Anda di halaman 1dari 7

GENTA HREDAYA Volume 6 No 1 April 2022 P ISSN 2598-6848

E ISSN 2722-1415

FILSAFAT POSITIVISTIK, MANUSIA MODERN


DAN KEGAGALAN MODERNITAS

Oleh
Ketut Agus Nova
STAH N Mpu Kuturan Singaraja
Email: jroanom@gmail.com

ABSTRACT

Positivistic philosophy appears for make great value of reasons and knowledge, this
moment become first time of modernity. But, born of process of this moment can't bring every
human into the great life, but make the new human problem. Aim of this research is conduct
of explanation of failed modernism to bring up every human to better life. The praxis
advantage of this research is give new perspective about modernism reality and also can take
praxis for give criticism of modernity. In this research, using qualitative explorative method,
and make some focus on literature review. Modernism make human impact, such as
holocaust or human waste. Modernism bring every human on rational transition, but make
transaction relationship, cause social relationship only conduct on pragmatism, and also
make some human in marginalization as "The Stranger"
Keyword: positivistic, human, modernism

I. PENDAHULUAN revolusioner, semarak dan eksplosif,


Filsafat adalah sebuah disiplin karena terjadi proses dekonstruksi metode,
berpikir yang membawa serta menantang khususnya dalam kefilsafatan tradisional
para pembelajarnya untuk masuk ke dalam (Aiken, 2020). Konteks kefilsafatan yang
sebuah diskursus kontinum tiada henti. semakin akseleratif, mendorong manusia
Filsafat memberikan suatu horizon pikir untuk selalu menciptakan pertanyaan
dan mengajak kita untuk melihat realitas “mengapa” tentang pengetahuan,
serta mempertanyakan realitas yang ada. pengalaman sensitif-rasional, objek-objek,
Dengan kata lain, filsafat menciptakan serta peristiwa yang dialami atau yang
“sangka wacana ide” mengenai suatu pernah dirasakan (Poespoprodjo, W dan
fenomena. Eksistensi filsafat semakin Gilarso, 2018).
menggelora, ketika era renaisans menjadi Abad ke-19 yang menjadi sebuah era
titik tolak untuk mempertanyakan yang mempertegas afirmasi cara berpikir
kebenaran teologis dan menganggap filosofis, mendorong para pemikir filsafat
kebenaran ortodoks gereja memasung untuk menciptakan mazhab-mazhab
keleluasaan berpikir. Ditambah lagi pada filsafat. Salah satu mazhab atau aliran
era aufklarung, dengan menggelorakan filsafat yang terkenal di abad ini adalah
semangat dalam merevisi kepercayaan- filsafat positivistik yang diperkenalkan
kepercayaan tradisional (Ramin, 2017a). oleh matematikawan dan fisikawan
Abad ke-19, filsafat menjadi sesuatu yang Prancis bernama Auguste Comte (yang

