berarti dalam keluarga
2.1.8 Berpatisipasi dalam kegiatan sosial dan kelompok masyarakat
2.1.9 Menyiapkan diri ditinggalkan anak yang telah mandiri

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Protektor
2.2.1.1 Biologi
a. Latar belakang Genetik: Tidak ada riwayat kembar dengan orangtua gangguan
jiwa
b. Status nutrisi: Riwayat status nutrisi baik (gizi berlebihan / gizi kurang)
c. Kondisi kesehatan secara umum: Terjadi perubahan-perubahan fisik pada sel,
sistem persarafan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, pengaturan
temperatur tubuh, respirasi, gastrointestinal, geniturinaria, endokrin, integumen
dan muskuloskeletal
d. Sensitivitas Biologi: Kadar Dopamin seimbang dengan serotonin, GABA,
asetilkolin di SSP (substansia Nigra, midbrain, hipotalamus-pituitari)
e. Paparan terhadap racun: Tidak terpapar mercury, tidak terpapar insektisida, tidak
terjadi keracunan dan penyalahgunaan zat
2.2.1.2 Psikologis
a. Inteligensi: Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
b. Keterampilan verbal: Kemampuan komunikasi baik verbal dan non verbal masih
baik
c. Moral: Mampu membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk.
d. Kepribadian: Struktur mental seimbang id, ego, super ego
e. Pengalaman masa lalu: Mengalami pengalaman yang dapat dijadikan pelajaran
untuk kematangan diri.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
39

f. Konsep diri: Konsep diri positif, memiliki pedoman hidup yang realistis
g. Motivasi: Motivasi masih tinggi
h. Pertahanan psikologi: kebiasaan koping adaptif
i. Self kontrol: Mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurang positif,
Melakukan hal-hal positif
2.2.1.3 Sosial kultural
a. Usia: 65 tahun keatas
b. Gender: Pria / wanita
c. Pendidikan: Telah menempuh pendidikan formal
d. Pendapatan: Memiliki pendapatan dan mandiri dalam ekonomi
e. Pekerjaan: Memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan
f. Status social: Memisahkan diri dari autokritas keluarga
g. Latar belakang Budaya: Tidak memiliki nilai budaya yang bertentangan dengan
nilai kesehatan
h. Agama dan keyakinan: Mempunyai religi dan nilai yang baik
i. Keikutsertaan dalam politik: berpartisipasi dalam kegiatan politik yang sehat
j. Pengalaman social : Masih mampu berhubungan baik dengan lawan jenis
k. Peran social: menuntun generasi berikutnya, mandiri dan punya tanggung jawab
sosial

2.2.2 Faktor Risiko


2.2.2.1 Biologis
Kondisi kesehatan secara umum: Terjadi perubahan-perubahan fisik pada sel,sistem
tubuh
2.2.2.2 Psikologis
Self kontrol : Mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurangpositif,
Melakukan hal-hal positif
2.2.2.3 Sosial Budaya
a. Pendidikan: Memiliki pendidikan formal atau nonformal
b. Pendapatan: Memiliki pendapatan dan mandiri dalam ekonomi
c. Pekerjaan: Memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan
d. Status social: Mandiri dan tidak tergantung pada keluarga inti
e. Budaya: Tidakmengalami pertentangan nilai budaya
f. Agama dan keyakinan: Mempunyai religi dan nilai yang baik

2.2.3 Respon terhadap Stresor


2.2.3.1 Kognitif
Stressor sebagai tantangan untuk lebih berkembang lagi
2.2.3.2 Afektif
Reaksi afek dan emosi sesuai dengan stressornya
2.2.3.3 Fisiologis
Refleks respon fisiologi : kompensasi wajar
2.2.3.4 Perilaku
Prilaku menghadapi stressor dan menyelesaikannya
2.2.3.5 Sosial

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
40

Membandingkan kemampuan dan kapasitas diri dengan orang lain yang mempunyai
masalah yang sama

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal Ability
a. Mampu untuk mencari informasi
b. Mampu Identifikasi masalah
c. Kondisi fisik normal, semangat dan antusias
d. Mempunyai pengetahuan dan intelegensi yang cukup untuk menghadapi stressor
e. Mempunyai pedoman hidup yang realistis
f. Mampu melaksanakan rencana tindakan
2.2.4.2 Sosial support
a. Mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat
b. Diterima menjadi bagian dari keluarga dan masyarakat
c. Ikut dalam kegiatan atau perkumpulan di masyarakat (formal dan non formal
d. Tidak ada pertentangan nilai budaya
2.2.4.3 Material asset
a. Mempunyai penghasilan yang layak untuk tumbang di usia lansia
b. Mempunyai tabungan untuk mengantisipasi kebutuhan hidup
c. Mampu mengakses pely kes yang ada
2.2.4.4 Positive believe
a. Keyakinan dan nilai hidup yang positif
b. Motivasi masih tinggi dan bersemangat menjalani hidup
c. Mempunyai keyakinan bahwa lebih baik mencegah daripada mengobati

3. Diagnosis Keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan usia lanjut

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Lansia dapat menyebutkan karakteristik perkembangan psikososial yang normal
(merasa disayangi dan dibutuhkan keluarganya dan mampu mengikuti kegiatan social
dan keagamaan di lingkungan.
4.1.1.2 Lansia dapat menjelaskan cara mencapai perkembangan psikososial yang normal dan
merasa hidupnya bermakna.
4.1.1.3 Lansia melakukan tindakan untuk mencapai perkembangan psikososial yang normal

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Jelaskan ciri perilaku perkembangan lansia yang normal dan menyimpang (lihat tabel
sebelumnya)
4.1.2.2 Mendiskusikan cara yang dapat dilakukan oleh lansia untuk mencapai integritas diri
yang utuh
4.1.2.3 Mendiskusikan makna hidup lansia selama ini
4.1.2.4 Melakukan menceritakan kembali masa lalunya, terutama keberhasilannya

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
41

4.1.2.5 Mendiskusikan keberhasilan yang telah dicapai lansia


4.1.2.6 Mengikuti kegiatan sosial di lingkungannya
4.1.2.7 Melakukan kegiatan kelompok
4.1.2.8 Membimbing lansia membuat rencana kegiatan untuk mencapai integritas diri yang
utuh.
4.1.2.9 Memotivasi lansia untuk menjalankan rencana yang telah dibuatnya

4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Tujuan
4.2.1.1 Keluarga dapat menejelaskan perilaku lansia yang menggambarkan perkembangan
normal dan menyimpang
4.2.1.2 Keluarga dapat menjelaskan cara memfasilitasi perkembangan lansia
4.2.1.3 Keluarga melakukan tindakan untuk memfasilitasi perkembangan lansia
4.2.1.4 Keluarga merencanakan stimulasi untuk mengembangkan kemampuan Psikososial
lansia

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan perkembangan psikososial yang normal dan menyimpang pada keluarga
4.2.2.2 Mendiskusikan cara memfasilitasi perkembangan lansia yang normal dengan keluarga
a. Bersama lansia mendiskusikan makna hidupnya selama ini
b. Mendiskusikan keberhasilan yang telah dicapai lansia
c. Mendorong lansia untuk mengikuti kegiatan sosial (arisan, menengok yang sakit,
dll) di lingkungannya
d. Mendorong lansia untuk melakukan kegiatan
e. Mendorong lansia untuk melakukan life review (menceritakan kembali masa
lalunya terutama keberhasilannya)
4.2.2.3 Melatih keluarga untuk memfasilitasi perkembangan psikososial lansia
4.2.2.4 Membuat stimulasi perkembangan psikososial lansia

4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


Terapi Kelompok Terapeutik Usia Lanjut
Terapi Kelompok Terapeutik (TKT) adalah terapi yang dilakukan, secara
berkelompok dimana masing-masing anggota kelompok memiliki hubungan satu sama
lain dan memiliki norma tertentu. Adapun TKT bertujuan dapat mempertahankan
homeostatis, berfokus pada disfungsi perasaan, pikiran dan perilaku dan juga
mengatasi stres emosi, penyakit fisik, krisis tumbuh kembang atau penyesuaian sosial
serta mengantisipasi dan mengatasi masalah dengan mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh anggota kelompok itu sendiri.
Modul TKT lansia ini terdiri dari 6 (enam) sesi kegiatan yaitu :
a. Stimulasi adaptasi perubahan aspek biologis dan seksual.
b. Stimulasi adaptasi perubahan aspek psikologis (kognitif)
c. Stimulasi adaptasi perubahan aspek kognitif (emosional)
d. Stimulasi adaptasi perubahan aspek sosial
e. Stimulasi adaptasi perubahan aspek spiritual
f. Sharing dan evaluasi kemampuan integritas diri

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
42

STANDAR ASUHAN KEPERAWAN SEHAT MENTAL


KURANG PENGETAHUAN

1. Pengertian
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif dan keterampilan psikomotorikn yang
berhubungan dengan topik khusus tertentu (kehilangan kesempatan mendapatkan informasi
yang spesifik yang dibutuhkan oleh klien yang meliputi informasi tentang kondisi kesehatan,
penanganan, dan perubahan gaya hidup) yang dapat mempengaruhi keterampilan motorik
dalam pemulihan kesehatan, pemeliharaan dan promosi kesehatan (Doenges, et.al, 2008,
NANDA, 2015).

2. Pengkajian
Faktor yang berhubungan dengan atau menyebabkan individu mengalami kurang pengetahuan
(NANDA, 2015) antara lain:
2.1 Faktor presdiposisi
2.1.1 Biologis
2.1.1.1 Genetik: Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga atau tidak ada riwayat
kembar dengan orang tua gangguan jiwa
2.1.1.2 Nutrisi: Riwayat status nutrisi baik (tidak KEP atau malnutrisi)
2.1.1.3 Kondisi kesehatan secara umum:
2.1.1.4 Menderita penyakit kronis, kanker, jantung
2.1.1.5 Mengalami penyakit fisik (neurologi) yang mengganggu komunikasi verbal dengan
orang lain
2.1.1.6 Ada riwayat trauma kepala
2.1.1.7 Ada riwayat lesi pada lobus frontal, temporal dan limbik pada masa perkembangan
akibat sakit panas atau serangan kejang

2.1.2 Psikologis
2.1.2.1 Intelegensi: Ada keterbatasan kognitif atau memiliki IQ normal (90-100) atau di
bawah rata-rata (retardasi mental sedang dan berat), ada riwayat kesulitan mengingat.
2.1.2.2 Keterampilan verbal: ada riwayat mengalami kesalahan dalam mengintepretasikan
infromasi.
2.1.2.3 Moral: Mampu menyesuaikan diri dengan orang lain, dapat membedakan tingkah laku
yang benar dan yang salah dan mampu menggunakan etik dan moral baik yang ada di
rumah/keluarga, di masyarakat maupun norma agama yang dianut.
2.1.2.4 Kepribadian: mempunyai kepribadian introvert, dan sulit memulai berhubungan
dengan orang lain
2.1.2.5 Pengalaman masa lalu: Ada riwayat gangguan dalam proses tumbuh kembang (kurang
terpajan informasi yang edukatif dari sekolah maupun keluarga/orang tua). Pola asuh
orang tua terhadap individu kurang peduli terhadap pendidikan dan pengetahuan anak
tentang suatu topik
2.1.2.6 Lingkungan: ada pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman, perbedaan
budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi dan kurang terpajan informasi yang
edukatif
2.1.2.7 Konsep diri:

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
43

a. Kurang dapat menerima perubahan fisik (bentuk, struktur maupun fungsi) yang
dialami
b. Dapat melakukan peran sesuai dengan identitasnya (umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan dan posisi di masyarakat).
c. Kurang dapat menjalankan peran sesuai umur dan kewajiban di keluarga maupun
di masyarakat karena kondisi penyakitnya.
d. Dapat membuat harapan dan cita-cita yang realistis sesuai dengan kondisinya saat
ini.
e. Mempunyai penilaian yang negatif tentang dirinya dan merasa kurang puas dengan
apa yang sudah dimiliki sekarang termasuk dalam berhubungan sosial dengan
orang lain.
2.1.2.8 Motivasi.
a. Mempunyai motivasi dan minat yang kurang dalam memperoleh informasi tentang
kondisi dirinya
b. Kurang mempunyai inisiatif atau ide untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat
(dalam mencari informasi)
c. Kurang mendapatkan penghargaan yang sesuai dari lingkungan sekitar ketika
berhasil melakukan pekerjaan
2.1.2.9 Pertahanan psikologi
a. Mudah mengalami kecemasan
b. Mempunyai koping yang maladaptif dalam menyelesaikan masalah
c. Merasa tidak nyaman dengan kondisi kesehatan sekarang, dan bersama-sama
dengan orang di sekitarnya
2.1.2.10 Self kontrol
a. Dapat melakukan aktivitas yang positif dan sesuai aturan dan normal yang ada
b. Kadang kurang dapat menahan diri untuk melakukan aktivitas atau mengikuti
dorongan yang negatif
c. Melakukan kegiatan di pekerjaan, di rumah dan di masyarakat yang positif

2.1.3 Sosial
2.1.3.1 Umur: umur ≥ 12 th
2.1.3.2 Gender: Laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk
mengalami kurang pengetahuan
2.1.3.3 Pendidikan: Mempunyai pendidikan formal yang rendah
2.1.3.4 Pendapatan: Mempunyai pendapatan yang kurang dan tidak mencukupi kebutuhan
sehari-hari terutama untuk membeli media informasi
2.1.3.5 Pekerjaan: tidak mempunyai pekerjaan atau mempunyai pekerjaan yang mapan dan
belum dapat menopah kehidupan sehari-hari
2.1.3.6 Status sosial: Kurang mampu terlibat dalam kehidupan di masyarakat, kurang peduli
dengan keberadaan orang lain di sekitarnya
2.1.3.7 Latar belakang budaya: kadang mempunyai kebudayaan yang bertentang dengan
praktik kesehatan, misalnya mencari penyelesaian masalah kesehatan di non tenaga
kesehatan
2.1.3.8 Agama dan keyakinan: Memiliki religi dan nilai-nilai yang baik dalam hidupnya dan
walaupun kadang masing melakukan ritual yang bertentangan dengan agama yang
dianutnya
Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
44

2.1.3.9 Keikutsertaan dalam politik: Kurang dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik secara
sehat dan sportif
2.1.3.10 Pengalaman sosial: Kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
2.1.3.11 Peran sosial: Individu kurang memperhatikan keluarga, tetangga dan kurang dapat
mempersiapkan generasi penerusnya dengan arif dan bijaksana

2.2 Faktor presipitasi


2.2.1 Nature:
2.2.1.1 Biologis:
a. Selama 6 bulan terakhir mempunyai status gizi yang buruk (terlalu kurus atau
obesitas)
b. Kesehatan secara umum: selama 6 bulan terakhir, mengalami penyakit fisik yang
berpengaruh pada kemampuan mengingat (stroke), trauma kepala, tumor otak
c. Selama 6 bulan ini menderita penyakit ginjal, kanker dan jantung yang mendadak
yang memerlukan pemeriksaan diagnostik khusus dan penanganan khusus
2.2.1.2 Psikologis:
a. Selama 6 bulan terakhir mengalami penurunan kemampuan kognitif akibat
penyakit fisik atau psikotik yang dialami
b. Selama 6 bulan terakhir klien kurang terpajan dengan informasi yang dibutuhkan
c. Selama 6 bulan kesulitan mengintrepetasikan informasi atau pesan yang diberikan
oleh orang lain atau tenaga kesehatan
2.2.1.3 Sosial budaya
a. Selama 6 bulan terakhir kesulitan menjalin hubungan sosial dengan orang lain
terutama tenagan kesehatan
b. Selama 6 bulan terakhir, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
c. Tidak familier terhadap sumber informasi yang ada

2.2.2 Origin
Secara internal, individu kadang kurang dapat menerima perubahan fisik dan
psikologis yang terjadi pada dirinya serta individu kesulitan memahami informasi
yang diterima dan secara ekternal, terdapat keluarga yang kadang kurang mendukung
terhadap kondisi kesehatan klien serta masyarakat yang kurang menerima dan
mendukung keberadaannya. Tidak ada tenaga kesehatan yang memberikan informasi
kesehatan tentang kondisi kesehatannya

2.2.3 Timing
Stressor muncul sejak 6 bulan yang lalu sampai sekarang, stressor muncul bersamaan
atau bergantian

2.2.4 Number
Jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang jelek atau buruk, yaitu:
secara biologis mengalami penyakit fisik yang bahkan mempengaruhi kemampuan
kognitif, secara psikologis mempunyai kemampuan dan mengintretasikan yang
rendah, secara sosial klien kurang familier dengan sumber informasi atau bahkan tidak
terpajan sumber informasi kesehatan.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
45

2.3 Penilaian terhadap stresor


2.3.1 Kognitif
2.3.1.1 Menyatakan kurangnya pengetahuan atau ketrampilan
2.3.1.2 Menyatakan permintaan sebuah informasi tentang kondisi penyakitnya
2.3.2 Afektif
2.3.2.1 Mengekspresikan perasaan yang tidak akurat terhadap kondisi penyakitnya, misalnya
marah, khawatir, takut terhadap kondisi penyakitnya saat ini
2.3.2.2 Merasa depresi atau cemas dengan kondisi kesehatan atau akibat kurangnya informasi
2.3.3 Fisiologis
2.3.3.1 Dada berdebar-debar
2.3.3.2 Denyut jantung meningkat
2.3.3.3 Keringat dingin
2.3.4 Sosial
2.3.4.1 Menanyakan atau meminta informasi tentang upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan kesehatannya
2.3.4.2 Kadang ada kesulitan untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain
(mempunyai teman dekat)
2.3.4.3 Kurang dapat menjawab pertanyaan sesuai kehendak perawat
2.3.5 Perilaku (NANDA, 2015)
2.3.5.1 Perilaku meminta informasi tentang suatu topik, menanyakan sesuatu hal
2.3.5.2 Selama wawancara dapat duduk tidak bisa tenang dan tampak ketertarikan untuk
mendengarkan
2.3.5.3 Kurang terintegrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari-hari (kurang dapat
berpartisipasi
2.3.5.4 Menampikan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau yang sudah
ditentukan
2.3.5.5 Perilaku hiperbola
2.3.5.6 Ketidakakuratan mengikuti perintah
2.3.5.7 Kadang menunjukkan perilaku yang tidak tepat, misal: histeria, bermusuhan, agitasi
dan apatis

2.4 Sumber Koping


2.4.1 Personal ability
2.4.1.1 Mempunyai problem solving yang kurang baik: tidak mampu mencari informasi,
kurang mampu mengidentifikasi masalah, kurang mampu mempertimbangkan
alternatif pemecahan dan mampu mengambil keputusan serta menyusun rencana
pemecahan terutama dalam mencari informasi kesehatan
2.4.1.2 Mempunyai kondisi fisik yang kurang sehat maupun terhadap penyakit yang
mendadak/akut, memerlukan penanganan khusus dan terjadi perubahan gaya hidup
yang membuat klien kesulitan mendapatkan informasi tentang kesehatannya
2.4.1.3 Kurang mempunyai keterampilan komunikasi verbal dan non verbal yang baik dengan
orang lain, kurang inisiatif untuk berkomunikasi dan bertanya pada orang lain
2.4.1.4 Mempunyai pengetahuan yang kurang tentang pengertian topik tertentu dan dapat
menjelaskan secara sederhana
2.4.1.5 Mempunyai identitas ego yang kuat (mempunyai pedoman hidup yg realistis)

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
46

2.4.2 Social support


2.4.2.1 Mempunyai saudara atau keluarga yang tinggal dalam satu rumah, mempunyai
tetangga yang sering berhubungan sosial dan mempunyai masyarakat yang
mendukung aktivitas harian individu tersebut
2.4.2.2 Kurang mempunyai komitmen yang baik dengan perkumpulan di masyarakat dalam
melakukan kegiatan
2.4.2.3 Tidak adanya tenaga kesehatan yang peduli memberikan informasi kesehatan

2.4.3 Material asset


2.4.3.1 Mempunyai penghasilan yang kurang mencukupi untuk membeli media informasi
(majalah, buku, audio visual)
2.4.3.2 Mempunyai fasilitas yang dapat digunakan menambah pengetahuan tentang suatu
topik (misal: televisi, radio)
2.4.3.3 Terdapat pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang dekat dengan individu
dapat dimintai informasi tentang suatu topik.

2.4.4 Positif beliefs


2.4.4.1 Keyakinan dan nilai: individu merasa yakin bahwa pengetahuannya tentang suatu
topik akan dapat memperbaiki kondisi kesehatannya sekarang
2.4.4.2 Motivasi: individu mempunyai motivasi yang kurang dalam mengatasi penyakitnya
dan kurang bersemangat untuk meningkatkan pengetahuan tentang suatu topik
2.4.4.3 Orientasi kesehatan pada pencegahan: dengan meningkatkan pengetahuan maka
seseorang akan dapat melakukan upaya pencegahan terhadap gangguan kesehatan
secara tepat

2.5 Mekanisme Koping


2.5.1 Konstruktif
2.5.1.1 Menyadari tentang adanya masalah
2.5.1.2 Meminta informasi dan saran dari orang lain
2.5.1.3 Mempunyai keterarikan untuk bertanya dan mengetahui suatu topik

2.5.2 Dekstruktif:
2.5.2.1 Denial
2.5.2.2 Regresi
2.5.2.3 Proyeksi
2.5.2.4 Displacement
2.5.2.5 Rasionalisasi

3. Diagnosis Keperawatan
Kurang pengetahuan

4. Tindakan Keperawatan
Menurut Doengoes, Moorhouse dan Murr. (2008) intervensi generalis yang dapat dilakukan
pada individu dalam mengatasi kurang pengetahuan antara lain:
4.1 Tujuan
4.1.1 Klien berpartisipasi dalam proses pembelajaran
4.1.2 Klien mampu mengidentifikasi teknik pembelajaran yang tepat dan menyepakatinya

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
47

4.1.3 Klien dapat meningkatkan ketertarikan untuk belajar yang ditunjukkan kemauan
untuk melihat informasi dan mengajukan pertanyaan
4.1.4 Klien dapat mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan tentang kondisi atau proses
penyakit dan penanganannya
4.1.5 Klien dapat mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala pada proses penyakit dan
proses penyakit terhadap faktor yang menyebabkannya
4.1.6 Klien mampu mengungkapkan kebutuhannya akan prosedur yang akan dilakukan dan
mendukung pelaksanaan dari tindakan tersebut
4.1.7 Klien mempunyai inisiatif dalam memenuhi kebutuhan perubahan gaya hidup dan
dapat berpartisipasi selama proses perawatan
4.2 Tindakan
4.2.1 Identifikasi kesiapan belajar dan kebutuhan belajar individu:
4.2.1.1 Verikasi tingkat pengetahuan dan kebutuhan antisipasi
4.2.1.2 Tentukan kemampuan/kesiapan klien dan mendukung pembelajaran
4.2.1.3 Identifikasi adanya tanda penghindaran yang ditunjukkan oleh klien
4.2.1.4 Identifikasi adanya pendukung (orang tua, masyarakat, teman)

4.2.2 Tentukan faktor lain yang berkaitan dengan proses belajar:


4.2.2.1 Catat faktor personal (misalnya: tingkat perkembangan, gender, sosial kultural, agama,
pengalaman hidup, tingkat pendidikan dan stabilitas emosional)
4.2.2.2 Tentukan hambatan dalam pembelajaran: pendukung bahasa (klien tidak dapat
membaca, perbedaan bahasa antara klien dan tenaga kesehatan), faktor fisik
(gangguan kognitif, aphasia, dislexia), kestabilan fisik (misal: sakit akut, intoleransi
aktivitas), tidak adanya meteri untuk pembelajaran
4.2.2.3 Kaji tingkat kemampuan klien dan situasi yang memungkinkan untuk belajar

4.2.3 Kaji motivasi klien untuk belajar


4.2.3.1 Identifikasi faktor motivasi yang dimiliki individu (misalnya: kebutuhan
menghentikan merokok akibat penyakit paru-paru yang dideritanya, atau klien ingin
menurunkan BB karena ada anggota keluarga yang meninggal karena obesitas)
4.2.3.2 Berikan informasi yang relevan dan pada situasi yang tepat untuk mencegah overload
4.2.3.3 Berikan reinforcement positif paska pembelajaran
4.2.3.4 Hindari pemberian reinforcemenet yang negatif (mengkritik, mengancam)

4.2.4 Tentukan pritoritas dalam hubungannya dengan klien


4.2.4.1 Bersama klien tentukan informasi mana yang akan disampaikan dahulu
4.2.4.2 Diskusikan persepsi klien tentang kebutuhan informasi dan hubungkan informasi
tersebut dengan keyakinan dan kepercayaan klien
4.2.4.3 Bedakan antara isi informasi yang memang harus segera diberikan dan isi informasi
yang dapat menarik perhatian klien

4.2.5 Tentukan isi informasi yang dibutuhkan klien


4.2.5.1 Identifikasi informasi yang dibutuhkan klien dan sampaikan dengan bahasa yang
mudah dimengerti sehingga mudah untuk mengingatnya
4.2.5.2 Identifikai informasi yang harus dilakukan dengan dengan emosi, sikap dan nilai
afektif yang tepat
4.2.5.3 Identifikasi keterampilan psikomotor yang dibutuhkan selama pembelajaran

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
48

4.2.6 Kembangkan pembelajaran yang objektif


4.2.6.1 Sepakati waktu pembelajaran sesuai kondisi dan situasi klien
4.2.6.2 Bersama klien identifikasi tujuan dan harapan yang hendak dicapai oleh klien setelah
pembelajaran
4.2.6.3 Bantu klien memahami tingkat pencapaian, faktor waktu dan pendek atau panjangnya
tujuan akan dicapai
4.2.6.4 Masukkan tujuan affektif atau emosional untuk mengurangi stres

4.2.7 Identifikasi metode pembejaran yang tepat digunakan untuk klien


4.2.7.1 Tentukan methode akses informasi yang dapat digunakan klien (auditory, kinsthetik,
gustatorik/olfaktorik). Dan termasuk rencana pembelajaran
4.2.7.2 Tentukan penggunaan media pembelajaran yang tepat sesuai dengan umur klien,
misalnya keterampilan membaca dan menulis, dialog/pertanyaan, materi audiovisual
4.2.7.3 Berikan setting pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang berkualitas
4.2.7.4 Gunakan sistem pembelajaran kelompok atau team yang tepat

4.2.8 Fasilitas pembelajaran


4.2.8.1 Gunakan kalimat yang pendek, ucapkan secara jelas dan kalau perlu simpulkan
4.2.8.2 Gunakan bahasa tubuh dan ekpresi wajah yang tepat yang dapat menambah
pemahaman klien terhadap materi
4.2.8.3 Diskusikan satu topik dalam satu waktu, hindari memberikan banyak informasi dalam
satu sesi
4.2.8.4 Berikan informasi tertulis/pedoman atau modul yang dipelajari sendiri oleh klien dan
dibutuhkan oleh klien
4.2.8.5 Berikan informasi di tempat dan pada waktu yang tepat dan evaluasi efektifitas teknik
pembelajaran yang sudah digunakan
4.2.8.6 Berikan lingkungan yang kondusive untuk pembelajaran
4.2.8.7 Sadari hal-hal yang berhubungan dengan perawat dalam situasi tersebut (misalnua:
vocabulary/kosakata, baju, gaya berbicara, pengetahuan tentang suatu objek dan
kemampuan atau hambatan memberikan informasi secara tepat)
4.2.8.8 Mulai memberikan informasi dari yang ingin segera klien ketahui dan berpindah pada
informasi yang tidak ingin diketahui klien
4.2.8.9 Janjikan bahwa informasi yang diberikan tidak akan membuat klien cemas bingung
4.2.8.10 Libatkan peran serta aktif klien dalam pembelajaran
4.2.8.11 Berikan feed back dan reinforcement positif ketika klien dapat menyebutkan
kembali apa yang sudah disampaikan
4.2.8.12 Sadarai bahwa pemberian informasi yang monoton dapat menimbulkan rasa jenuh
atau bosal (jawab pertanyaan klien yang spesifik dan berikan reinforcement)
4.2.8.13 Bantu klien menggunakan informasi yang sudah diberikan dengan menjelaskan
waktu pelaksanaan, situasi, lingkungan dan orang yang dapat dimintai bantuan)

4.2.9 Tingkatan kesejahteran (pengajaran/pemahaman setelah pulang


4.2.9.1 Berikan akses informasi dan kontak person
4.2.9.2 Identifikasi sumber dimasyarakat yang tepat, kelompok pendukung
4.2.9.3 Berikan informasi sumber informasi yang dapat digunakan untuk pembelajaran

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
49

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


DIAGNOSIS RESIKO

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
50

SATUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN ANSIETAS

1. Pengertian
Ansietas adalah keadaan emosi dan pengalaman subyektif individu, tanpa objek yang spesifik
karena ketidaktahuan dan mendahului semua pengalaman yang baru seperti masuk sekolah,
pekerjaan baru atau melahirkan anak (Stuart, 2013). Ansietas (kecemasan) adalah perasaan
takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat
diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008).

2. Tingkatan Ansietas
Tingkatan ansietas sebagai berikut :
2.1 Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya (Videbeck,
2008). Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Selama
tahap ini, seseorang menjadi lebih waspada dan kesadarannya menjadi lebih tajam terhadap
lingkungan. Jenis ansietas ini dapat memberikan motivasi pembelajaran dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.

2.2 Ansietas sedang


Pada tingkat ini, individu berfokus pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain.
Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu. Individu tidak mempunyai perhatian
yang selektif, kemampuan penglihatan, pendengaran, dan penciuman menurun (Stuart, 2013).
Jika diarahkan untuk melakukan sesuatu, individu dapat berfokus pada perhatian yang lebih
banyak .

2.3 Ansietas Berat


Lapang persepsi individu sangat menyempit (Videbeck, 2008). Individu cenderung berfokus
pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area yang lain. Kemampuan persepsi seseorang menjadi menurun secara
menyolok dan perhatiannya pun terpecah-pecah. Pikirannya hanya fokus pada satu hal dan
tidak memikirkan yang lain.

2.4 Tingkat Panik


Panik adalah kehilangan kendali, individu tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
arahan. Panik mengakibatkan disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi
yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian (Videbeck,
2008). Gejala yang terjadi adalah palpitasi, nyeri dada, mual atau muntah, ketakutan
kehilangan control, parestesia, tubuh merasa panas atau dingin (Stuart, 2013).

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
51

3. Pengkajian
3.1 Pengkajian Ners
3.1.1 Tanda subyektif
3.1.1.1 Sakit kepala dan Sulit tidur
3.1.1.2 Lelah
3.1.1.3 Merasa tidak berharga
3.1.1.4 Merasa tidak bahagia
3.1.1.5 Sedih dan sering menangis
3.1.1.6 Sulit menikmati kegiatan harian
3.1.1.7 Kehilangan minat gairah
3.1.1.8 Perasaan tidak aman
3.1.1.9 Pekerjaan sehari-hari terganggu

3.1.2 Tanda obyektif


3.1.2.1 Nadi dan tekanan darah naik
3.1.2.2 Tidak nafsu makan
3.1.2.3 Diare/konstipasi
3.1.2.4 Gelisah
3.1.2.5 Berkeringat
3.1.2.6 Tangan gemetar
3.1.2.7 Sulit mengambil keputusan
3.1.2.8 Sulit berfikir
3.1.2.9 Mudah lupa
3.1.2.10 Tidak mampu menerima informasi dari luar
3.1.2.11 Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
3.1.2.12 Ketakutan atas sesuatau yang tidak spesifik/jelas
3.1.2.13 Gerakan meremas tangan
3.1.2.14 Bicara berlebihan dan cepat
3.1.2.15 Tidak mampu melakukan kegiatan harian

3.2 Pengkajian Ners Spesialis


3.2.1 Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2013) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang menjadi sumber
terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk menghadapi stres
baik yang biologis, psikososial dan sosial kultural. Berbagai teori menjadi dasar pola berpikir
faktor predisposisi kesehatan jiwa.
3.2.1.1 Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisiologis dari individu
yang mempengaruhi terjadinya ansietas. Beberapa teori yang melatarbelakangi cara pandang
faktor predisposisi biologis adalah teori genetik dan teori biologi. Teori genetik lebih
menekankan pada campur tangan komponen genetik terhadap berkembangnya perilaku
ansietas. Sedangkan teori biologi lebih melihat struktur fisiologis yang meliputi fungsi saraf,
hormon, anatomi dan kimia saraf.

Genetik dihasilkan dari fakta-fakta mendalam tentang komponen genetik yang berkontribusi
terhadap perkembangan gangguan ansietas (Sadock & Sadock, 2003). Gen 5HTTP

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
52

mempengaruhi bagaimana otak memproduksi serotonin (National Institute of Mental Health,


1996). Studi statistik mengindikasikan bahwa faktor gen dapat menyebabkan perbedaan 3-4%
derajad ansietas yang di alami oleh seseorang (Shives, 2005). Temuan dari penelitian tersebut
juga digunakan untuk menjelaskan pola kepribadian yang normal dan patologis.

Studi yang dilakukan terhadap keluarga relatip menentukan prevalensi ansietas. Dua metode
yang umum digunakan adalah riwayat keluarga yang didapatkan dari wawancara secara tidak
langsung dari informan dan studi keluarga yang dilakukan berdasarkan wawancara langsung
dengan anggota keluarga. Metode ini digunakan untuk menjelaskan teori yang berkenaan
dengan berbagai klasifikasi ansietas (Nicolini, Cruz, Camarena, Paez & De la Fante, 1999).
Sadock dan Sadock (2003) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sekitar 50% dari klien
yang mengalami gangguan panik dipengaruhi oleh hubungan keluarga. Lima belas sampai
dua puluh persen individu yang mengalami gangguan obsessive compulsive berasal dari
keluarga dengan anggota keluarga memiliki masalah yang sama dan sekitar 40% seseorang
yang mengalami agoraphobia berhubungan dengan anggota keluarga dengan agoraphobia.
Hipotesa yang dapat kita simpulkan dari berbagai penelitian tersebut adalah genetik
memainkan peran dalam berkontribusi terhadap manifestasi tanda-tanda ansietas yang dialami
oleh individu.
Pemahaman teori biologi dilakukan dengan mengevaluasi hubungan antara ansietas dan faktor
yang mempengaruhi yaitu katekolamin, kadar neuroendokrin, neurotransmiter seperti
serotonin GABA dan kolesistokinin dan reaktivasi autonom. Gambaran tentang fungsi saraf
diperlukan dalam melihat keterkaitan biologis dengan ansietas (Sadock & Sadock, 2003).
Kadar serotonin yang berlebihan pada beberapa area penting dari otak yaitu raphe nucleus,
hipotalamus, thalamus, basal ganglia dan sistem limbik berhubungan dengan tejadinya
ansietas. Bustiron dan benzodiazepine menghambat transmisi serotonin yang menyebabkan
munculnya berbagai gejala ansietas (Roerig, 1999).

Penelitian neuroimaging lebih berfokus pada anatomi normal dan kimia saraf, perilaku
farmakologi dan teori perubahan kognitif untuk memahami dasar biologis dari ansietas.
Penelitian berfokus pada identifikasi prediksi potensial respon terhadap treatment. Studi
menggunakan Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan peningkatan aktivitas
metabolik dan aliran darah pada lobus frontal, basal ganglia dan singulum pada klien dengan
diagnosa gangguan obsessive compulsive (Holman & Devous, 1992; Sadock & Sadock, 2003
dalam Shives, 2005).
3.2.1.2 Psikologis
Teori psikoanalitik dan perilaku menjadi dasar pola pikir faktor predisposisi psikologis
terjadinya ansietas. Teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh Sigmund Freud menjelaskan
bahwa ansietas merupakan hasil dari ketidakmampuan menyelesaikan masalah, konflik yang
tidak disadari antara impuls agresif atau kepuasan libido serta pengakuan terhadap ego dari
kerusakan eksternal yang berasal dari kepuasan. Sebagai contoh konflik yang tidak disadari
pada saat masa kanak-kanak, seperti takut kehilangan cinta atau perhatian orang tua,
menimbulkan perasaan tidak nyaman atau ansietas pada masa kanak-kanak, remaja dan
dewasa awal (Roerig, 1999).

Teori psikoanalisa terbaru menjelaskan bahwa ansietas merupakan interaksi antara


temperament dan lingkungan. Seseorang lahir ke dunia dengan pembawaan fisiologis sejak
Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
53

lahir yang mempengaruhi rasa takut pada tahapan awal kehidupan. Sebagai upaya seseorang
menghadapi konflik, seseorang mengembangkan gambaran lemah tentang kemampuan diri
dan penggunaan strategi yang kurang tepat seperti mencegah mengatasi stress kehidupan.
Kenyamanan seseorang menurun dan mengembangkan kehilangan kontrol dengan
meningkatkan emosi yang negatif, puncak ansietas dan mengawali terjadinya serangan panik
(Medscape, 2000).

3.2.1.3 Sosial Budaya


Faktor predisposisi sosial budaya dianalisa melalui beberapa teori yaitu interpersonal dan
sosial budaya. Teori interpersonal melihat bahwa ansietas terjadi dari ketakutan akan
penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan,
seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu
yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang
berat.

Teori sosial budaya meyakini faktor sosial dan budaya sebagai faktor penyebab ansietas.
Pengalaman seseorang sulit beradaptasi terhadap permintaan sosial budaya dikarenakan
konsep diri yang rendah dan mekanisme koping. Stresor sosial dan budaya menjadi ancaman
untuk seseorang dan dapat mempengaruhi berkembangnya perilaku maladaptif dan menjadi
onset terjadinya ansietas.
Teori sosial budaya menegaskan bahwa hubungan interpersonal merupakan salah satu
penyebab terjadinya ansietas. Hubungan interpersonal yang tidak adekuat pada saat bayi akan
menjadi penyebab disfungsi tugas perkembangan seseorang sesuai dengan usia. Konsep diri
yang negatif sejak kecil akan menimbulkan kesulitan penyesuaian diri yang terjadi pada
individu terhadap kelompok sosial budayanya. Kemampuan komunikasi yang rendah akibat
konsep diri yang negatif menyebabkan seseorang sulit dalam menyelesaikan masalah
sehingga berpotensi menyebabkan ansietas.

3.2.2 Faktor Presipitasi


Faktor presipitasi adalah stimulus internal maupun eksternal yang mengancam individu.
Komponen faktor presipitasi terdiri atas sifat, asal, waktu dan jumlah stressor (Stuart, 2013).

3.2.2.1 Nature
Sifat stressor dapat diidentifikasi dalam tiga komponen utama yaitu biologi, psikologis dan
sosial. Tiga komponen tersebut merupakan hasil dari ancaman terhadap integritas fisik dan
ancaman terhadap sistem diri. Ancaman terhadap integritas fisik terjadi karena
ketidakmampuan fisiologis atau penurunan kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari
di masa mendatang. Ancaman ini meliputi sumber internal dan sumber eksternal. Sumber
eksternal meliputi terpaparnya infeksi virus atau bakteri, polusi lingkungan, bahaya
keamanan, kehilangan perumahan yang adekuat, makanan, pakaian atau trauma injuri.

Sedangkan sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem
imun, atau regulasi suhu. Perubahan biologis secara normal dapat terjadi pada kehamilan dan
kegagalan untuk berpartisipasi dalam melakukan pencegahan merupakan bagian lain dari
sumber internal. Nyeri sering diindikasikan sebagai ancaman terhadap integritas fisik.
Ansietas ini akan memotivasi seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan. Ancaman
terhadap integritas fisik yang selanjutnya dilihat sebagai faktor presipitasi biologis.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
54

Faktor presipitasi psikologis dan sosial budaya berasal dari adanya ancaman terhadap sistem
diri. Ancaman terhadap sistem diri diindikasikan mengancam identitas seseorang, harga diri,
dan fungsi integritas sosial. Ancaman terhadap sistem diri juga terdiri atas dua sumber yaitu
eksternal dan internal. Sumber eksternal terdiri atas kehilangan orang yang sangat dicintai
karena kematian, perceraian, perubahan status pekerjaan, dilema etik, dan tekanan sosial atau
budaya. Sumber internal meliputi kesulitan hubungan interpersonal di rumah atau di tempat
kerja, dan menjalankan peran baru seperti sebagai orang tua, pelajar atau pekerja.

