Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENELITIAN TERKAIT FENOMENA

BEAUTY PRIVILEGE DI KALANGAN MASYARAKAT


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila

Dosen pengampu :
[2732] Asep Dahliyana, S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh :
Aini Nurul Hidayah (2307415)
Salwa Aulia (2311759)
Shabrina Aulia Salamah (2308061)

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TATA BUSANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
SEPTEMBER 2023
1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memiliki wajah rupawan merupakan hal yang didambakan semua
orang, karena penampilan dianggap sebagai suatu faktor penting yang
pertama kali dilihat untuk menilai seseorang dan menumbuhkan
kebanggaan juga rasa percaya diri. Banyak pendapat dari masyarakat
umum yang menyebutkan cantik/tampan itu relatif. Padahal, berbagai riset
menunjukkan cantik/tampan tidak se-relatif itu, karena terdapat beberapa
hal yang bisa disepakati bahwa seseorang punya kriteria fisik tertentu,
yang dapat dikategorikan sebagai orang cantik/tampan yang sering disebut
Beauty Standard.
Misalnya ada seseorang yang memiliki postur tubuh tinggi dengan
wajah simetris. Tidak ada permasalahan terhadap rupawan maupun tidak.
Namun, ketika hal tersebut dapat menyebabkan seseorang memiliki
keistimewaan karena kelebihannya atau yang lebih dikenal dengan Beauty
Privilege, yang menyebabkan ketidaksetaraan perlakuan dan diskriminasi
terhadap orang yang tidak dianggap menarik.
Hal ini memang berdampak positif maupun negatif bagi
kehidupan, karena itu semua orang berupaya untuk terlihat Good Looking
untuk bisa mendapatkan Beauty Privilege. Beauty Privilege adalah suatu
istilah yang digunakan untuk menggambarkan betapa beruntungnya hidup
seseorang yang memiliki rupa atau penampilan yang menawan dibanding
dengan orang yang dianggap rupanya tidak memenuhi standar masyarakat.
Beauty Privilege tidak ditetapkan oleh siapapun, namun keadaan ini terjadi
dikarenakan adanya Beauty Standard.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan fenomena beauty privilege?
2. Apa pro dan kontra dari fenomena beauty privilege menurut
pandangan masyarakat?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari adanya fenomena beauty
privilege?
4. Apa saja bentuk perilaku beauty privilege di kalangan masyarakat?
C. Tujuan Penelitian
1. Agar pembaca lebih mengenal tentang beauty privilege.
2. Memaparkan pendapat masyarakat apakah pro atau kontra terhadap
fenomena beauty privilege.
3. Memaparkan dampak positif dan negatif yang dihasilkan dari
fenomena beauty privilege.
4. Memaparkan bentuk-bentuk perilaku beauty privilege di kalangan
masyarakat.