KETUT AGUS NOVA 33


selanjutnya dikenal dengan Bapak Fisika ekspresi dari kemampuan berpikir
Sosial/Bapak Sosiologi). Filsafat manusia sebagai makhluk yang berakal
positivistik didasarkan atas suatu asumsi budi. Akal budi dipergunakan sebagai
bahwa manusia adalah makhluk rasional, penuntun manusia didalam menjalankan
yang berpedoman pada prosedur ilmiah kehidupannya (Aquido Adri dan Syaiful
(empiris, objektif, rasional, terukur dan Hadi, 2017).
sistematis). Positivistik berkembang dari Akan tetapi, fundamentalisme dari
konteks ilmu kealaman filsafat positivistik yang menciptakan
(naturwissenchaft), dengan inti pemikiran manusia rasional serta berakhir dengan
menegasikan kepercayaan-kepercayaan terciptanya modernitas sebagai “era baru”
transenden (Upe, 2010). Filsafat justru menimbulkan berbagai
positivistik Comte dianggap sebuah problematika. Modernitas menciptakan
ekspansi dari ilmu alam sebagai upaya strktur kemanusiaan yang kaku,
memahami manusia sebagai makhluk mekanistik, kompetitif, terjebak dalam
progresif dalam proses menuju birokrasi (iron cage dalam istilah Max
kemanusiaan (Giddens, 2010). Weber), xenophobia, human waste,
Keberadaan manusia sebagai makhluk holocaust, munculnya kolonialisasi, dan
rasional dianggap sebagai dasein, atau beragam tragedi budaya lainnya
entitas yang bereksistensi (Horrigan-Kelly (Kurniawan, 2020). Dengan kata lain,
et al., 2016). fundamentalisme filsafat positivistik yang
Positivisme memiliki cara pandang didasarkan atas rasionalisme dan
yang sama dengan Rene Descartes (Bapak melahirkan periode modern justru
Filsafat Modern). Inti pikiran filosofis berpotensi besar menggiring manusia
antara positivisme dengan cara berpikir untuk berbuat jahat, dengan mengabaikan
Descartes adalah membangun keraguan entitas lain dan menganggap mereka
yang mendasar, membangun keraguan sebagai kelompok marginal. Ini adalah
kepada segala sesuatu yang bisa bentuk kekerasan secara struktural yang
diragukan. Tak terkecuali kesan indriawi dilakukan oleh manusia kepada manusia
dan pengetahuan tradisional (Capra, lain. Rasionalitas menciptakan
2019). Kokohnya cara berpikir positivistik konformitas, yang mengatur tindakan kita
membawa manusia pada sebuah tatanan berdasarkan sistem sosial yang lebih besar
yang dianggap mapan, karena berhasil (Kurniawan, 2020). Konteks inilah yang
melakukan eksplanasi berdasarkan menjadi titik tolak untuk melahirkan
penalaran logis. Fondasi cara berpikir sebuah kritik bahwa positivisme,
filosofis inilah, membawa manusia pada rasionalisme dan modernisme tidak serta
suatu era yang “didambakan”, era tersebut merta membawa perubahan dalam cita-
dikenal dengan modernitas. Modernitas cita emansipatori manusia sebagai
dan masyarakat modern adalah realitas makhluk berakal. Justru lahirnya era ini
yang bergerak dengan sangat cepat, menciptakan masalah baru yang tak kalah
tersegmentasi ke dalam institusi serta pelik dari periode sebelumnya.
berpotensi menciptakan destruksi Tujuan penelitian ini adalah
(Livesay, 2020). Modernitas adalah melakukan eksplanasi mengenai