Ancaman terhadap integritas fisik dapat juga menjadi ancaman terhadap sistem diri karena
mental dan fisik saling berhubungan. Pembedaan kategori tersebut tergantung pada respon
seseorang terhadap adanya stresor. Tidak ada kejadian stressful terjadi pada orang yang sama
terjadi pada waktu yang berbeda, karena seluruh kejadian bersifat individual bagi setiap
orang.

3.2.2.2 Asal Stressor


Berdasarkan sifat stressor yang telah diuraikan diatas maka asal stressor ansietas dapat
didentifikasi melalui dua sumber yaitu internal dan eksternal. Sumber internal digambarkan
sebagai seluruh stresor ansietas yang berasal dari dalam individu baik yang bersifaf biologis
maupun psikologis. Sumber eksternal merupakan sumber ansietas yang berasal dari
lingkungan eksternal individu termasuk didalamnya hubungan interpersonal dan pengaruh
budaya.

Pada ansietas keluarga asal stresor lebih pada stresor eksternal yaitu adanya anak yang sakit.
Adanya anak yang sakit ini dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan biologi yang
berperan sebagai stresor internal dan menambah stress bagi caregiver.

3.2.2.3 Time
Stuart (2013) menjelaskan bahwa waktu dilihat sebagai dimensi kapan stresor mulai terjadi
dan berapa lama terpapar stressor sehingga menyebabkan munculnya gejala ansietas.
Frekuensi paparan stressor ansietas juga dapat diindikasikan untuk melihat terjadinya ansietas
pada caregiver.

Pada ansietas keluarga, waktu terjadinya stresor berupa anak yang sakit datang tiba-tiba dan
tidak terduga. Lamanya stresor ansietas keluarga tergantung pada kondisi kesehatan anak.
Semakin berat tingkat penyakit yang dialami anak akan memperpanjang lamanya stresor yang
dialami oleh keluarga sebagai caregiver. Demikian sebaliknya pada kondisi penyakit anak
yang ringan, lamanya stresor yang dialami oleh keluarga semakin pendek.

3.2.2.4 Jumlah Stresor


Jumlah pengalaman stress yang dialami individu dalam satu waktu tertentu juga menjadi
faktor presipitasi terjadinya ansietas (Stuart, 2013). Jumlah stressor lebih dari satu yang
dialami oleh individu dalam satu waktu akan lebih sulit diselesaikan dibandingkan dengan
satu stressor yang dialami.

Jumlah stressor yang dialami oleh keluarga yang anaknya dirawat di rumah sakit pada
awalnya satu yaitu anak yang sakit. Namun ketika muncul respon terhadap stresor sosial
tersebut maka jumlah stresor akan bertambah sesuai dengan hasil respon yang ditampilkan
ketika menerima stresor sosial. Stresor yang dialami oleh caregiver akan bertambah dengan
adanya stresor psikologis dan biologis. Pada masing-masing stresor ini jumlah stresor tidak
Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
55

hanya satu namun dapat lebih dari satu karena hasil respon yang ditampilkan dari stresor
utama adanya anak yang sakit.

3.2.3 Penilaian terhadap stressor


Model adaptasi stres (Stuart, 2013) mengintegrasikan data dari konsep psikoanalisis,
interpersonal, perilaku, genetik dan biologis. Berbagai konsep tersebut akan menjelaskan
tentang penilaian stressor seseorang ketika mengalami ansietas yang meliputi kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku dan sosial.
3.2.3.1 Kognitif
a. Kurang perhatian
b. Kurang konsentrasi
c. Fokus pada diri sendiri
d. Pelupa
e. Kesalahan dalam menilai
f. Preokupasi
g. Bloking
h. Penurunan lapangan pandang
i. Berkurangnya kreativitas
j. Bingung
k. Waspada meningkat
l. Berkurangnya objektivitas
m. Takut kehilangan kontrol
n. Takut
o. Bayangan visual
p. Takut akan terluka atau kematian
q. Kesadaran diri meningkat
r. Mimpi buruk

3.2.3.2 Afektif
a. Menyesal
b. Iritabel
c. Kesedihan mendalam
d. Gugup
e. Sukacita berlebihan
f. Nyeri dan ketidakberdayaan meningkat
g. Merasa ketidakpastian
h. Kekhawatiran meningkat
i. Perasaan tidak adekuat
j. Distressed
k. Khawatir
l. Merasa prihatin
m. Mencemaskan sesuatu

3.2.3.3 Fisiologis
a. Suara bergetar
b. Gemetar/ tremor
c. Bergoyang-goyang
Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016
Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
56

d. Respirasi meningkat
e. Dilasi Pupil
f. Refleks-refleks meningkat
g. Eksitasi kardiovaskuler
h. Peluh meningkat
i. Wajah tegang
j. Anoreksia
k. Jantung berdebar-debar
l. Mulut Kering
m. Kelemahan
n. Wajah bergejolak
o. Vasokonstriksi superfisial
p. Berkedutan
q. Sukar bernafas
r. Sering berkemih
s. Nyeri abdomen
t. Gangguan tidur
u. Perasaan kesemutan ekstremitas
v. Diare
w. Keragu-raguan berkemih
x. Nadi meningkat/menurun
y. Tekanan Darah Menurun/meningkat
z. Mual
æ. Pingsan

3.2.3.4 Perilaku
a. Produktivitas menurun
b. Mengamati dan waspada
c. Kontak mata jelek
d. Gelisah
e. Melihat sekilas sesuatu
f. Pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan lengan/ tangan)
g. Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam hidup
h. Insomnia

3.2.3.5 Sosial
a. Menghindari kontak sosial
b. Sosialisasi menurun
c. Kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan

3.3 Sumber Koping


3.3.1 Personal ability
Kurang komunikatif, Hubungan interpersonal yang kurang baik, Kurang memiliki,
kecerdasan dan bakat tertentu, Mengalami gangguan fisik, Perawatan diri yang kurang
baik, Tidak kreatif

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
57

3.3.2 Sosial Support


Hubungan yang kurang baik antar : individu, keluarga , kelp dan masyarakat, Kurang
terlibat dalam organisasi sosial/ kelompok sebaya, Ada konflik nilai budaya

3.3.3 Material Assets


Kurang memiliki penghasilan secara individu, Sulit mendapat pelayanan kesehatan,
Tidak memiliki pekerjaan/ vokasi/ posisi

3.3.4 Positive Belief


Tidak mempunyai keyakinan dan nilai yang positif, Kurang memiliki motivasi,
Kurang berorientasi pencegahan (lebih senang melakukan pengobatan )

3.4 Mekanisme Koping


3.4.1 Konstruktif
Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu menerimanya sebagai suatu
pilihan untuk pemecahan masalah. Seperti :
 Negosiasi/ kompromi
 Meminta saran
 Perbandingan yang positif, penggantian rewards
3.4.2 Destruktif
Menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan masalah atau konflik tersebut. Seperti :
 Denial
 Supresi
 Proyeksi
 Menyerang
 Menarik diri

4. Diagnosis Keperawatan
Ansietas

5. Diagnosis Medis terkait


Diagnosis medik : Diabetes Mellitus, Hipertensi, tindakan operasi.

6. Tindakan Keperawatan
6.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
6.1.1 Tujuan
6.1.1.1 Pasien mampu mengenal ansietas
6.1.1.2 Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
6.1.1.3 Pasien mampu mengatasi ansietas melalui distraksi
6.1.1.4 Pasien mampu mengatasi ansietas melalui hipnotis lima jari
6.1.1.5 Pasien mampu mengatasi ansietas melalui kegiatan spiritual

6.1.2 Tindakan
6.1.2.1 Mendiskusikan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, akibat
6.1.2.2 Melatih teknik relaksasi fisik
6.1.2.3 Melatih mengatasi ansietas dengan distraksi
6.1.2.4 Melatih mengatasi ansietas melalui hipnotis lima jari

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
58

6.1.2.5 Melatih mengatasi ansietas melalui kegiatan spiritual

6.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


6.2.1 Tujuan
6.2.1.1 Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pasien dan masalah merawat pasien
ansietas
6.2.1.2 Keluarga mampu mengambil keputusan merawat klien dengan ansietas
6.2.1.3 Merawat klien dengan ketidakberdayaan
6.2.1.4 Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dengan ansietas
6.2.1.5 Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-up dan mencegah
kekambuhan klien

6.2.2 Tindakan
6.2.2.1 Mendiskusikan masalah keluarga dalam merawat klien ansietas.
6.2.2.2 Mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam merawat klien
6.2.2.3 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya ansietas
6.2.2.4 Mendiskusikan akibat yang mungkin terjadi pada klien ansietas
6.2.2.5 Menjelaskan dan melatih keluarga klien ansietas cara : relaksasi fisik, distraksi,
hipnotis 5 jari dan spiritual
6.2.2.6 Menjelaskan lingkungan yang terapeutik untuk klien.
6.2.2.7 Mendiskusikan anggota keluarga yang dapat berperan dalam merawat klien
6.2.2.8 Mendiskusikan setting lingkungan rumah yang mendukung dalam perawatan klien
6.2.2.9 Melibatkan pasien dalam aktivitas keluarga
6.2.2.10 Melatih, memotivasi, membimbing dan memberikan pujian pada klien ansietas
6.2.2.11 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow-up dan
mencegah kekambuhan klien.
6.2.2.12 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dimasyarakat
6.2.2.13 Menjelaskan kemungkinan pasien relaps dan mencegah kekambuhan
6.2.2.14 Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan rujukan

6.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


6.3.1 Individu: TS, PMR, Logo, ACT
Terapi penghentian pikiran (TS) , Hasil penelitian yang dilakukan Nasution, Hamid &
Helena (2011) bahwa TS dapat menurunkan kecemasan keluarga dengan anak usia
sekolah yang menjalani kemoterapi. Hasil penelitian Butet, Keliat, Nasution (2009)
bahwa TS dapat menurunkan ansietas klien gangguan fisik.

Logoterapi. Hasil penelitian utejo, keliat, dan Hastono (2009) bahwa logoterapi
kelompok dapat menurunkan ansietas penduduk pasca gempa. Hasil penelitian
wijayanti, Hamid & Nuraini (2010) bahwa logoterapi dapat menurunkan kecemasan
napi perempuan di LP.

Gabungan TS dan PMR dapat menurunkan ansietas pada pasien gangguan fisik
menurut hasil penelitian Supriati, Keliat & susanti (2010), hasil penelitian Tobing
(2012) bahwa pengaruh PMR dan logoterapi dapat menurunkan ansietas dan depresi
dan kemampuan relaksasi serta kemampuan memaknai hidup klien kanker

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
59

ACT, Hasil penelitian Fernandes, Hamid & Mustikasari (2013) ACT dapat
menurunkan ansietas klien stroke, didukung oleh hasil penelitian Nurbani, keliat,
Nasution (2009) bahwa TS dapat menurunkan ansietas dan beban keluarga (caregiver)
dalam merawat pasien stroke

6.3.2 Keluarga: FPE


Hasil penelitian lestari, Hamid & Mustikasari (2011) bahwa FPE dapat menurunkan
tingkat ansietas keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami TB paru.

6.3.3 Kelompok
Terapi suportif didukung oleh Hasil penelitian Erti, Hamid & Mustikasari (2011) yang
menunjukkan pengaruh terapi suportif terhadap beban dan tingkat ansietas keluarga
dalam merawat anak tunagrahita

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
60

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN GANGGUAN CITRA TUBUH

1. Pengertian
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas seseorang terhadap tubuhnya yang
diakibatkan oleh perubahan struktur, ukuran, bentuk, dan fungsi tubuh karena tidak sesuai
dengan yang diinginkan (Stuart, 2013)

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Subyektif:
2.1.1.1 Mengungkapkan perasaan adanya perubahan pandangan tentang tubuhnya (misalnya:
penampilan, struktur dan fungsi)
2.1.1.2 Mengungkapkan persepsi adanya perubahan pandangan tentang tubuhnya dalam
penampilan
2.1.1.3 Mengungkapkan merasa tidak puas dengan hasil operasi
2.1.1.4 Mengatakan merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang
2.1.1.5 Mengatakan perasaan negatif tentang tubuhnya
2.1.1.6 Khawatir adanya penolakan dari orang lain

2.1.2 Obyektif:
2.1.2.1 Perubahan dan hilangnya anggota tubuh baik bentuk struktur dan fungsi
2.1.2.2 Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu
2.1.2.3 Menolak melihat atau menyentuh bagian tubuh
2.1.2.4 Aktifitas sosial menurun

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor predisposisi
2.2.1.1 Biologis
a. Adanya riwayat anggota keluarga menderita penyakit genetik (gangguanm jiwa).
b. Ada riwayat gangguan status nutrisi (kurus, obesitas) atau anoreksia dan tidak ada
perbaikan nutrisi, BB tidak ideal
c. Paparan terhadap racun, sindrom alkhohol saat janin dalam kandungan.
d. Riwayat kesehatan secara umum, misalnya kanker, epilepsi, trauma kepala,
riwayat gangguan penyakit jantung, penyakit neurologis
e. Menderita penyakit fisik (penyakit kronis, defek kongenital dan kehamilan)
f. Mengalami perubahan kognitif atau persepsi akibat nyeri kronis
g. Adanya masalah psikososial yang menyebabkan gangguan makan, BB obesitas
atau terlalu kurus
h. Penanganan medik jangka panjang (kemoterapi dan radiasi)
i. Maturasi normal: pertumbuhan dan perkembangan masa bayi, anak dan remaja
j. Perubahan fisiologis pada kehamilan dan penuaan
k. Adanya riwayat prosedur pembedahan elektif: prosedur bedah plastik, wajah,
bibir, perbaikan jariangan parut, prosedur pembedahan transeksual, aborsi
l. Riwayat menderita penyakit kronis dan mengalami nyeri kronis.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
61

2.2.1.2 Psikologis
a. Mempunyai intelegensi RM sedang sampai normal dan kemampuan melakukan
komunikasi verbal gagap atau tidak mampu mengungakkan apa yang dipikikan,
berinteraksi dengan orang lain
b. Adanya pembatasan kontak sosial akibat perbedaan budaya maupun akibat proses
pengobatan yang lama (di ICU, NGT atau ETT, trakeostomi)
c. Mengalami gangguan psikologis
d. Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan: perpisahan traumatik dengan orang
yang berarti, penolakan dari keluarga, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga.
Diturunkan dari jabatannya, konflik dengan rekan kerja, penganiayaan seksual,
seringkali mengalami kegagalan.
e. Motivasi: kurangnya pernghargaan dari orang lain pada masa perkembangan yang
terjadi secara berulang, kurangnya dukungan sosial dan dari dukungan diri sendiri.
f. Mempunyai konsep diri negatif: gambaran diri negatif, ideal diri tidak realistis,
gangguan pelaksanaan peran
g. Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika mengalami
kegagalan maupun keberhasilan (terlalu sedih atau terlalu senang yang berlebihan)
h. Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah cemas
i. Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi

2.2.1.3 Sosial budaya


a. Usia: Pada usia tersebut individu tidak dapat mencapai tugas perkembangan yang
seharusnya sehingga mudah mengalami penelian negatif tentang dirinya. Teori
yang diungkapkan oleh Erikson (1963 dalam Stuart, 2013) mengemukakan jika
tugas perkembangan sebelumnya tidak terpenuhi dapat menjadi predisposisi
terhadap gangguan ansietas. Sebagai respon terhadap stres, tampak perilaku yang
berhubungan dengan tahap perkembangan sebelumnya karena individu mengalami
regresi ke atau tetap berada pada tahap perkembangan sebelumnya.
b. Gender/jenis kelamin: pelaksanaan peran individu sesuai dengan jenis kelamin
yang tidak optimal akan mempermudah munculnya gangguan citra tubuh dan lebih
banyak mengalami gangguan citra tubuh berjenis kelamin perempuan
c. Kurangnya pendapatan/penghasilan yang dapat mengancam pemenuhan kebutuhan
dasar sehari-hari
d. Mengalami perubahan status atau prestise
e. Pengalaman berpisah dari orang terdekat, misalnya karena perceraian, kematian,
tekanan budaya, perpindahan dan perpisahan sementara atau permaenen
f. Perubahan status sosial dan ekonomi akibat pensiun
g. Tinggal di lingkungan yang terdapat bahaya keamanan maupun polutan
lingkungan
h. Kondisi pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, pengangguran, ada pekerjaan
baru maupun promosi)
i. Peran sosial: kurang mampu menjalankan perannya untuk berpartisipasi
lingkungan tempat tinggal dan kesulitan membina hubungan interpersonal dengan
orang lain:

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
62

j. Agama dan keyakinan: kurang menjalankan kegiatan keagamaan sesuai dengan


agama dan kepercayaan atau ada nilai budaya dan norma yang mengharuskan
melakukan pembatasan kontak sosial dengan orang lain (misalnya laki-laki dengan
perempuan).

2.2.2 Faktor Presipitasi


2.2.2.1 Nature
a. Biologis
 Adanya kehilangan bagian tubuh, struktur tubuh, fungsi tubuh
 Adanya penyakit akut yang mempengaruhi fungsi tubuh
 Adanya efek samping pengobatan kemoterapi dan radiasi
 Status gizi, misalnya obesitas atau terlalu kurus. (BB tidak ideal)
 Adanya kelainan kongenital
 Sensitifitas biologio: ketidakseimbangan elektrolit, gangguan pada sistem
limbik, thalamus, kortek frontal, GABA, norefrinefrin dan serotonin

b. Psikologis
 Mempunyai pemahaman yang baik terhadap stimulus yang ada . Kemampuan
komunikasi verbal terganggu akibat adanya gangguan sensori penglihatan dan
pendengaran serta kerusakan area motorik bicara (gagap, pelo dan bisu)
 Adanya gangguan gambaran diri akibat terapi penyakit: misalnya pemasangan
infus, NGT, Trakheostomi, infus
 Gangguan konsep diri karena perubahan peran akibat sakit yang mendadak
akut
 Adanya harapan yang tidak terpenuhi (misalnya: terhadap anak, kelahiran
anak, kehamilan)
 Adanya gambaran diri yang negatif akibat adanya perubahan bentuk, struktur,
fungsi dan penampilan tubuhnya
 Kepribadian: mudah cemas dan introvet atau menutup diri
 Moral: tidak menerima reward dari masyarakat, penilaian diri yang rendah
(self defrifation) dan takut tentang definisi diri sendiri)
 Mengalami penganiayaan seksual atau pemerkosaan dalam enam bulan
terakhir
 Motivasi : kurangnya dukungan sosial orang sekitar dan tidak pernah
mendapatkan penghargaan dari luar
 Self kontrol: klien kurang dapat mengendalikan dorongan yang kurang positift
 Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga & teman akibat perbedaan
budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi, proses pengobatan yang
menyebabkan gangguan bicara

c. Sosial budaya
 Krisis maturasi atau individu tidak mampu mencapai tugas perkembangan
yang seharusnya
 Pembatasan yang dilakukan oleh rumah sakit akibat hospitalisasi
 Gender: jenis kelamin perempuan lebih berisiko mengalami kegagalan
menjalankan peran

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
63

 Pendapatan rendah atau kurang dari UMR


 Pekerjaan: tidak tetap, penggangguran
 Status sosial : aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat (pengurus)
 Latar belakang budaya: nilai budaya keyakinan yang kuat, misalnya seorang
laki-laki harus menjadi tulang punggung keluarga atau pelindung keluarga
 Keikutsertaan partai politik dan organisasi: aktif megikuti kegiatan politik dan
organisasi
 Pengalaman sosial: belum pernah mengalami kehilangan, penolakan hubungan
interpersonal, berpisah dengan orang yang dicintai, tidak ada masalah dengan
pelaksanaan hubungan intim dan tiba-tiba mengalami pengalaman sosial yang
kurang baik akibat penyakitnya/perubahan fisiknya
 Peran sosial: tidak dapat menjalankan peran sosialnya lagi akibat perubahan
fisik yang sebelumnya dapat dilakukan.
2.2.2.2 Origin
a. Internal: Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan
lingkungannya
b. Eksternal: Kurangnya dukungan keluarga dan orang sekitar/masyarakat serta peer
group

2.2.2.3 Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress dapat berlangsung
lama atau stres dapat berlangsung secara berulang-ulang

2.2.2.4 Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjadi selama usia perkembangan dan
pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai sebagai masalah yang sangat berat

2.2.3 Penilaian terhadap Stresor


2.2.3.1 Kognitif
a. Mengungkapkan penolakan terhadap perubahan tubuh saat ini (penampilan tubuh,
struktur tubuh, fungsi tubuh)
b. Mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kondisi kesehatan/ hasil pengobatan
c. Mengungkapkan hal negatif tentang anggota tubuhnya
d. Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga
e. Mengungkapkan keinginan terlalu tinggi bagian tubuh terganggu
f. Mengatakan kehilangan bagian tubuh secara berulang-ulang
g. Mengungkapkan takut ditolak orang lain
h. Mengungkapkan merasa hubungan dengan orang lain hampa
i. Mengungkapkan tubuhnya berbeda dengan orang lain
j. Merasa asing dengan bagian tubuh yang terganggu

2.2.3.2 Afektif
a. Mengatakan dirinya kecewa dengan kondisinya
b. Mengatakan bahawa dirinya putus asa
c. Mengatakan bahwa dirinya sedih
d. Mudah tersinggung
e. Terlihat Malu

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
64

2.2.3.3 Fisiologis
a. Perasaan negatif tentang tubuh (perasaan tidak berguna, tidak ada harapan, tidak
ada kekuatan)
b. Perubahan aktual fungsi anggota tubuh
c. Kurang bergairah
d. Sulit tidur
e. Tidak nafsu makan
f. Hilangnya bagian tubuh
g. Wajah murung

2.2.3.4 Perilaku
a. Menceritakan tentang masa lalu (kekuatan, penampilan, fungsi)
b. Mengatakan ada perubahan gaya hidup
c. Menunjukkan bagian tubuh yang terganggu
d. Menyembunyikan bagian tubuh yang terganggu
e. Menolak bagian tubuh yang terganggu
f. Menolak menyentuh bagian tubuh yang terganggu

2.2.3.5 Sosial
a. Menarik diri
b. Menolak interaksi dengan orang lain
c. Aktivitas sosial menurun
d. Komunikasi terbatas
e. Banyak diam

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal ability
Kurang komunikatif, Hubungan interpersonal yang kurang baik, Kurang memiliki,
kecerdasan dan bakat tertentu, Mengalami gangguan fisik, Perawatan diri yang kurang
baik, Tidak kreatif

2.2.4.2 Sosial Support


Hubungan yang kurang baik antar : individu, keluarga , kelp dan masyarakat, Kurang
terlibat dalam organisasi sosial/ kelompok sebaya, Ada konflik nilai budaya

2.2.4.3 Material Assets


Kurang memiliki penghasilan secara individu, Sulit mendapat pelayanan kesehatan,
Tidak memiliki pekerjaan/ vokasi/ posisi

2.2.4.4 Positive Belief


Tidak mempunyai keyakinan dan nilai yang positif, Kurang memiliki motivasi,
Kurang berorientasi pencegahan (lebih senang melakukan pengobatan )

2.2.5 Mekanisme Koping


2.2.5.1 Konstruktif
Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu menerimanya sebagai
suatu pilihan untuk pemecahan masalah. Seperti :

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
65

 Negosiasi/ kompromi
 Meminta saran
 Perbandingan yang positif, penggantian rewards
2.2.5.2 Destruktif
Menghindari stres tanpa menyelesaikan masalah atau konflik tsb. Seperti :
 Denial
 Supresi
 Proyeksi
 Menyerang
 Menarik diri

3. Diagnosis Keperawatan
Gangguan Citra Tubuh

4. Tindakan keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Mengenal bagian tubuh yang terganggu
4.1.1.2 Mengidentifikasi bagian tubuh yang berfungsi dan yang terganggu
4.1.1.3 Mengafirmasi dan melatih bagian tubuh yang sehat
4.1.1.4 Melatih bagian tubuh yang terganggu

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Mendiskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya dahulu dan saat ini, perasaan,
dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
4.1.2.2 Memotivasi klien untuk melihat bagian tubuh yang hilang secara bertahap, bantu
klien menyentuh bagian tubuh tersebut.
4.1.2.3 Mengobservasi respon klien terhadap perubahan bagian tubuh.
4.1.2.4 Mendiskusikan kemampuan klien mengatasi masalah bagian tubuh.
4.1.2.5 Mendiskusikan bagian tubuh yang berfungsi dan yang terganggu
4.1.2.6 Membantu klien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang sehat
4.1.2.7 Mengajarkan klien melakukan afirmasi dan melatih bagian tubuh yang sehat
4.1.2.8 Memberi kesempatan klien mendemostrasikan afirmasi positif (3 kali).
4.1.2.9 Memberi Pujian yang realistis atas kemampuan klien
4.1.2.10 Mengajarkan klien untuk meningkatkan citra tubuh dan melatih bagian tubuh yang
terganggu dengan cara sebagai berikut: Menggunakan protese, kosmetik atau alat
lain sesegera mungkin dan gunakan pakaian yang baru, Memotivasi klien untuk
melakukan aktivitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal,
Menyusun jadwal kegiatan sehari-hari, Memotivasi klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam aktivitas keluarga dan sosial

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
66

4.2 Tindakan keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Tujuan keluarga mampu:
4.2.1.1 Mengenal masalah gangguan citra tubuh
4.2.1.2 Mengetahui cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh
4.2.1.3 Merawat klien dengan gangguan citra tubuh
4.2.1.4 Menyusun rencana tindakan untuk klien dengan gangguan citra tubuh

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan kepada keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada klien.
4.2.2.2 Menjelaskan kepada keluarga tentang cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh
4.2.2.3 Melatih keluarga membimbing klien melakukan afirmasi dan melatih bagian tubuh
yang sehat
4.2.2.4 Mengajarkan kepada keluarga tentang cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh
4.2.2.5 Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan klien di rumah
4.2.2.6 Memfasilitasi interaksi di rumah
4.2.2.7 Melaksanakan kegiatan di rumah dan kegiatan sosial
4.2.2.8 Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan klien
4.2.2.9 Bersama keluarga susun tindakan yang akan dilakukan keluarga untuk gangguan citra
tubuh
4.2.2.10 Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga

4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.3.1 Terapi Individu : Cognitive Therapy, Cognitive Behavior Therapy
4.3.2 Terapi Kelompok : Terapi supportif
4.3.3 Terapi Keluarga : Family Psychoeducation (FPE)

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
67

STANDART ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

1. Pengertian
Harga diri rendah situasional (HDRS) adalah suatu keadaan ketika individu yang sebelumnya
memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespons
terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan) (Carpenito, 2003). Sedangkan menurut
Wilkinson (2007) perasaan diri/evaluasi diri negatif yang berkembang sebagai respon
terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai
evaluasi diri positif. Harga diri rendah situasional adalah evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respons terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang
yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (NANDA, 2015). HDR situasional dapat
disebabkan karena gangguan pada struktur, fungsi, dan penampilan tubuhnya; penolakan
orang lain atau orangtua atas dirinya; kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan atau ideal
dirinya (kegagalan); transisi peran sosial; trauma seperti penganiayaan seksual atau psikologis
atau melihat kejadian yang mengancam nyawa (Stuart, 2013).

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Subjektif
2.1.1.1 Mengungkapkan rasa malu/bersalah
2.1.1.2 Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri
2.1.1.3 Mengungkapkanhal-hal yang negative tentang diri (misalnya, ketidakberdayaan, dan
ketidakbergunaan

2.1.2 Objektif
2.1.2.1 Kejadian menyalahkan diri secara episodic terhadap permasalahan hidup yang
sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif
2.1.2.2 Kesulitan dalam membuat keputusan

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor predisposisi
2.2.1.1 Biologis
a. Adanya riwayat anggota keluarga menderita penyakit genetik (gangguanm jiwa).
b. Ada riwayat gangguan status nutrisi (kurus, obesitas) atau anoreksia dan tidak ada
perbaikan nutrisi, BB tidak ideal
c. Paparan terhadap racun, sindrom alkhohol saat janin dalam kandungan.
d. Riwayat kesehatan secara umum, misalnya kanker, epilepsi, trauma kepala,
riwayat gangguan penyakit jantung, penyakit neurologis
e. Menderita penyakit fisik (penyakit kronis, defek kongenital dan kehamilan)
f. Mengalami perubahan kognitif atau persepsi akibat nyeri kronis
g. Adanya masalah psikososial yang menyebabkan gangguan makan, BB obesitas
atau terlalu kurus
h. Penanganan medik jangka panjang (kemoterapi dan radiasi)
i. Maturasi normal: pertumbuhan dan perkembangan masa bayi, anak dan remaja

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
68

j. Perubahan fisiologis pada kehamilan dan penuaan


k. Adanya riwayat prosedur pembedahan elektif: prosedur bedah plastik, wajah,
bibir, perbaikan jariangan parut, prosedur pembedahan transeksual, aborsi
l. Riwayat menderita penyakit kronis dan mengalami nyeri kronis.

2.2.1.2 Psikologis
a. Mempunyai intelegensi RM sedang sampai normal dan kemampuan melakukan
komunikasi verbal gagap atau tidak mampu mengungakkan apa yang dipikikan,
berinteraksi dengan orang lain
b. Adanya pembatasan kontak sosial akibat perbedaan budaya maupun akibat proses
pengobatan yang lama (di ICU, NGT atau ETT, trakeostomi)
c. Mengalami gangguan psikologis
d. Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan: perpisahan traumatik dengan orang
yang berarti, penolakan dari keluarga, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga.
Diturunkan dari jabatannya, konflik dengan rekan kerja, penganiayaan seksual,
seringkali mengalami kegagalan.
e. Motivasi: kurangnya pernghargaan dari orang lain pada masa perkembangan yang
terjadi secara berulang, kurangnya dukungan sosial dan dari dukungan diri sendiri.
f. Mempunyai konsep diri negatif: gambaran diri negatif, ideal diri tidak realistis,
gangguan pelaksanaan peran
g. Self kontrol rendah, ketidakmampuan melakukan kontrol diri ketika mengalami
kegagalan maupun keberhasilan (terlalu sedih atau terlalu senang yang berlebihan)
h. Kepribadian: menghindar, tergantung dan tertutup/menutup diri dan mudah cemas
i. Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi

2.2.1.3 Sosial budaya


a. Usia: Pada usia tersebut individu tidak dapat mencapai tugas perkembangan yang
seharusnya sehingga mudah mengalami penelian negatif tentang dirinya. Teori
yang diungkapkan oleh Erikson (1963 dalam Stuart, 2013) mengemukakan jika
tugas perkembangan sebelumnya tidak terpenuhi dapat menjadi predisposisi
terhadap gangguan ansietas. Sebagai respon terhadap stres, tampak perilaku yang
berhubungan dengan tahap perkembangan sebelumnya karena individu mengalami
regresi ke atau tetap berada pada tahap perkembangan sebelumnya.
b. Gender/jenis kelamin: pelaksanaan peran individu sesuai dengan jenis kelamin
yang tidak optimal akan mempermudah munculnya harga diri yang negatif secara
situasional dan lebih banyak mengalami harga diri rendah situasional berjenis
kelamin perempuan
c. Kurangnya pendapatan/penghasilan yang dapat mengancam pemenuhan kebutuhan
dasar sehari-hari
d. Mengalami perubahan status atau prestise
e. Pengalaman berpisah dari orang terdekat, misalnya karena perceraian, kematian,
tekanan budaya, perpindahan dan perpisahan sementara atau permaenen
f. Perubahan status sosial dan ekonomi akibat pensiun
g. Tinggal di lingkungan yang terdapat bahaya keamanan maupun polutan
lingkungan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
69

h. Kondisi pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, pengangguran, ada pekerjaan


baru maupun promosi)
i. Peran sosial: kurang mampu menjalankan perannya untuk berpartisipasi
lingkungan tempat tinggal dan kesulitan membina hubungan interpersonal dengan
orang lain:
j. Agama dan keyakinan: kurang menjalankan kegiatan keagamaan sesuai dengan
agama dan kepercayaan atau ada nilai budaya dan norma yang mengharuskan
melakukan pembatasan kontak sosial dengan orang lain (misalnya laki-laki dengan
perempuan).

2.2.2 Faktor Presipitasi


2.2.2.1 Nature
a. Biologis
 Adanya kehilangan bagian tubuh, struktur tubuh, fungsi tubuh
 Adanya penyakit akut yang mempengaruhi fungsi tubuh
 Adanya efek samping pengobatan kemoterapi dan radiasi
 Status gizi, misalnya obesitas atau terlalu kurus. (BB tidak ideal)
 Adanya kelainan kongenital
 Sensitifitas biologio: ketidakseimbangan elektrolit, gangguan pada sistem
limbik, thalamus, kortek frontal, GABA, norefrinefrin dan serotonin

b. Psikologis
 Mempunyai pemahaman yang baik terhadap stimulus yang ada . Kemampuan
komunikasi verbal terganggu akibat adanya gangguan sensori penglihatan dan
pendengaran serta kerusakan area motorik bicara (gagap, pelo dan bisu)
 Adanya gangguan gambaran diri akibat terapi penyakit: misalnya pemasangan
infus, NGT, Trakheostomi, infus
 Gangguan konsep diri karena perubahan peran akibat sakit yang mendadak
akut
 Adanya harapan yang tidak terpenuhi (misalnya: terhadap anak, kelahiran
anak, kehamilan)
 Adanya gambaran diri yang negatif akibat adanya perubahan bentuk, struktur,
fungsi dan penampilan tubuhnya
 Kepribadian: mudah cemas dan introvet atau menutup diri
 Moral: tidak menerima reward dari masyarakat, penilaian diri yang rendah
(self defrifation) dan takut tentang definisi diri sendiri)
 Mengalami penganiayaan seksual atau pemerkosaan dalam enam bulan
terakhir
 Motivasi : kurangnya dukungan sosial orang sekitar dan tidak pernah
mendapatkan penghargaan dari luar
 Self kontrol: klien kurang dapat mengendalikan dorongan yang kurang positift
 Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga & teman akibat perbedaan
budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi, proses pengobatan yang
menyebabkan gangguan bicara

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
70

c. Sosial budaya
 Krisis maturasi atau individu tidak mampu mencapai tugas perkembangan
yang seharusnya
 Pembatasan yang dilakukan oleh rumah sakit akibat hospitalisasi
 Gender: jenis kelamin perempuan lebih berisiko mengalami kegagalan
menjalankan peran
 Pendapatan rendah atau kurang dari UMR
 Pekerjaan: tidak tetap, penggangguran
 Status sosial : aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat (pengurus)
 Latar belakang budaya: nilai budaya keyakinan yang kuat, misalnya seorang
laki-laki harus menjadi tulang punggung keluarga atau pelindung keluarga
 Keikutsertaan partai politik dan organisasi: aktif megikuti kegiatan politik dan
organisasi
 Pengalaman sosial: belum pernah mengalami kehilangan, penolakan hubungan
interpersonal, berpisah dengan orang yang dicintai, tidak ada masalah dengan
pelaksanaan hubungan intim dan tiba-tiba mengalami pengalaman sosial yang
kurang baik akibat penyakitnya/perubahan fisiknya
 Peran sosial: tidak dapat menjalankan peran sosialnya lagi akibat perubahan
fisik yang sebelumnya dapat dilakukan.

2.2.2.2 Origin
a. Internal: Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan
lingkungannya
b. Eksternal: Kurangnya dukungan keluarga dan orang sekitar/masyarakat serta peer
group

2.2.2.3 Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress dapat berlangsung
lama atau stres dapat berlangsung secara berulang-ulang

2.2.2.4 Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjadi selama usia perkembangan dan
pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai sebagai masalah yang sangat berat

2.2.3 Tanda dan gejala/respon


2.2.3.1 Kognitif
a. Mengungkapkan perasaan malu atau bersalah
b. Mengungkapkan menjelek-jelekan diri
c. Mengungkapkan hal-hal yang negatif tentang diri (misalnya: ketidakberdayaan dan
ketidakbergunaan)
d. Mengungkapkan penyalahan diri yang episodik sebagai respons terhadap
permasalahan hidup seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri yang
positif
e. Mengungkapkan mengevaluasi diri seperti tidak mampu untuk mengatasi
permasalahan/situasi
f. Kesulitan dalam pengambilan keputusan
g. Mengungkapkan meniadakan diri

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
71

h. Mengungkapkan secara verbal melaporkan tantangan situasional saat ini terhadap


harga diri
i. Kurang konsentrasi
j. Fokus menyempit/preokupasi
k. Bloking
l. Mudah lupa
m. Mimpi buruk
n. Pandangan suram dan pesimistik

2.2.3.2 Afektif
a. Perasaan negatif tentang dirinya (ketidakberdayaan, kegunaan)
b. Merasa malu dan bersalah
c. Merasa sedih
d. Merasa putus asa dan frustasi
e. Perasaan tidak mampu
f. Perasaan tidak berguna
g. Mudah tersinggung

2.2.3.3 Fisiologis
a. Perubahan aktual pada fungsi
b. Perubahan aktual pada struktur
c. Peningkatan tekanan darah
d. Pusing atau sakit kepala
e. Kelelahan atau keletihan
f. Tampak lesu
g. Kurang nafsu makan
h. Penurunan berat badan
i. Makan atau minum secara berlebihan
j. Konstipasi/diare
k. Insomnia/gangguan tidur
l. Mual dan muntah
m. Perubahan siklus haid

2.2.3.4 Perilaku
a. Kurangnya kemampuan untuk mengikuti sesuatu
b. Tidak mau bekerja sama dalam terapi
c. Perilaku bimbang
d. Perilaku tidak asertif
e. Mengkritik diri sendiri
f. Penurunan produktivitas
g. Berkurangnya kreativitas
h. Pengurangan diri
i. Penyalahgunaan rokok, obat, alkhohol
j. Penolakan terhadap realitas

2.2.3.5 Sosial
a. Kurangnya kontak mata

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
72

b. Pengabaian diri
c. Isolasi sosial
d. Misintepretasi
e. Kurangnya partisipasi sosial

3. Diagnosis Keperawatan
Harga diri rendah situasional

4. Diagnosa medis terkait


Diagnosa medis yang terkait dengan harga diri rendah situasional adalah depresi. Depresi
masuk dalam katagori gangguan mood. Gangguan mood dibagi menjadi dua kategori
utama yaitu ganguan unipolar dan gangguan bipolar. Gangguan unipolar yang mencakup
depresi mayor dan gangguan distimia yang selama gangguan tersebut individu
memperlihatkan kesedihan, agitasi, dan kemarahan karena suatu perubahan mood yang
ekstrem akibat depresi. Gangguan bipolar (sebelumnya dikenal dengan gangguan manik-
depresif), ketika siklus mood individu antara mania dan depresi yang ekstrem disertai
periode normal antara masing-masing yang ekstrem yakni antara depresi dan keadaan
normal atau antara mania dan keadaan normal. Gangguan depresif mencakup gangguan
depresif mayor, gangguan distimia, dan gangguan depresif yang tidak tergolongkan
(Videbeck, 2008).

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Stuart (2009) menyatakan bahwa depresi adalah
gangguuan jiwa yang paling sering terjadi. Depresi merupakan suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang secara afektif, fisiologis, kognitif, dan perilaku. Depresi
merupakan suatu kondisi dimana seseorang merasa sedih, kecewa saat mengalami suatu
perubahan, kehilangan maupun kegagalan dan menjadi patologis ketika tidak mampu
beradaptasi (Towsend, 2009). Dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa depresi
merupakan suatu keadaan abnormal yang menimpa seseorang dan diakibatkan oleh
ketidakmampuan beradaptasi dengan suatu kondisi yang dihadapi sehingga
mempengaruhi kehidupan fisik, psikis, maupun social seseorang.

