Dalam penggalan suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus tadi, Paulus
menantang pemahaman jemaat tentang apa yang seharusnya patut mereka banggakan. Dan
nampaklah bahwa memperbincangkan hal itu bisa menimbulkan kebodohan dan bahkan kegilaan
kecil. Hal semacam ini nyata. Rasa bangga yang umumnya dianggap positif ternyata memiliki
sisi negatif juga. Kita melihat kenyataan ini tiap saat. Disamping banyak orang baik
membanggakan kebaikannya, bersamaan dengan itu banyak juga orang jahat membanggakan
kejahatannya. Bahkan kadang ada orang yang membanggakan kejahatannya untuk membuktikan
kebaikannya. Kebanggaan terhadap sesuatu tidak lagi menjadi suatu rasa sukacita melainkan
berubah menjadi ajang memupuk egoisme dan kepercayaan yang berlebihan terhadap
kemampuan diri sendiri. Oleh karena itulah Paulus memperkenalkan ide yang sulit dimengerti
akal sehat yaitu “bermegah atas kelemahan”.
Kedua saudara kita yang bersykur pada malam ini akan memandang kehidupan sebagai
mahasiswa, menganggap dosen, teman, keluarga dan bahkan kampung halaman dengan cara
yang berbeda. Dalam situasi seperti itu, saya kira bagaimana kita memilih dan mempraktekan
cara pandang kita, itulah yang akan membedakan apakah kebanggaan kita bersifat duniawi dan
rohani. Lantas bagaimanakah yang layak disebut “bermegah atas kelemahan“ dalam situasi kita
saat ini? Tidak ada resep jadi, tidak ada rumus pasti, tidak ada dogma yang tetap. Ini sebuah
usaha seumur hidup yang jika terpeleset sedikit saja kita akan jatuh di sisi yang lainnya.
Untungnya, Paulus menasehati dengan contoh-contoh. Baginya, melakukan segala tindakan yang
mencontoh pengorbanan Yesus sampai yang paling ekstrim sekalipun bisa jadi merupakan
tindakan yang muncul dari kebodohan dan kemarahan belaka. Apalagi kalau itu ditujukan untuk
membangun persaingan kotor, perselisihan, dan kebanggaan diri. Dari kritik tajam atas
kebanggaan ini nampaklah bahwa ada inti yang lebih bermakna dari kebanggaan, yaitu ketika
kebanggaan ditujukan dan berdampak bagi keselamatan banyak orang. Dengan demikian,
kebanggaan justru adalah saat kita menjadi semakin rendah hati di tengah usaha kita melakukan
segala karya-karya besar yang berdampak bagi kesejahteraan dan keselamatan banyak orang.
Bapak ibu, saudara an saudarai yang terkasih dalam Kristus, kedua pestawan, saat ini
dunia membutuhkan orang-orang handal yang menghasilkan karya-karya baik dan visioner yang
berani bermegah atas kelemahan berupa kerendahhatian, keterbukaan, dan penerimaan pada
perbedaan. Dunia saat ini membutuhkan orang-orang yang berani bermegah atas kelemahan
untuk mendahulukan yang lemah dan tak berdaya. Dunia membutuhkan orang-orang yang berani
bermegah atas kelemahan yaitu menghasilkan kehidupan yang manusiawi. Dunia butuh orang-
orang yang mampu memelihara lingkungan yang tertuju pada hidup nyaman dan damai. Untuk
menutup permenungan ini saya mengajak dan berdoa semoga kita terutama kedua pestawan
mulai memikirkan dan menanamkan dalam hati tentang kebanggan atas kelemahan yang mampu
membawa kebaikan pada diri, keluarga, Gereja dan masyarakat. Bapak ibu saudara dan saudari
yang terkasih dalam Kristus , kedua pestawan, jadilah orang yang memang benar-benar
membanggakan, karena kita adalah orang-orang yang beriman dan semoga TuhanYesus
menuntun dan memberkati kita di setiap langkah hidup. Amin.