KETUT AGUS NOVA 34


kegagalan modernisme di dalam tujuan untuk mencari sebuah jawaban
membawa manusia ke tahap yang lebih (Thambinathan & Kinsella, 2021).
baik. Munculnya era modern sebagai era Literatur yang dipilih sebagai referensi
rasional tidak serta merta membawa untuk melakukan eksplanasi adalah kajian
implikasi signifikan bagi kemanusiaan. yang dilakukan oleh Zygmunt Bauman
Rasionalisme membangun cara berpikir yang fokus mengkaji tragedi kemanusiaan
Holocaust sebagai sebuah dampak
yang rigid, dan memandang manusia lain
lahirnya modernitas. Kajian Bauman
hanya sebagai obyek. Relasi sosial era
dipilih karena mengandung unsur
modern yang juga menjadi ciri
originalitas (karena Bauman)
kegagalannya adalah lahirnya relasi yang menyaksikan sekaligus sebagai seorang
transaksional, bahwa interaksi sosial yang pelaku sejarah tentang bagaimana suatu
terjadi hanya sebatas untuk mendapatkan bangsa dengan ultranasionalismenya
keuntungan individual semata. Konsep ini melakukan genosida dan “pemurnian”
terakumulasi serta melahirkan dampak bagi manusia lain yang dianggap sebagai
yang dikenal dengan tragedy “Sang Lian”. Realitas ini menunjukkan
kebudayaan/kemanusiaan. bahwa manusia “lain” hanya dipandang
sebagai sebuah objek tanpa adanya usaha
II. METODE untuk memahami substansi
Metode yang digunakan dalam kemanusiaannya (Kurniawan, 2020;
penelitian ini adalah kualitatif-eksploratif, Segre, 2019).
dengan jenis penelitian literature review. Jenis penelitian ini didasarkan pada
Mengulas sebuah referensi atau literatur eksplanasi dari sebuah konsep ataupun
secara sistematik berguna untuk paradigma, kemudian dilihat dari sudut
mendapatkan sudut pandang yang luas pandang filosofis-teoretis. Konkulsi dari
mengenai masalah penelitian yang penelitian ini didapatkan dari beberapa
diangkat (Kraus et al., 2021). Sebuah tahapan, diantaranya, (a) pengumpulan
literatur yang diulas selalu berhubungan literatur. Dalam tahap pengumpulan
dengan berbagai aspek atau gejala, salah literatur hal yang dilakukan adalah
satunya adalah aspek fenomenologi. melakukan proses pencarian buku, jurnal
Fenomenologi selalu berhubungan dengan internasional bereputasi untuk memahami
konteks pengalaman atau realitas dari
dan memaknai studi kefilsafatan
suatu gejala kehidupan. Fenomenologi
positivistik, realitas yang dilahirkan dari
juga bertujuan untuk menginterpretasi
konteks kefilsafatan positivistik, kelahiran
eksistensi dari sebuah makna, tentang
realitas yang sedang terjadi (Frechette et modernisme sebagai hasil dari
al., 2020). Fenomena yang menjadi objek progresivisme (salah satu aspek esensial
kajian, menjadi sebuah ide dasar dalam dala filsafat positivistik) serta tragedi
membangun kerangka berpikir sebuah budaya modern sebagai implikasi
literatur. Literatur yang sudah terbangun modernisme. Kemudian, (b) interpretasi
dieksplanasi dengan berbagai aspek. Hal data. Pada tahap ini, dilakukan proses
ini adalah sebuah proses untuk melakukan penafsiran dari literatur yang sudah
determinasi serta proses mempertanyakan dikumpulkan, penafsiran filosofis-teoretis
sesuatu (gejala, feneomena, ataupun yang dilakukan berhubungan dengan
realitas) secara terus menerus, dengan kehidupan manusia di era modern, serta