2
D. Manfaat/Urgensi Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dalam kehidupan
sosial baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis :
Memberikan sumbangan pemikiran baru terkait fenomena
dan bentuk beauty privilege sebagai diskriminasi terhadap
perempuan maupun laki-laki, dampak yang ditimbulkan, serta
sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan yang secara
teoritis dipelajari di perkuliahan.
2. Manfaat Praktis :
a. Bagi masyarakat
Mampu menyikapi fenomena beauty privilege
dengan baik dan bagaimana masyarakat memperlakukan
seseorang secara adil karena sejatinya setiap orang
memiliki hak yang sama dan memiliki kelebihan serta
kekurangannya masing-masing.
b. Bagi perempuan dan laki-laki
Menambah motivasi bagi perempuan ataupun laki-
laki untuk meningkatkan berbagai kemampuan dan bakat
yang dimiliki, bukan hanya memperindah penampilan tapi
juga memperindah hati, sikap dan perilaku, serta
meningkatkan percaya diri.
Beauty privilege cukup mempengaruhi pandangan orang lain, dari
segi karir dan pekerjaan dimana orang yang berpenampilan lebih menarik
memiliki modal besar untuk mendapat pekerjaan dan menunjang karir
yang membantu statusnya. Hal ini bisa dilihat ketika terdapat pamflet atau
syarat syarat lapangan kerja beberapa diantanya masih mencantumkan
syarat good looking atau berpenampilan menarik. Secara tidak langsung
dapat dinyatakan bahwa zaman sekarang penampilan fisik dipandang lebih
penting daripada kecerdasan dan pendidikan.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Kajian Teori
Makna kecantikan telah mengalami pergeseran, dari yang bersifat
pribadi, tetapi sekarang menjadi sangat umum dan dipertontonkan.
Kecantikan, bahkan menjadi ajang pertarungan melalui berbagai festival
atau kontes, seperti ajang pemilihan Puteri Indonesia, Miss Universe,
Puteri Sunsilk, dan pemilihan puteri-puteri lainnya.
Kata ”cantik” berasal dari bahasa latin, bellus, yang pada saat itu
diperuntukkan bagi para perempuan dan anak-anak (Melliana 2006:11).
Kecantikan bagi perempuan dikaitkan dengan kelembutan dan dengan
demikian terkait dengan feminitas perempuan (Titi dalam Purbayanti
2013:5). Perempuan memaknai cantik lebih kepada kecantikan dari dalam,
sedangkan informan laki-laki memaknai cantik lebih kepada kecantikan
luar.
Beauty menurut Oxford adalah kecantikan yang mencakup
penampilan (appearance) dan aspek visual (visual aspect). Definisi makna
kata beauty atau kecantikan menurut Oxford American Dictionary adalah
“The quality of giving pleasure to the sense or to the mind”dan a person or
“think that is beautiful” yang dapat diartikan kualitas yang memberikan
kesenangan pada indra dan pikiran (inner beauty) seseorang atau sesuatu
yang indah (outer beauty).
Menurut Cambridge Dictionary, privilege merupakan kelebihan
yang hanya dimiliki satu atau sekelompok orang karena kedudukan dan
kekayaan, kesempatan untuk melakukan sesuatu yang istimewa dan
menyenangkan ataupun hak khusus yang dimiliki beberapa orang
berwenang yang memungkinkan mereka melakukan hal-hal yang tidak
bisa dilakukan pada umumnya.
Berpenampilan menarik membuat, sebagian merasa bahwa dirinya
kurang percaya diri dan selebihnya mereka merasa percaya terhadap
dirinya (Tanjung & Amelia, 2017). Kepercayaan diri yang diperoleh dari
orang lain memunculkan hak istimewa bagi yang memiliki paras cantik
ditambah berpenampilan menarik (B et al., 2023).
Beauty privilege ada dikarenakan adanya beauty standard,
sedangkan Syata (2012) menemukan bahwa kecantikan perempuan
dikomersilkan karena tekanan masyarakat pada perempuan untuk tampil
cantik. Cantik di identikkan dengan perempuan berkulit putih, berambut
panjang, lurus dan hitam, serta memiliki postur tubuh yang tinggi dan
langsing (Simanullang 2004).
Jadi dapat diartikan beauty privilege adalah sebuah fenomena
dimana orang-orang yang di anggap lebih menarik berdasarkan standar
masyarakat mendapatkan hak istimewa dibandingkan dengan orang yang
dianggapnya kurang atau tidak memenuhi standar.
4
Cara pandang pada manusia hanya terbatas dari penampilan
fisiknya, inilah yang masih sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari
dalam hadis riwayat muslim disebutkan dari Abu Hurairah ia berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian.
Akan tetapi, Allah hanya melihat pada hati dan amalan kalian.” Berarti hal
ini menunjukkan bahwa Allah tidak akan memberi ganjaran terhadap
bentuk tubuh atau rupa manusia karena kecantikan sesungguhnya terdapat
dari kepribadian seseorang.”