5. Tindakan keperawatan

5.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien

5.1.1 Tujuan : Klien mampu


5.1.1.1 Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, proses terjadinya dan akibat Harga diri
rendah situasional
5.1.1.2 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
5.1.1.3 Menilai kemampuan yang dapat digunakan
5.1.1.4 Menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampuan
5.1.1.5 Melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
73

5.1.1.6 Melakukan kegiatan yang sudah dilatih


5.1.2 Tindakan
5.1.2.1 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
a. Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah, dalam keluarga dan
lingkungan adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b. Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan pasien
penilaian yang negatif.
5.1.2.2 Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
a. Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini.
b. Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri
yang diungkapkan pasien.
c. Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif
5.1.2.3 Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
a. Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan
dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.
b. Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan secara
mandiri, mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga dan
kegiatan apa saja yang perlu batuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat
pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat dilakukan pasien.
Susun bersama pasien dan buat daftar kegiatan sehari-hari pasien.
5.1.2.4 Melatih kemampuan yang dipilih klien
a. Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan pertama yang dipilih
b. Melatih kemampuan pertama yang dipilih
c. Berikan dukungan dan pujian pada klien dengan latihan yang dilakukan
5.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga
5.2.1 Tujuan : Keluarga Mampu
5.2.1.1 Mengenal masalah harga diri rendah situasional
5.2.1.2 Mengambil keputusan dalam merawat harga diri rendah situasional
5.2.1.3 Merawatklien dengan hargadirirendahsituasional
5.2.1.4 Menciptakan lingkungan yang mendukung meningkatkan harga diri klien
5.2.1.5 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up dan mencegah
kekambuhan
5.2.2 Tindakan
5.2.2.1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
5.2.2.2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah dan
mengambil keputusan merawat pasien
5.2.2.3 Mendiskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah dimiliki sebelum
dan setelah sakit
5.2.2.4 Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah dan berikan pujian
5.2.2.5 Melatih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih pasien serta
membimbing keluarga merawat harga diri rendah dan beri pujian

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
74

5.3 Tindakan keperawatan spesialis


5.3.1 Terapi Individu :
5.3.1.1 Cognitive Behaviour Therapy (CBT), Setyaningsih, Mustikasari dan Nuaraini (2011)
menyatakan terapi CBT berpengaruh terhadap Perubahan Harga diri pasien dengan
GGK
5.3.1.2 Cognitive Therapy (CT). Hasil penelitian Kristtyaningsih, Tjahtanti dan Keliat
(2009) menyatakan terapi kognitif berpengaruh terhadap perubahan harga diri rendah
pada pasien dengan gagal ginjal kronik

5.3.2 Terapi Keluarga :


Family Psychoeducation (FPE)

5.3.3 Terapi Kelompok


Therapy Supportive

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
75

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN KETIDAKBERDAYAAN

1. Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi
hasil secara bermakna; suatu keadaan individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu
atau kegiatan yang baru dirasakan (Nanda, 2015).
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
Tanda dan Gejala
2.1.1 Subyektif
2.1.1.1 Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
2.1.1.2 Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu
2.1.1.3 Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
2.1.1.4 Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
2.1.1.5 Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
2.1.2 Obyektif
2.1.2.1 Menunjukkan perilaku ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
2.1.2.2 Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan
2.1.2.3 Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
2.1.2.4 Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas,
ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.
2.1.2.5 Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika
mendapat perlawanan
2.1.2.6 Apatis dan pasif
2.1.2.7 Ekspresi muka murung
2.1.2.8 Bicara dan gerakan lambat
2.1.2.9 Tidur berlebihan
2.1.2.10 Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
2.1.2.11 Menghindari orang lain

2.2 Pengkajian Ners


2.2.1 Faktor Predisposisi
2.2.1.1 Biologis
a. Latar belakang genetik : Tidak ada riwayat keturunan (kedua orang tua, saudara
kandung, keluarga lapis kedua); Tidak ada riwayat kembar dengan orang tua
gangguan jiwa; Tidak ada riwayat terjadi kelainan kromosom 6,4,8,5,22.
b. Status nutrisi : Riwayat status nutrisi baik (KEP, malnutrisi, obesitas); Nafsu
makan tidak ada atau berlebihan.
c. Kondisi kesehatan secara umum : Riwayat melakukan general check up secara
periodik (6 bulan sekali); Riwayat pemeriksaan kekhususan ke pelayanan
kesehatan; Tanggal terakhir pemeriksaan; Riwayat kondisi dan perilaku ibu selama
klien di kandungan dan kelahiran; Tidak ada komplikasi selama kehamilan dan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
76

kelahiran (perdarahan, persalinan yang lama, trauma, infeksi toksoplasma, dan


polio); Gaya hidup sehat (tidak merokok, alkohol, obat dan zat adiktif); Tidak ada
riwayat alergi : immunoglobulin utk alergi, reaksi hipersensitivitas; Riwayat
imunisasi lengkap (BCG, DPT, Hepatitis, Polio, Campak); Hasil papsmear dan
mammogram (-), TBC (-), rontgen dan EKG dalam batas normal; Tidak ada
riwayat hospitalisasi, pembedahan dan tindakan medik (kapan, indikasi,
pengobatan dan hasil); Trauma kepala (-), Tidak ada lesi pada lobus frontal,
temporal dan limbic; Tidak terjadi pembesaran ventrikel dan penurunan massa
kortikal, tidak terjadi atropi pada otak kecil dan korteks, tidak terjadi pelebaran
lateral ventrikel; Tidak pernah mengalami penurunan kesadaran karena beberapa
alasan (benturan kepala, shock elektrik, demam tinggi, kejang, pingsan, pusing ,
sakit kepala, jatuh); Tidak ada riwayat kanker (riwayat lengkap, metastase ke paru,
payudara, saluran gastro intestine, ginjal). Hasil pengobatan (kemoterapi dan
pembedahan); Tidak ada riwayat gangguan pada paru (PPOK, edema paru,
sumbatan jalan nafas, riwayat resusitasi); Tidak ada riwayat gangguan jantung
(PJB, demam rematik, riwayat serangan jantung, stroke, dan hipertensi, kondisi
arteriosklerosis); Tidak ada riwayat penyakit diabetes : gula darah normal (gula
darah puasa 70-100 mg/dl, gula random < 250 mg/dl); Tidak ada riwayat
gangguan sistem endokrin, normalnya adalah : TSH (0,4-4,8 µiu), T4 (4,5-12 µg),
T3 (70-190 ng/dl), ACTH (10-80 pg/ml), LH Pria (1-9 mU/ml); Riwayat
menstruasi : usia menarche (10-16 tahun), periode menstruasi yang regular (28
hari) pengaruhnya terhadap gaya hidup, riwayat sindrom menstruasi tidak ada;
Riwayat seksual relatif normal, meliputi aktivitas dan fungsi seksual normal,
pemeriksaan disfungsi seksual, penyakit seksual menular, perilaku sex yang aman;
Riwayat produksi tidak ada masalah (jumlah kehamilan <5, kelahiran, jumlah anak
dan usia anak); Riwayat life style sehat : pola makan (maksimal 3x sehari,
perubahan BB stabil sesuai usia, penggunaan cafein minimal, tidak ada diet yan
diluar kebiasaan, nafsu makan baik, makanan yan disukai tidak bertentangan
dengan prinsip sehat); Tidak ada riwayat pengobatan gangguan jiwa (masa lalu
dan sekarang); Riwayat penobatan non psikiatrik terkontrol; Riwayat
menggunakan obat-obatan non medis, herbal dan alternatif yan dapat
dipertanggungjawabkan; Riwayat penggunaan zat : alkohol, obat-obatan, kafein
dan tembakau minimal; Tidak ada riwayat trauma lain-lain (trauma akibat
olahraga, penganiayaan dan kekerasan, perkosaan dan penyimpangan perilaku
seksual); Riwayat pekerjaan yang sekarang dan lalu bebas risiko gangguan jiwa;
Tidak ada riwayat pertentangan dampak budaya, ras, etnik dan gender;
Pemeriksaan fisik dalam batas normal; Pemeriksaan laboratorium dalam batas
normal.
d. Sensitivitas biologi : kadar Dopamin seimbang dengan Serotonin, ABA,
asetilkolin di SSP (substansia nigrae, midbrain, hippotalamus-pituitari).
e. Paparan terhadap racun : tidak terpapar insektisida, tidak terjadi keracunan dan
penyalahgunaan zat.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
77

2.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi : IQ normal (90-100).
b. Keterampilan verbal : Mampu berkomunikasi verbal dan non verbal secara efektif;
Individu tidak hanya melihat konteks isi pesan, tetapi mempersiapkan lebih
kompleks lagi disesuaikan dgn situasi dan keadaan yg menyertai; Dapat
diobservasi pd kecepatan bicara, volume, intonasi, karakteristik gagap, kata-kata
menghina, gaya yg tdk biasa; Bicara lambat, ekspresi muka murung; Bicara dan
gerakan lambat.
c. Moral : Membimbing dan menyiapkan generasi dibawahnya secara arif dan
bijaksana; Menyesuaikan diri dengan orang tua yang sudah lansia; Mampu
membedakan dan memilih mana yang baik dan yang buruk. Benar salahnya
tindakan ditentukan oleh keputusan suara hati nurani dengan prinsip-prinsip etis
yang dianut.
d. Kepribadian : struktur mental seimbang, ego memiliki kekuatan untuk mengontrol
insting dari id dan untuk menahan hukuman dari superego.
e. Pengalaman masa lalu : Tidak ada riwayat gangguan dalam proses tumbuh
kembang; Pengalaman masa lalu dpt dijadikan pelajaran utk kematangan diri
f. Konsep diri : Menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi; Merasa puas
dengan hidupnya (tujuan hidup tercapai); Rasa bersalah, marah, ketidaksukaan;
Frustasi; Keragu-raguan, tidak puas.
g. Motivasi : Motivasi tinggi dalam mengembangkan minat dan hobi; Kreatif,
memiliki inisiatif dan ide-ide untuk melakukan sesuatu yang bermanfaa
h. Pertahanan psikologi : Kebiasaan koping adaptif; Merasa nyaman dengan
pasangan hidup
i. Self kontrol : Mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurang positif,
melakukan hal-hal positif.
j. Mengungkapkan: Bahwa tidak mempunyai kemampuan mengendalikan atau
mempengaruhi situasi; Tidak dapat menghasilkan sesuatu; Ketidakpuasan;
Frustasi; Ketidakmampuan melakukan tugas; Keragu-raguan terhadap penampilan
peran; Ketidakmampuan melakukan perawatan diri

2.2.1.3 Sosial
a. Usia : 30-60 tahun.
b. Gender : laki-laki/perempuan.
c. Pendidikan : mempunyai latar belakang pendidikan formal maupun non formal
yang adekuat untuk dirinya.
d. Pendapatan : mempunyai pendapatan/status ekonomi yang stabil.
e. Pekerjaan : puas dengan pekerjaan yang dimiliki.
f. Status sosial : Terlibat dalam kehidupan masyarakat; Perhatian dan peduli dengan
orang lain; Menghindar orang lain, enggan beraul.
g. Latar belakang budaya : tidak memiliki nilai budaya yang bertentangan dengan
nilai kesehatan.
h. Agama dan keyakinan : Memiliki religi dan nilai yang baik dalam hidupnya;
Menjalankan ibadah sesuai agamanya.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
78

i. Keikutsertaan dalam politik : berpartisipasi dalam kegiatan politik secara sehat dan
sportif.
j. Pengalaman sosial : berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.
k. Peran sosial : memperhatikan keluarga, mempersiapkan sgenerasi penerusnya
dengan arif dan bijaksana.

2.2.2 Faktor Presipitasi


2.2.2.1 Biologis
a. Tidak ada riwayat keturunan (kedua orang tua, saudara kandung, keluarga lapis
kedua).
b. Tidak ada riwayat kembar dengan orang tua gangguan jiwa.
c. Tidak ada riwayat terjadi kelainan kromosom 6,4,8,5,22.
d. Hasil papsmear dan mammogram (-), TBC (-), rontgen dan EKG dalam batas
normal.
e. Tidak ada riwayat hospitalisasi, pembedahan dan tindakan medik (kapan, indikasi,
pengobatan dan hasil).
f. Trauma kepala (-)
g. Tidak ada lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic
h. Tidak terjadi pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal, tidak terjadi
atropi pada otak kecil dan korteks, tidak terjadi pelebaran lateral ventrikel.
i. Tidak pernah mengalami penurunan kesadaran karena beberapa alasan (benturan
kepala, shock elektrik, demam tinggi, kejang, pingsan, pusing , sakit kepala,
jatuh).
j. Ekspansi paru normal, RR normal.
k. Tidak ada gangguan sistem endokrin.
l. Penggunaan zat : alkohol, obat-obatan, kafein dan tembakau.
m. Tidak mengalami paparan terhadap gas dan racun.
n. Keselamatan dan kesehatan kerja baik.
o. Tidak mengalami trauma fisik maupun psikis.
p. Tidak mengalami gangguan tidur dan istirahat.
q. Mampu menyesuaikan diri dengan budaya, ras, etnik dan gender.
r. Status gizi normal
s. Tidak mengalami alergi dan gangguan imunologi.
t. Gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan baik.
u. Tidak ada kelainan darah, kimia darah, dan elektrolit, urine dan serologi.
v. Fungsi ginjal normal.
w. Pemeriksaan urine untuk pengecekan obat-obatan
x. Paparan terhadap racun : tidak terpapar mercury, insektisida, tidak terjadi
keracunan dan penyalahgunaan zat.

2.2.2.2 Psikologis
a. Pertahanan psikologi : kebiasaan koping adaptif, merasa nyaman dengan pasangan
hidup.
b. Self control : mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurang positif, melakukan
hal-hal positif.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
79

2.2.2.3 Sosial Budaya


a. Pendidikan : mempunyai latar belakang pendidikan formal maupun non formal
yang adekuat untuk dirinya
b. Pendapatan : mempunyai pendapatan / status ekonomi yang stabil.
c. Pekerjaan : puas dengan pekerjaan yang dimiliki.
d. Status sosial : terlibat dalam kehidupan masyarakat, perhatian dan peduli dengan
orang lain.
e. Budaya : tidak memiliki nilai budaya yang bertentangan dengan nilai kesehatan.
f. Agama dan keyakinan : memiliki realigi dan nilai yang baik dalam hidupnya,
menjalankan ibadah sesuai agamanya.
g. Keikutsertaan dalam politik : berpartisipasi dalam kegiatan politik secara sehat dan
sportif.
h. Pengalaman sosial : berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan.
i. Peran sosial : memperhatikan keluarga, mempersiapkan generasi penerusnya
dengan arif dan bijaksana..

2.2.3 Penilaian terhadap Stressor


2.2.3.1 Kognitif :
a. Mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tigkat energy
b. Mengungkapkan ketidakpuasan dengan tugas atau aktivitas yang dilakukan
sebelumnya
c. Mengungkapkan ketidakpuasan dan tergantung pada orang lain
d. Ambivalen
e. Sulit konsentrasi
f. Mudah lupa
g. Cenderung menyalahkan orang lain
h. Berfokus pada diri sendiri
i. Bingung
j. Preokupasi
k. Blocking pikiran

2.2.3.2 Afektif :
a. Merasa tertekan
b. Merasa bersalah
c. Takut terhadap pengasingan
d. Cemas
e. Merasa tidak adekuat
f. Sangat waspada
g. Merasa tidak pasti
h. Merasa tidak berdaya
i. Merasa menyesal

2.2.3.3 Fisiologis :
a. Sulit tidur
b. Tekanan darah meningkat

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
80

c. Frekuensi nafas meningkat


d. Dada berdebar-debar
e. Muka tegang
f. Keringat dingin
g. Tidak nafsu makan
h. Iritabilitas meningkat
i. Badan lemes dan cepat lelah

2.2.3.4 Perilaku :
a. Banyak diam, pasif
b. Aktivitas harian dibantu orang lain
c. Tidak memantau kemajuan pengobatan
d. Tidak berpartisipasi dalam mengambil keputusan
e. Menghindari kontak mata
f. Perilaku menyerang/agresif
g. Menarik diri
h. Perilaku mencari perhatian
i. Gelisah dan tidak bisa tenang

2.2.3.5 Sosial :
a. Enggan mengungkapkan perasaannya
b. Tidak mampu mencari informasi
c. Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain
d. Bicara pelan

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal ability
a. Problem solving : mampu mencar informasi, mampu mengidentifikasi masalah,
mampu mempertimbangkan alternatif, mampu melaksanakan rencana tindakan
b. Kesehatan dan energi : kondisi fisik normal semangat dan antusias
c. Social skill : mampu berkomunikasi secara efektif, mampu berhubungan dengan
orang lain baik dalam keluarga, lingkungan tempat kerja maupun masyarakat
d. Pengetahuan dan intelegensi individu : mempunyai pengetahuan dan intelegensi
yang cukup untuk menghadapi stressor
e. Identitas ego : mempunyai pedoman hidup yang realistis, mengerti arah dan tujuan
hidup yang diinginkan secara matang

2.2.4.2 Sosial support :


a. Hubungan antar individu, keluarga, kelompok masyarakat : mendapat dukungan
dari keluarga dan masyarakat, diterima menjadi bagian dari keluarga dan
masyarakat
b. Komitmen dengan jaringan sosial : ikut dalam kegiatan atau perkumpulan di
masyarakat
c. Budaya yang stabil : tidak ada pertentangan nilai budaya

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
81

2.2.4.3 Material asset :


a. Penghasilan individu : mempunyai penghasilan yang layak dan stabil
b. Benda-benda atau barang yang dimiliki : mempuyai tabungan untuk
mengantisipasi kebutuhan hidup
c. Pelayanan kesehatan : mampu mengakses pelayanan kesehatan yang ada

2.2.4.4 Positive belief :


a. Keyakinan dan nilai : keyakinan dan nilai hidup yang positif beranggapan bahwa
stress merupakan bagian dari hidup yang harus dihadapi untuk mencapai
kematangan diri)
b. Motivasi : motivasi tinggi dan bersemangat menjalani hidup
c. Orientasi kesehatan pada pencegahan : mempunyai keyakinan bahwa lebih baik
mencegah daripada mengobati

3. Diagnosis Keperawatan
Ketidakberdayaan

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan klien mampu :
4.1.1.1 Mengenali ketidakberdayaan yang dialaminya
4.1.1.2 Mengontrol ketidakberdayaannya dengan latihan berfikir positif
4.1.1.3 Mengontrol ketidakberdayaannya dengan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
yang berkenaan dengan perawatan, pengobatan dan masa depannya
4.1.1.4 Mengontrol ketidakberdayaan melalui peningkatan kemampuan mengendalikan situasi
yang masih bisa dilakukan klien

4.1.2 Tindakan keperawatan :


4.1.2.1 Diskusikan tentang penyebab dan perilaku akibat ketidakberdayaannya
4.1.2.2 Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan identifikasi area-area situasi
kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol
4.1.2.3 Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap
ketidak berdayaannya
4.1.2.4 Diskusikan tentang masalah yang dihadapi klien tanpa memintanya untuk
menyimpulkan
4.1.2.5 Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi
atau subtitusi
4.1.2.6 Bantu klien untuk meningkatkan pemikiran yang positif
4.1.2.7 Evaluasi ketepatan persepsi, logika dan kesimpulan yang dibuat klien
4.1.2.8 Identifikasi persepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan pendapatnya yang
tidak rasional
4.1.2.9 Latih mengembangkan harapan positif (afirmasi positif)
4.1.2.10 Latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan melalui peningkatan
kemampuan mengendalikan situasi yang masih bisa dilakukan klien (Bantu klien
mengidentifikasi area-area situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya. Dukung

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
82

kekuatan – kekuatan diri yang dapat diidentifikasi oleh klien) misalnya klien masih
mampu menjalankan peran sebagai ibu meskipun sedang sakit.
4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga
a. Mendiskusikan masalah keluarga dalam merawat klien ketidakberdayaan
(Mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam merawat klien; Menjelaskan
pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya ketidakberdayaan)
b. Mendiskusikan akibat yang mungkin terjadi pada klien ketidakberdayaan
c. Menjelaskan dan melatih keluarga klien ketidakberdayaan cara : afirmasi positif
dan melakukan kegiatan yang masih dapat dilakukan
d. Menjelaskan lingkungan yang terapeutik untuk klien (Mendiskusikan anggota
keluarga yang dapat berperan dalam merawat klien; Mendiskusikan setting
lingkungan rumah yang mendukung dalam perawatan klien; Melibatkan klien
dalam aktivitas keluarga)
e. Melatih, memotivasi, membimbing dan memberikan pujian pada klien
ketidakberdayaan
f. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow-up dan
mencegah kekambuhan klien (Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang tersedia dimasyarakat; Follow up; Menjelaskan kemungkinan klien relaps
dan mencegah kekambuhan; Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan rujukan)

4.3 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.3.1 Terapi Individu: CT, CBT, Logo, ACT
4.3.1.1 Hasil penelitian Kanine, Daulima dan Nuraini (2011) yang menyatakan logoterapi
berpengaruh menurunkan respon ketidakberdayaan klien diabetes mellitus.
4.3.1.2 Hasil penelitian Widuri, Daulima dan Mustikasari (2012) yang menyatakan ACT
mampu menurunkan respon ketidakberdayaan klien dengan GGK
4.3.1.3 Hasil Penelitian Ramadia, Keliat dan Wardhani (2013) yang menyatakan terapi
kognitif dapat berpengaruh menurunkan respon ketidakberdayaan pada klien stroke
4.3.2 Terapi Keluarga : FPE
Hasil Penelitian Nauli, Keliat dn Besral (2011) menyatakan perpaduan terapi
psikoedukasi keluarga dan logoterapi dapat menurunkan respon ketidakberdayaan
pada lansia dengan ketidakberdayaan
4.3.3 Terapi Kelompok : Supportif Terapi, Reminesence, Life Review
4.3.3.1 Hasil penelitian Syarniah, Keliat dan Hastono (2010) menyatakan terapi kelompok
reminesence dapat menurunkan respon ketidakberdayaan pada lansia dengan depresi.
4.3.3.2 Hasil Penelitian Lestari, Daulima dan Astari (2013) menyatakan terapi kelompok
suportif dapat menurunkan respon ketidakberdayaan pada klien dengan Kanker.
4.3.3.3 Hasil penelitian Nurwiyono, Keliat dan Daulima (2013) menyatakan terapi kelompok
kognitif yang dipadukan dengan terapi reminesence dapat menurunkan repon
ketidakberdayaan yang dialami lansia dengan psikotik depresi.
4.3.3.4 Hasil penelitian Misesa, Keliat dan Wardhani (2013) menyatakan perpaduan terapi
reminesence dan terapi life Review dapat menurunkan respon ketidakberdayaan pada
lansia dengan depresi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
83

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN KEPUTUSASAAN

1. Pengertian
Keputusasaan merupakan kondisi subjektif yang ditandai dengan individu memandang hanya
ada sedikit atau bahkan tidak ada alternative atau pilihan priobadi dan tidak mampu
memobilisasi energi demi kepentingannya sendiri (NANDA, 2011). Sedangkan menurut
Wilkinson (2007) keputusasaan merupakan kondisi subjektif seorang individu melihat tidak
ada alternatif atau pilihan pribadi yang tersedian dan tidak dapat memobilisasi energinya yang
dimilikinya. Sedangkan menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan meurpakan
keadaan ketika seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian
atau situasi tertentu.

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
a. Menutup mata
b. Penurunan afek
c. Penurunan selera makan
d. Penurunan respon terhadap stimulus
e. Penurunan verbalisasi
f. Kurang inisiatif
g. Kurang keterlibatan dalam asuhan
h. Pasif
i. Mengangkat bahu sebagai respons terhadap orang yang mengajak bicara
j. Gangguan pola tidur
k. Meninggalkan orang yang mengajak bicara
l. Isyarat verbal (misalnya: isi putus asa, saya tidak dapat, menghela nafas).

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor predisposisi
2.2.1.1 Biologis
a. Adanya riwayat anggota keluarga menderita depresi
b. Status nutrisi: anoreksia, terlalu kurus atau obesitas/BB tidak ideal
c. Status kesehatan secara umum: Riwayat penyakit kanker, penyakit neurologis,
peilepsi, trauma kepala, riwayat gangguan jantung dan gangguan paru-paru,
riwayat penyakit endokrin dan riwayat penyalahgunaan zat
d. Pembatasan aktivitas jangka panjang akibat penyakit kronis atau tindakan medis
tertentu (NGT, Kateter, intubasi, infuse)
e. Sesitifitas biologi: ketidakseimbangan elektrolit, gangguan sistem limbik,
thalamus, kortek frontal dan GABA, norephinephrin dan seorotonin
f. Paparan terhadap racun, sindrom alkhohol saat janin

2.2.1.2 Psikologis
a. Mengalami stres psikologis jangka panjang yang berlarut-larut
b. Intelengensi RM sedang sampai dengan normal

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
84

c. Hambatan kemampuan verbal, misalnya gagap, ketidakmampuan mengungkapkan


apa yang dipikirkan
d. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : perpisahan traumatik dengan
orang yang berarti, penolakan dari keluarga, perceraian, kekerasan dalam rumah
tangga, diturunkan dari jabatan, konflik dengan rekan kerja, penganiayaan seksual,
sering mengalami kegagalan, mengalami episode depresi berikutnya
e. Mempunyai konsep diri yang negatif: ideal diri tidak realistis, kurangnya
penghargaan dari orang lain, gambaran diri yang negatif, gangguan pelaksanaan
peran dan kerancuan identitas
f. Motivasi: kurang dukungan sosial dan kurang mendapatkan penghargaan dari
orang sekitarnya
g. Self kontrol: kurang dapat menahan dorongan melakukan sesuatu yang negatif
h. Kepribadian; mudah mengalami kecemasan dan menutup diri, tidak suka bercerita
dengan orang lain.

2.2.1.3 Sosial budaya


a. Perpisahan dengan anggota keluarga dan teman akibat didiagnosa penyakit kronis
dan pembatasan mobilitas di rumah sakit
b. Dapat terjadi pada semua usia, adanya kegagalan mencapai tugas perkembangan
sebelumnya
c. Gender: jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai
kecenderungan untuk mengalami harga diri rendah situasional
d. Pendidikan tidak sekolah, putus sekolah atau pendidikan rendah
e. Pendapatan: kurang dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, atau tidak mempunyai
penghasilan
f. Pekerjaan, tidak bekerja, penggangguran, PHK, mempunyai pekerjaan yang tidak
tetap
g. Status dan peran sosial: kegagalan menjalankan peran sosial
h. Agama dan keyakinan: kurang/tidak menjalankan ajaran agama dan keyakinan,
kehilangan rutinitas ibadah
i. Keikutsertaan dalam kegiatan politik: menjadi pengurus partai politik atau post
power sindrom
j. Pengalaman sosial: sering mengalami penolakan kelompok sebaya

2.2.2 Faktor presipitasi


2.2.2.1 Nature
a. Biologis
 Penurunan kondisi fisiologis
 Pembatasan aktivitas akibat penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
 Status nutrisi: tidak ada perbaikan nutrisi dan BB tidak ideal
 Status kesehatan secara umum: menderita penyakit kronis atau terminal,
kehilangan salah satu anggota badan
 Sensitifitas biologi: ketidakseimbangan elektrolit, gangguan pada sistem
limbik, thalamus, kortek frontal, GABA, norefrinephrin dan serotonin

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
85

b. Psikologis
 Mengalami stres psikologis dalam 6 bulan terakhir
 Adanya perasaan terisolasi atau terbuang dari lingkungannya
 Menjatuhkan atau merendahkan kondisi fisik
 Mempunyai intelegensi yang rendah/RM ringan (IQ 50-70) atau RM sedang
(IQ 35-50)
 Kemampuan verbal: buta, tuli, gagap, pelo, adanya pembatasan kontak sosial
(infus, kateter, imobilisasi, NGT, oksigen), lokasi tempat tinggal yang
terisolasi
 Moral: melanggar mormal dan nilai di masyarakat
 Kepribadian: menghindar
 Pengalaman yang tidak menyenangkan: korban perkosaan, perceraian,
perpisahan dengan orang terdekat, kehilangan orang yang berarti, KDRT,
diturunkan jabatannya, konflik dengan rekan kerja
c. Sosial budaya
 Adanya hambatan pelaksanaan interaksi social akibat pembatasan aktivitas
oleh rumah sakit
 Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual dalam 6 bulan terakhir
 Kehilangan kepercayaan pada nilai penting
 Kurangnya dukungan sosial
 Putus sekolah, PHK, penolakan orang yang berarti, pendapatan yang rendah
2.2.2.2 Origin
a. Internal: persepsi klien yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan lingkungan
b. Eksternal: Keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau mengakui
keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan perannya
2.2.2.3 Timing: stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat
bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan. Stressor dapat terjadi secara
berulang
2.2.2.4 Number: Jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat atau
stressor dirasakan sangat berat

2.2.3 Penilaian terhadap stressor


2.2.3.1 Kognitif
a. Mengungkapkan isi pembicaraan yang pesimis “Saya tidak bisa”
b. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustrasi terhadap kemampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya
c. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran
d. Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kendali atau pengaruh
terhadap situasi, perawatan diri atau hasil
e. Mengungkapkan ketidakpuasan karena ketergantungan dengan orang lain
f. Kurang dapat berkonsentrasi
g. Ambivalensi adn bingung
h. Fokus perhatian menyempit
i. Bloking
j. Mimpi buruk

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
86

k. Ketidakpastian
l. Sulit membuat keputusan
m. Berkurangnya kreatifitas
n. Pandangan suram dan pesimis

2.2.3.2 Afektif
a. Penurunan respon terhadap stimulus (afek datar hingga tumpul)
b. Kurang optimis menghadapi hidup
c. Merasa sedih
d. Merasa bersalah, bingung
e. Apatis dan kadang pasif
f. Merasa kesepian
g. Penyangkalan terhadap perasaan
h. Merasa kesal dan perasaan gagal
i. Mudah tersinggung

2.2.3.3 Fisiologis
a. Menutup mata
b. Penurunan selera makan
c. Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
d. Muka tegang
e. Dada berdebar-debar dan keluar keringat dingin
f. Gangguan pola tidur, penurunan/peningkatan tidur
g. Kelemahan dan keletihan
h. Pusing/sakit kepala
i. Badan terasa lesu
j. Pergerakan lambat
k. Kurang nafsu makan atau makan dan minum secara berlebihan
l. Penurunan berat badan atau peningkatan berat badan
m. Konstipasi/diare
n. Retensi urine dapat terjadi
o. Mual/muntah
p. Perubahan siklus haid
q. Pergerakan lambat

2.2.3.4 Perilaku
a. Kurang keterlibatan dalam asuhan
b. Pasif terhadap apa yang dilakukan oleh perawat
c. Kurang inisiatif/menarik diri
d. Menangkat bahu sebagai respons terhadap orang yang mengajak berbicara
e. Meninggalkan orang yang mengajak berbicara
f. Menghindari kontak mata
g. Agitasi dan kadang menjadi agresif
h. Pembicaraan berfokus pada diri sendiri
i. Kurang spontanitas

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
87

j. Kebersihan diri yang kurang


k. Mudah menangis

2.2.3.5 Sosial
a. Penurunan verbalisasi/pengungkapan secara verbal
b. Isolasi sosial
c. Ketidakpedulian terhadap orang lain
d. Isyarat verbal (misal isi, putus asa, saya tidak dapat, menghela napas)
e. Partisipasi sosial kurang

2.2.4 Sumber koping


2.2.4.1 Personal ability
a. Keterampilan pemecahan masalah:
 kemampuan mencari sumber informasi, kemampuan mengidentifikasi masalah
yang berhubungan keputusasaan, kekuatan dan factor pendukung serta
keberhasilan yang pernah dicapai
 Kemampuan mempertimbangkan alternative aktivitas yang realistic
 Kemampuan membuat rencana aktivitas dan membuatnya menjadi jadwal
kegiatan harian
 Kemampuan melaksanakan rencana kegiatan dan memantau kemajuan dari
kondisi pengobatannya
b. Kesehatan secara umum: mempunyai keterbatasan mobilitas yang dapat
dikendalikan oleh pasien
c. Keterampilan social: kemampuan dalam berkomunikasi secara efektif terutama
dalam pencarian sumber informasi untuk mengatasi keputusasaannya
d. Pengetahuan : Kemampuan memahami perubahan fisik dan peran atau kondisi
kesehatan dan kehidupannya
e. Integritas ego: pasien mempunyai pedoman hidup yang realistis, mengerti arah dan
tujuan hidup yang diinginkan secara matang.
2.2.4.2 Sosial support
a. Kualitas hubungan antara pasien dengan keluarga dan anggota masyarakat di
sekitarnya
b. Kualitas dukungan social yang diberikan keluarga, anggota masyarakat tentang
keberadaan pasien saat ini
c. Komitmen masyarakat dan keluarga dalam menjalankan kegiatan atau
perkumpulan di masyarakat
d. Tinggal di lingkungan keluarga dan masyarakat yang mempunyai normal tidak
bertentangan dengan nilai budaya yang ada

2.2.4.3 Material Asset


a. Pasien atau keluarga mempunyai penghasilan yang cukup dan stabil untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari
b. Pasien mempunyai fasilitas ansuransi kesehatan, jamkesmas, SKTM atau askes.
c. Mempunyai asset keluarga: tabungan, tanah, rumah untuk mengantisipasi
kebutuhan hidup

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
88

d. Terdapat pelayanan kesehatan, dan mampu mengakses pelayanan kesehatan yang


ada

2.2.4.4 Positive belief


a. Keyakinan dan nilai: Pasien mempunyai keyakinan bahwa penyakitnya akan dapat
disembuhkan dan menyadari adanya perubahan fisik akibatnya penyakitnya akan
berdampak pada kehidupannya
b. Motivasi: dengan perubahan gaya hidup yang terjadi klien data menjalani hidup
dengan semangat
c. Orientasi terhadap pencegahan: pasien berfikirt bahwa lebih baik mencegah
daripada mengobati.