KETUT AGUS NOVA 35
kekurangan dari paradigma positivistik. Dari semboyan inilah muncul paradigma
Terakhir, (c) penarikan kesimpulan. Pada bahwa “manusia adalah pusat dari
tahapan akhir ini dilakukan proses segalanya” atau lebih dikenal dengan
penarikan konklusi sebagai upaya untuk istilah antroposentrisme. Manusia
merangkum semua eksplanasi yang menganggap bahwa segala jenis gejala
berhubungan dengan positivisme, dapat didefinisikan, arogansi ini
menimbulkan dampak serius tentang
modernisme serta implikasi yang
hasrat manusia untuk berkuasa. Dapat
dihasilkan dari dua aspek tersebut.
dijelaskan bahwa dalam kondisi seperti
itu, manusia sudah berada dalam
periodisasi kemodernan. Modernisme
III. PEMBAHASAN identik dengan modernisasi, yaitu sebuah
Auguste Comte adalah seorang hasrat atau obsesi untuk menciptakan serta
matematikawan, fisikawan, sosiolog serta mencapai kemajuan, termasuk dengan
filsuf yang memperkenalkan filsafat menciptakan sebuah stratifikasi atau
positivistik. Aliran filsafat ini berangkat penggolongan manusia berdasarkan
dari Hukum Tiga Stadia yang kriteria tertentu. Kriteria ini didasarkan
mengklasifikasi perkembangan akal budi atas aspek binerisme, yang teraplikasikan
manusia ke dalam tiga jenjang zaman, dalam sebuah fakta bahwa adanya upaya
diantaranya jenjang teologis (penalaran untuk menempatkan suatu ras tertentu
yang didasarkan pada penjelasan absolut sebagai kelompok dominan (kulit putih)
agama dan ketuhanan), jenjang metafisika dan menempatkan kelompok ras lain
(penalaran yang didasarkan pada aspek sebagai entitas resesif, serta menganggap
metafisik dan abstrak), dan jenjang positif ras lain sebagai sub-human (Kurniawan,
sebagai jenjang terakhir (penalaran yang 2020). Fenomena tersebut menjelaskan
didasarkan pada pikiran obyektif, ilmiah tentang sebuah proses penciptaan
dan lepas dari berbagai anasir). Filsafat konstruksi sosial yang tidak setara.
positivistik berpandangan bahwa Konstruksi sosial adalah jalinan relasi
pengetahuan tertinggi adalah hasil yang secara konstan menciptaan
interpretasi serta eksplanasi dari panca perubahan dalam interaksi antar
indera (Ramin, 2017b). Dengan kata lain individunya (Khan & MacEachen, 2021).
bahwa, aspek paling fundamental dalam Secara hermeneutika, konteks tersebut
realitas kehidupan manusia adalah refleksi adalah bentuk dari sejarah dalam
dari pengalaman inderawi yang didasarkan kebudayaan manusia. Bahwa secara
atas relasi atau hubungan antara dunia kultural manusia adalah makhluk yang
dengan kehidupan (Mortari, 2015). selalu berelasi (McCaffrey et al., 2012).
Realitas ini (refleksi pengalaman Akan tetapi, dalam konteks dunia modern,
inderawi) linier dengan pernyataan Comte relasi yang terjalin bersifat timpang atau
yang menolak metafisika sama sekali tidak seimbang.
(Aiken, 2020). Modernisme adalah suatu spirit yang
Konteks kefilsafatan positivistik menjadi penuntun kehidupan manusia
secara esensial mengajarkan semboyan untuk bergerak maju, dengan berpusat
“baku”, yakni “pencerahan, teknologi dan pada negara – menjadi semakin konformis,
progresivitas”. Akumulasi ketiga aspek ini efektif, efisien dan mudah terprediksi.
melahirkan konsepsi sistemik dalam Bauman (Kurniawan, 2020), melihat