5
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Sebagai sebuah penelitian maka tidak bisa dilepaskan dari
penggunaan metode. Secara umum metode penelitian adalah sebuah
prosedur atau langkah-langkah dalam mendapatkan kumpulan data.
Berangkat dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa adanya metode
penilitian memiliki fungsi yang sangat penting dan menjadi pedoman
untuk mengerjakan suatu penelitian, agar dapat menghasilkan karya tulis
yang maksimal.
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode pengisian kueisioner karena untuk mengkaji, mengeksplorasi, serta
memahami makna masyarakat berdasarkan pengalaman kehidupannya
sehari-hari secara mendetail. Sumber pada penelitian ini diperoleh secara
tidak langsung dari sumber utama yang memiliki informasi secara
menyeluruh terkait permasalahan yang akan dikaji, adapun informan
penelitian ini berjumlah 13 orang. Teknik yang pengumpulan digunakan
yakni melalui pengisian kuisioner yang disebarkan di berbagai platform
media sosial.
B. Teknik Pengambilan Data
Teknik yang kami gunakan adalah kuestioner atau kuesioner yang
artinya teknik pengumpulan suatu data dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang berperan
sebagai responden agar dapat menjawab pertanyaan dari peneliti. Meski
terlihat mudah, teknik ini cukup sulit dilakukan jika jumlah respondennya
besar dan tersebar di berbagai wilayah.
Ada beberapa prinsip dalam teknik pengumpulan data kuesioner,
yaitu:
1. Isi dan tujuan pertanyaannya ditujukan untuk mengukur mana yang
harus ada dalam skala yang jelas dan dalam pilihan jawaban.
2. Bahasa yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan
responden, sehingga tidak mungkin menggunakan bahasa yang
penuh dengan istilah asing atau bahasa asing yang tidak dimengerti
responden.
3. Tipe dan bentuk pertanyaannya bisa terbuka atau tertutup. Terbuka
artinya jawaban yang diberikan bebas, dan tertutup artinya
responden hanya boleh memilih jawaban yang sudah disediakan.
Teknis menganalisis data yang kami lakukan adalah dengan
mengamati jawaban dari kuesioner yang telah kami bagikan dan
menyimpulkan dari masing masing jawaban untuk menemukan ataupun
mengetahui perbedaan definisi Beauty Privilege pada masing-masing
individu.

6
Berikut ini beberapa data yang telah kami kumpulkan pada hari kamis
tanggal 19 Oktober 202, dengan menggunakan kuisioner online melalui
g.form yang kami bagikan ke beberapa

BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian


Pemaparan deskripsi lokasi penelitian ini berdasarkan informasi
yang didapatkan dari https://shorturl.at/jpIJR (diakses pada 2 November
2023). Penelitian yang di lakukan yaitu berlokasi di kota Bandung, ibu
kota Provinsi Jawa Barat yang resmi berdiri pada tanggal 25 September
1810. Menurut jumlah penduduknya Kota Bandung juga memiliki
predikat sebagai kota terbesar nomor tiga di Indonesia setelah Jakarta dan
Surabaya. Ternyata ada sejarah panjang di balik berdirinya Kota Bandung
yang berlangsung sejak masa Kerajaan Mataram hingga zaman kolonial.
1. Sejarah Singkat Kota Bandung
Dirangkum dari situs resmi Humas Kota Bandung,
terbentuknya kota ini terjadi jauh sebelum Kota Bandung
diresmikan.
a. Masa Kerajaan Mataram Sejarah berdirinya Kota Bandung
bermula pada masa Kerajaan Mataram tepatnya pada abad
ke-17. Sosok Tumenggung Wiraangunangun yang juga
dikenal dengan nama Ki Astamanggala menjadi Bupati
Bandung pertama yang berdiri di bawah pemerintahan
Kerajaan Mataram. Ia dilantik bersama dua bupati lainnya
berdasarkan "Piagem Sultan Agung", yang dikeluarkan
pada hari Sabtu tanggal 9 Muharam Tahun Alip
(penanggalan Jawa). Saat itu ibu kota Kabupaten Bandung
berada di Krapyak yang sekarang disebut Dayeuhkolot.
Krapyak sendiri berada kira-kira 11 kilometer ke arah
Selatan dari pusat kota Bandung, dan disebut merupakan
sebuah tempat yang terletak di tepi Sungai Citarum dekat
muara Sungai Cikapundung. Kekuasaan mataram di
wilayah Bandung bertahan hingga tahun 1677 sebelum
akhirnya jatuh ke tangan kompeni.
b. Masa Pendudukan Hindia Belanda Pada masa
kepemimpinan bupati ke-6, yaitu R.A Wiranatakusumah II,
membuka sejarah baru Kota Bandung di mana kekuasaan
beralih ke Pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa ini
7
Kota Bandung jatuh di bawah pimpinan gubernur jenderal
Herman Willem Daendels. Pemerintahan Daendels
tersohor karena usahanya membuat Jalan Raya Pos (De
Grote Postweg) dari Anyer hingga ke Panarukan.
Di Kota Bandung sendiri, jalan yang dibangun Daendels
itu sekarang dikenal dengan Jalan Jenderal Sudirman, Jalan
Asia Afrika, serta Jalan A. Yani. Dibangunnya Jalan Raya
Pos oleh Daendels juga menjadi faktor sejarah Kota
Bandung berpindahnya lokasi ibu kota. Bupati Bandung
saat itu telah menyiapkan sebuah lahan strategis yang akan
dibangun menjadi pusat kota dengan akses yang lebih baik
ke Jalan Raya Pos buatan Daendels. Dari Krapyak, ibu kota
dipindahkan ke tepi barat Sungai Cikapundung, tepi selatan
Jalan Raya Pos yang kini menjadi pusat Kota Bandung.
Mula-mula Bupati R. A. Wiranatakusumah II tinggal di
Cikalintu yang kini berada di daerah Cipaganti. Kemudian
posisi kantor bupati sempat berpindah ke Balubur Hilir,
dan kemudian ke daerah Kampur Bogor atau Kebon
Kawung yang sekarang menjadi lahan Gedung Pakuan.
Dengan alasan inilah Bupati R. A. Wiranatakusumah II
disebut sebagai pendiri (The Founding Father) Kota
Bandung. Kota Bandung pun akhirnya diresmikan sebagai
ibu kota Kabupaten Bandung dengan surat keputusan
bertanggal 25 September 1810.
2. Asal Nama Kota Bandung
Melansir dari laman PPID Kota Bandung, asal nama
Bandung tak lepas dari sejarah Kota Bandung tempo dulu. Hal ini
karena nama Bandung sendiri disebut berasal dari kata “bendung”
atau “bendungan”. Menurut wilayahnya pada zaman dulu Kota
Bandung disebut berada di aliran Sungai Citarum yang terbendung
oleh lava yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu. Hal ini
menyebabkan daerah antara Padalarang hingga Cicalengka serta
daerah antara Gunung Tangkuban Parahu hingga Soreang sempat
terendam air. Tempat itu kemudian berubah menjadi sebuah telaga
besar yang dikenal dengan sebutan “Danau Bandung” atau “Danau
Bandung Purba”. Setelah surut, bekas danau tersebut menjadi
tempat berdirinya pemerintahan Kabupaten Bandung.
Adapun pendapat lain yang menyebut bahwa istilah
Bandung berasal dari nama dua buah perahu yang dikendarai oleh
Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II. Kendaraan ini disebut
digunakan R.A. Wiranatakusumah II melayari Citarum dalam