2.2.5 Mekanisme koping


2.2.5.1 Konstruktif
a. Kemampuan mengidentifikasi kekuatan pribadi
b. Melakukan perubahan perilaku yang menurunkan keputusasaan
c. Beradaptasi dengan lingkungannya
d. Membangun kepercayaan diri dan bersikap optimis
e. Memanfaatkan dukungan keluarga/orang terdekat
f. Fokus pada masalah: negosiasi, konfrontasi, advice
g. Kognitif: perbandingan positif, pengabaian selektif dan subtitusi reward,
mengurangi objek yang diharapkan
h. Emosi: mekanisme pertahanan diri: denial, supresi

2.2.5.2 Destruktif
a. Menghindari kontak sosial
b. Tidak mampu menyesuaikan/membina hubungan baik dengan lingkungannya
c. Amuk
d. Penyalahgunaan zat

3. Diagnosis Keperawatan
Keputusasaan

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan
Tujuan Umum: Klien Menunjukkan keputusasaan akan berkurang yang ditandai
dengan konsisten dalam membuat keputusan, adanya harapan. Keseimbangan mood,
status gizi yang adekuat (asupan makanan dan minuman, tiidur yang adekuat, dan
mengungkapkan kepuasan dengan kualitas hidup
Tujuan Khusus:
a. Mengidentifikasi kekuatan pribadi
b. Melakukan perilaku yanfg dapat menurunkan perasaan keputusasaan
c. Melaporkan keberadaan dan pola tidur yang adekuat untuk
menghasilkan/membangun kembali mental dan fisik

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
89

d. Mendemonstrasikan mood dan afek yang sesuai


e. Mempertahankan kebersihan dan berpakaian yang sesuai
f. Memakan makanan dan minuman yang cukup untuk mempertahankan berat badan
yang stabil
g. Mendemonstrasikan minat dalam hubungan sosial dan pribadi
h. Menampakkan ketertarikan atau kepuasan dengan pencapaian tujuan hidup

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Kaji dan dokumentasikan
a. Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
b. Pantau nutrisi (asupan dan berat badan)
c. Kaji kebutuhan spiritual
d. Tentukan keadekuatan hubungan dan dukungan sosial lain
4.1.2.2 Bantu klien melakukan aktivitas positif
a. Dukung partisipasi aktif dalam aktivitas kelompok untuk memberikan
kesempatan terhadap dukungan sosial dan penyelesaian masalah
b. Gali faktor yang berkonstribusi terhadap perasaan keputusasaan dengan pasien
c. Beri penguatan positif terhadap perilaku yang menunjukkan inisiatif, seperti
kontak mata, membuka diri, penurunan jumlah waktu tidur, perawatan diri,
peningkatan napsu kakan
d. Jadwalkan waktu bersama pasien untuk memberikan kesempatan menggali
tindakan koping alternatif
e. Bantu klien untuk mengidnetifikasi area harapan dalam kehidupan
f. Demosntrasikan harapan dengan mengenalkan penilaian intrinsik dan
memandang penyakitnya hanya dari sudut pandang individu
g. Bantu pasien memperluas spiritual diri
h. Arahkan mengingat kembali kehidupan/atau mengungkapkan kenangan, sesuai
dengan kebutuhan
i. Hindari menutupi kebenaran
j. Libatkan [pasien secara aktif untuk merawat dirinya
k. Dukung hubunga terapeutik dengan orang yang berarti

4.2 Keluarga
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
a. Ucapkan salam
b. Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai.
c. Tanyakan nama keluarga, panggilan yang disukai, hub. dg klien.
b) Jelaskan tujuan pertemuan dan Buat kontrak pertemuan
c) Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa klien.
d) Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien atasi masalah
dan bagaimana hasilnya.
e) Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien atasi masalahnya.
f) Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan : Arti, penyebab, tanda-tanda,
akibat lanjut bila tidak diatasi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
90

g) Psikofarmaka yang diperoleh klien: manfaat, dosis, efek samping,akibat bila


tidak patuh minum obat.
h) Cara keluarga merawat klien.
i) Akses bantuan bila keluarga tidak dapat mengatasi kondisi klien (Puskesmas, RS)

4.3 Tindakan Ners Spesialis


4.3.1 Terapi Individu dapat dilakukan : Terapi kognitif, Cognitive-behavioral therapy
(CBT), Terapi Penghentian pikiran, PMR.
4.3.2 Terapi Keluarga : Terapi komunikasi, family psikoedukasi
4.3.3 Terapi Kelompok : Supportif terapi
4.3.4 Terapi Komunitas : Multisistemik terapi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
91

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KOPING INDIVIDU TIDAK EFEKTIF

1. Pengertian
Koping individu tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membentuk penilaian yang
benar dari stresor, pemilihan respon yang tidak adekuat dan atau ketidakmampuan dalam
menggunakan sumber-sumber yang tersedia (NANDA, 2012). Koping individu tidak efektif
juga didefinisikan sebagai kerusakan perilaku adaptif dan kemampuan menyelesaikan
masalah seseorang dalam menghadapi tuntutan peran dalam kehidupan (Towsend, 1998)

2. Tanda dan Gejala


2.1.Data Subyektif
2.1.1 Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
2.1.2 Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu
2.1.3 Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya
2.1.4 Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran.
2.1.5 Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri

2.2 Data Obyektif


2.2.1 Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan.
2.2.2 Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan
2.2.3 Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
2.2.4 Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas,
ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.
2.2.5 Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika
mendapat perlawanan
2.2.6 Apatis dan pasif
2.2.7 Ekspresi muka murung
2.2.8 Bicara dan gerakan lambat
2.2.9 Tidur berlebihan
2.2.10 Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
2.2.11 Menghindari orang lain

3. Tindakan Keperawatan Ners


3.1 Tujuan Umum
Pasien mampu menggunakan koping yang konstruktif untuk mengatasinya stresnya
3.2 Tujuan Khusus
3.2.1 Pasien mampu mengenal koping individu tidak efektif
3.2.2 Pasien mampu mengatasi koping individu tidak efektif
3.2.3 Pasien mampu memperagakan dan menggunakan koping yang konstruktif untuk

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
92

mengatasi masalahnya
3.3 Tindakan Keperawatan
3.3.1 Bina hubungan saling percaya.
3.3.1.1 Mengucapkan salam terapeutik
3.3.1.2 Berjabat tangan.
3.3.1.3 Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
3.3.1.4 Kaji status koping yang digunakan klien
1) Tentukan kapan mulai terjadi perasaan tidak nyaman, gejala, hubungannya
dengan peristiwa dan perubahannya
2) Kaji kemampuan untuk menghubungkan fakta- fakta dengan pengalaman
perilaku yang tidak menyenangkan.
3) Dengarkan dengan cermat dan amati ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak
mata, posisi tubuh, intonasi, dan intensitas suara pasien .
4) Tentukan risiko adanya tindakan membahayakan diri sendiri dan berikan
tindakan yang dibutuhkan.
3.3.1.5 Berikan dukungan jika klien mengungkapkan perasaannya.
1) Jelaskan bahwa perasaan- perasaan yang dimilikinya memang sulit untuk dihadapi
2) Jika individu menjadi pesimis, upayakan untuk lebih memberikan harapan dan
pandangan realistis.
3.3.1.6 Motivasi untuk melakukan evaluasi perilakunya sendiri.
1) Apa yang positif pada dirinya .
2) Apa yang perlu ditingkatkan .
3) Apa yang dipelajari tentang dirinya dan self reinforcement
3.3.1.7 Bantu klien untuk memecahkan masalah dengan cara yang konstruktif
1) Identifikasi masalah yang dirasakan .
2) Identifikasi penyebab masalah .
3) Gali cara klien menyelesaikan masalah masa lalu.
4) Diskusikan beberapa cara menyelesaikan masalah .
5) Diskusikan keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan .
6) Bantu klien memilih cara penyelesaian masalah yang berhasil .
3.3.1.8 Ajarkan alternatif koping yang konstruktif seperti :
1) Bicara terbuka dengan orang lain untuk kekuatan sosial.
2) Kegiatan fisik untuk pemulihan kekuatan fisik
3) Melakukan cara berfikir yang konstruktif untuk kemampuan kognitif
4) Melakukan aktivitas konstruktif untuk kekuatan psikomotor.
3.4 Intervensi Spesialis
3.4.1 Terapi individu dapat dilakukan : terapi kognitif. terapi aktivitas
3.4.2 Terapi keluarga : Terapi komunikasi, Famili psikoedukasi
3.4.3 Terapi Kelompok : Supportif terapi
3.4.4 Terapi Komunitas : Multisistemik terapi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
93

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KETIDAKEFEKTIFAN KOPING KELUARGA

1. Pengertian
Perilaku orang terdekat bagi pasien (anggota keluarga atau orang terdekat lainnya) yang
membuat ketidakmampuan kapasitas mereka dan kapasitas klien untuk secara efektif
melaksanakan tugas yang esensial, baik untuk adaptasi pasien terhadap masalah kesehatan
(NANDA, 2012)

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Subyektif
2.1.1.1 Depresi
2.1.1.2 Mengingkari masalah yang dihadapi oleh pasien

2.1.2 Obyektif
2.1.2.1 Bermusuhan
2.1.2.2 Agitasi/ sering mondar-mandir
2.1.2.3 Melakukan rutinitas yang tidak biasa
2.1.2.4 Tidak menghargai kebutuhan klien
2.1.2.5 Berkembangnya ketidakberdayaan pasien
2.1.2.6 Penurunan kemandirian
2.1.2.7 Keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh keluarga yang mengganggu ekonomi
atau kesejahteraan sosial
2.1.2.8 Intoleransi
2.1.2.9 Mengabaikan perawatan terhadap pasien menyangkut kebutuhan dasar manusia dan
atau perawatan terhadap penyakit
2.1.2.10 Pengabaian hubungan dengan anggota keluarga yang lain
2.1.2.11 Perhatian berlebih terhadap klien secara berkepanjangan
2.1.2.12 Gejala psikosomatis
2.1.2.13 Penolakan
2.1.2.14 Mengikuti tanda-tanda penyakit klien

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Predisposisi
2.2.1.1 Biologis
a. Adanya riwayat depresi dan konflik dalam keluarga
b. Ada riwayat gangguan status nutrisi (kurus, obesitas) atau anoreksia dan tidak ada
perbaikan nutrisi, BB tidak ideal
c. Paparan terhadap racun, sindrom alkhohol saat janin dalam kandungan.
d. Riwayat kesehatan secara umum, misalnya kanker, epilepsi, trauma kepala,
riwayat gangguan penyakit jantung, penyakit neurologis

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
94

e. Menderita penyakit kronis yang mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi keb


utuhan atau tanggung jawab peran terhadap klien
f. Penanganan medik jangka panjang (kemoterapi dan radiasi)
g. Maturasi normal: pertumbuhan dan perkembangan masa bayi, anak dan remaja
h. Perubahan fisiologis pada kehamilan dan penuaan
i. Penyalahgunaan obat, nikotin, alkhohol, narkotik dan sedatif-hipnotik

2.2.1.2 Psikologis
a. Self kontrol rendah, ketidak sesuaian gaya koping untuk menghadapi tugas adaptif
oleh orang terdekat dan pasien atau diantara orang-orang penting
b. Orang terdekat secara kronis tidak mampu berkomunikasi secara efektif untuk
mengungkapkan perasaan bersalah, ansietas, bermusuhan dan menarik diri
c. Mengalami gangguan penglihatan dan pendegaran yang menyulitkan untuk
melakukan interaksi atau komunikasi dengan orang lain atau membantu anggota
keluarga yang sakit
d. Pengalaman masa lalu tidak menyenangkan: kecanduan, alkhoholisme,
permodelan peran yang negatif, adanya riwayat tentang hubungan tidak efektif
dengan orang tua sendiri, riwayat tentang hubungan yang kasar dengan orang tua
e. Motivasi: kurangnya pernghargaan dari orang lain pada masa perkembangan yang
terjadi secara berulang, kurangnya dukungan sosial dan dari dukungan diri sendiri.
f. Mempunyai konsep diri negatif: harga diri rendah, harapan yang tidak realistis
keluarga terhadap klien, tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial keluarga dari
klien
g. Kepribadian: mudah cemas. Ketidakmampuan mengatasi kecemasan dengan cara
yang memadai cenderung menguatkan pertahanan sehingga keluarga melakukan
penolakan pada klien dan terhadap pengobatan
h. Riwayat kesulitan mengambil keputusan, tidak mampu berkonsentrasi

2.2.1.3 Sosial budaya


a. Usia: Tidak dapat menjalankan tugas perkembangan dengan baik.
b. Gender/jenis kelamin: Jenis kelamin laki-laki lebih berisiko mengalami koping
keluarga tidak efektif ketika anggota keluarganya yang lain sakit
c. Pekerjaan: bekerjan dengan waktu minimal di rumah
d. Penghasilan/pendapatan: kurang mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari
e. Mengalami perubahan status atau prestise
f. Pengalaman berpisah dari orang terdekat, misalnya karena perceraian, kematian,
tekanan budaya, perpindahan dan perpisahan sementara atau permaenen
g. Perubahan status sosial dan ekonomi akibat pensiun
h. Tinggal di lingkungan yang terdapat bahaya keamanan maupun polutan
lingkungan
i. Kondisi pasien yang tidak mempunyai pekerjaan, pengangguran, ada pekerjaan
baru maupun promosi)
j. Peran sosial: kurang mampu menjalankan perannya untuk berpartisipasi
lingkungan tempat tinggal dan kesulitan membina hubungan interpersonal dengan
orang lain:

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
95

k. Agama dan keyakinan: kurang menjalankan kegiatan keagamaan sesuai dengan


agama dan kepercayaan atau ada nilai budaya dan norma yang mengharuskan
melakukan pembatasan kontak sosial dengan orang lain (misalnya laki-laki dengan
perempuan).

2.2.2 Faktor Presipitasi


2.2.2.1 Biologis
a. Adanya penyakit akut yang mempengaruhi fungsi tubuh sehingga mengalami
gangguan kemampuan untuk memenuhi tanggung jawab peran, kehilangan salah
satu anggota tubuhnya
b. Adanya efek samping pengobatan kemoterapi dan radiasi
c. Status gizi, misalnya BB tidak ideal atau kurus sehingga kurang kuat membantu
anggota keluarga yang sakit atau terlalu gemuk/obesitas sehingga menyulitkan
untuk bergerak
d. Adanya kelainan kongenital: tuli atau buta
e. Sensitifitas biologi: ketidakseimbangan elektrolit, gangguan pada sistem limbik,
thalamus, kortek frontal, GABA, norefrinefrin dan serotonin

2.2.2.2 Psikologis
a. Pengalaman yang tidak menyenangkan karena anggota keluarga menderitan
penyakit kronis atau akut dengan program pengobatan yang berubah-berubah
sehingga keluarga menjadi resistensi terhadap pengobatan
b. Di antara orang terdekat dalam keluarga ada ketidakmampuan komunikasi verbal
untuk mengungkapkan perasaan (rasa bersalah, cemas, bermusuhan atau putus asa)
c. Pengalaman yang kurang baik dalam mendapatkan informasi kesehatan:
ketidaktepatan atau ketidakadekuatan informasi atau pemahaman orang yang
utama
d. Ancaman konsep diri : yang terjadi akibat progresi penyakit kronis yang
menyebabkan ketidakmampuan yang melelahkan kapasitas dukungan orang
terdekat
e. Ancaman konsep diri: kekacauan dan perubahan peran keluarga yang bersifat
sementara
f. Kepribadian: mudah cemas. Ketidakmampuan mengatasi kecemasan dengan cara
yang memadai cenderung menguatkan pertahanan sehingga keluarga melakukan
penolakan pada klien dan terhadap pengobatan
g. Moral: nilai atau moral masyarakat sekitar tidak sesuai dengan nilai dan moral
yang dianut oleh keluarga
h. Pengalaman yang tidak menyenangkan: perceraian, KDRT, diturunkan dari
jabatan, konflik dengan rekan kerja, perpisahan dengan orang yang berarti
i. Motivasi : kurangnya dukungan sosial orang sekitar dan tidak pernah mendapatkan
penghargaan dari luar
j. Self kontrol:
 Keluarga mempunyai gaya koping yang berbeda dengan pada umumnya ketika
menghadapi atau mengatasi masalah kesehatan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
96

 Perhatian sementara oleh orang terdekat yang berusaha mengelola konflik


emosi serta penderita personal dan yang tidak mampu memperoleh atau
bertindak efektif sesuai kebutuhan klien
k. Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga & teman akibat perbedaan
budaya, lokasi tempat tinggal yang terisolasi, proses pengobatan yang
menyebabkan gangguan bicara

2.2.2.3 Sosial budaya


a. Usia: Krisis perkembangan dari orang-orang terdekat (sebutkan)
b. Pembatasan yang dilakukan oleh rumah sakit akibat hospitalisasi
c. Gender: jenis kelamin perempuan lebih berisiko mengalami kegagalan
menjalankan peran
d. Pendapatan rendah atau kurang dari UMR
e. Pekerjaan: tidak tetap, penggangguran atau baru terkena PHK, turun jabatan
f. Status sosial : hubungan keluarga yang sangat ambivalen, kurang baiknya
hubungan antara anggota keluarga yang dapat menyebabkan keluarga memberikan
dukungan yang sedikit pada anggota keluarganya yang sakit
g. Latar belakang budaya: nilai budaya dan keyakinan yang diyakini salah
h. Keikutsertaan partai politik dan organisasi: aktif mengikuti kegiatan politik dan
organisasi
i. Pengalaman sosial: krisis situasi yang terjadi akibat perawatan keluarga yang sakit
sebelumnya sehingga menurunkan kualitas dukungan yang diberikan
j. Peran sosial : tidak dapat menjalankan peran sosialnya akibat harus merawat
anggota keluarga yang sakit.

2.2.3 Penilaian terhadap Stressor


2.2.3.1 Kognitif
a. Klien mengungkapkan atau mengkonfirmasi perhatian dan keluhan tentang respon
orang yang berarti terhadap masalah kesehatannya
b. Orang yang berarti menmggambarkan atau mengkorfimasi pemahaman yang tidak
adekuat/dasar pengetahuan yang tidak adekuat dan mempengaruhi bantuan efektif
atau perilaku suportif
c. Mengungkapkan peningkatan ketergantungan klien
d. Mengungkapkan ketidak hormatan pada kebutuhan klien, klien misalnya klien
selalu merepotkan keluarga
e. Mengungkapkan tidak mampu membangun kembali kehidupan yang bermakna
untuk diri sendiri setelah anggota keluarganya sakit
f. Mengungkapkan perawatan yang mengabaikan klien dalam hal kebutuhan dasar
manusia
g. Mengungkapkan perawatan yang mengabaikan klien dalam hal pengobatan
penyakit
h. Pengambilan keputusan atau tindakan keluarga yang menyimpang dari
kesejahteraan ekonomi dan sosial klien
i. Mengungkapkan penyimpangan realitas mengenai masalah kesehatan, termasuk
menyangkal secara ekstrem tentang keberadaan atau keparahan penyakit

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
97

j. Distorsi realitas berkenaan dengan masalah kesehatan perorangan


k. Penolakan terhadap realitas

2.2.3.2 Afektif
a. Merasa depresi
b. Merasa khawatir yang terus menerus
c. Merasa tidak sanggup membantu klien (intoleransi)
d. Keluarga mempunyai emosi yang labil
e. Terlalu memikirkan pasien dalam waktu yang lama
f. Tidak berdaya dan sedih, bingung
g. Perasaan tidak berguna
h. Perasaan negatif tentang dirinya
i. Perasaan tidak mampu
j. Fisiologis
k. Psikosomatis
l. Merasakan tanda-tanda penyakit klien
m. Intoleransi dan kelemahan
n. Peningkatan tekanan darah, pusing
o. Sakit kepala
p. Kurang napsu makan
q. Penurunan berat badan
r. Konstipasi/diare
s. Gangguan tidur/insomnia
t. Mual/muntah

2.2.3.3 Perilaku
a. Pengabaian dan penurunan produkstivitas dalam merawat klien
b. Agresi dan agitasi
c. Menjalankan rutnitas biasa tanpa menghormati kebutuhan klien
d. Perilaku keluarga yang mengganggu kesejahteraan klien
e. Orang yang berarti menggambarkan tidak nyaman dengan reaksi personal
(misalnya takut, antisipasi berduka, perasaan bersalah dan ansietas) terhadap
penyakit, ketidakmampuan, atau krisis situasi dan perkembangan lainnya dari
klien.
f. Keluarga menunjukkan batasan peran yang kaku
g. Anggota keluarga mengganggu tindakan medis/keperawatan yang dibutuhkan
h. Orang yang berarti menunjukkan perilaku melindungi dan tidak proporsional
(terlalu sedikit atau terlalu banyak) terhadap kemampuan atau kebutuhan klien
untuk autonomi
i. Orang yang berarti berusaha untuk memberikan perlakukan bantuan atau
dukungan dengan hasil yang kurang dari memuaskan
j. Perawatan individu secara menyiksa atau mengabaikan
k. Pengambilan keputusan /tindakan yang merusak keharmonisan keluarga
l. Penyalahgunaan obat, alkhohol, rokok, menyalahkan diri sendiri

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
98

2.2.3.4 Sosial
a. Gangguan individualisasi
b. Penolakan dan cederung isolasi social
c. Melalikan hubungan dengan anggota keluarga lain
d. Tidak suka dekat-dekat atau bersama klien /bermusuhan dengan klien
e. Acuh terhadap lingkungan terutama klien dan kurang berpartisipasi dalam
lingkungan social
f. Anggota keluarga berpisah atau membentuk koalisi yang tidak mendukung
g. Interaksi dengan kata-kata antara keluarga dan pasien tidak ada atau menurun
h. Orang yang berarti menarik diri atau memasuki komunikasi personal dengan klien
secara temporer atau terbatas pada saat dibutuhkan
i. Hubungan yang kejam dan melalaikan anggota keluarga lain

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal ability
a. Kemampuan dalam berkomunikasi secara verbal dan non verbal
b. Kemampuan dalam memecahkan masalah: mengidentifikasi masalah yang
dihadapi, mengidentifikasi penyebab dari masalah tersebut, menguraikan alternatif
pemecahan yang dapat digunakan dan kemampuan mencari sumber pendukung
yang dapat digunakan untuk mengatasi masalahnya
c. Hubungan interpersonal dengan orang lain di sekitarnya
d. Pengetahuan klien tentang tindakan atau cara yang dapat digunakan untuk
membantu merawat anggota keluarga yang sakit/membutuhkan pertolongan
e. Adanya gangguan fisik (kesehatan secara umum) yang menghambat upaya
membantu anggota keluarganya yang sakit.

2.2.4.2 Sosial support


a. Hubungan yang baik atau kurang baik antar individu, keluarga kelompok dan
masyarakat.
b. Keterlibatan dalam organisasi social/kelompok sebaya atau adanya komitmen
organisasi kemasyarakatan yang ada disekitarnya
c. Adanya kader kesehatan jiwa yang dapat membantu menguraikan atau membantu
masalah kesehatan yang dihadapi oleh anggota keluarganya

2.2.4.3 Material asset


a. Penghasilan secara individu : cukup atau tidak
b. Keberadaan asset harta benda pendukung pengobatan yang dimiliki (tanah, rumah,
tabungan) untuk melakukan perawatan anggota keluarganya yang sakit
c. Mempunyai fasilitas Jamkesmas, SKTM, ASKES yang dapat digunakan untuk
mendukung pengobatan anggota keluarganya.
d. Pekerjaan/vokasi/posisi : memiliki atau tidak
e. Akses pelayanan kesehatan terdekat yang dapat didatangi oleh anggota
keluarganya

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
99

2.2.4.4 Positive belief


a. Kenyakinan dan nilai positif tentang dirinya sendiri dan keluarga yang menderita
sakit
b. Memiliki motivasi atau tidak dalam membantu anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan
c. Orientasi klien terhadap kesehatan terutama dalam hal pencegahan terjadinya
penyakit yang lebih parah pada keluarganya dari pada mengobati

3. Diagnosis Keperawatan
Koping Keluarga Inefektif

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Tujuan:
Tujuan umum: Individu mengekspresikan pandangan positif untuk masa datang dan
memulai kembali tingkatan fungsi sebelumnya.
Tujuan Khusus:
a. Mendiskusikan masalah yang dihadapi oleh keluarga.
b. Mengidentifikasi koping yang dimiliki keluarga.
c. Mendiskusikan tindakan atau koping yang dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah.
d. Mendiskusikan alternatif koping atau cara penyelesaian masalah yang baru
e. Melatih kemampuan koping atau cara mengatasi masalah yang baru
f. Mengevaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping yang efektif
4.1.2 Tindakan keperawatan:
a. Bina hubungan saling percaya. Dalam membina hubungan saling percaya, perlu
dipertimbangkan rasa aman dan nyaman keluarga saat berinteraksi. Tindakan ini
yang dapat dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabatan tangan sambil mengenalkan nama
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak, waktu, tempat setiap kali pertemuan dengan keluarga
b. Identifikasi masalah yang dihadapi oleh keluarga, meliputi asal masalah, jumlah,
sifat dan waktunya
c. Diskusikan koping atau upaya yang biasa dilakukan keluarga:
1) Mekanisme koping yang selalu digunakan menghadapi masalah
2) Mengungkapkan perasaan setelah menggunakan koping yang biasa digunakan.
d. Diskusikan alternatif koping
1) Keterbukaan dalam keluarga, membahas masalah yang dihadapi dalam
keluarga, membahas cara-cara menyelesaikan masalah dan membagi tugas
penyelesaian masalah.
2) Melakukan kegiatan yang disukai (olah raga, jalan-jalan) untuk
mengembalikan energi dan semangat (break sesaat).
3) Mencari dukungan sosial yang lain.
4) Memohon pertolongan pada Tuhan.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
100

5) Melatih keluarga menggunakan koping yang efektif


6) Mengevaluasi kemampuan keluarga menggunakan koping yang efektif

4.2 Tindakan Keperawatan Spesialis Jiwa


Terapi keperawatan spesialis keperawatan jiwa yang dapat diberikan kepada pasien dengan
diagnosis Ineffective Management of Therapeutic Regimen: family yaitu (Workshop
Keperawatan Jiwa Ke-8,2014):
4.2.1 Terapi individu: Acceptance and Commitment Therapy (ACT)
ACT merupakan terapi yang membantu menolong klien dengan menggunakan
penerimaan psikologi sebagai strategi koping dalam situasi stress baik eksternal
maupun internal yang tidak mudah untuk dapat diatasi. Klien dibantu untuk menerima
kejadian yang tidak diinginkan, mengidentifikasi dan focus pada aksi secara langsung
sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Tujuan terapi ACT yaitu: 1) Mengajarkan penerimaan terhadap pikiran dan perasaan
yang tidak diinginkan yang tidak bisa dikontrol oleh klien, membantu klien dalam
mencapai dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna tanpa harus menghilangkan
pikiran – pikiran kurang menyenangkan yang terjadi, 2). Melatih klien untuk
komitmen dan berperilaku dalam hidupnya berdasarkan nilai yang dipilih oleh klien
sendiri.

4.2.2 Terapi Keluarga: Family Psychoeducation (FPE)


Program psikoedukasi merupakan pendekekatan yang bersifat edukasi dan pragmatic
(Stuart & Laraia,2005). Psikoedukasi keluarga merupakan pendek sebuah metode
yang berdasarkan pada penemuan klinik terhadap pelatihan keluarga yang
bekerjasama dengan tenaga keperawatan jiwa professional sebagai bagian keseluruhan
intervensi koinik untuk anggota keluarga yang mengalami gannguan.
Tujuan dari psikoedukasi keuarga adalah untuk megurangi kekambuhan klien
gangguan jiwa, meningkatkan fungsi klien dan keluarga sehingga mempermudah klien
kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.
Terapi psikoedukasi ini dapat diberikan untuk keluarga dengan aspek psikososial dan
gangguan jiwa.
Kemampuan klien setelah diberikan tindakan keperawatan generalis, terapi kognitif
dan psikoedukasi keluarga 100% klien mampu mengidentifikasi pikiran otomatis
negatif, 100% mampu menggunakan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis
negatif, 100% klien mampu mengidentifikasi manfaat penggunaan tanggapan rasional
dan 90% klien mampu menggunakan support syste.(Suerni,2013), Hasil tersebut
sependapat McFarlane dkk. (1995) yang melakukan penelitian pada 172 pasien
skizofrenia dengan kontak keluarga 10 jam per minggu dan menghadiri 3 sesi program
pendidikan/terapi membandingkan psikoedukasi pada grup keluarga secara bersama
dengan Psikoedukasi pada grup keluarga sendiri dan hasilnya Secara bermakna
terdapat penurunan relaps pada multifamily. Jewel (2009) menyatakan bahwa Family
psychoeducation (FPE) terbukti sangat efektif dalam mengurangi gejala kekambuhan
dan rehospitalizations individu dengan pasien skizofrenia dan meningkatkan
kosistensi keluarga dalam berperan terhadap program rehabilitasi dan penyembuhan
pasien skizofrenia.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
101

4.2.3 Terapi Kelompok: Supportive Therapi (ST)


Terapi Supportive group merupakan sekumpulan orang – orang yang berencana,
mengatur dan berespon secara langsung terhadap issue – issue dan tekanan yang
khusus maupun keadaan yang merugikan. Terapi Supportive keluarga pada keluarga
dengan gangguan jiwa adalah terapi suportif yang diberikan pada sekumpulan orang
(2 orang atau lebih) keluarga yang memiliki anggota dengan gangguan jiwa dengan
cara mengklarifikasi permasalahan yang dihadapi keluarga sehingga keluarga mampu
memanafaatkan Support system yang dimilikinya dan mengekspresikan pikiran serta
perasaaannya melalui ekspresi verbal. (Workshop Keperawatan Jiwa ke-8, 2014)
Tujuan dari terapi ini adalah untuk memberikan support terhadap keluarga sehingga
mampu menyelesaikan krisis yang dihadapinya dengan cara membangun hubungan
yang bersifat supportif antara klien – terapis, meningkatkan kekuatan keluarga,
meningkatkab keterampilan koping keluarga, meningkatkan kemampuan keluarga
menggunakan sumber kopingnya, meningkatkan otonomi keluarga dalam keputusan
tentang pengobatan, meningkatkan kemampuan keluarga mencapai kemandirian
seoptimal mungkin, serta meningkatkan kemampuan mengurangi distress subjektif
dan respons koping maladaftif.
Terapi suportif keluarga ini dapat dilaksanakan pada pasien dengan potensial
pertumbuhan dan perkembnagan, masalah keperawatan resiko serta masalah kesehatan
jiwa dan fisik.
Penelitian yang dilakukan Hermawaty (2009) didapatkan peningkatan kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotor keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa secara
bermakna pada kelompok keluarga yang mendapat terapi suportif keluarga, sehingga
diharapkan dengan hasil tersebut perawat dapat melakukan terapi suportif kepada
keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan pada akhirnya tingkat kekambuhan pada
gangguan jiwa dapat diminimalkan.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
102

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN DENGAN BERDUKA DISFUNGSIONAL

1. Pengertian
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke
tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan (NANDA, 2015). Berduka disfungsional adalah
sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana individu tetap
terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu lama, atau
gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu
fungsi kehidupan (Townsend,2009).

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Marah
2.1.2 Menolak potensial kehilangan
2.1.3 Menolak kehilangan yang signifikan
2.1.4 Mengekspresikan distress dari potensial kehilangan
2.1.5 Rasa bersalah
2.1.6 Perubahan kebiasaan, makan, pola, tidur, pola mimpi
2.1.7 Perubahan tingkat aktivitas
2.1.8 Perubahan pola komunikasi
2.1.9 Perubahan libido
2.1.10 Tawar menawar
2.1.11 Kesulitan mengatakan yang baru atau peran yang berbeda
2.1.12 Potensial kehilangan objek yang signifikan (misal orang, hak milik, pekerjaan, status,
rumah, bagian dan proses tubuh)
2.1.13 Berduka cita

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Predisposisi
2.2.1.1 Biologis
a. Riwayat keluarga : diturunkan melalui kromosom orangtua, ada depresi
b. Riwayat janin : prenatal dan perinatal
c. Kondisi fisik : neurotransmiter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin
d. Status nutrisi : KEP dan malnutrisi, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa
e. Status kesehatan secara umum : adanya keluhan fisik (nyeri perut, nyeri dada,
nafas pendek, rasa tercekik, konstipasi, impotensi,infertilitas, kelemahan,
penurunan aktivitas, cacat fisik, penyakit terminal dan keganasan), kurang tidur,
gangguan irama sirkadian dan jam biologis, masa menopause, amputasi
f. Riwayat penggunaan zat : intoksikasi obat,aspirin, kafein, kokain, halusinogen
g. Riwayat putus zat :alkohol,narkotik,sedatif-hipnotik

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
103

h. Sensitivitas biologi : Secara anatomi (ggn pd sistem limbik, talamus, korteks


frontal), sistem neurokimiawi : ketidakseimbangan GABA, norephineprin dan
serotonin, riwayat infeksi dan trauma, radiasi dan pengobatan lainnya
i. Paparan terhadap Racun : riwayat keracunan CO, asbestosis

2.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi : Riwayat kerusakan pada otak lobus frontal, pasokan oksigen dan
glukosa kurang
b. Kemampuan Verbal : Gangguan ketrampilan verbal akibat faktor komunikasi
keluarga, gagap pelo, lokasi tempat tinggal yg terisolasi
c. Moral : lingkungan keluarga broken home, daerah konflik, LAPAS, terlibat tindak
kriminal, konflik dg norma atau peraturan
d. Kepribadian : depresif, mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
introvert
e. Pengalaman Masa lalu : pengalaman kehilangan, anak yg diasuh orgtua pencemas,
penolakan atau tindak kekerasan dlm rentang hidup klien, penganiayaan seksual
baik sebagai pelaku atau korban
f. Konsep diri : Ideal diri tdk realistis, harga diri rendah, krisis identitas, krisis peran,
gambaran diri negatif
g. Motivasi : riwayat kegagalan, motivasi rendah, kurangnya penghargaan
h. Pertahanan Psikologi : ambang toleransi terhdap stress rendah, riwayat gangguan
perkembangan, tidak mampu menahan diri terhdp dorongan yg kurang positif

2.2.1.3 Sosial budaya


a. Usia Remaja, dewasa awal, lansia
b. Gender : riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
c. Pendidikan: rendah, riwayat pustus sekolah, kurikulum pendidikan terlalu ketat
d. Penghasilan rendah
e. Pekerjaan: pengangguran, pekerjaan stressfull, pekerjaan resiko tinggi
f. Status sosial : tunawisma, kehidupan terisolasi, dengan label negatif (PSK,
transeksualisme, homoseksualisme)
g. Latar belakang : tuntutan sosial budaya, stigma masyarakat negatif
h. Agama dan Keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin, kesalahan persepsi terhadap ajaran tertentu, pengikut aliran sesat
i. Riwayat kegagalan dalam aktivitas politik
j. Perubahan kehidupan karena adanya bencana, perang, kerusuhan, kesulitan dalam
mencari pekerjaan, memperoleh anak, riwayat berulang kegagalan
k. Stereotipe

2.2.2 Faktor Presipitasi


2.2.2.1 Nature
a. Biologi : ada lesi daerah frontal, gangguan nutrisi, kurang tidur, intoksikasi obat
dan sering terpapar zat radiasi, keracunan Co2, asbesitosis
b. Psikologi : kerusakan kemampuan verbal, tinggal dilingkungan yg mempengaruhi
moral. Kepribadian mudah kecewa, pesimistis, depresif introvert

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
104

c. Sosial Budaya : ketidaksesuaian tugas perkembangan dengan usia, isolasi sosial,


diskriminasi

2.2.2.2 Origin
a. Kegagalan persepsi individu terhadap sesuatu yang diyakini
b. Keluarga dan masyarakat mengalami kegagalan dalam merespon sesuatu yang
diyakini

2.2.2.3 Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress dapat berlangsung
lama atau stres dapat berlangsung secara berulang-ulang

2.2.2.4 Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjadi selama usia perkembangan dan
pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai sebagai masalah yang sangat berat

2.2.3 Tanda dan gejala/respons


2.2.3.1 Kognitif
a. Tidak logis
b. Konsentrasi rendan
c. Tidak mampu mengambil keputusan
d. Gangguan bicara
e. Flight of idea
f. Ambivalen
g. Pesimis
h. Menyalahkan diri sendiri
i. Kehilangan rasa tertarik
j. Bingung
k. Tidak mampu mengendalikan emosi
2.2.3.2 Afektif
a. Cemas
b. Euphoria
c. Kesedihan berlarut
d. Marah
e. Curiga berlebihan
f. Defensive, kesepian
g. Bersedih
h. HDR
i. Putus asa
j. Merasa bersalah
k. Menyangkal perasaan
2.2.3.3 Fisiologis: ketidakseimbangan : GH, prolaktin, ACTH, LH, FSH, TSH, Insulin,
katekolamin, epinefrin, norepinefrin, dopamin, oksitosin
2.2.3.4 Perilaku
a. Mondar mandir
b. Insight kurang
c. Tidak bisa kontrol diri
d. Penampilan tidak sesuai
e. Perilaku diulang-ulang

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
105

f. Gelisah
g. Negativism
h. Melakukan pekerjaan tidak tuntas
i. Kataton
j. Agitasi
2.2.3.5 Sosial
a. Komunikasi kurang
b. Acuh dengan lingkungan
c. Kemampuan sosial menurun
d. Paranoid
e. Personal hygiene kurang
f. Sulit interaksi
g. Penyimpangan seksual
h. Menarik diri

3. Diagnosis Keperawatan
Berduka Disfungsional

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Membina hubungan saling percaya dengan perawat
4.1.1.2 Mengenali peristiwa kehilangan yang dialaminya
4.1.1.3 Memahami hubungan antara kehilangan yang dialami dengan keadaan dirinya
4.1.1.4 Mengidentifikasi cara – cara mengatasi berduka yang dialaminya
4.1.1.5 Memanfaatkan faktor pendukung

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Bina hubungan saling percaya dengan pasien :
a. Perkenalkan diri
b. Buat kontrak asuhan dengan pasien
c. Jelaskan bahwa perawat akan membantu pasien
d. Jelaskan bahwa perawat akan menjaga kerahasiaan informasi tentang pasien
e. Dengarkan dengan penuh empati ungkapan perasaan pasien
f. Diskusikan dengan pasien kehilangan yang dialaminya : kondisi fikiran, perasaan,
fisik, sosial dan spiritual.
4.1.2.2 Diskusikan dengan pasien keadaan saat ini :
a. Kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial, dan spiritual pasien sebelum mengalami
kehilangan terjadi
b. Kondisi pikiran, perasaan, fisik, sosial dan spiritual pasien sesudah peristiwa
kehilangan terjadi
c. Hubungan antara kondisi saat ini dengan peristiwa kehilangan yang terjadi
4.1.2.3 Diskusikan cara – cara pengatasi berduka yang dialaminya
a. Cara verbal (ventilasi perasaan)
b. Cara fisik (beri kesempatan aktifitas fisik)

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
106

c. Cara sosial (sharing dengan rekan senasib melalui ”self help group”)
d. Cara spiritual (berdo’a, berserah)
4.1.2.4 Diskusikan kegiatan yang biasa dilakukan
4.1.2.5 Diskusikan kegiatan baru yang akan dimulai.
4.1.2.6 Diskusi tentang sumber bantuan yang ada dimasyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh
pasien:
a. Bantu mengidentifikasi potensi yang dimiliki dan sumber yang dimiliki
b. Eksplorasi sistem pendukung yang tersedia
c. Bantu berhubungan dengan sistem pendukung
d. Bantu membuat rangkuman aktivitas lama dan memulai aktivitas yang baru
4.1.2.7 Bantu dan latih melakukan kegiatan dan memasukkan dalam jadual kegiatan.
4.1.2.8 Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa di Puskesmas, RS

4.2 Tindakan Ners Spesialis


4.2.1 Assertive Training (AT)
4.2.1.1 Mengungkapkan pikiran dan perasaan
4.2.1.2 Mengungkapkan keinginan dan kebutuhan
4.2.1.3 Mengekspresikan kemarahan
4.2.1.4 Mengatakan “tidak” untuk permintaan yang tidak rasional
4.2.1.5 Mempertahankan perubahan asertif dalam berbagai situasi

4.2.2 Terapi kognitif


4.2.2.1 Mengidentifikasi pikiran otomatis negatif
4.2.2.2 Menggunakan tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif
4.2.2.3 Mengungkapkan manfaat tanggapan rasional terhadap pikiran otomatis negatif
4.2.2.4 Memanfaatkan system pendukung

4.2.3 Logoterapi
4.2.3.1 Mengingat kejadian akhir-akhir ini yang tidak menyenangkan dan sangat mengganggu
4.2.3.2 Mengenali penyebab kejadian akhir-akhir ini yang tidak menyenangkan dan sangat
mengganggu
4.2.3.3 Mengidentifikasi harapan atau keinginan terhadap kejadian / masalah-masalah yang
dialami akhir-akhir ini yang tidak menyenangkan dan sangat mengganggu
4.2.3.4 Menyebutkan beberapa harapan yang diinginkan dan memilih salayhgh satu harapan
yang dirasakan paling bermakna
4.2.3.5 Mencari alasan mengapa memilih harapan yang diinginkan tersebut
4.2.3.6 Mencari makna yang terkandung dalam setiap alasan memilih harapan yang
diinginkan tersebut.
4.2.3.7 Menemukan dan mengambil atau memilih makna hidup yang paling berarti
4.2.3.8 Menyebutkan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dengan kegiatan tersebut
akan dapat menemukan makna hidup
4.2.3.9 Mengidentifikasi dan menilai kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dan memilih
beberapa kegiatan yang dapat memberikan makna hidup serta menyemangati diri

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
107

4.2.4 Cognitive Behavioral Therapy (CBT)


4.2.4.1 Mengidentifikasi pikiran negatif dan perilaku negatif yang timbul
4.2.4.2 Memilih dan melawan pikiran negatif yang timbul
4.2.4.3 Memilih dan melawan perilaku negatif yang timbul
4.2.4.4 Mencegah kekambuhan dengan membudayakan pikiran dan perilaku positif

4.2.5 Supportive Therapy (ST)


4.2.5.1 Mengidentifikasi masalah dan sumber pendukung yang ada
4.2.5.2 Menggunakan sistem pendukung di dalam keluarga
4.2.5.3 Menggunakan sistem pendukung di luar keluarga

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
108

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


RESIKO PENYIMPANGAN PERILAKU SEHAT

1. Pengertian
Resiko penyimpangan perilaku sehat merupakan ketidakmampuan individu dalam
memodifikasi perilaku secara konsisten sesuai dengan perubahan status kesehatan (NANDA,
2015).