memandang realitas dunia yang dinamis.
KETUT AGUS NOVA 36
bahwa nilai-nilai yang dikandung oleh penuh dan mutlak atas makhluk hidup
modernisme menjadi cikal bakal lahirnya lainnya – adanya dorongan esensial berupa
ilmu pengetahuan, kemapanan ekonomi, penguasaan penuh atas orang lain (Fromm,
perkembangan teknologi dan militer. Akan 2019).
tetapi, semua pencapaian ini justru Kehidupan modern menciptakan
melahirkan tragedi holocaust. Genosida sebuah struktur, menciptakan sebuah
atau pembunuhan etnis tertentu konflik dan mengubah semua realitas serta
digerakkan dengan semangat birokrasi esensi kemanusiaan (Turner, 2019).
yang didesain secara terstruktur Struktur yang diciptakan oleh manusia
menggunakan sistem ekonomi industri sebagai makhluk akal budi dalam realitas
yang menerapkan nilai-nilai progresif era modern, justru melahirkan berbagai
dalam “memproduksi kematian”. dampak bagi manusia lain. Struktur
Holocaust adalah proses human waste atau menciptakan suatu tindakan yang
genosida yang dilakukan pada era mengarah pada pendiskriminasian antar
kepemimpinan Adolf Hitler kepada sesama manusia, seperti terjadinya
masyarakat Yahudi. Holocaust dilakukan kekerasan, kriminalitas, diskriminasi
dengan mempekerjakan polisi, pengacara, institusional, dan terjadinya disfungsi
perawat serta akuntan untuk mencatat kultural (Burt et al., 2012). Dalam konteks
jumlah kematian dalam kamp konsentrasi. filsafat post-human, dijelaskan bahwa
Tragedi kemanusiaan ini dirancang kondisi semacam ini adalah bentuk dari
dengan mekanisme otoritas legal rasional pengecualian terhadap keberadaan
konformis (Kurniawan, 2020). Hannah manusia, penciptaan “penjara” bagi
Arendt (Kurniawan, 2020), menyatakan kehidupan manusia dan berakhir dengan
bahwa perancang holocaust telah kehidupan yang sia-sia (DeFalco, 2020).
melakukan “banalisasi kejahatan”, yakni Karena, keberadaan kelompok yang
menjadikan pembunuhan terhadap ras menciptakan tindakan rasis adalah sebuah
tertentu sebagai sesuatu yang “biasa saja” realisasi dari tindakan yang liar dan
dan dianggap “normal”. Dalam catatan berbahaya bagi kelompok lain (Bonilla-
harian Victor Frankl di kamp konsentrasi Silva, 2019).
(Kurniawan, 2020), kita akan diajak untuk
menyaksikan sebuah kejahatan yang IV. SIMPULAN
diaplikasikan dalam bentuk “objektivasi”, Lahirnya modernisme sebagai
yakni mereka yang akan dieksekusi sebuah transisi sosial, tidak serta merta
dibawa ke Auschwitz. Rambut mereka membawa dampak serta “angin segar”
akan dicukur agar kepribadian dan bagi kemanusiaan. Justru, lahirnya era ini
identitasnya hilang serta mereka akan menciptakan problematika sosial baru,
diberikan cap pada lengan untuk khususnya disparitas antara “mereka yang
memudahkan proses identifikasi.
superior” dan “mereka yang inferior”.
Selanjutnya, individu-individu ini akan
Mereka yang superior melihat yang
dimasukkan ke dalam gas beracun,
inferior sebagai kelompok yang
mayatnya dikremasi dan abu jenazah
mereka akan dijadikan pupuk tanaman. termarginalkan, harus dimusnahkan atau
Tindakan kekerasan seperti holocaust mereka yang subordinat hanya dipandang
adalah bentuk dari sadisme, yakni sebagai sebuah objek untuk mendapatkan
dorongan untuk mendapatkan kendali keuntungan. Modernisme lahir dengan