8
rangka mencari tempat sebagai pengganti lokasi ibu kota lama di
Dayeuhkolot.
Fenomena beauty privilege sebenarnya tidak hanya terjadi
di kota Bandung, namun peneliti lebih memfokuskan dalam
lingkup kecil.
B. Temuan
Pada bab IV ini, peneliti akan memaparkan mengenai temuan hasil
penelitian. Temuan penelitian ini merupakan deskripsi dari data yang
diperoleh dalam pengumpulan data melalui kuisioner di platform media
sosial. Selanjutnya dalam pembahasan akan dilakukan analisis hasil
penelitian mengenai fenomena beauty privilege di kalangan masyarakat.
Hasil penelitian yang diperoleh akan dideskripsikan dan dianalisis sebagai
dasar untuk mendapatkan kesimpulan dari tujuan awal penelitian. Adapun
tujuan penelitian ini sebagaimana dituangkan pada BAB I, bahwa
penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengenali lebih dalam mengenai
beauty privilege. (2) Memaparkan pendapat masyarakat, apakah pro atau
kontra terhadap fenomena beauty privilege. (3) Memaparkan dampak
positif dan negatif yang dihasilkan dari fenomena beauty privilege. (4)
Memaparkan bentuk-bentuk perilaku beauty privilege di kalangan
masyarakat.
C. Pembahasan
Setelah data dipaparkan dan menghasilkan temuan-temuan, maka
kegiatan berikutnya adalah mengkaji hakikat dan makna temuan
penelitian. Dari pemaparan hasil penelitian terdapat pembahasan yang
peneliti anggap penting. Pembahasan-pembahasan itu sebagai berikut:
1. Mengenali lebih dalam mengenai beauty privilege
Beauty menurut Oxford adalah kecantikan yang mencakup
penampilan (appearance) dan aspek visual (visual aspect).
Definisi makna kata beauty atau kecantikan menurut Oxford
American Dictionary adalah “The quality of giving pleasure to the
sense or to the mind”dan a person or “think that is beautiful” yang
dapat diartikan kualitas yang memberikan kesenangan pada indra
dan pikiran (inner beauty) seseorang atau sesuatu yang indah
(outer beauty).
Menurut Cambridge Dictionary, privilege merupakan
kelebihan yang hanya dimiliki satu atau sekelompok orang karena
kedudukan dan kekayaan, kesempatan untuk melakukan sesuatu
yang istimewa dan menyenangkan ataupun hak khusus yang
dimiliki beberapa orang berwenang yang memungkinkan mereka
melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan pada umumnya.
Beauty privilege ada dikarenakan adanya beauty standard,
sedangkan Syata (2012) menemukan bahwa kecantikan
9
perempuan dikomersilkan karena tekanan masyarakat pada
perempuan untuk tampil cantik. Cantik di identikkan dengan
perempuan berkulit putih, berambut panjang, lurus dan hitam,
serta memiliki postur tubuh yang tinggi dan langsing (Simanullang
2004).

Jadi dapat diartikan beauty privilege adalah sebuah


fenomena dimana orang-orang yang di anggap lebih menarik
berdasarkan standar masyarakat mendapatkan hak istimewa
dibandingkan dengan orang yang dianggapnya kurang atau tidak
memenuhi standar.
2. Pendapat masyarakat, pro atau kontra terhadap fenomena beauty
privilege
Pada hasil penelitian yang telah kami lakukan yaitu
kuisioner, dari 13 orang terdapat 23,1% pro, 53,8% kontra, dan
23,1% memilih netral terhadap fenomena beauty privilege.
Orang yang memilih pro terhadap fenomena ini
menganggap bahwa semua orang harus lebih memperhatikan
penampilan diri dan meningkatkan kemampuan, karena hal yang
pertama menjadi penilaian adalah penampilan fisik.
Orang yang memilih kontra menganggap bahwa fenomena
ini tidak adil. Dimana orang yang berpenampilan menarik lebih
cepat mendapatkan karir, pekerjaan, dll, tidak peduli meskipun
orang tersebut kurang atau bahkan tidak mempunyai skill.
Sedangkan orang yang berpenampilan biasa saja, namun
mempunyai skill yang bagus dan sangat dibutuhkan malah
terabaikan.
Orang yang memilih netral menganggap bahwa menjaga
penampilan itu memang perlu dan menjadi kewajiban setiap
orang, memperlakukan seseorang secara istimewa pun haruslah
sesuai dengan waktu dan kesempatan. Namun, untuk masalah
karir, pekerjaan, dll haruslah bersikap netral dan lebih memilih
pada hal yang penting bagi kemajuan perusahaan.
3. Dampak positif dan negatif yang dihasilkan dari fenomena beauty
privilege
Dari setiap hal yang ada di dunia, pastilah memiliki dampak
yang positif maupun negatif. Begitu juga dengan fenomena beauty
privilege, dampak yang dihasilkan adalah :
a. Dampak positif
1) Membuat seseorang lebih memperhatikan
penampilan, agar menjadi nilai tambah terhadap
kepribadian kita.
10
2) Meningkatkan keterampilan dan kepercayaan diri
agar lebih dipandang oleh masyarakat.
3) Meningkatkan ibadah agar tidak hanya cantik dari
fisik saja, namun juga cantik dari hati.