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners Spesialis
2.1.1 Faktor Predisposisi
2.1.1.1 Biologis
a. Riwayat keluarga : diturunkan melalui kromosom orangtua, ada depresi
b. Riwayat janin : prenatal dan perinatal
c. Kondisi fisik : neurotransmiter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin
d. Status nutrisi : KEP dan malnutrisi, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa
e. Status kesehatan secara umum : adanya keluhan fisik (nyeri perut, nyeri dada,
nafas pendek, rasa tercekik, konstipasi, impotensi,infertilitas, kelemahan,
penurunan aktivitas, cacat fisik, penyakit terminal dan keganasan), kurang tidur,
gangguan irama sirkadian dan jam biologis, masa menopause, amputasi
f. Riwayat penggunaan zat : intoksikasi obat,aspirin, kafein, kokain, halusinogen
g. Riwayat putus zat :alkohol,narkotik,sedatif-hipnotik
h. Sensitivitas biologi : Secara anatomi (ggn pd sistem limbik, talamus, korteks
frontal), sistem neurokimiawi : ketidakseimbangan GABA, norephineprin dan
serotonin, riwayat infeksi dan trauma, radiasi dan pengobatan lainnya
i. Paparan terhadap Racun : riwayat keracunan CO, asbestosis

2.1.1.2 Psikologis
a. Intelegensi : Riwayat kerusakan pada otak lobus frontal, pasokan oksigen dan
glukosa kurang
b. Kemampuan Verbal : Gangguan ketrampilan verbal akibat faktor komunikasi
keluarga, gagap pelo, lokasi tempat tinggal yg terisolasi
c. Moral : lingkungan keluarga broken home, daerah konflik, terlibat tindak kriminal,
konflik dengan norma atau peraturan
d. Kepribadian : depresif, mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
introvert
e. Pengalaman Masa lalu : pengalaman kehilangan, anak yg diasuh orgtua pencemas,
penolakan atau tindak kekerasan dlm rentang hidup klien, penganiayaan seksual
baik sebagai pelaku atau korban
f. Konsep diri : Ideal diri tdk realistis, harga diri rendah, krisis identitas, krisis peran,
gambaran diri negatif
g. Motivasi : riwayat kegagalan, motivasi rendah, kurangnya penghargaan
h. Pertahanan Psikologi : ambang toleransi terhdap stress rendah, riwayat gangguan
perkembangan, tidak mampu menahan diri terhdp dorongan yg kurang positif

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
109

2.1.1.3 Sosial budaya


a. Usia Remaja, dewasa awal, lansia
b. Gender : riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
c. Pendidikan: rendah, riwayat pustus sekolah, kurikulum pendidikan terlalu ketat
d. Penghasilan rendah
e. Pekerjaan: pengangguran, pekerjaan stressfull, pekerjaan resiko tinggi
f. Status sosial : tunawisma, kehidupan terisolasi, dengan label negatif (PSK,
transeksualisme, homoseksualisme)
g. Latar belakang : tuntutan sosial budaya, stigma masyarakat negatif
h. Agama dan Keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin, kesalahan persepsi terhadap ajaran tertentu, pengikut aliran sesat
i. Riwayat kegagalan dalam aktivitas politik
j. Perubahan kehidupan karena adanya bencana, perang, kerusuhan, kesulitan dalam
mencari pekerjaan, memperoleh anak, riwayat berulang kegagalan

2.1.2 Faktor Presipitasi


2.1.2.1 Nature
a. Biologi : ada lesi daerah frontal, gangguan nutrisi, kurang tidur, intoksikasi obat
dan sering terpapar zat radiasi, keracunan Co2, asbesitosis
b. Psikologi : Sikap negative terhadap perawatan kesehatan, kerusakan kemampuan
verbal, tinggal dilingkungan yg mempengaruhi moral. Kepribadian mudah
kecewa, pesimistis, depresif introvert, Banyaknya stressor, Kesadaran diri yang
rendah, Ketidakadequatan pemahaman klien tentang kesehatan
c. Sosial Budaya : Ketidakadequatan support social, Status social ekonomi yang
rendah, ketidaksesuaian tugas perkembangan dengan usia, isolasi sosial,
diskriminasi

2.1.2.2 Origin
a. Kegagalan persepsi individu terhadap sesuatu yang diyakini
b. Keluarga dan masyarakat mengalami kegagalan dalam merespon sesuatu yang
diyakini

2.1.2.3 Timing: Stres dapat terjadi dalam waktu yang berdekatan, stress dapat berlangsung
lama atau stres dapat berlangsung secara berulang-ulang

2.1.2.4 Number: Sumber stres dapat lebih dari satu dan terjadi selama usia perkembangan dan
pertumbuhan dan biasanya stressor dinilai sebagai masalah yang sangat berat

2.1.3 Tanda dan Gejala


2.1.3.1 Kognitif
a. Sulit konsentrasi
b. Ide perilaku yang tidak sesuai dengan kesehatan
c. Ketidakmampuan untuk membuat rencana kedepan tentang kesehatan
d. Meremehkan perubahan status kesehatan
e. Menunjukkan ketidaksiapan dalam menerima perubahan status kesehatan
f. Kegagalan mencapai sense of control
2.1.3.2 Afektif

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
110

a. Sedih
b. Ketidakberdayaan
c. Kurang nyaman
d. Gugup
e. Cemas
f. Keputusasaan/kehilangan harapan
2.1.3.3 Fisiologis
a. Gelisah
b. Sulit tidur
c. Sakit kepela dan nyeri lambung
2.1.3.4 Perilaku
a. Kegagalan dalam melaksanakan tindakan pencegahan terhadap masalah kesehatan
b. Menangis
c. Membolos
d. Merusak
e. Tindakan merusak kesehatan
f. Melamun
2.1.3.5 Sosial
a. Menghindari keluarga dan teman
b. Menarik diri
c. Masalah dalam sekolah
d. Ketidakmampuan untuk bekerja atau melaksanakan aktifitas sehari-hari
e. Menghindari aktivitas dalam masyarakat.
3 Tanda dan Gejala lain berupa data berikut yang dapat ditemukan :

3. Diagnosis Keperawatan
Resiko Penyimpangan Perilaku Sehat

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Klien dapat mengungkapkan secara verbal stressor/konflik yang terjadi
4.1.1.2 Klien dapat mendemonstrasikan tidak adanya perilaku yang merusak diri
4.1.1.3 Klien dapat mengungkapkan secara verbal tentang pencegahan terhadap stress
4.1.1.4 Klien dapat mendemonstrasikan ketrampilan untuk menurunkan stress
4.1.1.5 Klien dapat dukungan keluarga untuk menurunkan stres.

4.1.2 Tindakan Keperawatan


4.1.2.1 Identifikasi klien stressor atau peristiwa yang menimbulkan stress sebagai faktor
pencetus perilaku maladaptif dan bantu untuk mengatasi permasalahan
4.1.2.2 Beri kesempatan klien untuk mengekspresikan perasaan sehubungan dengan
perubahan status kesehatan atau kehilangannya
4.1.2.3 Diskusikan tentang perasaan dan emosi (marah, takut, sedih, rasa bersalah) dengan
klien sesuai dengan tahap perkembangan.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
111

4.1.2.4 Sediakan fasilitas fisik untuk mengungkapkan perasaan marah, cemas secara sehat
(memukul bantal, berlari, jogging, latihan tarik nafas dalam)
4.1.2.5 Identifikasi bersama klien untuk mendiskusikan gaya hidup sebelum terjadi
perubahan status kesehatan termaksud metoda koping yang digunakan selama ini
4.1.2.6 Identifikasi dan tingkatkan perilaku yang mandiri, peran dan gaya hidup pada klien
sebelum mengalami gangguan penyesuaian
4.1.2.7 Bantu klien untuk mengungkapkan semua aspek dalam hidup yang dapat
dipertahankan
4.1.2.8 Diskusikan beberapa alternatif dari segi positif dan negatif.
4.1.2.9 Prioritaskan alternatif koping yang sesuai dengan usia dan perkembangan klien
4.1.2.10 Berikan harapan yang realistik terhadap koping yang adaptif dan solusi yang telah
dipilih
4.1.2.11 Latih alternatif koping yang telah dipilih oleh klien
4.1.2.12 Ajarkan klien/keluarga tentang respon fisik, psikologis dan emosional terhadap
suatau stressor atau peristiwa yang menimbulkan stressor.
4.1.2.13 Ajarkan klien/keluarga untuk menggunakan sumber-sumber dikomunitas saat
mengalami krisis, perubahan status kesehatan
4.1.2.14 Terapi Aktivitas Kelompok

4.2 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.2.1 Terapi Individu : terapi CBT, terapi kognitif , terapi perilaku, relaksasi progresif, deep
breathing exercise.
4.2.2 Terapi Keluarga : family system therapy, terapi komunikasi
4.2.3 Terapi kelompok : Logoterapi, terapi supportif
4.2.4 Terapi komunitas : Psikoedukasi , multi systemic therapy.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
112

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PENAMPILAN PERAN TIDAK EFEKTIF

1. Pengertian
Peran merupakan salah satu komponen dari konsep diri selain harga diri, ideal diri, identitas,
dan body image. Perubahan Penampilan Peran Merupakan Pola perilaku dan ekspresi diri
tidak sesuai dengan konteks lingkungan, norma dan harapan (NANDA, 2012). Perubahan
penampilan peran adalah kekacauan dalam cara seseorang menerima penampilan perannya
(Townsend, 2009).

Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhasn dan cocok
dengan ideal diri. Posisi dimasyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena
struktur social menimbulkan kesukaran, tuntutans serta, posisi yang tidak mungkin
dilaksanakan. Factor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang
harus dilakukan menurut Stuart (2013) adalah :
a. Kejelasan perilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
b. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.
c. Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang diemban.
d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
e. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran.
f. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap perilaku perannya
g. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidakselarasan

Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang


sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya
disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa
bagian, seperti :
a. Transisi perkembangan
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan
harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal
iini dapat merupakan stressor bagi konsep diri.
b. Transisi situasi
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang, orang yang
berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau
menjadi orangtua.perubahan status menyebabkan perubahan peran yang dapat
menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran
berlebihan.
c. Transisi sehat sakit
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan
konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu
gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat dicetuskan
oleh factor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting adalah persepsi klien
terhadap ancaman.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
113

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
1.1 Perubahan persepsi mengenai peran
1.2 Penolakan peran
1.3 Perubahan pola tanggung jawab
1.4 Diskriminasi
1.5 Ketegangan peran
1.6 Pesimis
1.7 Motivasi dan percaya diri tidak adekuat
1.8 Konflik peran
1.9 Kebingunan peran
1.10 Cemas
1.11 Pengetahuan tidak adekuat
1.12 Kompetensi peran dan ketrampilan tidak adekuat
1.13 Peran berlebih
1.14 Ketidakpuasan peran

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Predisposisi
2.2.1.1 Biologis. Perubahan peran seperti dijelaskan diatas, diantaranya disebabkan suatu
kondisi fisik seperti sakit dimana individu menghadapi perubahan situasi dari sehat ke
sakit, penyalahgunaan obat, dan gangguan jiwa.
2.2.1.2 Faktor psikologis: pada gangguan peran ditemukan identitas dan harga diri rapuh,
tidak mampu menyesuaikan peran atau melengkapi dari berbagai peran yang
diharapkan, perubahan pertumbuhan dan perkembangan yang tidak sesuai dengan
tugasnya.
2.2.1.3 Faktor sosial dan budaya: penanaman (sosialisasi peran), pengetahuan tentang
peran, harapan dan tanggungjawabnya yang kurang, ketidakkonsistenan respons
keluarga dan lingkungan terhadap peran yang diharapkan, kurangnya penghargaan,
support system inadekuat, ketidaksesuaian norma kultur dan harapan individu,
kemiskinan, dan tingkat pendidikan rendah/tinggi.
Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus penampilan peran tidak
efektif.

2.2.2 Faktor Presipitasi


Stressor presipitasi terjadinya perubahan penampilan peran dilihat dari berbagai aspek
yaitu sifat stressor, asal, waktu dan jumlanya terdiri dari trauma yang pernah dialami
klien, faktor biologis, dan dan adanya ketegangan dalam peran.
2.2.2.1 Nature
a. Biologis: disebabkan karena adanya penyakit kronis atau terminal, perubahan citra
tubuh, deficit kognitif, nyeri, fatig, ketergantungan obat
b. Psikologis: hilangnya harga diri atau harga diri rendah.
c. Social: adanya konflik peran interpersonal, contoh peran yang tidak adekuat,
kehilangan hubungan yang penting, perubahan peran seksual, keragu-raguan
peran, kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran, kurangnya

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
114

ketrampilan social, perbedaan budaya, konflik antar peran yang sekaligus


diperankan.
2.2.2.2 Asal
a. Internal: konsep diri yang rapuh, kemampuan koping.
b. Eksternal: peristiwa social, norma social dan kultur, harapan social
2.2.2.3 Waktu: kapan terjadinya stress, berapa lama terjadinya stress, frekuensi stress yang
dialami.
2.2.2.4 Jumlah: Stres sekunder yang terjadi bersamaan atau berdekatan.

2.2.3 Penilaian Terhadap Stressor


Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan gangguan peran dapat dilihat dari respon
kognitif, afektif, fisiologis, tingkah laku dan sosial individu terhadap stressor
psikologis, fisiologis dan sosialkultural yang dihadapi klien. Respon ini merupakan
tanda dan gejala dari penampilan peran tidak efektif.
2.2.3.1 Kognitif
a. Ketidakmampuan menyesuaikan peran yang diharapkan
b. Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkanperan
c. Kegagalan transisi peran
d. Kemunduran pola tanggungjawab yang biasa dalam peran
2.2.3.2 Afektif
a. Ambiguity
b. Bingung peran
c. Ketegangan peran
d. Proses berkabung yang tidak berfungsi
2.2.3.3 Fisiologis
a. Gangguan pola tidur
b. Gangguan pola makan
c. Psikosomatik
d. Penyakit fisik
e. Libido menurun
2.2.3.4 Perilaku
a. Menangis
b. Kehilangan focus of control
c. Acting out
d. Mengingkari atau menghindari peran
2.2.3.5 Social
a. Menarik diri dari lingkungan
b. Tidak memikirkan orang lain
c. Kejenuhan pekerjaan

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal ability: kemampuan klien menggali peran yang masih ada atau dimiliki.
2.2.4.2 Social support: keberadaan keluarga, teman, atau tenaga professional yang berada
disamping individu dan membantu individu dalam menghadapi masalahnya.
2.2.4.3 Material asset: kurang memiliki penghasilan, tidak memiliki pekerjaan/vokasi/posisi.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
115

2.2.4.4 Positive belief: tidak memiliki keyakinan dan nilai yang positif, kurang memiliki
motivasi, kurang berorientasi pada kesehatan.

2.2.5 Mekanisme Koping


Mekanisme koping yang beroreintasi pada tugas yang biasa dilakukan pada individu
yang memilki masalah perubahan penampilan peranadalah accepting dan express
feeling. Accepting, adalah suatu penerimaan individu terhadap peran yang tidak
efektif, dengan menyadari adanya peran yang dijalani individu tidak efektif dan
mencoba menerimanya. Individu juga mengutarakan perasaaanya tentang peran yang
dijalaninya tidak efektif kepada orang lain. Sedangkan mekanisme pertahanan ego
yang sering digunakan adalah represi, supresi, denial, disosiasi.
.
3. Diagnosis Keperawatan
Penampilan Peran Tidak Efektif

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawaytan Ners
4.1.1 Tujuan
Tujuan Umum: Klien memahami perilaku dan ekspresi diri sesuai dengan perannya.
Tujuan Khusus: Klien mampu :
1) melakukan komunikasi antara anggota keluarga secara langsung dan jelas
2) melakukan perubahan peran
4.1.2 Tindakan
1) Mengenal peran: peran dalam hidup, peran dalam keluarga, periode transisi peran
dalam kehidupan, perasaan terhadap peran yang dilakukan
2) Mengenal perubahan peran: perilaku yang diperlukan terhadap perubahan peran,
perubahan peran saat sakit
3) Melatih klien untuk melakukan strategi manajemen perubahan peran
4) Melatih klien cara adaptasi terhadap perubahan peran

4.2 Tindakan Ners Spesialis


4.2.1 Individu : CBT
Tujuan : memodifikasi fungsi berpikir, perasaan, bertindak, dengan menekankan
fungsi otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat, dan mengambil
keputusan kembali.
Prinsip tindakan:
Sesi 1 : Mengidentifikasi pikiran yang negative serta perilaku negatif
Sesi 2 : Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran dan perilaku negatif
Sesi 3 : Memodifikasi perilaku negative menjadi positif
Sesi 4 : Mengevaluasi perkembangan pikiran dan perilaku positif
Sesi 5 : Menjelaskan pentingnya Psikofarmaka dan terapi modalitas untuk
mencegah kekambuhan dan mempertahankan pikiran dan perilaku positif.

4.2.2 Keluarga : psikoedukasi


Tujuan : meningkatkan fungsi klien dan keluarga sehingga mempermudah klien
kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
116

Prinsip tindakan :
Sesi 1 : identifikasi masalah keluarga : dalam merawat klien dan masalah pribadi care
giver
Sesi 2 : perawatan klien oleh keluarga
Sesi 3 : manajemen stres oleh keluarga
Sesi 4 : manajemen beban keluarga
Sesi 5 : pemberdayaan komunitas membantu keluarga

4.2.3 Kelompok: supportif


Tujuan : memberikan support terhadap keluarga sehingga mampu menyelesaikan
krisis yang dihadapinya dengan cara membangun hubungan yang bersifat suportif
antara klien-terapis, meningkatkan kekuatan keluarga, meningkatkan kemampuan
keluarga menggunakan sumber kopingnya, meningkatkan otonomi keluarga dalam
keputusan tentang pengobatan, meningkatkan kemampuan keluarga mencapai
kemandirian seoptimal mungkin, serta meningkatkan kemampuan mengurangi distress
subyektif dan respon koping yang maladaptif.
Prinsip tindakan :
Sesi 1 : identifikasi kemampuan keluarga dan sumber pendukung yang ada
Sesi 2 : menggunakan sistempendukung dalam keluarga, monitor, dan hambatannya.
Sesi 3 : me nggunakan system pendukung diluar keluarga, monitor dan hambatannya.
Sesi 4 : evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber.

4.2.4 Komunitas : ACT


Tujuan :
a. Menurunkan hospitalisasi
b. Meningkatkan kualitas hidup
c. Melatih kemampuan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
d. Memberikan support kepada keluarga dan pemberi asuhan
e. Menurunkan gejala-gejala ketidakmampuan
Prinsip tindakan :
Sesi 1 : identifikasi peningkatan pemenuhan aktifitas sehari-hari
Sesi 2 : pemenuhan aktifitas sehari-hari
Sesi 3 : pemenuhan aktifitas hubungan interpersonal dengan keluarga
Sesi 4 : pemenuhan aktifitas hubungan interpersonal dengan masyarakat

Beberapa terapi keperawatan yang dapat diberikan kepada klien dengan perubahan
penampilan peran adalah terapi cognitive-behavior, psikoedukasi, terapi supportif, dan ACT.
Pertimbangan pemberian psikofarmaka belum dianjurkan kecuali ada gangguan jiwa yang
menyertainya. Psikoterapi ini diberikan denagn tidak merubah pola pikir, perasaan dan
perbuatan klien, sehingga klien akan kembali pada situasi mengalami peran yang jelas dan
sesuai.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
117

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


DIAGNOSIS GANGGUAN JIWA

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
118

STANDART ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik)
sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep
diri (Stuart 2013). Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni (2012) menyatakan bahwa perilaku
kekerasan adalah salah satu respon marah yang diekspresikan dengan melakukan
ancaman,mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan . Perasaan terancam ini dapat
berasal dari stresor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan kritikan dari
orang lain) dan internal (perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak mendapatkan kasih
sayang dan ketakutan penyakit fisik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik terapi
generalis maupun terapi spesialis memberikan hasil yang signifikan untuk menurunkan
perilaku kekerasan. Tindakan keperawatan generalis pada pasien dan keluarga dapat
menurunkan lama rawat klien (Keliat, dkk 2009).

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
2.1.1 Subjektif
2.1.1.1 Mengungkapkan perasaan kesal atau marah
2.1.1.2 Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2.1.1.3 Klien suka membentak dan menyerang orang lain

2.1.2 Objektif
2.1.2.1 Mata melotot/ pandangan tajam
2.1.2.2 Tangan mengepal dan Rahang mengatup
2.1.2.3 Wajah memerah
2.1.2.4 Postur tubuh kaku
2.1.2.5 Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor
2.1.2.6 Suara keras
2.1.2.7 Bicara kasar, ketus
2.1.2.8 Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/ orang lain
2.1.2.9 Merusak lingkungan
2.1.2.10 Amuk/ agresif

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Predisposisi
2.2.1.1 Faktor Biologis
a. Genetik
- Perilaku kekerasan sering ditemukan pada pasien yang mengalami skizofrenia,
dimana genetik merupakan presdisposisi. Kelainan kromosom 6,13, 18, dan 22,
risiko terjangkit skizofrenia bila ganggiam ini ada dalam keluarga adalah sebagai
berikut (Isaac, 2004):
(1) Satu orang tua yang terkena: risiko 12% sampai 15%

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
119

(2) Kedua orang tua terkena penyakit ini: risiko 35% sampai 39%
(3) Saudara kandung yang terkena: risiko 8% sampai 10%
(4) Kembar dizigotik yang terkena: risiko 15%
(5) Kembar monozigotik yang terkena: risiko 50%
- Genetik Kariotip XYX juga terlibat dalam perilaku agresif dan menyimpang
(Isaacs, 2004)
- Perubahan pada kromosom 5 dan 6 dapat dipresisposisikan menderita
skizofrenia yang identik dengan perilaku kekerasan (Copel, 2007).
b. Abnormalitas perkembangan saraf
- Malformasi janin minor yang terjadi pada awal gestasi berperan dalam
manifestasi akhir dari skizofrenia
- Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan saraf dan diidentifikasi
sebagai resiko yang terus bertambah meliputi:
(1) Individu yang ibunya terserang influenza pada trimester dua
(2) Individu yang mengalami trauma atau cedera pada waktu dilahirkan
(3) Penganiayaan atau taruma dimasa bayi atau masa kanak-kanak (Isaac, 2004)
c. Status nutrisi
d. Kondisi kesehatan secara umum
- Abnormalitas struktur otak, pada beberapa kelompok penderita skizofrenia yang
sering melakukan perilaku kekerasan pada pemeriksaan teknik pencitraan otak
(CT, MRI dan PET) telah menunjukkan adanya normalitas pada struktur otak
yang meliputi:
(1) Pembesaran ventrikel
(2) Penurunan aliran darah kortikal, terutama di korteks prefrontal
(3) Penurunan aktivitas metabolik di bagian-bagian otak tertentu
(4) Atropi serebri (Isaac, 2004)
- Kelemahan fisik (penyakit fisik) seperti adanya tumor otak
- Gangguan fungsi pancaindra
- Ada riwayat hospitalisasi, pembedahan dan tindakan medik.
e. Sensivitas Biologi, Kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmitter
f. Paparan terhadap Racun
2.2.1.2 Faktor Psikologis
1) Intelegensi
a) Kurang kosentrasi
b) Prestasi akademik menurun (Hefler, 1976 dalam Patilimo, 2003)
2) Ketrampilan verbal
a) Ketidakmampuan Berkomunikasi secara optimal, komunikasi cenderung
dibesar-besarkan.
b) Kesulitan mengungkapkan / mengkronfotasikan kemarahan secara verbal.
c) Ada riwayat penyakit yang mempengaruhi fungsi bicara
3) Moral
a) Moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
120

b) Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan


kemarahan yang dimanifestasikan denngan moral dan rasa tidak berdosa.
4) Kepribadian
a) Sangat pencemburu, possesif dan kaku, obsesif dalam kekuasaan serta
narsisistik (Isaac, 2004)
b) Tertutup
c) Agresif
d) Mudah tersinggung
5) Pengalaman masa lalu
a) Satu anggota atau lebih di dalam keluarga menjadi titik fokus ansietas keluarga
dan sering disalahkan atas masalah-masalah yang terjadi
b) Peran keluarga bersifat stereotip, dengan peran seksual tradisional yang kaku
dan perbedaan kekuasaan yang besar antara kedua orang tua (misalnya: salah
satu orang tua, biasanya laki-laki merupakan satu-satunya orang yang paling
berkuasa di dalam keluarga, sementara orang tua yang satunya diperlakukan
sebagai anak-anak dan bukannya sebagai mitra yang setara)
c) Hubungan dalam keluarga menekankan kontrol terhadap yang lain
d) Pola komunikasi mengalami disfungsional. Penyangkalan, penghindaran
konflik, pola keterikatan ganda, kasih sayang kondisional, dan rasional
penganiayaan merupakan hal yang biasa.
e) Kekerasan terjadi pada keluarga yang mengalami disfungsional dengan
permasalahan seperti batasan yang tidak jelas, terperangkapnya individu dan
peran, koping yang buruk terhadap stres, dan riwayat penganiayaan
multigenerasi.
f) Kekerasan dipelajari dari orang tua yang menggunakan penganiayaan sebagai
metode pendisiplinan. Pelaku penyiksaan mendapatkan pengetahuan bahwa
kekerasan dan agresi merupakan respons yang dapat diterima dan efektif
terhadap ancaman nyata atau khayalan (Isaac, 2004)
g) Pengalaman sering dianiaya sejak kecil.
h) Teori perkembangan: kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih
sayang di tahun-tahun awal kehidupan berperan dalam menyebabkan
kurangnya identitas diri, salah intepretasi terhadap realitas dan menarik diri
dari hubungan pada pasien skizofrenia
i) Keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi berisiko menimbulkan perilaku
kekerasan pada pasien skziofrenia (ikut campur secara emosional, kasar dan
kritis).
j) Riwayat ditipu ( Madden dalam ernawati, 2007).
6) Konsep diri
a) Harga diri rendah
b) Percaya diri kurang
c) Peran tidak dapat dilakukan, kehilangan peran dalam keluarga
d) Kehilangan fungsi seksualitas sehingga gambaran diri terganggu.
e) Kebutuhan akan status dan pretise yang tidak terpenuhi.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
121

f) Kebutuhan aktualisasi diri tidak tercapai sehingga menimbulkan ketegangan


dan membuat individu cepat tersinggung
7) Motivasi
a) Ketidakpedulian
b) Sikap meremehkan
c) Pesimis dalam menghadapi permasalahan.
d) Kurang mendapatkan penghargaan sejak kecil
8) Pertahanan Psikologi
a) Sangat peka terhadap situasi kehilangan
b) Kebiasaan koping maladaftif
c) Sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi permasalahan.
9) Self Kontrol
a) Fungsi control diri terganggu, individu tidak mampu menahan diri atau kontrol
impuls buruk dan mempunyai tindakan koping yang buruk (Isaac, 2004).
b) Kontrol diri yang diambil orang lain akibat menderita sakit.
10) Pencapaian tujuan terhambat, Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat
sehingga individu merasa cemas dan terancam.
2.2.1.3 Faktor Sosial Budaya
1) Memiliki anak sebelum usia 20 tahun, memungkinkan orang tua yang belum
matang secara psikologis, ketidaktahuan dalam mendidik anak, harapan orang tua
yang tidak realistis (Huraerah, 2006)
2) Gender: laki/perempuan
3) Pendidikan: tingkat pendidikan yang rendah, putus sekolah, kegagalan akademik
4) Ekonomi/pendapatan : Hubungan yang kuat antara skizofrenia dan status sosial
ekonomi yang rendah (Isaac, 2004). Sumber hidup kurang/kemiskinan
5) Pekerjaan: Kehilangan pekerjaan/PHK, pekerjaan yang stres full atau pekerjaan
yang berisiko tinggi
6) Latar Belakang Budaya
a) Prilaku agresif hasil dari budaya dan struktur sosial seseorang. Amerika serikat
mempunyai sejarah panjang kekerasan dari sekelompok orang terhadap orang
lain. Kemenangan budaya kekerasan seperti yang digambarkan di film,
pertunjukkan TV, video game, dan internet merupakan faktor-faktor yang
berperan dalam menyebabkan munculnya perilaku agresif (Isaac, 2004)
b) Budaya tertutup atau membalas secara diam (pasif-agresif)
c) Budaya permisif: kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan
akan menciptakan solah-olah perilaku kekerasan diterima
7) Status sosial: Orang tua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan
kekerasan. Perasaan tidak berarti di masyarakat, kesepian dan isolasi sosial
8) Agama dan Kenyakinan
a) Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara rutin.
b) Kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
122

c) Keyakinan yang salah terhadap nilai dan kepercayaan tentang marah dalam
kehidupan, Misalnya: yakin bahwa penyakitnya merupakan hukuman dari
tuhan
d) Keluarga tidak solid antara nilai keyakinan dengan praktek, serta tidak kuat
terhadap nilai-nilai baru yang rusak.
9) Keikutsertaan dalam Politik
a) Terlibat dalam politik yang tidak sehat
b) Tidak siap menerima kekalahan dalam pertarungan politik.
10) Pengalaman sosial
a) Keluarga tersebut bisa menutup diri dan terisolasi dari orang-orang di luar
keluarga
b) Sering menerima kritikan yang mengarah pada penghinaan
c) Kehilangan sesuatu yang dicintai (orang atau pekerjaan)
d) Interaksi sosial yang provaktif dan konflik
e) Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
f) Sulit memperhatikan hubungan interpersonal.
11) Peran sosial
a) Jarang beradaptasi dan bersosialisasi.
b) Perasaan tidak berarti di masyarakat.
c) Perubahan status dari mandiri ketergantungan (pada lansia)
d) Praduga negatif.

2.2.2 Faktor Presipitasi


2.2.2.1 Nature
1) Biologi:
a) Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak (enchepalitis)
atau trauma kepala yang mengakibatkan lesi daerah frontal, temporal dan
limbic sehingga terjadi ketidakseimbangann dopamin dan serotonin
neurotransmitter
b) Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan
BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa yang berdampak pada
pemenuhan glukosa di otak yang dapat mempengaruhi fisiologi otak terutama
bagian fungsi kognitif
c) Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas, kecacatan fisik,
kanker dan pengobatannya yang dapat menyebabkan perubahan penampilan
fisik
d) Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos yang dapat
mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mempengaruhi fisiologis otak
2) Psikologis
a) Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau kerusakan struktur di lobus
frontal dan terjadi suplay oksigen dan glukosa terganggu sehingga
mempengaruhi kemampuan dalam memahami informasi atau mengalami
gangguan persepsi dan kognitif

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
123

b) Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap, mengalami kerusakan


yang mempengaruhi fungsi bicara
c) Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi
moral: lingkungan keluarga yang broken home, konflik atau tinggal dalam
lingkungan dengan perilaku sosial yang tidak diharapkan
d) Konsep diri: Harga diri rendah, perubahan penampilan fisik, ideal diri tidak
realistik, gangguan pelaksanaan peran (konflik peran, peran ganda,
ketidakmampuan menjalankan peran, tuntutan peran tidak sesuai dengan usia)
e) Simtomatologi psikosis (misalnya: perintah halusinasi pendengaran,
penglihatan, delusi paranoid, proses pikir tidak logis) (NANDA, 2011)
f) Pangalaman yang tidak menyenangkan:
(1) Keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi berisiko menimbulkan
perilaku kekerasan pada pasien skziofrenia (ikut campur secara emosional,
kasar dan kritis).
(2) Riwayat melakukan perilaku kekerasan terhadap orang lain (misalnya:
memukul seseorang, menendang seseorang, meludahi seseorang, mencakar
seseorang, melempar, menggigit, percobaan perkosaan, mengencingi, dan
lain-lain, (NANDA, 2011)
(3) Riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga
(4) Riwayat ancaman kekerasan (misalnya: ancaman verbal terhadap
seseorang, ancaman sosial, mengeluarkan sumpah serapah, membuat
catatan/surat ancaman, sikap tubuh mengancam) (Townsend, 2010)
(5) Riwayat melakukan perilaku kekerasan tidak langsung (misalnya: merobek
pakaian, membanting objek)
g) Self kontrol: tidak mampu melawan dorongan untuk marah dan
ketidakmampuan mempercayai orang lain
h) Motivasi: tidak mempunyai motivasi untuk melakukan aktivitas
i) Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi sampai
panik (Townsend, 2010).
3) Sosial budaya
a) Usia: Dalam enam bulan terakhir alami ketidaksesuaian tugas perkembangan
dengan usia, atau terjadi perlambatan dalam penyelesaian tugas perkembangan
atau regresi ketahap perkembangan sebelumnya
b) Gender: enam bulan terakhir alami ketidakjelasan identitas dan kegagalan
peran gender (model peran negatif)
c) Pendidikan: dalam enam bulan terakhir mengalami putus sekolah dan gagal
sekolah
d) Pekerjaan : pekerjaan stressfull dan beresiko atau tidak bekerja (PHK)
e) Ekonomi/pendapatan : Hubungan yang kuat antara skizofrenia dan status sosial
ekonomi yang rendah (Isaac, 2004)
f) Status sosial: Tuna wisma dan kehidupan isolasi, tidak mempunyai sistem
pendukung dan menarik diri

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
124

g) Agama dan keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara


rutin. Terdapat nilai-nilai sosial di masyarakat yang tidak diharapkan
h) Kegagalan dalam berpolitik: kegagalan dalam berpolitik
i) Kejadian sosial saat ini: perubahan dalam kehidupan: perang, bencana,
kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan, kesulitan mendapatkan pekerjaan,
sumber-sumber personal yang tidak adekuat akibat perang, bencana
j) Peran sosial: Dalam enam bulan terakhir isolasi sosial, diskriminasi dan
praduga negatif, ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain
2.2.3 Penilaian Terhadap Stressor
2.2.3.1 Kognitif
1) Mengungkapkan pikiran negatif dalam menghadapi stressor
2) Mendominasi
3) Bawel
4) Sarkasme
5) Berdebat
6) Meremehkan keputusan
7) Flight of idea
8) Gangguan berbicara
9) Perubahan isi pikir
10) Kosentrasi menurun
11) Persuasif
12) Mengungkapkan Ingin memukul orang lain
13) Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor
2.2.3.2 Afektif
1) Mudah tersinggung
2) Tidak sabar
3) Frustasi
4) Ekspresi wajah Nampak tegang
5) Merasa tidak nyaman
6) Merasa tidak berdaya
7) Jengkel
8) Dendam
9) Menyalahkan dan menuntut
2.2.3.3 Fisiologis
1) Tekanan darah meningkat
2) Denyut nadi dan pernapasan meningkat
3) Pupil dilatasi
4) Tonus otot meningkat
5) Mual
6) Frekuensi buang air besar meningkat
7) Kadang-kadang konstipasi Reflek tendon meningkat
8) Peristaltik gaster menurun
9) Pengeluaran urine dan saliva meningkat

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
125

10) Kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang terkatup,
tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
11) Wajah merah
12) Melotot/pandangan tajam
2.2.3.4 Perilaku
1) Agresif pasif
2) Bermusuhan
3) Sinis
4) Curiga
5) Mengamuk
6) Nada suara keras dan kasar
7) Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain: Menyerang,
menghindar (fight of flight). Menyatakan secara asertif (assertiveness).
Memberontak (acting out). Perilaku kekerasan.
2.2.3.5 Sosial
1) Menarik diri
2) Pengasingan
3) Penolakan
4) Kekerasan
5) Ejekan
6) Bicara kasar

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal ability
1) Problem solving skill
a) Ketidakmampuan untuk mencari informasi terkait dengan masalah
b) Ketidakmampuan mengidentifikasi masalah
c) Tidak mampu mempertimbangkan alternatif pemecahjan masalah
d) Ketidakmampuan mengungkapkan/mengkonfrontasikan perasaan marah
2) Kesehatan dan energi: kondisi kesehatan terganggu, tidak semangat untuk
menyelesaikan masalah
3) Sosial skill: tidak mampu memeprtahankan hubungan interpersonal
4) Pengetahuan: tidak mempunyai pengetahuan dalam pemecahan masalah secara
asertif dan intelegensi kurang dalam menghadapi stressor
5) Identitas ego: Indentitas ego tidak afekuat
2.2.4.2 Sosial Support
a) Hubungan anatra individu, keluarga, kelompok dan masyarakat: tidak ada
dukungan dari keluarga dan masyarakat
b) Komitmen dengan jaringan sosial: tidak terlibat dalam kegiatan atau perkumpulan
di masyarakat
c) Budaya yang stabil: terjadi pertentangan nilai budaya
2.2.4.3 Material asset
1) Penghasilan individu: tidak mempunyai penghasilan yang layak

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
126

2) Bendan-benda atau barang yang dimiliki: tidak memiliki benda atau barang yang
bisa dijadikan aset. Tidak mempunyai tabungan untuk mengantisipasi hidup
3) Tidak mempunyai BPJS atau ansuransi kesehatan
4) Pelayanan kesehatan: tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan
2.2.4.4 Positif belief
1) Tidak memiliki keyakinan dan nilai positif terhadap kesehatan/distress spiritual
2) Tidak memilki motivasi untuk sembuh
3) Penilaian negatif tentang pelayanan kesehatan
4) Tidak menganggap apa yang dialami merupakan sebuah masalah

2.2.5 Mekanisme Koping


2.2.5.1 Konstruktif: -
2.2.5.2 Destruktif:
1) Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal
2) Proyeksi: menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik
3) Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan ataun membahayakan masuk ke
alam sadar
4) Reaksi formasi: Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikian dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai
rintangan
5) Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu.

3. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan : resiko perilaku kekerasan
Diagnosis medis terkait : Skizofrenia, skizoafektif, bipolar

4. Tindakan keperawatan
4.1 Tindakan Ners untuk klien
4.1.1 Tujuan: Klien mampu :
4.1.1.1 Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat dari perilaku kekerasan
4.1.1.2 Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 tarik nafas dalam dan cara fisik 2:
pukul kasur/bantal
4.1.1.3 Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur
4.1.1.4 Mengontrol perilakuk kekerasan dengan cara verbal/bicara baik-baik
4.1.1.5 Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan serta melatih
latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
127

a. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat perilaku kekerasan


b. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas
dalam dan fisik 2: pukul kasur/bantal
c. Melatih klien cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1: tarik nafas
dalam dan fisik 2: pukul kasur/bantal
d. Melatih klien memasukkan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur/bantal ke
dalam jadwal kegiatan harian.
4.1.2.2 Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar,
manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak minum obat.
a. Menjelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis, dosis, frekuensi, cara,
orang dan kontinuitas minum obat).
b. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat dengan klien
c. Melatih klien cara minum obat secara teratur
d. Melatih klien memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke dalam jadwal
kegiatan harian.
4.1.2.3 Melatih cara verbal/ bicara baik-baik
a. Menjelaskan cara menontrol perilaku kekerasan dengan verbal/bicara baik-baik
b. Melatih klien cara verbal/bicara baik-baik
c. Melatih klien memasukkan kegiatan verbal /bicara baik-baik minum obat ke dalam
jadwal kegiatan harian.
4.1.2.4 Melatih cara spiritual
a. Menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan spiritual
b. Melatih klien cara spiritual
c. Melatih klien memasukkan kegiatan spiritual ke dalam jadwal kegiatan harian.

4.2 Tindakan keperawatan Ners pada keluarga


4.2.1 Tujuan: Keluarga mampu :
4.2.1.1 Mengenal masalah resiko perilaku kekerasan
4.2.1.2 Mengambil keputusan untuk merawat klien resiko perilaku kekerasan
4.2.1.3 Merawat klien resiko perilaku kekerasan
4.2.1.4 Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien resiko perilaku kekerasan
4.2.1.5 Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan klien resiko perilaku
kekerasan dan mencegah kekambuhan.

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan masalah resiko perilaku kekerasan
a. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien resiko perilaku kekerasan
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya resiko perilaku
kekerasan.
4.2.2.2 Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien resiko perilaku
kekerasan
a. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien resiko
perilaku kekerasan
b. Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien resiko perilaku
kekerasan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
128

4.2.2.3 Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien resiko perilaku kekerasan
a. Menjelaskan cara merawat klien resiko perilaku kekerasan
b. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan tarik
nafas dalam dan pukul kasur bantal.
c. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk minum obat
dengan prinsip 6 benar.
d. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien dengan cara
verbal/bicara baikbaik.
e. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien dengan cara spiritual
4.2.2.4 Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi klien
resiko perilaku kekerasan
a. Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
b. Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
c. Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya dalam merawat klien
4.2.2.5 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan
a. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
b. Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
c. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
d. Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke pelayanan
kesehatan.

4.3 Terapi Aktivitas Kelompok


a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi persepsi
Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan
Sesi 2 : Mencegah PK dengan kegiatan fisik
Sesi 3 : Mencegah PK dengan patuh minum obat
Sesi 4 : Mencegah PK dengan kegiatan asertif
Sesi 5 : Mencegah PK dengan kegiatan ibadah
b. Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga klien Resiko Perilaku Kekerasan

4.4 Tindakan Ners spesialis


4.4.1 Terapi individu :
Assertive Training (AT), Cognitive Behavior Therapy (CBT), Rational Emotive
Behaviour Therapy(REBT), Progressive Muscular Relaxation (PMR)
4.4.1.1 Hasil penelitian Wahyuningsih, Keliat dan Hastono (2009) menyatakan Terapi
Assertive Training mampu menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
klien Skizofrenia
4.4.1.2 Hasil penelitian Fauziah, Hamid dan Nuraini. (2009) menyatakan terapi perilaku
kognitif pada klien dapat membantu menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan
4.4.1.3 Hasil penelitian Putri, Keliat dan Nasution (2010) menyatakan REBT dapat
menurunkan tanda dan gejala pada klien dengan perilaku kekerasan
4.4.1.4 Hasil penelitian Alini (2010) menyatakan perpaduan terapi AT dan PMR mampu
menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
129

4.4.1.5 Hasil penelitian Sulistiowati (2010) menyatakan Acceptance and Commitment


Therapy dapat menurunkan tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi
4.4.1.6 Hasil penelitian Gowi, Hamid dan Nuraini (2011) menyatakan latihan asertif dapat
menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan orang tua pada anak usia sekolah
4.4.1.7 Hasil penelitian Hidayat, Keliat dan Wardhani menyatakan Perpaduan CBT dan
REBT terhadap dapat menurunkan tanda dan gejala pada klien perilaku kekerasan.
4.4.1.8 Hasil penelitian Sudiatmika, Keliat dan Wardhani (2011) menyatakan perpaduan CBT
dan REBT dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan dan halusinasi pada
klien
4.4.1.9 Hasil penelitian Aini, Keliat dan Nuraini (2011) menyatakan terapi asertif dapat
meningkatkan kemampuan asertif suami dan risiko kekerasan dalam rumah tangga
4.4.1.10 Hasil penelitian Lelono, Keliat dan Besral (2011) menyatakan perpaduan CBT
dan REBT dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan, halusinasi dan
harga diri rendah

4.4.2 Terapi Keluarga : Family Psychoeducation (FPE)


4.4.2.1 Hasil Penelitian Nancye, Hamid, dan Mulyono (2007) menyatakan terapi keluarga
mampu meningkatakan kemampuan merawat klien dengan masalah perilaku
kekerasan
4.4.2.2 Hasil penelitian Sari, Keliat dan Mustikasari (2009) menyatakan terapi psikoedukasi
keluarga dapat menurunkan beban dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
merawat klien dengan pasung

4.4.3 Terapi Kelompok : Supportive Therapi (ST) dan Self Heip Group (SHG)
Terapi kelompok suportif dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
klien skizofrenia.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
130

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN HALUSINASI

1. Pengertian
Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta pola stimulus yang
datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai dengan kenyataan, disertai distorsi dan
gangguan respons terhadap stimulus tersebut baik respons yang berlebihan maupun yang
kurang memadai (Townsend, 2010). Halusinasi adalah satu gejala gangguan jiwa pada
individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2010).