KETUT AGUS NOVA 37


beragam “residu sosial” yang mengendap (2020). Capturing Lived Experience:
dalam kehidupan sosial, modernisme Methodological Considerations for
menciptakan tragedi kemanusiaan, dimana Interpretive Phenomenological
manusia tidak lagi memandang manusia Inquiry. International Journal of
lain sebagai sebuah subyek yang mengada. Qualitative Methods, 19(1), 1–12.
https://doi.org/10.1177/16094069209
07254
DAFTAR PUSTAKA Fromm, E. (2019). The Heart of Man
(Kejeniusan Hati Manusia untuk
Aiken, H. D. (2020). Abad Ideologi (M. S. Kebaikan dan Kejahatan) (M. A.
Shanty (ed.)). Relief. Fakih (ed.)). IRCiSoD.
Aquido Adri dan Syaiful Hadi. (2017). Giddens, A. (2010). Metode Sosiologi
Descartes, Spinoza dan Berkeley (Kaidah-Kaidah Baru) (E.
(Menguak Tabir Pemikiran Filsafat Adinugraha (ed.)). Pustaka Pelajar.
Rasionalisme dan Empirisme) (S.
Horrigan-Kelly, M., Millar, M., &
Adams (ed.)). Penerbit Sociality.
Dowling, M. (2016). Understanding
Bonilla-Silva, E. (2019). Feeling Race: the Key Tenets of Heidegger’s
Theorizing the Racial Economy of Philosophy for Interpretive
Emotions. American Sociological Phenomenological Research.
Review, 84(1), 1–25. International Journal of Qualitative
https://doi.org/10.1177/00031224188 Methods, 15(1), 1–8.
16958 https://doi.org/10.1177/16094069166
Burt, C. H., Simons, R. L., & Gibbons, F. 80634
X. (2012). Racial Discrimination, Khan, T. H., & MacEachen, E. (2021).
Ethnic-Racial Socialization, and Foucauldian Discourse Analysis:
Crime. American Sociological Moving Beyond a Social
Review, 77(4), 648–677. Constructionist Analytic.
https://doi.org/10.1177/00031224124 International Journal of Qualitative
48648 Methods, 20, 1–9.
Capra, F. (2019). The Turning Point (Titik https://doi.org/10.1177/16094069211
Balik Peradaban: Sains, Masyarakat 018009
dan Kebangkitan Kebudayaan) (A. Kraus, S., Jones, P., Kailer, N.,
N. Permata (ed.)). Matabangsa. Weinmann, A., Chaparro-Banegas,
DeFalco, A. (2020). Towards a Theory of N., & Roig-Tierno, N. (2021). Digital
Posthuman Care: Real Humans and Transformation: An Overview of the
Caring Robots. Body & Society, Current State of the Art of Research.
26(3), 31–60. SAGE Open, 11(3), 1–15.
https://doi.org/10.1177/1357034X20 https://doi.org/10.1177/21582440211
917450 047576
Frechette, J., Bitzas, V., Aubry, M., Kurniawan, K. N. (2020). Kisah Sosiologi
Kilpatrick, K., & Tremblay, M. L. (Pemikiran yang Mengubah Dunia

KETUT AGUS NOVA 38


dan Relasi Manusia). Yayasan Thambinathan, V., & Kinsella, E. A.
Pustaka Obor Indonesia. (2021). Decolonizing Methodologies
http//:www.obor.or.id in Qualitative Research: Creating
Livesay, J. (2020). The Challenge of Spaces for Transformative Praxis.
Modernity: Simmel’s Sociological International Journal of Qualitative
Theory. Contemporary Sociology: A Methods, 20, 1–9.
Journal of Reviews, 49(1), 43–45. https://doi.org/10.1177/16094069211
https://doi.org/10.1177/00943061198 014766
89962k Turner, J. H. (2019). Approaches to the
McCaffrey, G., Raffin-Bouchal, S., & Study of Social Structure.
Moules, N. J. (2012). Hermeneutics Contemporary Sociology: A Journal
as Research Approach: A of Reviews, 48(1), 27–29.
Reappraisal. International Journal of https://doi.org/10.1177/00943061188
Qualitative Methods, 11(3), 214–229. 15499
https://doi.org/10.1177/16094069120 Upe, A. (2010). Tradisi Aliran dalam
1100303 Sosiologi (Dari Filosofi Positivistik
Mortari, L. (2015). Reflectivity in ke Post Positivistik. Rajawali Pers.
Research Practice. International
Journal of Qualitative Methods,
14(5), 1–9.
https://doi.org/10.1177/16094069156
18045
Poespoprodjo, W dan Gilarso, E. T.
(2018). Logika Ilmu Menalar (Dasar-
Dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis,
Analitis dan Dialektis). CV. Pustaka
Grafika.
Ramin, M. M. (2017a). Teori Kritis
Filsafat Lintas Mazhab (S. Adams
(ed.)). Penerbit Sociality.
Ramin, M. M. (2017b). Teori Kritis
Filsafat Lintas Mazhab (S. Adams
(ed.)). Sociality.
Segre, S. (2019). Bauman and
Contemporary Sociology: A Critical
Analysis. Contemporary Sociology:
A Journal of Reviews, 48(1), 88–90.
https://doi.org/10.1177/00943061188
15500ee

KETUT AGUS NOVA 39

Anda mungkin juga menyukai