b. Dampak negatif
1) Membuat seseorang menjadi tidak dianggap ada di
masyarakat.
2) Membuat seseorang merasa susah untuk mencari
pekerjaan dan melakukan aktivitas sosial.
3) Menurunkan rasa percaya diri seseorang (insecure).
4) Membuat seseorang menjadi sosok yang gampang
menyerah.
5) Membuat seseorang merasa khawatir berlebihan
hingga menyebabkan adanya gangguan mental.
4. Bentuk-bentuk perilaku beauty privilege di kalangan masyarakat
a. Merasa tidak adil ketika pemilihan sebagai duta sedangkan
yang dipilih memiliki penampilan yang menarik dengan
kemampuan yang dimiliki hanya basic atau standar.
b. Sebagai saksi dimana seseorang melemparkan candaan
yang merendahkan diri seseorang
c. Banyak teman-teman dari narasumber yang memiliki
paras cantik kemudian langsung dengan mudah
mendapatkan pekerjaan sebagai sales, akan tetapi dengan
kemampuan public speaking yang masih kurang yaitu tidak
dapat menjelaskan produk yang ditawarkan.
d. Narasumber pernah diabaikan pendapatnya dikarenakan
berpenampilan kurang menarik, dan dikucilkan.
e. Narasumber merasa tidak dianggap dan dikucilkan padahal
ia sudah berperan cukup aktif dalan pembuatan sebuah
film.
f. Narasumber pernah dihina dan diejek dengan kata-kata
yang kasar dikarenakan berpenampilan tidak menarik,
yang kemudian narasumber meng-upgrade diri dengan
lebih memperhatikan penampilan sehingga dapat diterima
dengan baik dilingkungan sosial sekarang.

11
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Beauty privilege dapat disimpulkan sebagai fenomena dimana
individu yang dianggap memiliki penampilan menarik akan dapat dengan
mudah diterima oleh lingkungan sosial atau bahkan di lingkungan kerja,
biasanya bahkn sampai mendapatkan perlakuan istimewa yang
menimbulkan ketidakadilan atau kecemburuan dari pihak lain.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam bentuk survei pengisian
kuisioner, didapatkan bahwa masyarakat yang pro terhadap fenomena ini
sebesar 23,1%, kontra 53,8%, dan netral 23,1%.
Terdapat pendapat masyarakat yang pro terhadap fenomena ini
karena ia setuju bahwa fisik, penampilan, dan kerapihan harus terjaga dan
diperhatikan agar dapat dipandang cantik dan memiliki high value.
Karena penampilan itu bukan utama tapi pertama , bersih, rapi dan enak
dipandang, tidak harus cantik atau tampan.
Pendapat masyarakat yang tidak setuju atau kontra terhadap
fenomena ini memiliki alasan yaitu semua orang punya hak untuk dapat
"diakui" apa adanya, tanpa memandang fisik/ penampilan. Hak untuk
mendapatkan sesuatu merupakan hak semua orang tanpa memandang
penampilan seseorang contohnya hak untuk didengarkan pendapatnya.
Kemudian pendapat netral yang setuju dan ga setuju karena ada
alasannya, setuju jika beauty privilege disesuaikan dengan tempat
contohnya jika dilingkungan kerja membutuhkan individu berpenampilan
menarik sebagai wajah perusahaan, dan tidak setuju apabila beauty
privilege menjadi patokan kesempurnaan atau kesempatan untuk
membeda-bedakan fisik atau karakter seseorang bahkan menjelek-
jelekannya.
Dari fenomena ini tentu terdapat dampak nya, baik itu positif
maupun negatif. Dampak positifnya seseorang mendapat kesadaran untuk
menjaga dan memperhatikan penampilan, kerapihan dan memperbaiki
kepribadiannya, dan dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang.
Lalu, dampak negatifnya seseorang yang mendapatkan atau menyaksikan
beauty privilege menjadi insecure dana merasa dirinya kurang dan tidak
menarik, dapat menyebabkan kekhawatiran berlebihan bahkan
menganggu kesehatan mental.