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien. Tanda dan gejala pasien halusinasi adalah sebagai berikut:
2.1.1 Data Obyektif
2.1.1.1 Bicara atau tertawa sendiri.
2.1.1.2 Marah-marah tanpa sebab.
2.1.1.3 Memalingkan muka ke arah telinga seperti mendengar sesuatu
2.1.1.4 Menutup telinga.
2.1.1.5 Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.
2.1.1.6 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
2.1.1.7 Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu.
2.1.1.8 Menutup hidung.
2.1.1.9 Sering meludah.
2.1.1.10 Muntah.
2.1.1.11 Menggaruk-garuk permukaan kulit.

2.1.2 Data Subyektif


2.1.2.1 Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2.1.2.2 Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
2.1.2.3 Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
2.1.2.4 Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu atau monster.
2.1.2.5 Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu
menyenangkan.
2.1.2.6 Merasakan rasa seperti darah, urin atau feses
2.1.2.7 Merasa takut atau senang dengan halusinasinya.
2.1.2.8 Mengatakan sering mendengar sesuatu pada waktu tertentu saat sedang sendirian
2.1.2.9 Mengatakan sering mengikuti isi perintah halusinasi

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Predisposisi dan Presipitasi
2.2.1.1 Biologis : Riwayat masuk RS sebelumnya, berapa kali dirawat, riwayat pengobatan
sebelumnya, riwayat minum obat, teratur atau tidak minum obat, kapan terakhir

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
131

minum obat, riwayat kejang, jatuh/trauma, riwayat penggunaan NAPZA/penggunaan


obat halusinogen, riwayat anggota keluarga dengan gangguan jiwa
2.2.1.2 Social cultural : Riwayat pendidikan, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah,
riwayat pekerjaan, kecukupan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan, siapa yang
menanggung biaya hidup selama dirawat, tinggal dengan siapa, berapa saudara, siapa
orang yang paling berarti, apakah pernah mengalami kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, kehilangan harta benda, penolakan dari masyarakat
2.2.1.3 Psikologis : perasaan klien setelah perawatan, komentar negatif orang-orang di
sekitarnya, peran yang terganggu akibat dirawat, pengalaman tidak menyenangkan,
kepribadian klien misalnya mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan
menutup diri, konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri
tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative. Motivasi: riwayat
kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan. Pertahanan psikologi: ambang
toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat gangguan perkembangan. Self
control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya suara,
rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan.

2.2.2 Penilaian terhadap stressor


2.2.2.1 Kognitif : tidak dapat memfokuskan pikiran, mudah lupa, tidak mampu mengambil
keputusan, tidak mampu memecahkan masalah, tidak dapat berfikir logis, inkoheren,
disorientasi, blocking, daya tilik diri jelek, mendengar suara-suara, melihat bayangan
atau sinar, mendengar suara hati, menghidu bau-bauan, merasakan rasa pahit, asam,
asin di lidah, merasakan sensasi tidak nyaman dikulit, ambivalen, sirkumstansial,
flight of idea, tidak mampu mengontrol PK, punya pikiran negatif terhadap stressor,
mendominasi pembicaraan
2.2.2.2 Afektif : senang, sedih, merasa terganggu, marah, ketakutan, khawatir, merasa
terbelenggu, afek datar/ tumpul, afek labil, marah, kecewa, kesal, curiga, mudah
tersinggung
2.2.2.3 Fisiologis : sulit tidur, kewaspadaan meningkat, tekanan darah meningkat, denyut nadi
meningkat, frekuensi pernafasan meningkat, muka tegang, keringat dingin, pusing,
kelelahan/keletihan
2.2.2.4 Perilaku : Berbicara dan tertawa sendiri, Berperilaku aneh sesuai dengan isi
halusinasi, menggerakkan bibir/komat kamit, menyeringai, diam sambil menikmati
halusinasinya, perilaku menyerang, kurang mampu merawat diri, memalingkan muka
ke arah suara, menarik diri
2.2.2.5 Sosial : tidak tertarik dengan kegiatan sehari-hari, tidak mampu komunikasi secara
spontan, acuh terhadap lingkungan, tidak dapat memulai pembicaraan, tidak dapat
mempertahankan kontak mata, menarik diri

2.2.3 Sumber Koping


2.2.3.1 Personal ability : kemampuan apa yang sudah dilakukan, kemampuan yang sudah
dilatih. Kemampuan yang seharusnya dimiliki klien :
- Menghardik halusinasi
- Minum obat
- Bercakap-cakap

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
132

- Melakukan aktivitas terjadwal


2.2.3.2 Social support : caregiver klien, kemampuan caregiver / keluarga dalam merawat,
kelompok/peer group dengan penyakit yang sama, kader kesehatan jiwa di lingkungan
tempat tinggal.
2.2.3.3 Material asset : finansial : pekerjaan klien sebelum dirawat, penghasilan sebelum
dirawat, siapa yang menanggung biaya berobat klien, apakah memiliki tabungan,
jaminan kesehatan yang digunakan. Yankes : jika kontrol/kambuh berobat kemana,
fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat dengan tempat tinggal.
2.2.3.4 Positif belief : keyakinan terhadap kesembuhan diri sendiri dan keyakinan terhadap
petugas kesehatan

3. Diagnosis Keperawatan
Halusinasi

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk Klien
4.1.1 Tujuan : Pasien mampu :
4.1.1.1 Mengenali halusinasi yang dialaminya: isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi
pencetus, perasaan, respon.
4.1.1.2 Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
4.1.1.3 Mengontrol halusinasi dengan cara menggunakan obat.
4.1.1.4 Mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.
4.1.1.5 Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktifitas.

4.1.2 Tindakan Keperawatan


4.1.2.1 Mendiskusikan dengan pasien isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus,
perasaan, respon terhadap halusinasi.
4.1.2.2 Menjelaskan dan melatih cara mengontrol halusinasi:
4.1.2.3 Menghardik halusinasi
Menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta
pasien memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, dan menguatkan perilaku
pasien.
4.1.2.4 Menggunakan obat secara teratur
Menjelaskan pentingnya penggunaan obat, jelaskan bila obat tidak digunakan sesuai
program, jelaskan akibat bila putus obat, jelaskan cara mendapat obat/ berobat,
jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (benar jenis, guna, frekuensi,
cara, kontinuitas minum obat).
4.1.2.5 Bercakap –cakap dengan orang lain.
4.1.2.6 Melakukan aktifitas yang terjadual.
Menjelaskan pentingnya aktifitas yang teratur, mendiskusikan aktifitas yang biasa
dilakukan oleh pasien, melatih pasien melakukan aktifitas, menyusun jadual aktifitas
sehari–hari sesuai dengan jadual yang telah dilatih, memantau jadual pelaksanaan
kegiatan, memberikan reinforcement.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
133

4.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


4.2.1 Tujuan : Keluarga mampu
4.2.1.1 Mengenal masalah merawat pasien di rumah.
4.2.1.2 Menjelaskan halusinasi (pengertian, jenis, tanda dan gejala halusinasi dan proses
terjadinya).
4.2.1.3 Merawat pasien dengan halusinasi.
4.2.1.4 Menciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien dengan halusinasi
4.2.1.5 Mengenal tanda dan gejala kambuh ulang
4.2.1.6 Memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk follow-up pasien dengan halusinasi.

4.2.2 Tindakan keperawatan


4.2.2.1 Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
4.2.2.2 Berikan penjelasan kesehatan meliputi : pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang
dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi
4.2.2.3 Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi:
menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan aktivitas.
4.2.2.4 Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi.
4.2.2.5 Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan.
4.2.2.6 Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow-up
anggota keluarga dengan halusinasi.

4.3 TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)


4.3.1 Sesi 1: mengenal halusinasi
4.3.2 Sesi 2: mengontrol halusinasi dengan menghardik
4.3.3 Sesi 3: mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
4.3.4 Sesi 4: mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
4.3.5 Sesi 5: mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat

4.4 Tindakan Ners Spesialis


4.4.1 Terapi Individu : Terapi Prilaku, Terapi Prilaku Kognitif, ACT, REBT
4.4.1.1 Hasil penelitian Wahyuni, Keliat, dan Nasution (2010) menyatakan terapi prilaku
kognitif dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi pada pasien
4.4.1.2 Hasil penelitian Sulistiowati (2010) menyatakan Acceptance and Commitment
Therapy dapat menurunkan tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi
4.4.1.3 Hasil penelitian Sudiatmika, Keliat dan Wardhani (2011) menyatakan perpaduan
terapi CBT dan REBT mampu menurunkan tanda dan gejala pada pasien perilaku
kekerasan dan halusinasi
4.4.1.4 Hasil penelitian Lelono, Keliat, dan Besral (2011) menyatakan perpaduan terapi
CBT dan REBT mampu menurunkan tanda dan gejala pada pasien perilaku
kekerasan, harga diri rendah dan halusinasi.
4.4.1.5 Hasil Penelitian Hastuti (2013) menyatakan rational emotive behaviour therapy

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
134

efektif terhadap penurunan tanda dan gejala pada pasien dengan perilaku kekerasan
dan halusinasi
4.4.1.6 Hasil Penelitian Sukma, Keliat dan Mustikasari (2015) menyatakan perpaduan
terapi CBT dan CBSST mammpu menurunkan tanda dan gejala pada pasien dengan
halusinasi dan isolasi social

4.4.2 Terapi Kelompok : Terapi Supportif


4.4.3 Terapi Keluarga : Triangle Terapi, Family Psikoedukasi Keluarga.
4.4.3.1 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wardaningsih, Keliat, dan Daulima (2007)
menyatakan FPE mampu menurunkan beban dan meninkatkan kemampuan
keluarga dalam merawat klien dengan halusinasi
4.4.3.2 Hasil Penelitian Gajali, Mustikasari dan Susanti (2014) menyatakan terapi FPE
mampu meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan
halusinasi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
135

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

1. Pengertian
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu kebutuhan atau
mengharapakan untuk melibatkan orang lain, akan tetapi tidak dapat membuat hubungan
tersebut (Carpenito, 2004). Menurut Kim (2006) isolasi sosial merupakan kesendirian yang
dialami individu dan dirasakan sebagai beban oleh orang lain dan sebagai keadaan yang
negatif atau mengancam. Isolasi sosial merupakan keadaan ketika individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito-Moyet, 2007).

Menurut Towsend (2008), isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu dan dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan
mengancam (Townsend, 2010). Videbeck (2008) menjelaskan bahwa isolasi sosial
merupakan gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang
maladaptif dan menghambat seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah kondisi dimana seseorang mengalami
gangguan hubungan interpersonal yang mengganggu fungsi individu tersebut dalam
meningkatkan keterlibatan dengan orang lain (Kirana, 2009).

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
Tanda dan Gejala isolasi sosial adalah sebagai berikut:
2.1.1 Subyektif
2.1.1.1 Menolak interaksi dengan orang lain
2.1.1.2 Merasa sendirian
2.1.1.3 Tidak berminat
2.1.1.4 Merasa tidak diterima
2.1.1.5 Perasaan berbeda dengan orang lain
2.1.1.6 Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
2.1.1.7 Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting

2.1.2 Obyektif
2.1.2.1 Tidak ada kontak mata
2.1.2.2 Menyendiri/ menarik diri
2.1.2.3 Tidak komunikatif
2.1.2.4 Tindakan tidak berarti/ berulang
2.1.2.5 Afek tumpul
2.1.2.6 Afek sedih
2.1.2.7 Adanya kecacatan (misal : fisik dan mental)

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor Predisposisi dan Presipitasi
2.2.1.1 Biologis

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
136

Transmisi gen pada skizofrenia sangat dipengarui oleh beberapa faktor. Anak penderita
skizofrenia yag diturunkan melalui kembar monozigot maka mengalami kemungkinan
mengalami skizofrenia sebanyak 50%. Jika seorang anak berasal dari kedua orang tua yang
megalami skizofrenia lebih menurun sebesar 36%,dan 15% pada seorang anak yang lahir dari
salah satu orang tua yang mengalami skizofrenia (Stuart, 2013). Penelitian lain menyatakan
bahwa perkembangan otak juga ikut berkontribusi dalam timbulnya skizofrenia. Gangguan
perkembangan otak pada janin dimulai pada saat trimester kedua, dimana pada masa tersebut
terjadi perkembangan organ janin termasuk otak. Gangguan tersebut meliputi virus,
malnutrisi, infeksi, trauma, racun serta kelainan hormonal yang terjadi pada masa kehamilan
(Hawari, 2001).

Gambaran struktur otak menggunakan Computerized Tomography Scanning (CT-Scan) dan


Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukkan penyusutan volume otak pada klien
skizofrenia. Selain itu pembesaran lateral ventrikel, atropi pada lobus frontal, serebelum dan
struktur limbik (terutama hipokampus dan amigdala) serta terjadinya peningkatan ukuran
bagian depan otak (Stuart, 2013). Amfetamin dan kokain juga mempengaruhi sistem
dopamin. Amfetamin dapat menyebabkan pelepasan dopamin, sedangkan kokain bersifat
menghambat pengambilan dopamin (Kaplan, Sadock, Grebb 1997). Sehingga jumlah
dopamin berlebihan didalam sinaps dan akhirnya menyebabkan gejala psikosis (Stuart, 2013).
Neurotransmiter asam amino inhibitor gamma-minobutyric acid (GABA) juga ikut terlibat
didalam munculnya gejala isolasi sosial. Beberapa klien skizofrenia mengalami kehilangan
neuron GABA-ergik didalam hipokampus. Hilangnya GABA-ergik tersebut menyebabkan
hiperaktifitas neuron dopaminergik dan nonadrenergik.

2.2.1.2 Psikologis
Stresor psikologis isolasi sosial dapat diakibatkan oleh pengalaman negatif klien terhadap
gambaran diri, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam
mencapai harapan dan cita-cita, krisis identitas serta kurangnya penghargaan baik dalam diri
sendiri, keluarga maupun lingkungan. Stresor tersebut dapat menyebabkan gangguan dalam
berinteraksi dengan orang lain dan akhirnya menjadi masalah isolasi sosial. Ibu yang terlalu
kawatir, terlalu melindungi, konflik keluarga, komunikasi yang buruk serta kurangnya
interaksi dalam keluarga juga merupakan faktor risiko terjadinya isolasi sosial (Fortinash &
Worret, 2004).

2.2.1.3 Sosiokultural
Faktor sosial budaya yang memiliki hubungan dengan terjadinya isolasi sosial meliputi: usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status sosial, pengalaman sosial, latar belakang budaya,
agama dan kayakinan individu serta kondisi politik (Stuart dan Laraia, 2005). Stresor sosial
budaya yang berhubungan dengan timbulnya gangguan jiwa adalah individu yang tidak
memiliki penghasilan, riwayat menerima kekerasan, tidak memiliki tempat tinggal serta hidup
dalam kemiskinan (Videbeck, 2008).

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
137

2.2.2 Penilaian Terhadap Stressor


2.2.2.1 Kognitif
Respons kognitif klien isolasi sosial meliputi perasaan kesepian,merasa ditolak orang
lain atau lingkungan, merasa tidak dimengerti oleh orang lain, merasa tidak berguna,
merasa putus asa dan tidak memiliki tujuan hidup, merasa tidak aman berada diantara
orang lain, menghindar dari orang lain dan lingkungan, tidak mampu konsentrasi serta
tidak mampu membuat keputusan (Fortinash, 1999; Keliat, 2005; Townsend, 2009;
NANDA, 2012)

2.2.2.2 Afektif
Klien isolasi sosial menunjukkan respons afektif berupa perasaan sedih, tertekan,
depresi atau marah, merasa kesepian atau ditolak lingkungan, tidak memperdulikan
orang lain, malu dengan orang lain. Kegagalan individu dalam tugas perkembangan di
masa lalu juga memiliki keterkaitan dengan pengalaman berinteraksi serta
berhubungan dengan orang lain sehingga mempengaruhi Respons afektif (Cacioppo et
al, 2002; Hawkey, Burleson, Bentson, & Cacioppo, 2003; Steptoe, Owen, Kuns-
Ebrecht, & Brydon, 2004)

2.2.2.3 Fisiologis
Respons fisiologis yang dialami klien isolasi sosial yaitu muka murung, sulit tidur,
merasa lelah letih dan kurang bergairah.

2.2.2.4 Perilaku
Klien isolasi sosial menunjukkan perilaku seperti manarik diri, menjauh dari orang
lain, tidak atau jarang melakukan komunikasi, tidak ada kontak mata, kehilangan
gerak dan mulut, malas melakukan kegiatan sehari hari, berdiam diri di kamar,
menolak hubungan dengan orang lain, dan menunjukkan sikap bermusuhan
(Townsend, 2009)

2.2.2.5 Sosial
Respons fisiologis yang dialami klien isolasi sosial yaitu menarik diri, sulit
berinteraksi, tidak mau berkomunikasi, tidak mau berpartisipasi dengan kegiatan
sosial, curiga dengan lingkungan, acuh dengan lingkungan.

2.2.3 Sumber Koping


Sumber koping merupakan hal yang dapat membantu klien mengatasi stresor yang dialaminya
(Stuart & Laraia, 2005). Sumber koping tersebut meliputi aset ekonomi (material aset baik
berupa finansial dan pelayanan kesehatan), dukungan sosial (sosial support), nilai dan
kemampuan individu (personal ability) serta kepercayaan (positive beliefs) dalam
menghadapi masalah (Stuart, 2013).
2.2.3.1 Personal Ability
Penelitian yang dilakukan Caroline, Keliat, dan Sabri (2008) menjelaskan bahwa
kemampuan kognitif dan perilaku klien dalam mengontrol halusinasi mengalami
peningkatan yang signifikan setelah memperoleh asuhan keperawata halusinasi sesuai
standar. Selain itu tanda dan gejala halusinasi juga mengalami penurunan.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
138

Kemampuan lanjutan seperti mampu mengidentifikasi pikiran, perilaku negatif yang


muncul, melawan pikiran negatif dengan tanggapan rasional adalah salah satu bentuk
kemampuan kognitif yang harus dimiliki klien halusinasi. Kemampuan lainnya yaitu
mengubah perilaku negatif dengan tanggapan rasional serta mampu mengubah
perilaku negatif menjadi perilaku positif. Kamampuan lanjutan tersebut dibuktikan
dengan penelitian yang dilakukan Wahyuni, Keliat dan Nasution (2010), bahwa CBT
mampu menjadi terapi spesialis yang meningkatkan kemampuan pelaksanaan cara
mengontrol halusinasi. Sudiatmika, Keliat dan Wardani, (2011) juga
merekomendasikan CBT dan terapi spesialis lainnya sebagai terapi keperawatan
dalam menurunkan tanda dan gejala serta peningkatan kemampuan kognitif, afektif
dan perilaku klien.

Kemampuan yang diharapkan terjadi pada klien isolasi sosial adalah mengetahui
penyebab isolasi sosial, menyebutkan keuntungan punya teman dan bercakap-cakap,
menyebutkan kerugian tidak memiliki teman, mampu berkenalan dengan klien dan
perawat atau tamu, berbicara, saat melakukan kegiatan harian, melakukan kegiatan
sosial. Kemampuan klien isolasi sosial telah diteliti olek Keliat, dkk, menggunakan
Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) mampu meningkatkan kemmpuan
komunikasi verbal maupun non verbal.

Kemampuan lanjutan yang dapat dilakukan oleh klien isolasi sosial adalah mampu
melakukan komunikasi dasar verbal seperti, mengucapkan salam, memperkenalkan
diri, menjawab pertanyaan dan bertanya serta klarifikasi. Sedangkan kemampuan non
verbal seperti kontak mata, tersenyum, duduk tegak, serta berjabat tangan.
Kemampuan lainnya yaitu berkomunikasi menjalin persahabatan, meminta dan
memberikan pertolongan, menerima dan memberikan pujian kepada orang lain serta
mampu berkomunikasi dalam keadaan sulit seperti menerima dan memberi kritik,
penolakan dan maaf. Kemampuan lanjutan pada klien isolasi sosial juga telah diteliti
oleh Renidayanti, Keliat & Sabri, (2008). Peningkatan kemampuan kognitif dan
perilaku klien isolasi sosial terjadi pada kelompok intervensi yang mendapatkan terapi
Social Skills Training (SST)

2.2.3.2 Sosial Support


Dukungan sosial (social support) adalah dukungan klien yang diperoleh dari
lingkungan sekitar seperti keluarga, teman, kelompok, kader kesehatan. Videback
(2008) menjelaskan bahwa keluarga merupakan salah satu sumber pendukung utama
dalam proses penyembuhan klien skizofrenia. Kemampuan generalis keluarga meliputi
mampu mengenal masalah halusinasi dan isolasi sosial pada klien, mampu merawat
klien, membimbing klien latihan mengontrol halusinasi dengan menghardik, minum
obat, bercakap-cakap, melakukan kegiatan harian, mampu membimbing klien latihan
berkenalan dengan orang lain, berbicara saat melakukan kegiatan harian, melakukan
kegiatan sosial. Keluarga juga wajib melakukan modifikasi lingkungan, mengenal
tanda dan gejala halusinasi dan isolasi sosial.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
139

2.2.3.3 Positive Belief


a) Keyakinan terhadap kesembuhan diri sendiri dan terhadap petugas kesehatan.
b) Distres spiritual
c) Tidak memilki motivasi untuk sembuh
d) Penilaian negatif tentang pelayanan kesehatan
e) Tidak menganggap apa yang dialami merupakan sebuah masalah
2.2.3.4 Material Asset
a) Biaya kehidupan, jaminan kesehatan yang digunakan, pelayanan kesehatan yang
biasa digunakan.
b) Adanya perubahan status kesejahteraan
c) Ketidakmampuan mengelola kekayaan
d) Tidak punya uang untuk berobat, tidak ada tabungan
e) Tidak memiliki kekayaan dalam bentuk barang berharga

2.2.4 Mekanisme Koping


Klien akan berusaha melindungi dirinya dari pengalaman yang disebabkan oleh stres yang
dialaminya (Stuart & Laraia, 2005). Terdapat 3 macam usaha dalam mengatasi stres, antara
lain ;
2.2.4.1 Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused)
Merupakan mekanisme koping yang dilakukan secara langsung berfokus pada masalah
yang mengancam individu. Mekanisme ini meliputi negosiasi, konfrontasi, serta meminta
nasihat.
2.2.4.2 Mekanisme koping berfokus pada kognitif (cognitively-focused)
Mekanisme koping yang digunakan melalui proses meredam masalah yang sedang
dihadapi. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan membuat perbandingan positif,
pemberian hadiah, mengabaikan serta evaluasi keinginan.
2.2.4.3 Mekanisme koping berpusat pada emosi (emotion-focused)
Usaha mengatasi masalah klien dengan menenangkan emosi yang mengancam melalui
mekanisme pertahanan ego yang dimiliki seperti denial, supresi maupun proyeksi.

Klien isolasi sosial merupakan contoh individu yang tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang efektif ketika menghadapi stresor. Mekanisme koping yang
digunakan pada klien isolasi sosial yaitu denial, regresi, proyeksi, identifikasi, dan
religiosity yang berakhir dengan koping maladaptif (destruktif) berupa terjadi episode
awal psikosis atau serangan ulang skizofrenia dengan munculnya gejala-gejala
skizofrenia termasuk isolasi soial (Townsend, 2009).

3. Diagnosis Keperawatan
Isolasi Sosial

4. Diagnosis Medik Terkait


Skizofrenia, Depresi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
140

5. Tindakan Keperawatan
5.1 Tindakan keperawatan Ners untuk Klien
5.1.1 Tujuan: Klien mampu
5.1.1.1 Mengenal masalah isolasi sosial
5.1.1.2 Berkenalan dengan perawat atau klien lain
5.1.1.3 Bercakap-cakap dalam melakukan kegiatan harian.
5.1.1.4 Berbicara sosial : meminta sesuatu, berbelanja dan sebagainya.

5.1.2 Tindakan
5.1.2.1 Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat isolasi sosial
a. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat isolasi sosial
b. Mendiskusikan keuntungan memiliki teman, kerugian tidak memiliki teman.
5.1.2.2 Menjelaskan dan melatih klien berkenalan
a. Menjelaskan cara berkenalan
b. Mendemostrasikan cara berkenalan
c. Melatih klien berkenalan 2 - 3 orang atau lebih
5.1.2.3 Menjelaskan dan melatih klien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sehari-hari.
5.1.2.4 Menjelaskan dan melatih berbicara sosial : meminta Sesutu, berbelanja dan
sebagainya.

5.2 Tindakan Keperawatan Ners untuk Keluarga


5.2.1 Tujuan : Keluarga mampu
5.2.1.1 Mengenal masalah klien Isolasi sosial
5.2.1.2 Mengambil keputusan untuk merawat klien Isolasi sosial
5.2.1.3 Merawat klien Isolasi sosial
5.2.1.4 Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien Isolasi sosial
5.2.1.5 Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan klien Isolasi sosial dan
mencegah kekambuhan.

5.2.2 Tindakan
5.2.2.1 Menjelaskan masalah klien Isolasi sosial pada keluarga
a. Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien Isolasi sosial
b. Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya Isolasi sosial.
5.2.2.2 Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien Isolasi sosial
a. Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien Isolasi
sosial
b. Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien Isolasi sosial
5.2.2.3 Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien isolasi sosial
a. Menjelaskan cara melatih klien berkenalan
b. Menjelaskan cara melatih klien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sehari-
hari.
c. Menjelaskan cara melatih klien berbicara sosial : meinta sesuatu, berbelanja dan
sebagainya.
d. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan
berkenalan.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
141

e. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan


bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sehari-hari.
f. Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan
berbicara sosial.

5.2.2.4 Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi klien
isolasi sosial.
a. Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
b. Mendiskusikan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
c. Mengajurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya merawat klien

5.2.2.5 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan.
a. Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia.
b. Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
c. Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
d. Menjelaskan dan menganjurkan follw up dan merujuk klien ke pelayanan
kesehatan.

5.3 Tindakan Keperawatan Kelompok Isolasi sosial


Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Sesi 1 : kemampuan memperkenalkan diri
Sesi 2 : kemampuan berkenalan
Sesi 3 : kemampuan bercakap-cakap
Sesi 4 : kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
Sesi 5 : kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi

5.4 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


Terapi Individu : Sosial Skill Training (SST), Cognitive Behavior Sosial Skill Training
(CBSST), Behaviour Therapy (BT)
1. Hasil penelitian Renidayati, Keliat dan Sabri (2009) menyatakan b a h w a SST
dapat menurunkan tanda dan gejala isolasi sosial pada klien
2. Hasil penelitian Jumaini, Keliat dan Hastono (2010) menyatakan bahwa CBSST dapat
meningkatkan kemampuan bersosialisasi klien dengan isolasi sosial
3. Hasil penelitian Nyumirah (2012) menyatakan bahwa terapi perilaku dapat
meningkatkan kemampuan interaksi sosial pada klien isolasi sosial
4. Hasil penelitian Kirana, Keliat dan Mustikasari (2015) menyatakan jika kombinasi
CBT dan CBSST dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
142

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


HARGA DIRI RENDAH KRONIK

1. Pengertian
Keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan
kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus (NANDA, 2012). Stuart (2013)
menyatakan harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang berhubungan dengan
perasaan yang lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga, dan
tidak memadai. Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri (Keliat dkk, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan
gejala dan peningkatan kemampuan klien harga diri rendah kronis secara signifikan setelah
diberikan tindakan keperawatan (Pardede, Keliat, dan Wardani, 2013).

2. Diagnosis Medik Terkait


Skizofrenia, Depresi Berat

3. Pengkajian
3.1 Pengkajian Ners
Tanda dan gejala harga diri rendah kronis antara lain:
3.1.1 Data Subjektif
3.1.1.1 Sulit tidur
3.1.1.2 Merasa tidak berarti dan Merasa tidak berguna
3.1.1.3 Merasa tidak mempuanyai kemampuan positif
3.1.1.4 Merasa menilai diri negatif
3.1.1.5 Kurang konsentrasi dan Merasa tidak mampu melakukan apapun
3.1.1.6 Merasa malu

3.1.2 Data Objektif


3.1.2.1 Kontak mata berkurang dan Murung
3.1.2.2 Berjalan menunduk dan Postur tubuh menunduk
3.1.2.3 Menghindari orang lain
3.1.2.4 Bicara pelan dan Lebih banyak diam
3.1.2.5 Lebih senang menyendiri dan Aktivitas menurun
3.1.2.6 Mengkritik orang lain

3.2 Pengkajian Ners Spesialis


3.2.1 Predisposisi
3.2.1.1 Biologis
a. Genetik
Riwayat adanya trauma yang menyebabkan lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik. Pada anak yang kedua orangtuanya tidak menderita, kemungkinan terkena
penyakit adalah satu persen. Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya
menderita kemungkinan terkena adalah 13 persen. Dan jika kedua orangtuanya
penderita maka resiko terkena adalah 35 persen. Riwayat janin pada saat prenatal dan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
143

perinatal meliputi trauma, penurunan oksigen pada saat melahirkan, prematur,


preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok, alkohol, pemakaian obatobatan, infeksi,
hipertensi dan agen teratogenik
b. Nutrisi
Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut rontok,
anoreksia, bulimia nervosa 3.Keadaan kesehatan secara umum. Riwayat kesehatan
umum, misalnya kurang gizi, kurang tidur, gangguan irama sirkadian, Kelemahan,
Infeksi
c. Sensitivitas biologi
Riwayat peggunaan obat, Riwayat terkena infeksi dan trauma, Radiasi dan riwayat
pengobatannya
d. Paparan terhadap racun
Paparan virus influenza pada trimester 3kehamilan, Riwayat keracunan CO, asbestos.

3.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi
Riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dimana lobustersebut berpengaruh kepada
proses kognitif. Suplay oksigen terganggu dan glukosa, Ketrampilan verbal, Gangguan
keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga, seperti : Komunikasi
peran ganda, tidak ada komunikasi, omunikasi dengan emosi berlebihan, komunikasi
tertutup, Riwayat kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara, misalnya Stroke,
trauma kepala
b. Moral
Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu, misalnya
lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas.
c. Kepribadian
Mudah kecewa, Kecemasan tinggi, Mudah putus asa, menutup diri
d. Pengalaman masa lalu
Orangtua yang otoriter, selalu membandingkan, Konflik orangtua, Anak yang
dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan,
Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya ◦ Penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien, Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
e. Konsep diri
Ideal diri tidak realistis, Identitas diri tak jelas, HDR, Krisis peran, Gambaran diri
negatif
f. Motivasi: Riwayat kurangnya penghargaan dan kegagalan
g. Pertahanan psikologi
Ambang toleransi terhadap stress rendah, Riwayat gangguan perkembangan Self
control: Riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya suara, rabaan,
englihatan, penciuman, pengecapan, gerakan

3.2.1.3 Sosial budaya


a. Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
b. Gender: Riwayat ketidakjelasan identitas,

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
144

c. Riwayat kegagalan peran gendePendidikan : Pendidikan yang rendah, Riwayat


putus dan gagal sekolah
d. Pendapatan : Penghasilan rendah
e. Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
f. Status sosial
g. Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
h. Latar belakang Budaya :Tuntutan sosial budaya seperti paternalistik, Stigma
masyarakat
i. Agama dan keyakinan: Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas, keagamaan
secara rutin. Kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu.
j. Keikutsertaan dalam politik :Riwayat kegagalan dalam politik
k. Pengalaman sosial : Perubahan dalam kehidupan, mis bencana, perang, kerusuhan,
dll, Tekanan dalam pekerjaan, Kesulitan mendapatkan pekerjaan
l. Peran sosial: Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, Stigma yang negatif dari
masyarakat
Diskriminasi, Stereotype, Praduga negatif

3.2.2 Presipitasi
3.2.2.1 Nature
a. Biologi : genetik, nutrisi kesehatan secara umum, sensitivitas biologi paparan racun
b. Psikologis : intelegensi, ketrampilan verbal, moral, kepribadian, pengalaman
masalalu, konsep diri, motivasi, pertahanan psikologis, self control
c. Sosial budaya: usia,gender, pendidikan, pekerjaan, statussosial,latar belakang
budaya, agama dan keyakinan, keikutsertaan dalam kehgiatan politik, pengalaman
sosial, peransosial.
3.2.2.2 Origin : internal persepsi individu saat mengalami perubahan konsep diri.
Eksternal,keluarga dan masyarakat menganggap klien menunjukan tanda gejala
perubahan konsep diri
3.2.2.3 Timing : stresor muncul disaat yang tidak tepat, saling berdekatan dan sering berulang
3.2.2.4 Number : banyak stresor dan kualitasnya tinggi

3.2.3 Penilaian terhadap stresor


3.2.3.1 Kognitif
Persepsi negative, Gangguan berpikir, Gangguan, penilaian, Kemampuan,
mengembangkan, koping yang tidak efektif, Bingung, disorientasi waktu, gangguan
daya ingat, adanya kepribadian yang terpisah dalam diri orang yang sama
3.2.3.2 Afektif
Emosi yang tidak stabil, Perasaan tidak aman, takut Ketidakmampuan mencari,
kesenangan atau perasaan mencapai sesuatu, Kurang rasa kesinambungan dalam diri,
Mengalami kehilangan identitas, Perasaan tidak mampu
3.2.3.3 Fisiologis
Sulit tidur, GH : Adult (male) >5ng/ml (female), >10ng/ml, child >10ng/ml, Prolaktin : female non
pregnant 0-23 ng/ml, male 0,1-20 ng/ml, ACTH : pagi 8-80 pg/ml, sore-malam >10, pgml, LH : female
5-30 mIU/ml, male 5-25 mIU/ml, FSH : female 4-30mU/ml, male 4-25 mU/ml, TSH : 0,35-5,5 IU/ml,
Insulin : 5-25 U/ml, Katekolamin <1000pg/ml, Epinerin (berbaring) >50pg/ml, (duduk) >60, pg/ml,
(berdiri) >90pg/ml, Norepineprin (berbaring) >410pg/ml, (duduk), >680 pg/ml, (berdiri) >700 pg/ml,

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
145

Dopamin (berbaring dan berdiri) >87 pg/ml.


3.2.3.4 Perilaku
Menjauh dari masalah atau menekan masalah, Gangguan dalam berhubungan, Afek
yang tumpul, Keadaan emosi yang pasif dan tidak berespon, Komunikasi yang tidak
sesuai, Kurang spontanitas dan animasi, Ketidakmampuan mandiri secara sosial.
Penyalahgunaan zat, menarik diri dari realitas
3.2.3.5 Sosial
Ketidakmampuan untuk berkomunikasi, Acuh dengan lingkungan, Kemampuan
sosialnya mengalami penurunan, Paranoid, Personal hygiena jelek, Sulit berinteraksi,
Tidak tertarik dengan kegiatan yang sifatnya Menghibur, Penyimpangan seksual,
Menarik diri.

3.2.4 Sumber koping


3.2.4.1 Personal ability
Ketidakmampuan pemecahan masalah, Gangguan dari kesehatanya, Kemampuan
berhubungan dengan orang lain tidak adekuat, Pengetahuan dan intelegensi rendah,
Identitas ego tidak adekuat
3.2.4.2 Sosial suport
Hubungan antar : indiv, keluarga, kelompok dan masyarakat tidak adekuat,
Komitmen dengan jaringan sosial tidak adekuat
3.2.4.3 Material aset
Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misal boros atau sangat pelit, Tidak punya
uang untuk berobat, tidak ada tabungan, Tidak memiliki kekayaan dalam bentuk
barang
3.2.4.4 Positive belief
Distres spiritual, Tidak memiliki motivasi, Penilaian negatif terhadap pelayanan
kesehatan, Tidak menganggap itu suatu gangguan

4. Diagnosis Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis

5. Tindakan Keperawatan
5.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk klien
5.1.1 Tujuan
5.1.1.1 Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, proses terjadinya dan akibat Harga diri
rendah kronik
5.1.1.2 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
5.1.1.3 Menilai kemampuan yang dapat digunakan
5.1.1.4 Menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai kemampua
5.1.1.5 Melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai kemampuan
5.1.1.6 Melakukan kegiatan yang sudah dilatih

5.1.2 Tindakan
5.1.2.1 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien.
a) Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
146

pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah, dalam keluarga dan
lingkungan adanya keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b) Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali bertemu dengan
pasien penilaian yang negatif.
5.1.2.2 Membantu klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
a) Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat digunakan saat ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan terhadap kemampuan
diri yang diungkapkan pasien.
c) Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang aktif
5.1.2.3 Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
a) Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari.
b) Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien lakukan secara
mandiri, mana kegiatan yang memerlukan bantuan minimal dari keluarga dan
kegiatan apa saja yang perlu batuan penuh dari keluarga atau lingkungan
terdekat pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat
dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat daftar kegiatan sehari-hari
pasien.
5.1.2.4 Melatih kemampuan yang dipilih klien
a) Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan pertama yang dipilih
b) Melatih kemampuan pertama yang dipilih
c) Berikan dukungan dan pujian pada klien dengan latihan yang dilakukan

5.2 Tindakan Keperawatan Ners pada keluarga


5.2.1 Tujuan : Keluarga Mampu
5.2.1.1 Mengenal masalah harga diri rendah kronik
5.2.1.2 Mengambil keputusan dalam merawat harga diri rendah kronik
5.2.1.3 Merawat klien dengan harga diri rendah kronik
5.2.1.4 Menciptakan lingkungan yang mendukung meningkatkan harga diri klien
5.2.1.5 Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up dan mencegah
kekambuhan

5.2.2 Tindakan
5.2.2.1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
5.2.2.2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya harga diri rendah dan
mengambil keputusan merawat pasien
5.2.2.3 Mendiskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah dimiliki
sebelum dan setelah sakit
5.2.2.4 Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah dan berikan pujian
5.2.2.5 Melatih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih pasien
serta membimbing keluarga merawat harga diri rendah dan beri pujian

5.3 Tindakan Keperawatan Kelompok


5.3.1 Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Terapi kelompok yang dapat dilakukan untuk klien
dengan harga diri rendah kronik adalah :

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
147

a) TAK stimulasi persepsi untuk harga diri rendah


1. sesi 1 : Identifikasi untuk harga diri rendah / hal positif pada diri sesi
2. Sesi 2 : Melatih kemampuan / hal positif pada diri
b) TAK Sosialisasi
1. Sesi 1 : kemampuan memperkanalkan diri
2. Sesi 2 : kemampuan berkenalan
3. Sesi 3 : kemampuan bercakap – cakap
4. Sesi 4 : kemampuan bercakap – cakap topik tertentu Sesi 5 : kemampuan
bercakap – cakap masalah pribadi Sesi 6 : kemampuan bekerjasama
5. Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi
5.3.2 Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga klien harga diri rendah kronik

5.4 Tindakan keperawatan Ners spesialis


5.4.1 Terapi Individu :
Cognitive Therapy (CT), Cognitive Behaviour Therapy (CBT), Logoterapi Hasil
penelitian Wahyuni, Keliat dan Budiharto (2007) menyatakan Logoterapi dapat
meningkatkan kemampuan kognitif dan perilaku lansia dengan harga diri rendah.
Hasil Penelitian Rahayuningsih, Hamid, dan Mulyono (2007) menyatakan terapi
kognitif dapat membantu peningkatan tingkat harga diri dan kemandirian klien
dengan kanker payudara, Hasil penelitian Sasmita, Keliat, dan Budiharto. (2007)
menyatakan Cognitive Behaviour Therapy efektif diberikan Pada Klien Harga Diri
Rendah Di Rumah Sakit, Hasil penelitian Hidayat, Keliat dan Wardani (2011)
menyatakan bahwa perpaduan CBT dan REBT dapat menurunkan tanda dan gejala
pada klien dengan perilaku kekerasan dan harga diri rendah, Hasil Penelitian
Maryatun, Hamid dan Mustikasari (2011) menyatakan bahwa logoterapi dapat
berpengaruh terhadap perubahan harga diri Narapidana perempuan dengan narkotika,
Hasil penelitian Lelono, Keliat dan Besral (2011) menyatakan bahwa CBT dan REBT
dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri
rendah di rumah sakit, Hasil penelitan Nurwiyono, Keliat dan Daulima (2013)
menyatakan perpaduan terapi kognitif dan Reminesence dapat menurunkan tingkat
depresi pada lansia, salah satunya dengan penurunan tanda dan gejala harga diri
rendah pada lansia.
5.4.2 Terapi Keluarga : Family Psychoeducation (FPE)
5.4.3 Terapi Kelompok : Therapy Supportive , Self Help Group, Reminesence Therapy.
Hasil penelitian Rochdiat, Daulima dan Nuraini (2011) menyatakan perpaduan
tindakan generalis dan terapi kelompok suportif dapat menyebabkan perubahan harga
diri klien diabetes melitus, Hasil penelitian Rinawati, Mustikasari dan Setiawan (2014)
menyatakan terapi Self Help Group dapat menurunkan tanda dan gejala harga diri
rendah pada pasien kusta

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
148

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

1. Pengertian
Keadaan ketika individu mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari (Towsend, 2010). Kurang perawatan diri merupakan
keadaan ketika individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik atau funhsi kognitif, yang
menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas
perawatan diri antara lain:
1. Makan
2. Mandi/Higiene
3. Berpakaian dan berhias
4. Toileting
5. Instrumental (menggunakan telepon, menggunakan transporttasi, menyetrika, mencuci
pakaian, menyiapkan makanan, berbelanja, mengelola keuangan, mengkomsumsi
obat)
Defisit perawatan diri seringkali disebabkan oleh: intoleransi aktifitas, hambatan mobilitas
fisik, nyeri, ansietas gangguan persepsi atau kognitif, depresi, ketidak berdayaan.
.
2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Ners
2.1.1 Subyektif
2.1.1.1 Menyatakan tidak ada keinginan mandi secara teratur
2.1.1.2 Perawatan diri harus dimotivasi
2.1.1.3 Menyatakan Bab/bak di sembarang tempat
2.1.1.4 Menyatakan tidak mampu menggunakan alat bantu makan

2.1.2 Obyektif
2.1.2.1 Tidak mampu membersihkan badan
2.1.2.2 Penampilan tidak rapi, pakaian kotor, tidak mampu berpakaian secara benar
2.1.2.3 Tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai, setelah melakukan toileting
2.1.2.4 Makan hanya beberapa suap dari piring/porsi tidak habis

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Predisposisi
2.2.1.1 Biologi
a) Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, Diturunkan melalui kromosom orangtua
(kromosom keberapa masih dalam penelitian). Diduga kromosom no.6 dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada anak yang kedua
orangtuanya tidak menderita, kemungkinan terkena penyakit adalah satu persen.
Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya menderita kemungkinan terkena
adalah 15%. Dan jika kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah 35
persen.
b) Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar 50%, sedangkan kembar
fraterna berisiko mengalami gangguan 15%

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
149

c) Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma, penurunan komsumsi oksigen
pada saat dilahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok,
alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen teratogenik. Anak
yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami
pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak.
d) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut
rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
e) Keadaan kesehatan secara umum: gangguan neuromuskuler, gangguan
muskuloskeletal, kelemahan dan kelelahan dan kecacatan,
f) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan trauma
kepala serta radiasi dan riwayat pengobatannya. Ketidakseimbangan dopamin
dengan serotonin neurotransmitter
g) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dan
riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak
2.2.1.2 Psikologis
a) Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang menyebabkan suplay
oksigen dan glukosa terganggu di mana lobus tersebut berpengaruh kepada proses
kognitif sehingga anak mempunyai intelegensi dibawah rata-rata dan
menyebabkan kurangnya kemampuan menerima informasi dari luar.
b) Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak mampu
berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal), gagap, riwayat kerusakan yang
mempunyai fungsi bicara, misalnya trauma kepala dan berdampak kerusakan pada
area broca dan area wernich.
c) Moral: Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu,
misalnya keluarga broken home, ada konflik keluarga ataupun di masayarakat
d) Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi
dan menutup diri
e) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
- Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang mengambil jarak dengan
anaknya, penilaian negatif yang terus menerus
- Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin
dan tidak berperasaan
- Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien
- Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga
- Kematian orang terdekat, adanya perceraian
- Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit terminal, sangat miskin
dan pengangguran, putus sekolah.
- Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat,
perilaku yang tidak matang, pikiran delusi, penyalahgunaan alkhohol
f) Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah, identitas diri tidak
jelas, krisis peran, gambaran diri negatif
g) Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya pernghargaan
h) Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang rendah, riwayat
gangguan perkembangan sebelumnya
i) Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk menyendiri

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
150

2.2.1.3 Sosial budaya


a) Usia: Ada riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
b) Gender: Riwaya ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
c) Pendidikan: pendidikan yang rendah dan riwayat putus sekolah atau gagal sekolah
d) Pendapatan: penghasilan rendah
e) Pekerjaan: stressfull dan berisiko tinggi
f) Status sosial: Tuna wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan kontak sosial,
misalnya pada lansia)
g) Latar belakang budaya: tuntutan sosial budaya tertentu adanya stigma masyarakat,
budaya yang berbeda (bahasa tidak dikenal
h) Agama dan keyakinan: Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin
i) Keikutsertaan dalam politik: Riwayat kegagalan berpolitik
j) Pengalaman sosial: perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana, kerusuhan.
Kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan ketidakutuhan keluarga
k) Peran sosial: isolasi sosial: khususnya usia lanjut, stigma negatif dari masyarakat,
praduga negatif dan stereotipi, perilaku sosial tidak diterima oleh masyarakat.

2.2.2 Presipitasi
2.2.2.1 Biologi
a. Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak (enchepalitis) atau
trauma kepala yang mengakibatkan lesi daerah frontal, temporal dan limbic
sehingga terjadi ketidakseimbangann dopamin dan serotonin neurotransmitter
b. Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan
BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa yang berdampak pada pemenuhan
glukosa di otak yang dapat mempengaruhi fisiologi otak terutama bagian fungsi
kognitif
c. Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas, kecacatan fisik, kanker
dan pengobatannya yang dapat menyebabkan perubahan penampilan fisik
d. Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos yang dapat mempengaruhi
metabolisme di otak sehingga mempengaruhi fisiologis otak
2.2.2.2 Psikologis
a. Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau kerusakan struktur di lobus frontal
dan terjadi suplay oksigen dan glukosa terganggu sehingga mempengaruhi
kemampuan dalam memahami informasi atau mengalami gangguan persepsi dan
kognitif
b. Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap, mengalami kerusakan yang
mempengaruhi fungsi bicara
c. Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi
moral: lingkungan keluarga yang broken home, konflik atau tinggal dalam
lingkungan dengan perilaku sosial yang tidak diharapkan
d. Konsep diri: Harga diri rendah, perubahan penampilan fisik, ideal diri tidak
realistik, gangguan pelaksanaan peran (konflik peran, peran ganda,
ketidakmampuan menjalankan peran, tuntutan peran tidak sesuai dengan usia)

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
151

e. Self kontrol: tidak mampu melawan dorongan untuk menyendiri dan


ketidakmampuan mempercayai orang lain
f. Motivasi: tidak mempunyai motivasi untuk melakukan aktivitas
g. Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan yang tinggi sampai
panik, menutup diri
2.2.2.3 Sosial budaya
a. Usia: Dalam enam bulan terakhir alami ketidaksesuaian tugas perkembangan
dengan usia, atau terjadi perlambatan dalam penyelesaian tugas perkembangan
atau regresi ketahap perkembangan sebelumnya
b. Gender: enam bulan terakhir alami ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran
gender (model peran negatif)
c. Pendidikan: dalam enam bulan terakhir mengalami putus sekolah dan gagal
sekolah
d. Pekerjaan : pekerjaan stressfull dan beresiko atau tidak bekerja (PHK)
e. Pendapatan: penghasilan rendah atau dalam enam bulan terakhir tidak mempunyai
pendapatan atau terjadi perubahan status kesejahteraan
f. Status sosial: Tuna wisma dan kehidupan isolasi, tidak mempunyai sistem
pendukung dan menarik diri
g. Agama dan keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan secara rutin.
Terdapat nilai-nilai sosial di masyarakat yang tidak diharapkan
h. Kegagalan dalam berpolitik: kegagalan dalam berpolitik
i. Kejadian sosial saat ini: perubahan dalam kehidupan: perang, bencana, kerusuhan,
tekanan dalam pekerjaan, kesulitan mendapatkan pekerjaan, sumber-sumber
personal yang tidak adekuat akibat perang, bencana
j. Peran sosial: Dalam enam bulan terakhir isolasi sosial, diskriminasi dan praduga
negatif, ketidakmampuan untuk mempercayai orang lain
2.2.2.4 Origin
Internal: Persepsi klien yang buruk tentang personal higiene, toileting, berdandan dan
berhias
Eksternal: Kurangnya dukungan sosial keluarga dan ketersediaan alat/fasilitas
2.2.2.5 Time
1) Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat
2) Stressor terjadi secara tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap
3) Stressor terjadi berulang kali dan antara satu stressor dengan stressor yang lain
saling berdekatan
2.2.2.6 Number
1) Sumber stress lebih dari satu (banyak)
2) Stress dirasakan sebagai masalah yang berat

2.2.3 Respons Terhadap Stresor (Tanda dan Gejala)


2.2.3.1 Kognitif
a) Mengatakan penolakan atau tidak mampu untuk membersihkan tubuh atau bagian
tubuh
b) Mengatakan malas melakukan perawatan diri
c) Kurang konsentrasi saat melakukan aktivitas

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
152

d) Bingung
e) Kerusakan / gangguan perhatian
f) Kesadaran menurun
g) Tidak bersedia melakukan defekasi dan urinasi tanpa bantuan
2.2.3.2 Afektif
a) Merasa malu, marah dan perasaan bersalah
b) Merasa tidak punya harapan
c) Merasa frustasi
2.2.3.3 Fisiologis
a) Ketidakseimbangan neurotransmitter dopamin dan serotonin
b) Peningkatan efinefrin dan non efinefrin
c) Peningkaan denyut nadi, TD, pernafasan jika terjadi kecemasan
d) Gangguan tidur
e) Kelemahan otot, kekakuan sendi
f) Adanya kecacatan
g) Badan kotor, bau, tidak rapi
2.2.3.4 Perilaku
a) Menggaruk badan
b) Banyak diam
c) Kadang gelisah
d) Hambatan kemampuan atau kurang minat dalam memilih pakaian yang tepat untuk
dikenakan
e) Tidak mampu melakukan defekasi atau urinasi pada tempat yang tepat
2.2.3.5 Sosial
1) Menarik diri dari hubungan sosial
2) Kadang menghindari kontak/aktivitas sosial

2.2.4 Sumber Koping


2.2.4.1 Personal ability
a) Tidak komunikatif dan cenderung menarik diri
b) Kesehatan umum klien, terdapat kecacatan,atau kelemahan otot
c) Ketidakmampuan mengambil keputusan dan memecahkan masalah
d) Kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak adekuat
e) Pengetahuan tentang masalah perawatan diri
f) Kurang mampu melakukan perawatan diri
g) Integritas ego yang tidak adekuat
2.2.4.2 Sosial Support
d) Tidak adanya orang terdekat yang mendukung keluarga, teman, kelompok
e) Hubungan antara individu, keluarga dan masyarakat tidak adekuat
f) Kurang terlibat dalam organisasi sosial
g) Adanya konflik nilai budaya
2.2.4.3 Material asset
a) Penghasilan individu atau keluarga yang tidak mencukupi
b) Sulit mendapatkan pelayanan kesehatan
c) Tidak memiliki pekerjaan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
153

d) Tidak punya uang untuk berobat, tidak ada tabungan


e) Tidak memiliki kekayaan dalam bentuk barang berharga
2.2.4.4 Positif belief
a) Tidak memiliki keyakinan dan nilai positif terhadap kesehatan
b) Tidak memilki motivasi untuk sembuh
c) Penilaian negatif tentang pelayanan kesehatan
d) Tidak menganggap apa yang dialami merupakan sebuah masalah
e)
3. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri

4. Diagnosa medis terkait


Schizofrenia, depresi

5. Tindakan Keperawatan
5.1 Tindakan Keperawatan Ners untuk klien
5.1.1 Individu : Sp 1-5 Defisit Perawatan Diri
5.1.1.1 Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat defisit perawatan diri serta
melatih klien merawat diri: mandi
a) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat defisit perawatan diri
b) Menjelaskan cara perawatan diri : mandi (tanyakan alasan tidak mau mandi,
berapa kali mandi dalam sehari, manfaat mandi, peralatan mandi, cara mandi yang
benar)
c) Melatih klien cara perawatan diri: mandi
d) Melatih klien memasukkan kegiatan berdandan dalam jadual kegiatan harian
5.1.1.2 Menjelaskan dan melatih klien perawatan kebersihan diri: berhias
a) Mendiskusikan tentang cara perawatan diri berdandan (alat yang dibutuhkan,
kegiatan berdandan, cara berdandan, waktu berdandan, manfaat berdandan,
kerugian jika tidak berdandan
b) Melatih cara berdandan
c) Melatih klien memasukkan kegiatan berdandan dalam jadual kegiatan harian
5.1.1.3 Melatih cara melakukan perawatan diri:makan/minum
a) Mendiskusikan cara perawatan diri; makan/minum (tanyakan alat-alat yang
dibutuhkan, cara makan minum, waktu makan minum, manfaat makan minum
dan kerugian jika tidak makan minum
b) Melatih cara perawatan diri: makan minum
c) Melatih klien memasukkan kegiatan makan/minum dalam jadwal kegiatan harian
5.1.1.4 Melatih cara melakukan perawatan diri: BAK/BAK
a) Mendiskusikan cara perawatan diri BAB/BAK (alat yang dibutuhkan, kegiatan
BAB/BAK, cara melakukan BAB/BAK yang benar, manfaat BAB/BAK yang
benar, kerugian jika BAB/BAK tidak benar).
b) Melatih cara perawatan diri: BAB/BAK
c) Melatih klien memasukkan kegiatan BAB/BAK dalam jadwal kegiatan harian.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
154

5.1.2 Keluarga
5.1.2.1 Menjelaskan masalah klien defisit perawatan diri
a) Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien defisit perawatan diri
b) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin yang terjadi pada klien
defisit perawatan diri
c) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien defisit
perawatan diri
d) Menganjurkan keluarga memutuskan untuk merawat klien defisit perawatan diri
5.1.2.2 Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien defisit perawatan diri
a) Menjelaskan cara merawat klien defisit perawatan diri
b) Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan
perawatan diri:mandi
c) Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan
perawatan diri:berdandan
d) Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan
perawatan diri:makan/minum
e) Menganjurkan, membimbing, dan memberi pujian kepada klien latihan perawatan
diri: Bab/Bak
5.1.2.3 Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi
klien defisit perawatan diri
a) Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
b) Mendiskusikan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
c) Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya merawat klien
5.1.2.4 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan.
a) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia
b) Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
c) Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
d) Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke pelayanan
kesehatan

5.1.3 Kelompok
1) Terapi Aktivitas Kelompok
2) Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga tentang Defisit Perawatan Diri

5.2 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


5.2.1 Terapi Individu : Behavior Therapi (terapi perilaku), Hasil penelitian y a n g
mendukung:
5.2.1.1 Parendrawati, Keliat dan Haryati (2008) menyatakan BT Token Ekonomi dapat
menurunkan tanda dan gejala defisit perawatan diri
5.2.1.2 Sari, Keliat danMustikasari (2008) menyatakan bahwa Aspek kemandirian klien
(aktivitas harian, aktivitas sosial, cara mengatasi masalah dan pengobatan) dalam
perawatan diri meningkat secara bermakna setelah mendapat intervensi defisit
perawatan diri.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
155

5.2.2 Terapi keluarga : Family Psychoeducation (FPE)


Hasil penelitian y a n g m e n d u k u n g :
1 ) Sari, Keliat dan Mustikasari (2009) menyatakan FPE dapat menurunkan
beban dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien
pasung dengan diagnosa Defisit perawatan diri
2 ) Gajali, Mustikasari, Putri (2014) Hasil ditemukan adanya peningkatan
kemampuan kognitif keluarga, peningkatan kemampuan psikomotor keluarga
dalam merawat pasien skizofrenia.

5.2.3 Terapi Kelompok : Suppotif

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
156

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN WAHAM

1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus
namun tidak sesuai dengan kenyataan ( Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni, 2012).

2. Pengkajian
2.1 Pengkajian Keperawatan Ners
Tanda dan Gejala klien dengan waham adalah sebagai berikut:
2.2.1 Subyektif
2.2.1.1 Mudah lupa atau sulit konsentrasi
2.2.1.2 Tidak mampu mengambil keputusan
2.2.1.3 Berpikir tidak realistis
2.2.1.4 Pembicaraan sirkumtansial

2.2.2 Obyektif
2.2.2.1 Bingung
2.2.2.2 Inkoheren
2.2.2.3 Flight of idea
2.2.2.4 Sangat waspada
2.2.2.5 Khawatir
2.2.2.6 Sedih berlebihan atau gembira berlebihan
2.2.2.7 Perubahan pola tidur
2.2.2.8 Kehilangan selera makan
2.2.2.9 Wajah tegang
2.2.2.10 Perilaku sesuai isi waham
2.2.2.11 Banyak bicara
2.2.2.12 Menentang atau permusuhan
2.2.2.13 Hiperaktif
2.2.2.14 Menarik diri
2.2.2.15 Tidak bisa merawat diri

2.2 Pengkajian Ners Spesialis


2.2.1 Faktor predisposisi
2.2.1.1 Biologis :
a) Genetik: Diturunkan melalui kromosom orangtua (kromosom keberapa masih
dalam penelitian). Diduga kromosom no.6 dengan kontribusi genetik tambahan
nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada anak yang kedua orangtuanya tidak menderita,
kemungkinan terkena penyakit adalah satu persen. Sementara pada anak yang
salah satu orangtuanya menderita kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika
kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah 35 persen. Kembar
indentik berisiko mengalami gangguan sebesar 50%, sedangkan kembar fraterna
berisiko mengalami gangguan 15%

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
157

b) Kelainan fisik: Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik. Neurotransmitter
dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin
c) Riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi trauma, penurunan oksigen
pada saat melahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok,
alkohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen teratogenik. anak
yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami
pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak. Anak yang dilahirkan dalam
lingkungan yang dingin sehingga memungkinkan terjadinya gangguan
pernapasan
d) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut
rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
e) Keadaan kesehatan secara umum: misalnya kurang gizi, kurang tidur, gangguan
irama sirkadian, kelemahan, infeksi, penurunan aktivitas, malas untuk mencari
bantuan pelayanan kesehatan
f) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat terkena infeksi dan trauma
serta radiasi dan riwayat pengobatannya
g) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dan
riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak
2.2.1.2 Psikologis
a) Intelegensi: riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan kurangnya suplay
oksigen terganggu dan glukosa sehingga mempengaruhi fungsi kognitif sejak kecil
b) Ketrampilan verbal
- Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga,
seperti : Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, komunikasi dengan
emosi berlebihan, komunikasi tertutup
- Adanya riwayat gangguan fungsi bicara, akibatnya adanya riwayat Stroke,
trauma kepala
- Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial pasien
c) Moral : Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu,
misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas.
d) Kepribadian: mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan menutup diri
e) Pengalaman masa lalu :
- Orangtua yang otoriter dan selalu membandingkan
- Konflik orangtua sehingga salah satu orang tua terlalu menyayangi anaknya
- Anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan
tak berperasaan
- Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya
- Mengalami penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien baik
sebagai korban, pelaku maupun saksi
- Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
f) Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas,
harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative
g) Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan
h) Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat
gangguan perkembangan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
158

i) Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya
suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan
2.2.1.3 Social kultural
a) Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai terutama pada mas kanak-
kanak
b) Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
c) Pendidikan : Pendidikan yang rendah, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah
d) Pendapatan : Penghasilan rendah, putus sekolah atau gagal sekolah
e) Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
f) Status sosial : Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
g) Latar belakang Budaya : Tuntutan sosial budaya seperti paternalistik dan adanya
stigma masyarakat, adanya kepercayaan terhadap hal-hal magis dan sihir serta
adanya pengalaman keagamaan
h) Agama dan keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin dan kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu
i) Keikutsertaan dalam politik: riwayat kegagalan dalam politik
j) Pengalaman sosial : Perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana, perang,
kerusuhan, perceraian dengan istri, tekanan dalam pekerjaan dan kesulitan
mendapatkan pekerjaan
k) Peran sosial: Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, stigma yang negatif dari
masyarakat, diskriminasi, stereotype, praduga negative

2.2.2 Faktor presipitasi


2.2.2.1 Nature
a) Faktor biologis : kurang nutrisi, Ada gangguan kesehatan secara umum (menderita
penyakit jantung, kanker, mengalami trauma kepala atau sakit panas hingga
kejang-kejang), sensitivitas biologi (terpapar obat atau racun, asbestosis, CO).
Gejala putus obat/alkhohol
b) Faktor psikologis : mengalami hambatan atau gangguan dalam ketrampilan
komunikasi verbal, ada kepribadian menutup diri dan ketidakmampuan
mempercayai orang lain dan mudah cemas atau panik, ada pengalaman masa lalu
tidak menyenangkan (misalnya: menjadi korban aniaya fisik, saksi aniaya fisik
maupun sebagai pelaku, trauma emosional, stimulasi tingkat rendah yang terus
menerus sehingga menimbulkan stres yang cukup berat dan menimbulkan atau
mengancam ego yang lemah, konsep diri yang negatif (harga diri rendah,
gambaran citra tubuh, keracuan identitas, ideal diri tidak realistis, dan gangguan
peran), kurangnya penghargaan, pertahanan psikologis rendah (ambang toleransi
terhadap stres rendah), self kontrol (pengalaman ketakutan yang direpresi)
c) Faktor social budaya : usia (lansia menjadi isolasi sosial atau depresi kehidupan
akhir), gender, pendidikan rendah/putus atau gagal sekolah, pendapatan rendah,
pekerjaan tidak punya, status social jelek (tidak terlibat dalam kegiatan di
masyarakat, latar belakang budaya, tidak dapat menjalankan agama dan keyakinan,
keikutsertaan dalam politik tidak bisa dilakukan, pengalaman sosial buruk, dan
tidak dapat menjalankan peran sosial.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
159

2.2.2.2 Origin
a) Internal : Klien gagal dalam mempersepsikan sesuatu yang diyakininya secara
benar.
b) Eksternal : Kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan kurang dukungan
kelompok/teman sebaya
2.2.2.3 Timing: stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-ulang/ terus
menerus atau muncul dalam waktu yang tidak tepat dan waktu munculnya saling
berdekatan
2.2.2.4 Number: Sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai masalah yang sangat
berat atau dengan kualitas yang tinggi

3. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Proses Pikir Waham

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan keperawatan Ners untuk klien
4.1.1 Tujuan, klien mampu
4.1.1.1 Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala serta akibat waham
4.1.1.2 Latihan orientasi realita: panggil nama, orientasi waktu, orang dan tempat/lingkungan
4.1.1.3 Minum obat dengan prinsip 6 benar minum obat, manfaat/keuntungan minum obat,
dan kerugian tidak minum obat.
4.1.1.4 Mengidentifikasi kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi akibat wahamnya, memenuhi
kebutuhan yang tidak terpenuhi.
4.1.1.5 Melakukan kegiatan/aspek positif yang dipilih

4.1.2 Tindakan
4.1.2.1 Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat waham serta melatih latihan
orientasi realita
a) Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab dan akibat waham
b) Menjelaskan cara mengendalikan waham dengan orientasi realita: panggil nama,
orientasi waktu, orang dan tempat/lingkungan.
c) Melatih klien orientasi realita: panggil nama, orientasi waktu, orang dan
tempat/lingkungan.
d) Melatih klien memasukan kegiatan orientasi realita dalam jadwal kegiatan harian.
4.1.2.2 Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6 benar minum obat,
manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak minum obat.
a. Menjelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis/nama obat, dosis,
frekwensi, cara, orang dan kontinuitas minum obat)
b. Mendiskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat dengan klien
c. Melatih klien cara minum obat secara teratur
d. Melatih klien memasukan kegiatan minum obat secara teratur kedalam jadwal
kegiatan harian.
4.1.2.3 Melatih cara pemenuhan kebutuhan dasar
a. Menjelaskan cara memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi akibat
wahamnya dan kemampuan memenuhi kebutuhannya.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
160

b. Melatih cara memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi akibat wahamnya
dan kemampuan memenuhi kebutuhannya.
c. Melatih klien memasukan kegiatan memenuhi kebutuhan kedalam jadwal kegiatan
harian.
4.1.2.4 Melatih kemampuan positif yang dimiliki
a. Menjelaskan kemampuan positif yang dimiliki klien
b. Mendiskusikan kemampuan positif yang dimiliki klien
c. Melatih kemampuan positif yang dipilih
d. Melatih klien memasukan kemampuan positif yang dimiliki dalam jadwal kegiatan
harian.

4.2 Tindakan keperawatan Ners untuk keluarga dengan klien waham


4.2.1 Tujuan: keluarga mampu
4.2.1.1 Mengenal masalah waham
4.2.1.2 Mengambil keputusan untuk merawat klien waham
4.2.1.3 Merawat klien waham
4.2.1.4 Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien waham
4.2.1.5 Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan klien waham dan
mencegah

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Menjelaskan klien waham
a) Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat klien waham.
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya waham
4.2.2.2 Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien waham
c) Mendiskusikan masalah dan akibat yang mungkin terjadi pada klien waham
d) Menganjurkan keluarga memutuskan merawat klien waham
4.2.2.3 Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien waham
a) Menjelaskan cara merawat klien waham
b) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan
orientasi realita
c) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk minum obat
dengan prinsip 6 benar
d) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk memenuhi
kebutuhan yang tidak terpenuhi karena waham dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan
e) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien untuk latihan
kemampuan positif yang dimiliki
4.2.2.4 Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang terapeutik bagi klien
waham
a) Mendiskusikan anggota keluarga yang terlibat dalam perawatan klien
b) Menjelaskan setting lingkungan rumah yang mendukung perawatan klien
c) Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lainnya dalam merawat
klien.
4.2.2.5 Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up, cara
rujukan kesehatan klien dan mencegah kekambuhan.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
161

a) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia


b) Menjelaskan kemungkinan klien relaps dan pencegahan relaps
c) Mengidentifikasi tanda-tanda relaps dan kemungkinan kambuh
d) Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk ke pelayanan kesehatan

4.3 Terapi Aktivitas Kelompok


Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas
Sesi 1, pengenalan orang
Sesi 2, pengenalan tempat
Sesi 3, pengenalan waktu

4.4 Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga tentang waham

4.5 Tindakan keperawatan Ners Spesialis

4.5.1 Tindakan Ners Spesialis untuk klien(individu) : Cognitive Behavior Therapy


- Sesi 1, Mengidentifikasi pikiran otomatis yang negatif serta akibat negatif pada
prilaku
- Sesi 2, Penggunaan tanggapan rasional terhadap pikiran negatif
- Sesi 3, Memodifikasi perilaku negatif menjadi positif dengan token
- Sesi 4, Mengevaluasi perkembangan pikiran, perilaku positif dan manfaat terapi
- Sesi 5, Menjelaskan pentingnya psikofarmaka dan terapi modalitas untuk
mencegah kekambuhan dan mempertahankan serta membudayakan pikiran positif
dan prilaku positif.

4.5.2 Tindakan keperawatan Spesialis untuk keluarga : Family Psikoeducation (FPE)


- Sesi 1, Identifikasi masalah keluarga dalam merawat klien dan masalah pribadi
Care giver
- Sesi 2, Perawatan Klien oleh Keluarga
- Sesi 3, Manajemen Stress oleh Keluarga
- Sesi 4, Manajemen Beban Keluarga
- Sesi 5, Pemberdayaan Komunitas Membantu Keluarga

4.5.3 Tindakan keperawatan Spesialis untuk kelompok : Therapy Supportif


- Sesi 1, Mengidentifikasi kemampuan keluarga dan sumber pendukung yang ada
- Sesi 2, Menggunakan sistem pendukung dalam keluarga, monitor dan
hambatannya
- Sesi 3, Menggunakan sistem pendukung diluar keluarga, monitor dan hambatanya
- Sesi 4, Evaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
162

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


RISIKO BUNUH DIRI

1. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari untuk mengakhiri kehidupan individu secara
sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati (Yosep, 2007). Bunuh diri
menurut Edwin Schneidman dalam Kaplan 2010 adalah tindakan pembinasaan yang disadari
dan ditimbulkan diri sendiri, dipandang sebagai malaise multidimensional pada kebutuhan
individual yang menyebabkan suatu masalah di mana tindakan yang dirasakan sebagai
pemecahan yang terbaik.
Bunuh diri berhubungan dengan kebutuhan yang dihalangi atau tidak terpenuhi, perasaan
ketidakberdayaan, keputusasaan, konflik ambivalen antara keinginan hidup dan tekanan
yang tidak dapat ditanggung, menyempitkan pilihan yang dirasakan dan kebutuhan
meloloskan diri; orang bunuh diri menunjukkan tanda-tanda penderitaan (Kaplan &
Saddock, 2010)

2. Tanda dan gejala


Risiko bunuh diri diekspresikan melalui perilaku yang muncul, meliputi:
2.1. Isyarat
Perilaku ini ditunjukkan dengan perilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri. Pada
kondisi ini mungkin klien sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan
perasaan bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal
negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2.1.1. Tanda dan gejala Isyarat Bunuh Diri Subyektif
Klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan
ancaman dan percobaan bunuh diri
2.1.1.1. “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan
lebih baik tanpa saya.”
2.1.1.2. Mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak
berdaya.
2.1.1.3. Mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri
rendah
2.1.2. Tanda dan gejala Isyarat Bunuh Diri Obyektif
Sedih, murung, marah, menangis, banyak diam, kontak mata kurang, emosi labil, tidur
kurang.

2.2. Ancaman
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri hidupnya dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai
percobaan bunuh diri.
2.2.1. Tanda dan gejala ancaman bunuh diri subyektif:
2.2.1.1. Ungkapan ingin mati diucapkan oleh pasien berisi keinginan untuk mati

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
163

2.2.1.2. Ungkapan rencana untuk mengakhiri kehidupan


2.2.1.3. Ungkapan dan tindakan menyiapkan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.
2.2.2. Tanda dan gejala ancaman bunuh diri obyektif
Banyak melamun, menyiapkan alat untuk rencana bunuh diri, gelisah, mudah emosi, sedih,
murung, menangis, jalan mondar-mandir

2.3. Percobaan
Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri
kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
2.3.1. Tanda dan gejala percobaan bunuh diri subyektif:
2.3.1.1. “Saya mau mati!”
2.3.1.2. “Jangan tolong saya!”
2.3.1.3. “Biarkan saya!”
2.3.1.4. “Saya tidak mau ditolong!”
2.3.2. Tanda dan gejala percobaan bunuh diri obyektif
Klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi,
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi, membenturkan kepala, dan emosi labil.

3. Diagnosa keperawatan: Risiko bunuh diri

4. Tindakan Keperawatan pada klien percobaan bunuh diri

Tindakan keperawatan ini bertujuan agar klien tetap aman dengan tidak menciderai diri
sendiri dan dapat melatih cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri dengan membuat
daftar aspek positif diri sendiri.

4.1. Tindakan Keperawatan generalis


4.1.1. Tindakan Keperawatan generalis pada klien:

4.1.1.1. Mengidentifikasi beratnya masalah risiko bunuh diri: isarat, ancaman, percobaan
(jika percobaan segera rujuk)
4.1.1.2. Mengidentifikasi benda-benda berbahaya dan mengamankannya (lingkungan
aman untuk pasien)
4.1.1.3. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek positif
diri sendiri, latihan afirmasi/berpikir aspek positif yang dimiliki
4.1.1.4. Latihan cara mengendalikan diri dari dorongan bunuh diri: buat daftar aspek positif
keluarga dan lingkungan, latih afirmasi/berpikir aspek positif keluarga dan
lingkungan
4.1.1.5. Mendiskusikan harapan dan masa depan
4.1.1.6. Mendiskusikan cara mencapai harapan dan masa depan
4.1.1.7. Melatih cara-cara mencapai harapan dan masa depan secara bertahap
4.1.1.8. Melatih tahap kedua kegiatan mencapai masa depan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
164

4.1.2. Tindakan Keperawatan generalis pada keluarga klien Percobaan Bunuh diri
Tindakan keperawatan ini bertujuan agar keluarga berperan serta merawat dan melindungi
anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri dan pada tahapan lebih lanjut
mampu mengenal tanda gejala dan proses terjadinya resiko bunuh diri. Tindakan
keperawatan ini meliputi:
4.1.2.1. Mendiskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien
4.1.2.2. Menjelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya risiko bunuh diri
(gunakan booklet)
4.1.2.3. Menjelaskan cara merawat risiko bunuh diri
4.1.2.4. Melatih cara memberikan pujian hal positif pasien, memberi dukungan pencapaian
masa depan
4.1.2.5. Melatih cara memberi penghargaan pada pasien dan menciptakan suasana
4.1.2.6. positif dalam keluarga: tidak membicarakan keburukan anggota keluarga
4.1.2.7. Bersama keluarga berdiskusi dengan pasien tentang harapan masa depan
serta langkah- langkah mencapainya
4.1.2.8. Bersama keluarga berdiskusi tentang langkah dan kegiatan untuk mencapai harapan
masa depan
4.1.2.9. Menjelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan

4.1.3. Terapi Generalis Aktivitas Kelompok (TAK)


4.1.3.1. Terapi kelompok yang dapat dilakukan untuk pasien dengan resiko bunuh diri adalah:
TAK stimulasi persepsi untuk harga diri rendah, meliputi kegiatan mengidentifikasi
kemampuan/hal positif pada diri dan melatih kemampuan/hal positif pada diri
4.1.3.2. Pendidikan kesehatan pada kelompok keluarga klien Resiko bunuh diri

4.2. Intervensi Spesialis


4.2.1. Cognitive Therapy
4.2.2. Cognitive Behavior Therapy
4.2.3. Terapi supportif
4.2.4. Family Psychoeducation (FPE)

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
165

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KERUSAKAN KOMUNIKASI VERBAL

1. Pengertian
Kerusakan komunikasi verbal adalah penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan
untuk menerima, memproses pesan (stimulus) yang diterima dan tidak mampu memberi
respons yang sesuai karena kerusakan sistem di otak. Pasien memperlihatkan cara
berkomunikasi yang tidak sesuai dengan stimulus dari luar, jawaban tidak sesuai dengan
realitas. Kerusakan komunikasi verbal pada umumnya terdapat pada pasien dengan
gangguan jiwa yang mengalami gangguan proses pikir (waham dan halusinasi) . Untuk
mengkaji pasien dengan kerusakan komunikasi verbal saudara dapat menggunakan
wawancara dan observasi kepada pasien dan keluarga

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat melalui wawancara, observasi, maka perawat dapat
merumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut: Kesiapan peningkatan perkembangan
usia sekolah

3. Pengkajian
3.1 Pengkajian Ners
3.2 Pengkajian Ners Spesialis
3.2.1 Faktor predisposisi
3.2.1.1 Biologis :
a. Riwayat keturunan
b. Riwayat kelainan fisik: Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik.
Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin
c. Riwayat trauma
d. Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB, rambut
rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
e. Keadaan kesehatan secara umum: Berhubungan dengan iskemia lobus temporal
atau fontal : penyakit Alzheimer, kerusakan otak (trauma kepala), tumor (kepala,
leher atau medulla spinalis), hipoksisa kronis/penurunan aliran darah serebral,
Quadriplegi, penyakit SSD (misal: miastenia gravis, multiplesklerosis atau distrofi
otot), paralisis pita suara, trauma oral atau trauma fasial, cedera serebrovaskular.
Dan afasia ekspresif dan reseptif
f. Berhubungan dengan gangguan berpikir, pikiran tidak realistis sekunder terhadap
skizofrenik, delusi, psikotik atau paranoid.
g. Berhubungan dengan hambatan kemampuan untuk menghasilkan suara akibat:
gangguan pernapasan, edema/infeksi laring, deformitas oral, sumbing bibir, fraktur
rahang, kehilangan gigi dan disartria.
h. Defek anatomi (misalnya: celah palatum, perubahan pada sistem neuromuskuler
visual, sistem pendengaran atau pita suara), Sensitivitas biologi: penurunan
sirkulasi ke otak akibat tumor otak dan efek samping pengobatan
i. Hambatan fisik: trakeostomi, intubasi

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
166

j. Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan dan
riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu fisiologi otak
3.2.1.2 Psikologis
a. Intelegensi: riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan kurangnya suplay
oksigen terganggu dan glukosa sehingga mempengaruhi fungsi kognitif sejak kecil
misalnya: mental retardasi (IQ rendah)
b. Ketrampilan verbal
- Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga,
seperti : Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, komunikasi dengan
emosi berlebihan, komunikasi tertutup,
- Adanya riwayat gangguan fungsi bicara, akibatnya adanya riwayat Stroke,
trauma kepala
- Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial pasien
d. Moral : Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral individu,
misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas.
e. Kepribadian: mudah kecewa, mudah marah, kecemasan tinggi, mudah putus asa
dan menutup diri
f. Pengalaman masa lalu :
 Orangtua yang otoriter dan selalu membandingkan
 Konflik orangtua sehingga salah satu orang tua terlalu menyayangi anaknya
 Anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan
tak berperasaan
 Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya
 Mengalami penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien baik
sebagai korban, pelaku maupun saksi
 Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
g. Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak jelas,
harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative
h. Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan
i. Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat
gangguan perkembangan
j. Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya
suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan
3.2.1.3 Social cultural
a. Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
b. Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
c. Pendidikan : Pendidikan yang rendah, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah
d. Pendapatan : Penghasilan rendah
e. Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
f. Status sosial : Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
g. Agama dan keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin dan kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu
h. Keikutsertaan dalam politik: riwayat kegagalan dalam politik

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
167

i. Pengalaman sosial : Perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana, perang,


kerusuhan, perceraian dengan istri, tekanan dalam pekerjaan dan kesulitan
mendapatkan pekerjaan
j. Peran sosial: Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, stigma yang negatif dari
masyarakat, diskriminasi, stereotype, praduga negative
k. Latar belakang Budaya : Tuntutan sosial budaya seperti paternalistik dan adanya
stigma masyarakat, adanya kepercayaan terhadap hal-hal magis dan sihir serta
adanya pengalaman keagamaan