12
Dari penelitian yang kami lakukan dengan menanyakan
pengalaman masyarakat terkait fenomena beauty privilege ini baik
sebagai saksi, pelaku ataupun penerima perilaku ini. Kami mendapatkan
beberapa contoh bentuk beauty previlege antara lain :
1. Merasa tidak adil ketika pemilihan sebagai duta sedangkan yang
dipilih memiliki penampilan yang menarik dengan kemampuan
yang dimiliki hanya basic atau standar.
2. Sebagai saksi dimana seseorang melemparkan candaan yang
merendahkan diri seseorang
3. Banyak teman-teman dari narasumber yang memiliki paras cantik
kemudian langsung dengan mudah mendapatkan pekerjaan
sebagai sales, akan tetapi dengan kemampuan public speaking
yang masih kurang yaitu tidak dapat menjelaskan produk yang
ditawarkan.
4. Narasumber pernah diabaikan pendapatnya dikarenakan
berpenampilan kurang menarik, dan dikucilkan.
5. Narasumber merasa tidak dianggap dan dikucilkan padahal ia
sudah berperan cukup aktif dalan pembuatan sebuah film.
6. Narasumber pernah dihina dan diejek dengan kata-kata yang kasar
dikarenakan berpenampilan tidak menarik, yang kemudian
narasumber meng-upgrade diri dengan lebih memperhatikan
penampilan sehingga dapat diterima dengan baik dilingkungan
sosial sekarang.
B. Saran
Adapun saran dari beberapa narasumber terhadap perilaku beauty
privilege :
1. Diharapkan fenomena ini disesuaikan dengan bidang dan kondisi,
karena di zaman sekarang arti dari beauty privilege ini sudah
melenceng jauh dan lebih mengarah kepada hal negatif. Kepada
orang-orang yang mempunyai atau mendapatkan beauty privilege
ini, akan lebih baik apabila semakin meningkatkan value diri agar
tidak kalah dengan adanya perkembangan teknologi
2. Diharapkan setiap orang semakin memiliki kesadaran untuk tidak
merendahkan dan mendiskriminasi orang lain hanya karena tidak
sesuai dengan standar kecantikan.
3. Diharapkan kesalahan pemahaman mengenai beauty privilege ini
bisa menghilang, sehingga orang-orang tidak lagi memandang
kecantikan hanya pada paras, everybody have their own beauty
and they deserve the chance to show us their beauty.
4. Diharapkan setiap orang dapat lebih bijak dalam menilai dan
menghargai penampilan orang lain, karena menjadi baik

13
membutuhkan proses, tidak bisa instan langsung berubah, saling
menghargai satu sama lain

14
privilege
di dalam masyarakt pasti terjadi ketidak setaraan entah itu atas
dasar ekonomin ras gender atau agama tertentu akhirnya ada
orang yg mmendapatan keuntungan secra cuma cuma hanya
karna statusnya dianpunya kuasa yg lebih besar . Dan jika ada
yg di untungkan dari suatu sistem yang tidak setara pastinya ada
orang yg dirugikan dan akan lebih aware atau sensitif dgn
ketidak setimpangan tersebut.
Ketidak setaraan ini ada karena orang orang yg diuntungkan
dari sistem ini terus melestarikan.
15

15

Anda mungkin juga menyukai