3.2.2 Faktor presipitasi


3.2.2.1 Nature
a. Faktor biologis : kurang nutrisi, Ada gangguan kesehatan secara umum (menderita
tumor otak), Adanya hambatan fisik dalam berkomunikasi (trakeostomi, intubasi,
pelemahan sistem muskuloskeletal), sensitivitas biologi (efek samping obat).
Defek anatomi (misalnya: celah palatum, perubahan nuromuskuler pada sistem
penglihatan, pendengaran dan aparatus fonatori)
b. Faktor psikologis : ada penurunan sirkulasi otak. Pengalaman masa lalu:
ketidakmampuan mempercayai orang lain. Kepribadian: mudah cemas sampai
dengan panik. Konsep diri: pemikiran yang tidak realistis tentang dirinya,
perubahan harga diri. Self kontrol: kurang mampu mengendalikan emosi, mudah
mengalami stres. Moral: kendala lingkungan atau kurang informasi. Kondisi
psikologis: kurang stimulasi/stimulus. Perubahan persepsi
c. Faktor social budaya : usia: regresi ke tahap perkembangan sebelumnya akibat
tidak dapat menyelesaikan tugas perkembangan. Perbedaan yang berhubungan
dengan usia perkembangan. Status sosial: menarik diri. Perbedaan budaya.
Pengalaman sosial: ketiadaan orang terdekat
3.2.2.2 Origin
a. Internal : Persepsi individu tentang kondisi dirinya yang tidak baik, misalnya tidak
menyadar atau merasakan biasa saja atas gangguan kesehatan yang dialami.
b. Eksternal : Kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan kurang dukungan
kelompok/teman sebaya terutama yang berhubungan dengan kondisinyan yang
sekarang
3.2.2.3 Timing: stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-ulang/ terus
menerus
3.2.2.4 Number: Sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai masalah yang sangat
berat

3.2.3 Penilaian terhadap stresor


3.2.3.1 Kognitif :
a. Mengungkapkan kata-kata simbolik bagi individu (neologisme)
b. Mengungkapkan kata-kata tidak bermakna, tidak sesuai dengan konteks
(Skizofasia)
c. Mengungkapkan kata-kata berirama tetapi tidak bermakna (kaitan bunyi)
d. Mengungkapkan kata-kata yang menunjukkan pemikiran konkret
(ketidakmampuan berpikir abstraks)

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
168

e. Disorientasi orang, ruang dan waktu


3.2.3.2 Afektif : Tidak spesifik, reaksi kecemasan secara umum, kegembiraan yang
berlebihan, kesedihan yang berlarut dan takut yang berlebihan, curiga yang berlebihan
dan defensif sensitive
3.2.3.3 Fisiologis: napas pendek, defisit artikulasi atau perencanaan motorik, penglihatan
menurun
3.2.3.4 Perilaku
a. Ekspresi wajah tidak tepat
b. Tidak sesuai atau tidak ada berbicara atau respons
c. Kerusakan kemampuan untuk berbicara
d. Tidak cocok antara pesan verbal dengan non verbal
e. Bicatra berbata-bata, lambat
f. Masalah dalam mendapatkan atau memilih kata-kata yang benar dalam berbicara
g. Suara lemah atau tidak ada
h. Tidak bicara (mutisme)
i. Pengulangan kata-kata yang didengar (ekolalia)
j. Kontak mata kurang baik (baik tidak ada kontak mata maupun terus menerus
menatap mata orang lain yang tidak berbicara dengan klien)
3.2.3.5 Social
a. Sulit berbicara atau tidak dapat berbicara
b. Ketidakmampuan berbicara dalam bahasan pemberian asuhan
c. Ketifakmampuan menggunakan ekspresi tubuh dan wajah
d. Ketidaktepatan verbalisasi
e. Defisit visual parsial, pelo
f. Menolak berbicara
g. Menolak kehaditan orang lain
h. Kesulitan menyusun kata-kata dan menyusun kalimat
i. Menariki diri
j. Acuh terhadap lingkungan dan tidak mempunyai minat untuk berbicara

3.2.4 Sumber Koping


3.2.4.1 Personal ability : Ketidakmampuan memecahkan masalah, ada gangguan dari
kesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, pengetahuan
tentang penyakit dan intelegensi yang rendah, identitas ego yang tidak adekuat.
3.2.4.2 Social support : Hubungan antara individu, keluarga, kelompok, masyarakat tidak
adekuat, komitmen dengan jaringan sosial tidak adekuat
3.2.4.3 Material asset : Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros atau sangat
pelit, tidak mempunyai uang untuk berobat, tidak ada tabungan, tidak memiliki
kekayaan dalam bentuk barang, tidak ada Jamkesmas, SKTM, ASKES, ansursnasi
kesehatan lain. Tidak ada pelayanan kesehatan dekat tempat tinggal
3.2.4.4 Positif belief : Distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian negatif terhadap
pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
169

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan untuk pasien
4.1.1 Tujuan
4.1.1.1 Pasien dapat membina hubungan saling percaya
4.1.1.2 Pasien memahami ketidakmampuannya berkomunikasi secara efektif
4.1.1.3 Pasien mampu menerima dan menginterpretasikan pesan orang lain secara efektif
4.1.1.4 Pasien mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara tepat melalui komunikasi
verbal
4.1.1.5 Melatih pasien mengekspresikan pikiran dan perasaan secara non verbal
4.1.1.6 Pasien mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui komunikasi non

4.12 Tindakan Keperawatan


4.12.1 Bina hubungan saling percaya
4.12.2 Selalu mengucapkan salam pada pasien
4.12.3 Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan saudara, serta sampaikan bahwa
saudara akan merawat pasien
4.12.4 Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya
4.12.5 Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan
4.12.6 Jelaskan pula kapan aktivitas itu akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut dilakukan
4.12.7 Bersikap empati dengan pasien
4.12.8 Diskusikan dengan pasien bahwa komunikasi pasien sulit dimengerti
4.12.9 Melatih pasien menerima dan menginterpretasikan pesan secara efektif.
4.12.10Melatih pasien mengekspresikan perasaan dan pikiran secara verbal

4.2 Tindakan keperawatan yang ditujukan untuk keluarga


4.2.1 Tujuan
4.2.1.1 Keluarga mampu mengenal masalah kerusakan komunikasi yang dialami pasien.
4.2.1.2 Keluarga mengetahui proses terjadinya kerusakan komunikasi verbal
4.2.1.3 Keluarga mampu merawat pasien di rumah
4.2.1.4 Keluarga mampu memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat

4.2.2 Tindakan
4.2.2.1 Diskusikan dengan keluarga tentang masalah yang dirasakan keluarga
4.2.2.2 Diskusikan dengan keluarga tentang proses terjadinya kerusakan komunikasi yang
dialami pasien.
4.2.2.3 Diskusikan bersama keluarga tentang Cara berkomunikasi dengan pasien dengan
kerusakan komunikasi di rumah
4.2.2.4 Teknik komunikasi yang bisa diterapkan oleh keluarga
4.2.2.5 Latih keluarga menerapkan teknik komunikasi
4.2.2.6 Menyatakan ulang untuk situasi blocking
4.2.2.7 Memfokuskan untuk ide berloncatan
4.2.2.8 Mengklarifikasi untuk tangensial
4.2.2.9 Memvalidasi untuk komunikasi yang tidak jelas

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
170

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KETIDAKEFEKTIFAN MANAGEMENT KESEHATAN

1. Pengertian
Ketidak efektifan management kesehatan adalah suatu pola pengaturan dan integrasi regimen
terapeutik kedalam kehidupan sehari-hari untuk pengobatan penyakit atau gejala sisa dari
penyakit yang tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan yang spesifik (NANDA,
2015)

2. Diagnosis Medis terkait


 Skizofrenia
 Tuberculosis

3. Pengkajian
3.1 Fakor Predisposisi dan Presipitasi
3.1.1 Biologis : Riwayat masuk RS sebelumnya, berapa kali dirawat, riwayat pengobatan
sebelumnya, riwayat minum obat, teratur atau tidak minum obat, kapan terakhir
minum obat, riwayat kejang, jatuh/trauma, riwayat penggunaan NAPZA/penggunaan
obat halusinogen, riwayat anggota keluarga dengan gangguan jiwa
3.1.2 Social cultural : Riwayat pendidikan, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah,
riwayat pekerjaan, kecukupan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan, siapa yang
menanggung biaya hidup selama dirawat, tinggal dengan siapa, berapa saudara, siapa
orang yang paling berarti, apakah pernah mengalami kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, kehilangan harta benda, penolakan dari masyarakat
3.1.3 Psikologis : perasaan klien setelah perawatan, komentar negatif orang-orang di
sekitarnya, peran yang terganggu akibat dirawat, pengalaman tidak menyenangkan,
kepribadian klien misalnya mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan
menutup diri, konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri
tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative. Motivasi: riwayat
kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan. Pertahanan psikologi: ambang
toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat gangguan perkembangan. Self
control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya suara,
rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan.

3.2 Penilaian terhadap stressor


3.2.1 Kognitif : tidak dapat memfokuskan pikiran, mudah lupa, tidak mampu mengambil
keputusan, tidak mampu memecahkan masalah, tidak dapat berfikir logis, inkoheren,
disorientasi, blocking, daya tilik diri jelek, mendengar suara-suara, melihat bayangan
atau sinar, mendengar suara hati, menghidu bau-bauan, merasakan rasa pahit, asam,
asin di lidah, merasakan sensasi tidak nyaman dikulit, ambivalen, sirkumstansial,
flight of idea, tidak mampu mengontrol PK, punya pikiran negatif terhadap stressor,
mendominasi pembicaraan
3.2.2 Afektif : senang, sedih, merasa terganggu, marah, ketakutan, khawatir, merasa
terbelenggu, afek datar/ tumpul, afek labil, marah, kecewa, kesal, curiga, mudah
tersinggung

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
171

3.2.3 Fisiologis : sulit tidur, kewaspadaan meningkat, tekanan darah meningkat, denyut nadi
meningkat, frekuensi pernafasan meningkat, muka tegang, keringat dingin, pusing,
kelelahan/keletihan
3.2.4 Perilaku : Berbicara dan tertawa sendiri, Berperilaku aneh sesuai dengan isi
halusinasi, menggerakkan bibir/komat kamit, menyeringai, diam sambil menikmati
halusinasinya, perilaku menyerang, kurang mampu merawat diri, memalingkan muka
ke arah suara, menarik diri
3.2.5 Sosial : tidak tertarik dengan kegiatan sehari-hari, tidak mampu komunikasi secara
spontan, acuh terhadap lingkungan, tidak dapat memulai pembicaraan, tidak dapat
mempertahankan kontak mata, menarik diri.

3.3 Sumber koping


3.3.1 Personal ability : kemampuan apa yang sudah dilakukan, kemampuan yang sudah
dilatih. Kemampuan yang seharusnya dimiliki klien :
- Menghardik halusinasi
- Minum obat
- Bercakap-cakap
- Melakukan aktivitas terjadwal
3.3.2 Social support : caregiver klien, kemampuan caregiver / keluarga dalam merawat,
kelompok/peer group dengan penyakit yang sama, kader kesehatan jiwa di lingkungan
tempat tinggal.
3.3.3 Material asset : finansial : pekerjaan klien sebelum dirawat, penghasilan sebelum
dirawat, siapa yang menanggung biaya berobat klien, apakah memiliki tabungan,
jaminan kesehatan yang digunakan
Yankes : jika kontrol/kambuh berobat kemana, fasilitas pelayanan kesehatan yang
terdekat dengan tempat tinggal.
3.3.4 Positif belief : keyakinan terhadap kesembuhan diri sendiri dan keyakinan terhadap
petugas kesehatan

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Kaji pengetahuan klien terhadap regimen (pengobatan)
4.1.2 Evaluasi pengetahuan klien mengenai resiko jika tidak patuh terhadap tindakan
yang telah dicanangkan bersama
4.1.3 Kaji koping klien dan keluarga terhadap keberlanjutan proses perawatan
4.1.4 Siapkan jadwal klien untuk kontrol ulang
4.1.5 Siapkan Jadwal harian tindakan perawatan dan yang harus dila
4.1.6 Discuss signs and symptoms of rejection
4.1.7 Discuss appropriate family activities
4.1.8 Refer parents to support group
4.1.9 Refer patient and family to transplant social worker for psychosocial
evaluation and support.
4.1.10 Offer communication tools to family
4.1.11 Discuss consequences of inappropriate behavior

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
172

4.2 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.2.1 Individu: ACT, CT,CBT
4.2.2 Keluarga: Family Psicho Education
4.2.3 Kelompok: Supportive Therapy, Sefl Help Group

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
173

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


KETIDAKPATUHAN (NON-COMPLIANCE)

1. Definisi/Pengertian
Diagnosa ketidakpatuhan merupakan bagian dari domain diagnosa promosi kesehatan dan
manajemen kesehatan. Ketidakpatuhan dapat diartikan sebagai Perilaku pasien dan atau
caregiver yang gagal menepati/mengikuti arahan mengenai proses promosi kesehatan dan
rencana terapeutik yang sudah di setujui bersama dengan perawat dan atau profesi kesehatan
lainnya pada saat awal intervensi. Ketidakpatuhan dapat bersifat tidak patuh sebagian atau
tidak patuh sepenuhnya pada rencana terapeutik yang disusun, sebagai dampaknya proses
terapeutik yang tidak dipatuhi dapat menghasilkan luaran yang tidak efektif sebagian atau
bahkan sama sekali tidak efektif (Nanda, 2015).

2. Diagnosis
2.1 Diagnosis Keperawatan: Ketidakpatuhan (Non-Compliance)
2.2 Diagnosis Medis yang Berkaitan: Skizofrenia Paranoid, Bipolar

3. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya ketidakpatuhan dan adanya
tanda dan gejela yang muncul dari diagnosis ketidakpatuhan yang mauncul baik itu pada
pasien maupun pada caregiver
3.1 Penyebab
3.1.1 Gejala yang kambuh berulang
3.1.2 Kegagalan mencapai hasil perawatan yang di rencanakan/diinginkan
3.1.3 Perilaku tidak patuh
3.1.4 Melewatkan tanggal kontrol yang di jadwalkan

3.2 Tanda Gejala


3.2.1 Berhubungan dengan fasilitas kesehatan
3.2.1.1 Akses yang tidak adekuat ke fasilitas kesehatan
3.2.1.2 Komunikasi yang tidak efektif dari penyedia layanan kesehatan
3.2.1.3 Tidak adanya asuransi kesehatan
3.2.1.4 Rendahnya kemapuan tenaga kesehatan dalam mengedukasi klien
3.2.1.5 Rendahnya kepuasan terhadap layanan kesehatan
3.2.1.6 Kredibilitas Pelayanan kesehatan yang rendah
3.2.1.7 Rendahnya tingkat pelayanan berkelanjutan dari fasilitas kesehatan

3.2.2 Berhubungan dengan perencanaan proses perawatan


3.2.2.1 Regimen terapeutik yang kompleks
3.2.2.2 Hambatan keuangan
3.2.2.3 Biaya regimen yang mahal
3.2.2.4 Intensitas regimen
3.2.2.5 Durasi regimen yang panjang

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
174

3.2.3 Individu
3.2.3.1 Tidak sesuai dengan budaya
3.2.3.2 Tidak sesuai dengan keyakinan
3.2.3.3 Kurangnya pengetahuan tentang regimen terapeutik
3.2.3.4 kurangnya motivasi
3.2.3.5 kurangnya kemampuan untuk menampilkan regimen terapeutik
3.2.3.6 Kurangnya dukungan sosial
3.2.3.7 Keyakinan spiritual yang tidak sesuai
3.2.3.8 Nilai-nilai yang tidak sesuai dengan proses regimen terapeutik

3.2.4 Sosial
3.2.4.1 Rendahnya nilai sosial terhadap rencana regimen terapeutik
3.2.4.2 Rendahnya dukungan sosial terhadap anggota grupnya
3.2.4.3 Persepsi orang yang penting bagi klien berlainan dengan proses regimen terapuetik
yang direncakan

3.3 Faktor predisposisi dan presipitasi


3.3.1 Biologis : Riwayat masuk RS sebelumnya, berapa kali dirawat, riwayat pengobatan
sebelumnya, riwayat minum obat, teratur atau tidak minum obat, kapan terakhir
minum obat, riwayat kejang, jatuh/trauma, riwayat penggunaan NAPZA/penggunaan
obat halusinogen, riwayat anggota keluarga dengan gangguan jiwa
3.3.2 Social cultural : Riwayat pendidikan, riwayat putus sekolah dan gagal sekolah,
riwayat pekerjaan, kecukupan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan, siapa yang
menanggung biaya hidup selama dirawat, tinggal dengan siapa, berapa saudara, siapa
orang yang paling berarti, apakah pernah mengalami kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, kehilangan harta benda, penolakan dari masyarakat
3.3.3 Psikologis : perasaan klien setelah perawatan, komentar negatif orang-orang di
sekitarnya, peran yang terganggu akibat dirawat, pengalaman tidak menyenangkan,
kepribadian klien misalnya mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan
menutup diri, konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri
tak jelas, harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative. Motivasi: riwayat
kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan. Pertahanan psikologi: ambang
toleransi terhadap stres rendah dan adanya riwayat gangguan perkembangan. Self
control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang, misalnya suara,
rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan.

4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan Keperawatan Ners
4.1.1 Kaji pengetahuan klien terhadap regimen (pengobatan)
4.1.2 Evaluasi pengetahuan klien mengenai resiko jika tidak patuh terhadap tindakan yang
telah dicanangkan bersama
4.1.3 Kaji koping klien dan keluarga terhadap keberlanjutan proses perawatan
4.1.4 Siapkan jadwal klien untuk kontrol ulang
4.1.5 Siapkan Jadwal harian tindakan perawatan dan yang harus dilakukan
4.1.6 Discuss signs and symptoms of rejection

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
175

4.1.7 Discuss appropriate family activities


4.1.8 Refer parents to support group
4.1.9 Refer patient and family to transplant social worker for psychosocial evaluation and
support
4.1.10 Offer communication tools to family
4.1.11 Discuss consequences of inappropriate behavior

4.2 Tindakan Keperawatan Ners Spesialis


4.2.1 Individu: ACT, CT,CBT
4.2.2 Keluarga: Family Psicho Education
4.2.3 Kelompok: Supportive Therapy, Sefl Help Group

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
176

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN


PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Keadaan dimana seseorang menunjukkan perilaku yang aktual melakukan kekerasan yang
ditujukan pada diri sendiri/ orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada
lingkungan.

2. Karakteristik
2.2 Fisik
2.2.1 Mata melotot/ pandangan tajam
2.2.2 Tangan mengepal
2.2.3 Rahang mengatup
2.2.4 Wajah memerah
2.2.5 Postur tubuh kaku
2.3 Verbal
2.3.1 Mengancam
2.3.2 Mengumpat dengan kata-kata kotor
2.3.3 Suara keras
2.3.4 Bicara kasar, ketus
2.4 Perilaku
2.4.1 Menyerang orang lain
2.4.2 Melukai diri sendiri/ orang lain
2.4.3 Merusak lingkungan
2.4.4 Amuk/ agresif

3. Faktor yang berhubungan


3.1 Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
3.2 Stimulus lingkungan
3.3 Konflik interpersonal
3.4 Status mental
3.5 Putus obat
3.6 Penyalahgunaan narkoba/ alkoholik

4. Diagnosa : Perilaku Kekerasan


5. Intervensi Generalis
Rentang Tindakan Keperawatan dalam manajemen Agresif
Strategi Prevensi Strategi antisipasi Strategi pembatasan gerak

1. Kesadaran diri 4. Komunikasi 8. Manajemen krisis


2. Pendidikan kesehatan/ 5. Perubahan lingkungan 9. Pengasingan
Manajemen perilaku 6. Tindakan perilaku 10.Pengekangan
Kekerasan 7. Psikofarmaka
3. Latihan asertif

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
177

5.1 Kesiapan Perawat


5.1.1 Sadar perasaan sendiri
5.1.2 Yakin klien dapat belajar ungkapan marah yang benar
5.1.3 Hangat, tegas, menerima, tetap tenang dan kalem
5.1.4 Sikap dan suasana hubungan kerja yang akrab

5.2 Pendidikan kesehatan/ manajemen perilaku kekerasan


5.2.1 Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
5.2.2 Mengidentifikasi tanda/ gejala perilaku kekerasan/ marah
5.2.3 Memperagakan/ demontrasi cara lama jika marah
5.2.4 Mengidentifikasi cara baru yang konstruktif
5.2.5 Mendemonstrasikan cara baru yang konstruktif
5.2.6 Melatih cara baru pada situasi yang nyata

5.3 Latihan Asertif


5.3.1 Prinsip
5.3.1.1 Berkomukasi langsung pada orang lain
5.3.1.2 Mengatakan tidak untuk hal yang tidak beralasan (logis)
5.3.1.3 Mampu mengungkapkan keluhan
5.3.1.4 Mengungkapkan penghargaan/ pujian

5.3.2 Pelaksanaan Asertif


1) Bahasa tubuh
 Mempertahankan kontak mata
 Mempertahankan posisi tubuh (berhadapan dan tegak)
 Berbicara dengan tegas
 Nada suara tegas
 Ekspresi wajah dan sikap tubuh untuk penekanan
2) Pendengar
 Mempersiapkan diri
 Mendengarkan
 Mengklarifikasi
 Mengakui
3) Percakapan
 Atur lingkungan bicara
 Menetapkan topik pembicaraan
 Mengekspresikan perasaan
 Mengekspresikan permintaan
 Membuat orang lain melakukan kebutuhan kita

5.4 Tindakan Komunikasi


5.5 Bicara dengan lembut
5.6 Nada rendah
5.7 Tidak membalas suara keras

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
178

5.8 Gunakan kalimat pendek dan simpel


5.9 Hindarkan tertawa dan senyum tidak pada tempatnya
5.10 Katakan anda siap membantu
5.11 Beri kesempatan untuk ventilasi
5.12 Sikap rilek dan terapeutik
5.13 Gerakan tidak tergesa-gesa
5.14 Jaga jarak 1-3 langkah dari klien (personal space violence people 4 kali orang
normal)

5.5 Tindakan atau Strategi Perilaku


1) Limit Setting
Pada saat melakukan interaksi sepakati perilaku yang diijinkan, perilaku yang tidak
diijinkan dan konsekuensi dari perilaku yang tidak diijinkan. Perawat dan klien
mengetahui kesepakatan yang telah dibuat bersama
2) Kontrak perilaku untuk kontrol perilaku
Ketika perawat akan mengajak klien melakukan aktivitas misalnya keluar ruangan
maka perlu dibuat kontrak terlebih dahulu tentang perilaku yang diperbolehkan dan
yang tidak diperbolehkan.

5.6 Manajemen Krisis


1) Identifikasi leader tim krisis
2) Susun dan kumpulkan tim krisis
3) Beri tahu petugas keamanan jika perlu
4) Pindahkan semua klien dari area tersebut
5) Siapkan/ dapatkan alat pengekang (restrain)
6) Susun strategi dan beritahu anggota tim
7) Jelaskan setiap tindakan pada klien
8) Ikat/ kekang klien sesuai instruksi leader (posisi yang nyaman)
9) Berikan obat psikofarmaka sesuai instruksi
10) Jaga tetap kalem dan konsisten
11) Evaluasi tindakan dengan tim
12) Jelaskan kejadian pada klien lain dan staf seperlunya
13) Secara bertahap integrasikan klien pada lingkungan

5.7 Pengasingan
Tujuan: melindungi pasien, orang lain dan staf dari bahaya
Prinsip:
1) Pembatasan Gerak
pembatasan gerak dilakukan tanpa melakukan pengikatan. Yang perlu diperhatikan
dalam pembatasan gerak adalah aman dari mencederai diri dan lingkungan aman
dari perilaku klien.
2) Isolasi
Pada kasus paranoid biasanya klien perlu dibatasi dalam berinteraksi dengan orang
lain. Area yang terbatas dilakukan dengan tujuan adaptasi dan nantinya ditingkatkan
secara bertahap.

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
179

3) Pembatasan Input Sensoris


Ruangan yang sepi akan menurunkan/ mengurangi stimulus bagi klien untuk
melakukan perilaku kekerasan.

5.8 Pengekangan
Tujuan: mengurangi gerak fisik klien dan melindungi klien dan orang lain dari cedera.
Indikasi:
2) Ketidakmampuan mengontrol perilaku
3) Perilaku tidak dapat dikontrol oleh obat atau teknik psikososial
4) Hiperaktif, agitasi

Tindakan:
1) Jelaskan pada klien alasan pengekangan
2) Lakukan dengan hati-hati dan tidak melukai
3) Ada perawat yang ditugaskan untuk mengontrol tanda vita, sirkulasi, dan membuka
ikatan untuk latihan gerak
4) Penuhi kebutuhan fisik: makan, minum, eliminasi dan perawatan diri

6. Tindakan Keperawatan Spesialis


6.1 Terapi individu : Assertive Training (AT), Cognitive Behavior Therapy (CBT),
Rational Emotive Behaviour Therapy(REBT), Progressive Muscular Relaxation (PMR)
6.1.1 Hasil penelitian Wahyuningsih, Keliat dan Hastono (2009) menyatakan Terapi
Assertive Training mampu menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
klien Skizofrenia
6.1.2 Hasil penelitian Fauziah, Hamid dan Nuraini. (2009) menyatakan terapi perilaku
kognitif pada klien dapat membantu menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan
6.1.3 Hasil penelitian Putri, Keliat dan Nasution (2010) menyatakan REBT dapat
menurunkan tanda dan gejala pada klien dengan perilaku kekerasan
6.1.4 Hasil penelitian Alini (2010) menyatakan perpaduan terapi AT dan PMR mampu
menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
6.1.5 Hasil penelitian Sulistiowati (2010) menyatakan Acceptance and Commitment
Therapy
dapat menurunkan tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi
6.1.6 Hasil penelitian Gowi, Hamid dan Nuraini (2011) menyatakan latihan asertif dapat
menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan orang tua pada anak usia sekolah
6.1.7 Hasil penelitian Hidayat, Keliat dan Wardhani menyatakan Perpaduan CBT dan
REBT terhadap dapat menurunkan tanda dan gejala pada klien perilaku kekerasan.
6.1.8 Hasil penelitian Sudiatmika, Keliat dan Wardhani (2011) menyatakan perpaduan
CBT dan REBT dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan dan
halusinasi pada klien
6.1.9 Hasil penelitian Aini, Keliat dan Nuraini (2011) menyatakan terapi asertif dapat
meningkatkan kemampuan asertif suami dan risiko kekerasan dalam rumah tangga
6.1.10 Hasil penelitian Lelono, Keliat dan Besral (2011) menyatakan perpaduan CBT dan
REBT dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan, halusinasi dan harga
diri rendah

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
180

6.2 Terapi Keluarga : Family Psychoeducation (FPE)


6.2.1 Hasil Penelitian Nancye, Hamid, dan Mulyono (2007) menyatakan terapi keluarga
mampu meningkatakan kemampuan merawat klien dengan masalah perilaku
kekerasan
6.2.2 Hasil penelitian Sari, Keliat dan Mustikasari (2009) menyatakan terapi psikoedukasi
keluarga dapat menurunkan beban dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
merawat klien dengan pasung
6.3 Terapi Kelompok : Supportive Therapi (ST) dan Self Heip Group (SHG)
6.3.1 Hasil penelitian Hidayati, Mustikasari dan Pujasari (2011) menyatakan terapi
kelompok suportif dapat menurunkan tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien
skizofrenia

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
181

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN BERDUKA KOMPLEKS

1. Pengertian
Kehilangan adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi,
dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang. Dapat dikatakan
juga sebagai suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada
sesuatu yang dulunya ada (Wilkinson, 2005).

Berduka adalah respon fisik dan psikologis yang terpola spesifik pada individu yang
mengalami kehilangan. Respon/reaksi normal, karena melalui proses berduka individu
mampu memutus ikatan dengan benda/orang yang terpisah dan berikatan dengan
benda/orang baru. Berduka bisa mencakup aspek fisik/psikologis, kognitif dan perilaku

2. Tanda dan Gejala


2.1 Obyektif
2.1.1 Ungkapan kehilangan
2.1.2 Menangis
2.1.3 Gangguan tidur
2.1.4 Kehilangan nafsu makan
2.1.5 Susah konsentrasi
2.2 Subjektif
2.2.1 Menolak mempercayai bahwa kehilangan itu terjadi
2.2.2 Tidak siap menangani masalah yang berhubungan dengan praktik atau prosedural
2.2.3 Klien atau keluarga mungkin langsung marah pada perawat
2.2.4 Meminta perundingan (menawar) untuk menghindari kehilangan

3. Diagnosa : Berduka Kompleks


4. Tindakan Keperawatan
4.1 Tindakan keperawatan pada pasien
4.1.1 Tujuan tindakan keperawatan: Pasien dapat melalui proses berduka secara normal dan
sehat
4.1.2 Tindakan keperawatan:
4.1.2.1 Menjadi pendengar yang aktif
4.1.2.2 Meningkatkan koping
4.1.2.3 Emosional support
4.1.2.4 Spiritual support

4.2 Tindakan keperawatan pada keluarga


4.2.1 Tujuan tindakan keperawatan: Keluarga dapat merawat pasien yang berduka
4.2.2 Tindakan keperawatan:
4.2.2.1 Mengenal masalah berduka pada pasien
4.2.2.2 Menjelaskan pada keluarga tentang cara merawat pasien dengan berduka
berkepanjangan
4.2.2.3 Mempraktekkan pada keluarga cara merawat pasien dengan berduka
berkepanjangan

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
182

4.2.2.4 Mengevaluasi kemampuan pasien yang berduka


4.2.2.5 Melakukan rujukan

5. Tindakan Keperawatan Spesialis


2.2 Terapi Individu: kognitif
2.3 Terapi Kelompok: logoterapi
2.4 Terapi Keluarga: triangle terapi
2.5 Terapi Komunitas

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
183

DAFTAR PUSTAKA

Agustine, (2012). Pengaruh terapi kelompok terapeutik; dewasa muda terhadap


perkembangan intimasi pada mahasiswa Akademi Keperawatan Kabupaten Subang
dan Sumedang Provinsi Jawa Barat. FIK UI : Depok
Ahmadi, A & Sholeh, M. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta
Ambarwati (2009). Keefektifan Cognitive Behavior Therapy (CBT) sebagai Terapi
Tambahan Pasien Skizofrenia Kronis di Panti Rehabilitasi Budi Makarti Boyolali.
Solo:FK-UNS
Astutik, W., Daulima, NHC., Rahmah, H. (2015). Peningkatan Kecerdasan Emosional
Remaja melalui TKT Remaja di Kota Depok
Bahari, K., Keliat, B,A., Gayatri,D. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok Teraupetik
Terhadap Perkembanan Identitas Diri Remaja di Kota Malang. FIK UI : Depok
Carpenito, L. J.C (2004). Hanndbook of nursing diagnosis ed.10. USA: Lippincott
Williams & Wilkins
Carpenito, L.J dan Moyet. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta :
Penebit Buku Kedokteran EGC
Carpenito, M. et,al (2000). Hanbook Of Nursing Diagnosis (5th ed.). Philadelpia; Lippincott
William & Wilkins. Alih Bahasa. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Jakarta; EGC
Dinarwiyata, Mustikasari, Setiawan, A. (2014). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
(Penyuluhan) dan Terapi kelompok Terapeutik Remaja Terhadap Pengendalian
Emosi Marah Remaja di SMK Kota Depok. FIK UI : Depok
Doenges, M.E, Moorhouse, M.F dan Murr, A,C. (2008). Nurse’s Pocket Guide Diagnoses,
Prioritized Interventions, and Rationals. Edition 11. Philadelphia. F.A Company
Epigee, (2009). CBT for Post Traumatic Stress Disorder. 8 Maret 2015.
http://epigee.org/ptsd-cbt.html
FIK UI. (2011). Draft Scaning 33 Diagnosa Keperawatan Jiwa. Tidak dipublikasikan
FIK-UI. (2009). Draft Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa Yang telah diriset. Jakarta: FIK-
UI
Hermawaty, Keliat, & Helena. (2009). Pengaruh Terapi Suportif Keluarga Terhadap
Kemampuan Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa di Kelurahan Bubulak Bogor.
Barat. Depok: FIK-UI
Hidayat, D.R. (2009). Pengantar Psikologi untum Tenaga Kesehatan Ilmu Perilaku
Manusia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Trans Info Media
Hidayat, E., Keliat, B., A., Wardani, I.Y., (2011). Pengaruh cognitive behavior therapy
(CBT) dan rational emotive behavior therapy (REBT) terhadap klien perilaku
kekerasan dan haga diri rendah di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. FIK UI :
Depok
Istiana, Keliat, B.A, Nuraini. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok Terapeutik Anak Usia
Sekolah pada Anak-Orang Tua Dan Anak-Guru terhadap Perkembangan Mental
Anak Usia Sekolah. FIK UI : Jakarta

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
184

Iswanti, (2012). Pengaruh Terapi Perilaku Modeling Partisipan terhadap Kepatuhan


Minum Obat pada Klien Penatalaksanaan Regimen Terapeutik Tidak Efektif di RSJD
Dr. Amino Gondo Hutomo Semarang. Depok: FIK-UI
Jewel, Downing, & McFaralene. (2009). Partnering With Families: Multiple Family Group
Psychoeducation for Schizophrenia. Journal of Clinical Psychology: in session, vol.
65(8), 868--878 (2009)
Jumaini, Keliat, B.A, Hastono, S.P (2010). Pengaruh Cognitive Behavior Social Skill
Tarining (BCSST) terhadap peningkatan kemampuan sosialisasi klien isolasi sosial di
BLU RS. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Keliat, B. A & Akemat. (2007). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Keliat, B. A, dkk. (1999). Pengaruh Model Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
terhadap kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal pada klien menarik diri di
Rumah Sakit Jiwa. Jurnal Keperawatan Indonesia, II (8), 277-283.
Keliat, B.A, Akemat, Daulina, N.H.C, Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa :
CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC
Keliat, B.A, Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa :Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC
Keliat, B.A, Daulima N. H. C, & Farida, P. (2011). Manajemen keperawatan psikososial
dan Kader Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: EGC
Keliat, B.A, Wiyono, Akemat. P.W dan Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan
Jiwa CMHN (Intermediate Course). Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Keliat, B.A. 1996. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC

Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic Course.
Jakarta: EGC

Keliat, B.A., Wiyono, A. P., Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN
(Intermediate Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Keliat, Budi A Dkk.(2011).Manajemen keperawatan Psikososial dan Kader


Kesehatan Jiwa.Jakarta EGC

Kim, M.J, McFarland, G.K, Mclane, A.M. (2006). Diagnosa keperawatan (terjemahan). Edisi
7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kirana, S.A.C., Keliat, B.A., Mustikasari. (2015). Pengaruh Cognitive Behaviour Theraphy
dan Cognitive Behavioral Social Skills Training terhadap tanda dan gejala klien
halusinasi dan isolasi sosial di ruang rawat inap RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta
Barat. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.

Lelon, S. K., Keliat, B., A., & Besral. (2011). Efektivitas Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) dan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) Terhadap Klien
Perilaku Kekerasan, Halusinasi dan Harga Diri Rendah di RS Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor. FIK UI : Depok

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
185

Maryatun,S., Hamid, A.Y., & Mustikasari. (2011). Pengaruh Logoterapi terhadap


Perubahan Harga Diri Narapidana Perempuan dengan Narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Palembang. FIK UI : Depok

McFarlane, et.al. (1995). Multiple family group and psychoeducation in the treatment of
schizophrenia. Archives of General Psychiatry, 52:679-687, 1995.

NANDA International. (2011). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.


Cetakan I. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC

NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Cetakan


2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 (terjemahan).


Cetakan I. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Nurdin, A.E.(2011). Tumbuh kembang Perilaku Manusia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Nurwiyono, A., Keliat, B., A., & Daulima, N., H., C. (2013). Pengaruh Terapi Kognitif
Dan Reminiscence Terhadap Depresi Psikotik Lansia di Rumah Sakit Jiwa
Propinsi Jawa Timur. FIK UI : Depok

Nyumirah, S., Hamid, A.Y., Mustikasari. (2012). PengaruhTerapi Perilaku Kognitif terhadap
kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial di RSJ Dr. Amino Gonhutomo
Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.

Parendrawati, D., P., Keliat, B., A.,Haryati, T., H. (2009). Pengaruh Terapi Token Ekonomi
Pada Klien Defisit Perawatan Diri di Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor. FIK
UI : Depok

Restiana.N., Keliat.B.A., Gayatri, G. Helena, N. (2011). Pengaruh Terapi Kelompok


Terapeutik Terhadap Kemampuan Ibu Dalam Menstimulasi Rasa Percaya Bayi Di
Kelurahan Mulyasari Kota Tasikmalaya. FIK UI : Jakarta

Rinawati, F., Mustikasari, & Setiawan, A. (2014). Pengaruh Self Help Group terhadap
Harga Diri pada Pasien Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri Jawa Timur. FIK UI
: Depok

Rochdiat, Daulima, & Nuraini. (2011). Pengaruh Tindakan Keperawatan Generalis dan
Terapi Kelompok Suportif Terhadap Perubahan Harga Diri Klien Diabetes
Melitus di RS Panembahan Senopati Bantul. FIK UI : Depok

Santrock John, W. (2007). Child Develompment. Dallas: University of Texas

Sari, H., Keliat.,B.,A., & Mustikasari. (2009). Pengaruh Family Psychoeducation


Therapy terhadap Beban dan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Klien
Pasung di Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam. FIK UI : Depok

Sasmita, Keliat, B, A., & Budiharto. (2007). Efektifitas Cognitive Behaviour Therapy Pada
Klien

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
186

Soetjiningsih C, H. (2012). Perkembangan Anak: Sejak pembuahan sampai dengan kanak-


kanak akhir. Jakarta: Prenada Media Group.

Stolte, K.M. (2004). Diagnosa Keperawatan Sejahtera (Wellness Nursing Diagnosis).


Cetakan 1.Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC

Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed)
Philadelphia: Elsevier Mosby

Stuart, Gail W. (2009). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.8. Philadelphia:
Elsevier Mosby

Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing ed.9. Philadelphia:
Elsevier Mosby.

Suliswati Dkk.(2005).Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan jiwa.Jakarta EGC

Sunarto, Keliat, B.A., Pujasari (2011). Pengaruh Terapi Kelompok Terapeutik Anak Sekolah
Pada Anak, Orangtua, Guru Terhadap Perkembangan Mental Anak di Kelurahan
Pancoranmas dan Depok Jaya. FIK UI : Jakarta

Surtiningrum, A., Hamid, A.Y., Waluyo, A. (2011). Pengaruh Terapi Supportif Terhadap
Kemampuan Sosialisasi klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Daerah Dr. Amino
Gondohutomo Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan

Tim Penulis (2014). Draf Standard Asuhan Keperawatan Program Pendidikan


Kekhususan Keperwatan Jiwa Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Townsend, M.C (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC

Trihadi, D., Keliat, B.A.K., dan Hastono, S.P (2009) Pengaruh terapi kelompok terapeutik
terhadap kemampuan keluarga dalam memberikan stimulasi perkembangan
dini usia kanak-kanak di kelurahan Bubulak. FIK UI : Jakarta

Wahyuni, S., Keliat, B.A., & Budiharto. (2007). Pengaruh Logoterapi Terhadap
Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Perilaku Pada lansia Dengan Harga
Diri Rendah di Panti Wredha Pekanbaru Riau. FIK UI : Depok

Walter, Keliat., B.A, Hastono, S.P. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok Terapeutik terhadap
Perkembangan Industri Anak Usia Sekolah di Panti Sosial Asuhan Anak Kota
Bandung. FIK UI : Jakarta

Wilkinson, J.M. (2007). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta: Penebit Buku Kedokteran EGC

Workshop Keperawatan Jiwa ke-X, Depok 23 Agustus 2016


Program Studi Ners Spesialis Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai