Anda di halaman 1dari 29

iii

DAFTAR ISI

Daftar Isi ………………………………………………………………….. iv


KB 3 Perubahan dan kesinambungan dalam Kehidupan Bangsa
Indonesia Masa Kolonialisme Barat di Indonesia
A Pendahuluan …………………………………………………….. 104
B Capaian Pembelajaran …………………………………………… 105
C Sub Pencapaian Pembelajaran …………………………………… 105
D Uraian Materi ……………………………………………………. 105
E Rangkuman ……………………………………………………… 130
F Tes Formatif KB 3 ………………………………………………. 131
G Daftar Pustaka …………………………………………………… 133
H Kunci Jawaban Tes Formatif KB 3 ……………………………… 133

iv
A. PENDAHULUAN
Peserta PPG yang berbahagia, semoga Saudara selalu dalam keadaan sehat,
sehingga dapat mempelajari kegiatan belajar 3 ini. Pada kegiatan belajar ini, Saudara
mempelajari tentang perubahan dan kesinambungan bangsa Indonesia masa
Kolonialisme Barat di Indonesia.
Keunggulan letak Indonesia menjadi daya tarik datangnya bangsa Barat ke
nusantara. Kesuburan tanah yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan yang dibutuhkan
bangsa Barat tumbuh subur, disertai posisi strategis pada jalur perdagangan
internasional menjadikan bangsa Barat berlomba-lomba datang dan berdagang.
Dorongan slogan Gold, Glory, dan Gospel (3G) ditambah dengan adanya
keinginan untuk mendapat keuntungan yang lebih, menyebabkan munculnya
penguasaan atas nusantara oleh bangsa Barat, yakni Belanda dan Inggris. Penguasaan
dapat terjadi karena kepandaian bangsa Barat menggunakan politik devide et impera
dengan cara turut campur dalam masalah intern kerajaan-kerajaan di nusantara.
Saat berkuasa di Indonesia, berbagai kebijakan diberlakukan sehingga
berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Modul ini berisi tentang
awal mula kedatangan bangsa Barat di Indonesia sampai pada kebijakan-kebijakan
yang dilakukan pada negeri koloninya tersebut. Agar dapat mencapai kompetensi
yang diharapkan, dalam mempelajari modul ini dapat dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut.
1. Baca dengan seksama dan pahami capaian pembelajarannya untuk mengetahui
arah dan tujuan penulisan modul ini.
2. Pahami uraian materi.
3. Setelah Saudara paham maka kerjakan soal latihan atau tugas yang Saudara temui
dan cocokkan jawaban Saudara dengan kunci jawaban di akhir modul ini.
4. Hitung kemampuan daya serap Saudara dengan menghitung prosentase jawaban
yang benar. Bila mencapai > 80%, Saudara dinyatakan tuntas, tetapi bila Saudara
mencapai < 80%, pelajari kembali materinya mulai dari langkah awal sampai
selesai.
5. Jika jawaban Saudara masih banyak yang tidak sesuai dengan kunci jawabannya,
maka Saudara harus membaca lagi bagian yang kurang Anda pahami. Usahakan
Saudara benar-benar jelas.

104
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Memahami kedatangan orang-orang Eropa ke Indonesia dan kebijakan-kebijakan
pemerintah kolonial saat berkuasa di Indonesia.
.
C. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
1. Mengidentifikasi faktor pendorong kedatangan orang-orang Eropa ke
Indonesia
2. Menjelaskan munculnya kolonialisme Belanda di Indonesia
3. Menjelaskan kebijakan-kebijakan masa kolonialisme Belanda di Indonesia
4. Menjelaskan kebijakan masa kolonialisme Inggris di Indonesia

D. URAIAN MATERI
1. Bangsa Barat Mencari “Dunia Baru”
Berbicara tentang penjelajahan samudera, maka perlu memahami terlebih
dahulu tentang konsep imperialisme dan kolonialisme kuno, yang dibedakan
dengan kolonialisme dan imperialisme modern. Imperialisme dan kolonialisme
kuno ditujukan untuk kepentingan mencari rempah-rempah, sebagai akibat
mahalnya komoditas tersebut di Eropa, karena ditutupnya Pelabuhan
Konstantinopel, Turki. Sementara itu, kolonialisme dan imperialisme modern
dilatarbelakangi oleh peristiwa Revolusi Industri yang mengakibatkan bangsa
Barat berlomba-lomba menemukan daerah baru untuk mencari bahan baku dan
bahan mentah untuk kepentingan industri.
Negara pelopor dalam penjelajahan samudera dalam konteks imperialisme dan
kolonialisme kuno adalah Portugis dan Spanyol. Dua negara ini sangat antusias,
sehingga untuk mencegah tidak terjadinya persaingan yang tidak sehat antara
kedua negara, atas prakarsa Paus Alexander VI, penguasa Agama Katolik di
Vatikan, merasa perlu mengatur penjelajahan samudera pada dua negara yang
mayoritas penduduknya beragama Katolik. Oleh karena itu, diadakanlah
Perjanjian Tordesillas. Perjanjian Tordesilllas merupakan perjanjian yang
ditandatangani di Tordesillas, Spanyol pada 7 Juni 1494. Perjanjian ini berisi
bahwa di dunia luar Eropa menjadi kekuasaan eksklusif dua bangsa yaitu Spanyol

105
dan Portugis, dengan titik pusat pada barat Kepulauan Tanjung Verde. Hasil
perjanjian Tordesilas adalah: (1) Untuk wilayah sebelah timur dimiliki oleh
Portugis, dan (2) Sebelah barat oleh Spanyol. Perjanjian tersebut disahkan
Spanyol pada 2 Juli 1494, sedangkan Portugis baru mengesahkan pada 5
September 1494. Hasil perjanjian Tordesilas dapat dilihat pada peta berikut.

Gambar 1. Peta dunia berdasarkan perjanjian Tordesilas


Sumber: https://www.google.com/search?q=peta+perjanjian+tordesillas
Masalah kemudian muncul ketika kedua negara yang melakukan pelayaran
tersebut bertemu di Maluku. Dalam konflik tersebut, Portugis bersekutu dengan
Kerajaan Ternate melawan Spanyol yang bersekutu dengan Kerajaan Tidore.
Keadaan ini menyebabkan dilakukannya pembaharuan terhadap Perjanjian
Tordesillas, dengan perjanjian baru yakni Perjanjian Saragosa. Perjanjian
Saragosa (22 April 1529) berisi: (1) Spanyol harus meninggalkan Maluku, dan
memusatkan kegiatannya di Filipina, dan (2) Portugis tetap melakukan aktivitas
perdagangan di Maluku.
Penyebab terjadinya penjelajahan samudera tidak berdiri sendiri-sendiri,
melainkan saling terkait antara faktor yang satu dengan lainnya. Faktor-faktor
yang menyebabkan bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudera adalah:
1. Mencari tempat penghasil rempah-rempah (spice island).
2. Jatuhnya Kota Konstantinopel pada tahun 1453 ke tangan Turki Usmani yang
menyebabkan ditutupnya pelabuhan tersebut bagi pelayaran bangsa Barat.
3. Dorongan gold (kekayaan), glory (kejayaan) dan gospel (menyebarkan
agama).
4. Kemajuan teknologi maritim seperti penemuan kompas, teleskop, peta dunia
dan kapal uap.

106
5. Membuktikan teori Copernicus yang menyatakan bahwa bumi itu bulat. Hal
ini nanti terbukti pada saat rombongan penjelajah Spanyol yang dipimpin
oleh Ferdinand Magellan yang dilanjutkan oleh Sebastian del Cano berhasil
kembali ke Spanyol. Peristiwa lain yang membuktikan bahwa bumi itu bulat
adalah saat Portugis dan Spanyol sampai di Maluku.
6. Terinspirasi dari kisah perjalanan dari Marcopolo dalam The Travels of
Marcopolo (1300) yang ditulis dalam buku Imago Mundi.

2. Kedatangan Bangsa Eropa ke Nusantara


a. Kedatangan Bangsa Portugis di Indonesia
Portugis dalah bangsa Eropa pertama yang melakukan pelayaran keluar
Eropa. Semangat utama yang melatarbelakanginya adalah semangat
Reconquiesta, semangat kebangsaan untuk membersihkan tanah bangsa mereka
dari bangsa Arab dan berkewajiban untuk membebaskan daerah Kristen
lainnya yang masih dikuasai oleh umat Islam. Hal ini terkait dengan peristiwa
Perang Salib di Eropa.
Penjelajah Portugis antara lain:
1) Bartolomeuz Diaz (1486) dan sampai ke ujung selatan Benua Afrika yang
kemudian dinamakan dengan Tanjung Pengharapan.
2) Vasco da Gama (1498), melanjutkan pelayaran dari Tanjung Pengharapan
dan sampai ke Calikut, India
3) Alfonso d’albuquerque yang berhasil menguasai Malaka tahun 1511.
4) d’Abreu tahun 1512 Portugis telah sampai di Maluku

107
Gambar 2. Peta Pelayaran Portugis
Sumber: https://www.google.com/search?q=peta+pelayaran+portugis
Sebagai bangsa yang telah maju dalam bidang teknologi terutama pelayaran,
Portugis berhasil membentuk sebuah imperium laut, yaitu penguasaan atas
jalur-jalur niaga yang melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka dan Samudera
Hindia. Jalur perniagaan yang sebelumnya berakhir di laut Tengah dan Teluk
Persia dibelokkan ke Tanjung Harapan dan harus berakhir di Lisabon. Strategi
Portugis dalam membentuk imperium lautnya adalah: (1) Angkatan laut yang
siap menjelajahi samudera, (2) Benteng-benteng pokok di sepanjang pantai ;
adapun benteng-benteng tersebut adalah : Mozambique – Sokotra – Aden –
Ormuz – Diu – Goa (pusat) – Malaka – Maluku.
Selanjutnya berkaitan dengan motif penyebaran agama, pemerintah Portugis
memberikan izin dan menganjurkan kepada orang-orang Portugis di sepanjang
garis pertahanan agar melakukan perkawinan dengan perempuan Asia tapi
harus dikristenkan terlebih dahulu. Salah satu penyebar agama Kristen di
Indonesia adalah Fransiscus Xaverius.
Pada tahun 1522 Portugis datang ke Pajajaran di bawah pimpinan Henry
Leme dan disambut baik oleh Pajajaran dengan maksud agar Portugis mau
membantu dalam menghadapi ekspansi Demak. Terjadilah Perjanjian Sunda
Kelapa (1522) antara Portugis dan Pajajaran, yang isinya sebagai berikut: (1)
Portugis diijinkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa, (2) Pajajaran akan
menerima barang-barang yang dibutuhkan dari Portugis termasuk senjata, (3)
Portugis akan memperoleh lada dari Pajajaran menurut kebutuhannya.

108
Awal tahun 1527 Portugis datang lagi ke Pajajaran untuk merealisasi
Perjanjian Sunda Kelapa, namun disambut dengan pertempuran oleh pasukan
Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Pertempuran berakhir dan namanya
diganti menjadi Jayakarta, artinya pekerjaan yang jaya (menang). Selain di
Sunda Kelapa, Portugis juga mendapatkan perlawanan dari penguasa setempat
seperti di Aceh dan Ternate.
b. Kedatangan Bangsa Spanyol di Indonesia
Hampir sama dengan bangsa Portugis, sebagai penganut Katolik yang
fanatik bangsa Spanyol juga dipengaruhi oleh semangat pembalasan terhadap
umat Islam. Penjelajah samudera dari Spanyol antara lain:
1) Christopher Columbus yang mengarungi Samudera atlantik dan menemukan
Benua Amerika.
2) Hernan Cortes berhasil mencapai Mexico (1519) dengan kemudian berhasi
menaklukan suku Aztek pada tahun 1521
3) Fransisco Pizzaro pada tahun 1530 berhasil menaklukan Peru dan
mengalahkan Suku Inka pada tahun 1533
4) Ferdinand Magellan merupakan pelaut pertama yang berhasil melintasi
Samudera Pasifik dan kemudian berhasil sampai Philipina (1521). Di
Philipina Magellan bentrok dengan Suku setempat yang menyabkannya tewas
dalam pertempuran.
5) Ekspedisi Spanyol kemudian dilanjutkan oleh Sebastian Del Cano dari
Philipina ke Kalimantan, Maluk dan pulang ke Spanyol lewat Tanjung
Harapan dan sampai ke Spanyol 1522. Perjalanan yang sangat panjang dari
tahun 1519-1522 telah membuktikan bahwa bumi itu bulat.

109
Gambar 3. Peta Pelayaran Ferdinand Magellan
Sumber: https://www.google.com/search?q=peta+pelayaran+ferdinand+magelhaens

c. Kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia


Sebab khusus dari bangsa Belanda melakukan penjelajahan samudera
disebabkan adanya larangan mengambil rempah-rempah di Lisabon oleh
pemerintah Portugis karena Belanda terlibat dalam perang 80 Tahun. Kondisi
ini membuat Belanda harus mencari sendiri sumber rempah-rempah di dunia
Timur. Dalam pelayarannya, bangsa Belanda banyak dibantu dengan adanya
pedoman dari buku Iti-nerario near Oost ofte Portugaels Indien yang dikarang
oleh Jan Huygen van Linschoten yang bekerja pada maskapai perniagaan
Portugis.
Pada bulan April 1595, Belanda memulai pelayaran menuju Nusantara
dengan empat buah kapal di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Dalam
pelayarannya menuju ke timur, Belanda menempuh rute Pantai Barat Afrika –
Tanjung Harapan–Samudra Hindia–Selat Sunda–Banten. Belanda harus
menempuh rute melalui Samudera Hindia dan tepian barat pulau Sumatera
hingga akhirnya sampai Selat Sunda dikarenakan pada saat itu Selat Malaka
yang merupakan jalur perdagangan dikuasi oleh Portugis.
Pada saat itu Banten berada di bawah pemerintahan Maulana Muhammad
(1580–1605) Kedatangan rombongan Cornelis de Houtman (1596), pada
mulanya diterima baik oleh masyarakat Banten dan juga diizinkan untuk
berdagang di Banten. Namun, karenanya sikap yang kurang baik sehingga

110
orang Belanda kemudian diusir dari Banten. Selanjutnya, orang-orang Belanda
meneruskan perjalanan ke Timur akhirnya sampai di Bali. Kejadian tersebut
menyebabkan adanya ekspedisi berikutnya yang dipimpin oleh Jacob van Neck
(1598) dan mendapat sambutan yang baik dari kerajaan Banten. Satu hal
berbeda dari pelayaran yang dilakukan oleh Portugis adalah Belanda
mendirikan satu titik kekuasaan di Pulau Jawa.

Gambar 4. Rute Pelayaran Bangsa Belanda


Sumber:https://www.google.com/search?q=rute+pelayaran+bangsa+belanda

Pada tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang yang bernama


Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) dengan tujuan agar tidak terjadi
persaingan sesama pedagang Belanda, untuk mengumpulkan modal yang besar
guna bersaing dengan kongsi dagang lainnya. VOC dibekali dengan Hak
Istimewa yang dikenal dengan nama Hak Ooctroi, antara lain:
1) Hak monopoli perdagangan
2) Hak mencetak mata uang
3) Hak mendirikan benteng
4) Hak membentuk pasukan
5) Hak membuat perjanjian dengan penguasa setempat

111
d. Kedatangan Bangsa Inggris ke Indonesia
Pelayaran bangsa Inggris masih berkaitan dengan kekacauan yang
diakibatkan oleh perang Belanda-Spanyol dalam perdagangan dengan Asia
Tenggara dan adanya gangguan Spanyol dan Portugis di Selat Giblartar.
Penjelajah samudera dari Inggris antara lain:
1) Sir Francis Drake yang berhasil mengelilingi dunia tahun 1577-1580. Pada
tahun 1579, Drake berlabuh di Kerajaan Ternate
2) James Lancester pada tahun 1602 berhasil mendarat di Aceh dan kemudian
dilanjutkan ke Banten.
3) Sir Henry Middleton tahun 1604 memimpin ekpedisi EIC ke wilayah
Nusantara antara lain Sumatera, Banten dan Kepulauan Maluku.
4) James Cook
Pada tanggal 31 Desember 1600, Inggris membentuk kongsi dagang East
India Company yang berpusat di India. Tujuan didirikannya ialah untuk
menolong hak perdagangan di India. Royal Charter (Piagam Kerajaan) secara
efektif memberikan EIC sebuah monopoli dalam seluruh perdagangan di
daerah Hindia Timur. EIC berubah dari sebuah gabungan perdagangan
komersial ke lembaga yang memerintah India ketika perusahaan ini mengambil
fungsi pemerintahan dan militer tambahan, sampai pembubarannya pada 1858.

Gambar 5. Rute Pelayaran Sir Francis Drake


Sumber: https://www.google.com/search?q=rute+pelayaran+sir+francis+drake

112
Jalur pelayaran Portugus, Spanyol, Inggris, dan Belanda dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 6. Rute pelayaran Belanda, Spanyol, Inggris, dan Portugis


Sumber: https://www.google.com/search?q=peta+rute+pelayaran+belanda,+spanyol,
+inggris,+portugis

3. Berdirinya Kongsi Dagang VOC


Tujuan kedatangan orang-orang Eropa ke dunia timur antara lain untuk
mendapatkan keuntungan dan kekayaan. Tujuan ini boleh dikatakan dapat dicapai
setelah mereka menemukan rempah-rempah di Kepulauan Nusantara. Berita
tentang keuntungan yang melimpah berkat perdagangan rempah-rempah itu
menyebar luas. Dengan demikian semakin banyak orang-orang Eropa yang
tertarik pergi ke Nusantara. Mereka saling berinteraksi dan bersaing dalam
meraup keuntungan berdagang. Para pedagang atau perusahaan dagang Portugis
bersaing dengan para pedagang Belanda, bersaing dengan para pedagang Spanyol,
bersaing dengan para pedagang Inggris, dan seterusnya. Bahkan tidak hanya
antarbangsa, antarkelompok atau kongsi dagang, dalam satu bangsapun mereka
saling bersaing. Oleh karena itu, untuk memperkuat posisinya di dunia timur
masing-masing kongsi dagang dari suatu negara membentuk persekutuan dagang
bersama. Sebagai contoh seperti pada tahun 1600 Inggris membentuk sebuah
kongsi dagang yang diberi nama East India Company (EIC). Kongsi dagang EIC
ini kantor pusatnya berkedudukan di Kalkuta, India. Dari Kalkuta ini kekuatan
dan setiap kebijakan Ingris di dunia timur, dikendalikan. Pada tahun 1811

113
kedudukan Inggris begitu kuat dan meluas bahkan pernah berhasil menempatkan
kekuasaannya di Nusantara.
Persaingan yang cukup keras juga terjadi di antar perusahaan dagang orang-
orang Belanda. Masing-masing ingin memenangkan kelompoknya agar
mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Kenyataan ini mendapat perhatian
khusus dari pihak pemerintah dan parlemen Belanda, sebab persaingan
antarkongsi Belanda juga akan merugikan Kerajaan Belanda sendiri. Terkait
dengan itu, maka pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal) pada 1598
mengusulkan agar antarkongsi dagang Belanda bekerjasama membentuk sebuah
perusahaan dagang yang lebih besar. Usulan ini baru terealisasi empat tahun
berikutnya, yakni pada 20 Maret 1602 secara resmi dibentuklah persekutuan
kongsi dagang Belanda di Nusantara sebagai hasil fusi antarkongsi yang telah ada.
Kongsi dagang Belanda ini diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie
(VOC) atau dapat disebut dengan “Perserikatan Maskapai Perdagangan Hindia
Timur/Kongsi Dagang India Timur”. VOC secara resmi didirikan di Amsterdam.
Adapun tujuan dibentuknya VOC ini antara lain untuk: (1) menghindari
persaingan yang tidak sehat antara sesama kelompok/kongsi pedagang Belanda
yang telah ada, (2) memperkuat kedudukan Belanda dalam menghadapi
persaingan dengan para pedagang negara lain.
VOC dipimpin oleh sebuah dewan yang beranggotakan 17 orang, sehingga
disebut “Dewan Tujuh Belas” (de Heeren XVII). Mereka terdiri dari delapan
perwakilan kota pelabuhan dagang di Belanda. Markas Besar Dewan ini
berkedudukan di Amsterdam. Dalam menjalankan tugas, VOC ini memiliki
beberapa kewenangan dan hak-hak antara lain:
a) melakukan monopoli perdagangan di wilayah antara Tanjung Harapan sampai
dengan Selat Magelhaens, termasuk Kepulauan Nusantara,
b) membentuk angkatan perang sendiri,
c) melakukan peperangan,
d) mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat,
e) mencetak dan mengeluarkan mata uang sendiri,
f) mengangkat pegawai sendiri, dan
g) memerintah di negeri jajahan.

114
Sebagai sebuah kongsi dagang, dengan kewenangan dan hak-hak di atas,
menunjukkan bahwa VOC memiliki hak-hak istimewa dan kewenangan yang
sangat luas. VOC sebagai kongsi dagang bagaikan negara dalam negara. Dengan
memiliki hak untuk membentuk angkatan perang sendiri dan boleh melakukan
peperangan, maka VOC cenderung ekspansif. VOC terus berusaha memperluas
daerah-daerah di Nusantara sebagai wilayah kekuasaan dan monopolinya. VOC
juga memandang bangsa-bangsa Eropa yang lain sebagai musuhnya. Mengawali
ekspansinya tahun 1605 VOC telah berhasil mengusir Portugis dari Ambon.
Benteng pertahanan Portugis di Ambon dapat diduduki tentara VOC. Benteng itu
kemudian oleh VOC diberi nama Benteng Victoria.
Pada awal pertumbuhannya sampai tahun 1610, “Dewan Tujuh Belas” secara
langsung harus menjalankan tugas-tugas dan menyelesaikan berbagai urusan
VOC, termasuk urusan ekspansi untuk perluasan wilayah monopoli. Dapat Kamu
bayangkan “Dewan Tujuh Belas” yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda
mengurus wilayah yang ada di Kepulauan Nusantara. Sudah barang tentu “Dewan
Tujuh Belas” tidak dapat menjalankan tugas sehari-hari secara cepat dan efektif.
Sementara itu persaingan dan permusuhan dengan bangsa-bangsa lain juga
semakin keras. Berangkat dari permasalahan ini maka pada 1610 secara
kelembagaan diciptakan jabatan baru dalam organisasi VOC, yakni jabatan
gubernur jenderal. Gubernur jenderal merupakan jabatan tertinggi yang bertugas
mengendalikan kekuasaan di negeri jajahan VOC. Di samping itu juga dibentuk
“Dewan Hindia” (Raad van Indie). Tugas “Dewan Hindia” ini adalah memberi
nasihat dan mengawasi kepemimpinan gubernur jenderal. Gubernur jenderal VOC
yang pertama adalah Pieter Both (1610-1614). Sebagai gubernur jenderal yang
pertama, Pieter Both sudah tentu harus mulai menata organisasi kongsi dagang ini
sebaik-baiknya agar harapan mendapatkan monopoli perdagangan di Hindia
Timur dapat diwujudkan. Pieter Both pertama kali mendirikan pos perdagangan di
Banten pada tahun 1610. Pada tahun itu juga Pieter Both meninggalkan Banten
dan berhasil memasuki Jayakarta. Penguasa Jayakarta waktu itu, Pangeran
Wijayakrama sangat terbuka dalam hal perdagangan. Pedagang dari mana saja
bebas berdagang, di samping dari Nusantara juga dari luar seperti dari Portugis,
Inggris, Gujarat/India, Persia, Arab, termasuk juga Belanda. Dengan demikian,

115
Jayakarta dengan pelabuhannya Sunda Kelapa menjadi kota dagang yang sangat
ramai. Kemudian pada tahun 1611 Pieter Both berhasil mengadakan perjanjian
dengan penguasa Jayakarta, guna pembelian sebidang tanah seluas 50x50 vadem
(satu vadem sama dengan 182 cm) yang berlokasi di sebelah timur Muara
Ciliwung. Tanah inilah yang menjadi cikal bakal hunian dan daerah kekuasaan
VOC di tanah Jawa dan menjadi cikal bakal Kota Batavia. Di lokasi ini kemudian
didirikan bangunan batu berlantai dua sebagai tempat tinggal, kantor dan
sekaligus gudang. Pieter Both juga berhasil mengadakan perjanjian dan
menanamkan pengaruhnya di Maluku dan berhasil mendirikan pos perdagangan
di Ambon

Gambar 7. Gubernur Jenderal VOC pertama, Pieter Booth


Sumber: https://www.google.com/search?q=gambar+gubernur+jenderal+voc+pertama

Monopoli perdagangan VOC mendapat perlawanan dari penguasa tradisonal.


Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram menyerang Batavia sebanyak dua
kali. Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten melawan monopoli VOC, termasuk juga
Sultan Hasanudin penguasa Goa Tallo yang menentang monopoli VOC di
Sulawesi Selatan.
Pada abad ke-17 hingga awal abad ke-18, VOC mengalami puncak kejayaan.
Penguasa dan kerajaan-kerajaan lokal berhasil diungguli. Kerajaan-kerajaan itu
sudah menjadi bawahan dan pelayan kepentingan VOC. Jalur perdagangan yang
dikendalikan VOC menyebar luas membentang dari Amsterdam, Tanjung
Harapan, India sampai Irian/Papua. Keuntungan perdagangan rempah-rempah

116
juga melimpah. Namun di balik itu ada persoalan-persoalan yang bermunculan.
Semakin banyak daerah yang dikuasai ternyata juga membuat pengelolaan
semakin kompleks. Semakin luas daerahnya, pengawasan juga semakin sulit. Kota
Batavia semakin ramai dan semakin padat. Orang-orang timur asing seperti Cina
dan Jepang diizinkan tinggal di Batavia. Sebagai pusat pemerintahan VOC,
Batavia juga semakin dibanjiri penduduk, sehingga tidak jarang menimbulkan
masalah-masalah sosial.
Pada tahun 1749 terjadi perubahan yang mendasar dalam lembaga
kepengurusan VOC. Pada tanggal 27 Maret 1749, Parlemen Belanda
mengeluarkan UU yang menetapkan bahwa Raja Willem IV sebagai penguasa
tertinggi VOC. Dengan demikian, anggota pengurus “Dewan Tujuh Belas” yang
semula dipilih oleh parlemen dan provinsi pemegang saham (kecuali Provinsi
Holland), kemudian sepenuhnya menjadi tanggung jawab Raja. Raja juga menjadi
panglima tertinggi tentara VOC. Dengan demikian VOC berada di bawah
kekuasaan raja. Pengurus VOC mulai akrab dengan pemerintah Belanda.
Kepentingan pemegang saham menjadi terabaikan. Pengurus tidak lagi berpikir
memajukan usaha perdagangannya, tetapi berpikir untuk memperkaya diri. VOC
sebagai kongsi dagang swasta keuntunganya semakin merosot. Bahkan tercatat
pada tahun 1673 VOC tidak mampu membayar dividen. Kas VOC juga merosot
tajam karena serangkaian perang yang telah dilakukan VOC dan beban hutang
pun tidak terelakkan.
Sementara itu para pejabat VOC juga semakin feodal. Pada tanggal 24 Juni
1719 Gubernur Jenderal Henricus Zwaardecroon mengeluarkan ordonansi untuk
mengatur secara rinci cara penghormatan terhadap gubernur jenderal, kepada
Dewan Hindia beserta isteri dan anak-anaknya. Misalnya, semua orang harus
turun dari kendaraan bila berpapasan dengan para pejabat tinggi tersebut, warga
keturunan Eropa harus menundukkan kepala, dan warga bukan orang Eropa harus
menyembah. Kemudian Gubernur Jenderal Jacob Mosel juga mengeluarkan
ordonansi baru tahun 1754. Ordonansi ini mengatur kendaraan kebesaran.
Misalnya kereta ditarik enam ekor kuda, hiasan berwarna emas dan kusir orang
Eropa untuk kereta kebesaran gubernur jenderal, sedang untuk anggota dewan
hindia kuda yang menarik kereta hanya empat ekor dan hiasannya warna perak.

117
Nampaknya para pejabat VOC sudah gila hormat dan ingin berfoya-foya. Sudah
barang tentu ini juga membebani anggaran.
Posisi jabatan dan berbagai simbol kehormatan tersebut tidaklah lengkap tanpa
hadiah dan upeti. Sistem upeti ini ternyata juga terjadi di kalangan para pejabat,
dari pejabat di bawahnya kepada pejabat yang lebih tinggi. Hal ini semua terkait
dengan mekanisme pergantian jabatan di tubuh organisasi VOC. Semua
bermuatan korupsi. Gubernur Jenderal Van Hoorn konon menumpuk harta sampai
10 juta gulden ketika kembali ke Belanda pada tahun 1709, sementara gaji
resminya hanya sekitar 700 gulden sebulan. Gubernur Maluku berhasil
mengumpulkan kekayaan 20-30 ribu gulden dalam waktu 4-5 tahun, dengan gaji
sebesar 150 gulden per bulan. Untuk menjadi karyawan VOC juga harus dengan
menyogok. Pengurus VOC di Belanda memasang tarif sebesar f 3.500,- bagi yang
ingin menjadi pegawai onderkoopman (pada hal gaji resmi per bulan sebagai
onderkoopman hanya f.40,-), untuk menjadi kapitein harus menyogok f.2000,-
dan begitu seterusnya yang semua telah merugikan uang lembaga. Demikianlah
para pejabat VOC terjangkit penyakit korupsi karena ingin kehormatan dan
kemewahan sesaat. Beban utang VOC semakin berat, sehingga akhirnya VOC
sendiri bangkrut. Bahkan ada sebuah ungkapan, VOC kepanjangan dari Vergaan
Onder Corruptie (tenggelam karena korupsi).
Kebangkrutan VOC dapat dilihat dari data tentang pembagian keuntungan.
Sejak berdirinya sampai ahun 1609, VOC tidak membagikan keuntungan pada
pemegang saham. Pada tahun 1610, VOC membagikan tiga kali keuntungan
sejumlah 132,5%, dan tahun 1611 sebesar 30%. Akan tetapi, yang diterimakan
dalam bentuk uang kepada pemegang saham hanya 71,5%, sisanya dibayar dalam
bentuk barang. Antara tahun 1611-1619 tidak ada pembagian laba. Pada tahun
1620 dibagikan keuntungan sebesar 37,5%, tetapi untuk keperluan tersebut, VOC
harus meminjam uang. Sampai tahun 1644, kalau ada pembagian laba, sebagian
selalu dibayar dalam bentuk barang.
Dalam kondisi bangkrut VOC tidak dapat berbuat banyak. Menurut penilaian
pemerintah keberadaan VOC sebagai kongsi dagang yang menjalankan roda
pemerintahan di negeri jajahan tidak dapat dilanjutkan lagi. VOC telah bangkrut,
oleh karena itu, pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dinyatakan bubar. Semua

118
utang piutang dan segala milik VOC diambil alih oleh pemerintah. Pada waktu itu
sebagai Gubernur Jendral VOC yang terakhir, Van Overstraten masih harus
bertanggung jawab tentang keadaan di Hindia Belanda.

4. Penguasaan Inggris di Indonesia


Pada tahun 1795 terjadi perubahan di Belanda. Muncullah kelompok yang
menamakan dirinya kaum patriot. Kaum ini terpengaruh oleh semboyan Revolusi
Perancis: liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan), dan fraternite
(persaudaraan). Berdasarkan ide dan paham yang digelorakan dalam Revolusi
Perancis itu maka kaum patriot menghendaki perlunya negara kesatuan.
Bertepatan dengan keinginan itu pada awal tahun 1795 pasukan Perancis
menyerbu Belanda. Raja Willem V melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai
Perancis. Dibentuklah pemerintahan baru sebagai bagian dari Perancis yang
dinamakan Republik Bataaf (1795-1806). Sebagai pemimpin Republik Bataaf
adalah Louis Napoleon saudara dari Napoleon Bonaparte.
Sementara itu, dalam pengasingan, Raja Willem V oleh pemerintah Inggris
ditempatkan di Kota Kew. Raja Willem V kemudian mengeluarkan perintah yang
terkenal dengan “Surat-surat Kew”. Isi perintah itu adalah agar para penguasa di
negeri jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris bukan kepada
Perancis. Dengan “Surat-surat Kew” itu pihak Inggris bertindak cepat dengan
mengambil alih beberapa daerah di Hindia seperti Padang pada tahun 1795,
kemudian menguasai Ambon dan Banda tahun 1796. Inggris juga memperkuat
armadanya untuk melakukan blokade terhadap Batavia.
Sudah barang tentu pihak Perancis dan Republik Bataaf juga tidak ingin
ketinggalan untuk segera mengambil alih seluruh daerah bekas kekuasaan VOC di
Kepulauan Nusantara. Oleh karena, Republik Bataaf merupakan vassal dari
Perancis, maka kebijakan-kebijakan Republik Bataaf untuk mengatur
pemerintahan di Hindia masih juga terpengaruh oleh Perancis. Kebijakan yang
utama bagi Perancis waktu itu adalah memerangi Inggris. Oleh karena itu, untuk
mempertahankan Kepulauan Nusantara dari serangan Inggris diperlukan
pemimpin yang kuat. Ditunjuklah seorang muda dari kaum patriot untuk

119
memimpin Hindia, yakni Herman Williem Daendels. Ia dikenal sebagai tokoh
muda yang revolusioner.
Kebijakan pemerintahan HW Daendels adalah:
a. Bidang Birokrasi Pemerintahan
1. Pusat pemerintahan (Weltevreden) dipindahkan agak masuk ke pedalaman
2. Dewan Hindia Belanda sebagai dewan legislatif pendamping Gubernur
Jendral dibubarkan dan diganti dengan Dewan Penasehat.
3. Para bupati dijadikan pegawai pemerintahan Belanda.
b. Bidang Hukum dan Peradilan
1. Dalam bidang hukum Daendels membentuk 3 jenis pengadilan, yaitu :
a. Pengadilan untuk orang Eropa
b. Pengadilan untuk orang Pribumi
c. Pengadilan untuk orang Timur Asing
2. Pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu termasuk terhadap bangsa
Eropa. Akan tetapi ia sendiri malah melakukan korupsi besar-besaran.
c. Bidang Militer dan Pertahanan
1. Membangun jalan antara Anyer – Panarukan. Jalan ini penting sebagai
lalu-lintas pertahanan maupun perekonomian.
2. Membangun pabrik senjata di Gresik dan Semarang. Hal ini dilakukan
Daendels sebab hubungan Belanda dan Indonesia sangat sukar sebab ada
blokade Inggris di lautan.
3. Membangun pangkalan angkatan laut di Ujung Kulon dan Surabaya.
d. Bidang Ekonomi dan Keuangan
1. Membentuk Dewan Pengawas Keuangan Negara (Algemene Rekenkaer)
dan dilakukan pemberantasan korupsi dengan keras.
2. Pajak In Natura (Contingenten) dan sistem penyerahan wajb (Verplichte
Leverantie) yang diterapkan pada zaman VOC tetap dilanjutkan, bahkan
diperberat.
3. Mengadakan Preanger Stelsel, yaitu kewajiban bagi rakyat Priangan dan
sekitarnya untuk menanam tanaman ekspor (kopi).

120
e. Bidang Sosial
1. Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi untuk membangun jalan Anyer
– Panarukan.
2. Menghapus upacara penghormatan kepada residen, sunan atau sultan.
3. Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos.
Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia digantikan
oleh Jan Willem Janssen. Mulai saat inilah pemerintahan Willem Janssen di
Hindia Belanda (Indonesia). Pemerintahan Willem Janssen di Hindia Belanda
(Indonesia) cukup singkat, yaitu sekitan 6 bulan. Masa pemerintahan Willem
Janssen di Hindia Belanda (Indonesia) yaitu dimulai pada tanggal 15 Mei 1811
sampai 18 September 1811. Janssen dikenal seorang politikus berkebangsaan
Belanda. Sebelum memerintah Hindia Belanda (Indonesia), Janssen menjabat
sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806.
Pada tahun 1806 itu Janssen terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh
ke tangan Inggris. Pada tahun 1810 Janssen diperintahkan pergi ke Jawa dan
akhirnya menggantikan Daendels pada tahun 1811 sebagai Gubernur Jenderal di
Hindia Belanda. Ketika memerintah di Hindia Belanda (Indonesia), Janssen
mencoba memperbaiki keadaan yang telah ditinggalkan Daendels.
Namun beberapa daerah di Hindia sudah jatuh ke tangan Inggris. Sementara itu
penguasa Inggris di India, Lord Minto telah memerintahkan Thomas Stamford
Raffles yang berkedudukan di Pulau Penang untuk segera menguasai Jawa.
Raffles segera mempersiapkan armadanya untuk menyeberangi Laut Jawa.
Pengalaman pahit Janssen saat terusir dari Tanjung Harapan pun terulang. Pada
Tanggal 4 Agustus 1811 sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles
telah muncul di perairan sekitar Batavia.
Beberapa minggu berikutnya, tepatnya pada tanggal 26 Agustus 1811 Batavia
jatuh ke tangan Inggris. Janssen berusaha menyingkir ke Semarang bergabung
dengan Legiun Mangkunegara dan prajurit-prajurit dari Yogyakarta serta
Surakarta. Namun pasukan Inggris lebih kuat sehingga berhasil memukul mundur
Janssen beserta pasukannya.
Janssen kemudian mundur ke Salatiga dan akhirnya menyerah di Tuntang.
Penyerahan Janssen secara resmi ke pihak Inggris ditandai dengan adanya

121
Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811. Dengan menyerahnya
Janssen kepada Inggris, maka berakhirlah masa pemerintahan republik Bataaf di
Hindia Belanda (Indonesia). Pemerintahan Janssen di Hindia Belanda (Indonesia)
hanya selama 6 bulan.
Setelah adanya kapitulasi tuntang maka dimulainya kekuasaan Inggris di
Hindia. Pada tanggal 18 September 1811, Gubernur Jenderal Lord Minto secara
resmi mengangkat Raffles sebagai penguasa di Hindia Belanda. Pusat
pemerintahan Inggris berkedudukan di Batavia. Sebagai penguasa di Hindia,
Raffles mulai melakukan langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris
di tanah jajahan. Dalam rangka menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang
pada tiga prinsip. Prinsip Raffles yang pertama, segala bentuk kerja rodi dan
penyerahan wajib dihapus, diganti penanaman bebas oleh rakyat.
Tidak lama kemudian Jawa didduduki oleh Inggris pada tahun 1811. Zaman
pendudukan Inggris ini hanya berlangsung selama lima tahun, yaitu tahun 1811
sampai 1816, akan tetapi selama waktu ini telah diletakkan dasar-dasar
kebijaksanaan ekonomi yang sangat mempengaruhi sifat dan arah kebijaksanaan
pemerintah kolonial Belanda yang pada 1816 kembali mengambil-alih kekuasaan
dari pemerintah kolonial Inggris.
Azas-azas pemerintahan sementara Inggris ini ditentukan oleh Letnan
Gubernur Raffles, yang sangat dipengaruhi oleh pengaaman Inggris di India. Pada
hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas
dari unsur paksaan yang dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan
pekerjaan rodi yang dijalankan oleh Kompeni Belanda (VOC) dalam rangka
kerjasama denagn raja-raja dan para bupati. Secara konkrit Raffles ingin
menghapus segala penyerahan wajib dan pekerjaan rodi yang selama zaman VOC
selalu dibebankan kepada rakyat, khususnya para petani. Kepada para petani ini
Raffles ingin memberikan kepastian hukum dan kebebasan berusaha.
Sistem sewa tanah terapkan oleh Thomas Stamford Raffles setelah
mengambil alih kekuasaan dari Belanda. Thomas Stamford Raffles diangkat
menjadi Letnan Gubernur EIC di Indonesia. Ia memegang pemerintahan selama
lima tahun (1811-1816) dengan membawa perubahan berasas liberal. Setelah
Inggris berhasil menguasai Indonesia kemudian memerintahkan Thomas Stamford

122
Raffles sebagai Letnan Gubernur di Indonesia dan memulai tugasnya pada tanggal
19 Oktober 1811. Pendudukan Inggris atas wilayah Indonesia tidak berbeda
dengan penjajahan bangsa Eropa lainnya.
Thomas Stamford Raffles adalah letnan gubernur Inggris pertama yang
memerintah di Hindia Belanda. Raffles banyak mengadakan perubahan-
perubahan, baik di bidang ekonomi maupun pemerintahan. Raffles bermaksud
menerapkan politik kolonial seperti yang dijalankan oleh Inggris di India.
Kebijakan contingenten diganti dengan sistem sewa tanah (landrent). Sistem sewa
tanah disebut juga sistem pajak tanah.
Sebelum Inggris memerintah di Jawa, sebenarnya terdapat sejumlah usulan dan
percobaan dilakukan oleh Belanda untuk mengubah sistem yang ada di Jawa.
Akan tetapi, sistem sewa tanah dinyatakan berasal dari Raffles.
Sewa tanah didasarkan pada pemikiran pokok mengenai hak penguasa sebagai
pemilik semua tanah yang ada. Tanah disewakan kepada kepala-kepala desa di
seluruh Jawa yang pada gilirannya bertanggungjawab membagi tanah dan
memungut sewa tanah tersebut. Akan tetapi dalam perkembangannya kemudian,
Raffles mengubah pikirannya tentang pemungutan berdasarkan desa menjadi
pemungutan yang secara langsung berhubungan dengan penanam perseorangan.
Dengan demikian, dalam sistem sewa tanah, rakyat atau para petani harus
membayar pajak sebagai uang sewa, karena semua tanah dianggap milik negara.
Pada awalnya, sewa tanah dapat dibayar dalam bentuk uang atau barang, tetapi
dalam perkembangannya lebih banyak berupa pembayaran uang.
Pokok-pokok kebijakan Raffles secara umum sebagai berikut.
1. Penyerahan wajib dan wajib kerja dihapuskan.
2. Hasil pertanian dipungut langsung oleh pemerintah tanpa perantara bupati.
3. Rakyat harus menyewa tanah dan membayar pajak kepada pemerintah sebagai
pemilik tanah.
Pemerintahan Raffles didasarkan atas prinsip-prinsip liberal yang hendak
mewujudkan kebebasan dan kepastian hukum. Prinsip kebebasan mencakup
kebebasan menanam dan kebebasan perdagangan. Kesejahteraan hendak
dicapainya dengan memberikan kebebasan dan jaminan hukum kepada rakyat
sehingga tidak menjadi korban kesewenang-wenangan para penguasa.

123
Dalam pelaksanaannya, sistem sewa tanah di Indonesia mengalami kegagalan,
karena: (1) sulit menentukan besar kecilnya pajak untuk pemilik tanah yang
luasnya berbeda, (2) sulit menentukan luas sempit dan tingkat kesuburan tanah,
(3) terbatasnya jumlah pegawai, dan (4) masyarakat pedesaan belum terbiasa
dengan sistem uang.
Tindakan yang dilakukan oleh Raffles berikutnya adalah membagi wilayah
Jawa menjadi 16 daerah karesidenan. Hal ini mengandung maksud untuk
mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang
dikuasai. Setiap karesidenan dikepalai oleh seorang residen dan dibantu oleh
asisten residen.
Dalam bidang ekonomi, Raffles menetapkan kebijakan berupa: (1) menghapus
segala kebijakan Daendels, seperti contingenten/ pajak/penyerahan diganti dengan
sistem sewa tanah (landrente), (2) semua tanah dianggap milik negara, maka
petani harus membayar pajak sebagai uang sewa
Sementara itu, kebijakan Raffles di bidang pemerintahan pengadilan dan sosial
adalah: (1) Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan termasuk Jogjakarta dan
Surakarta, (2) Masing-masing karesidenan mempunyai badan pengadilan, (3)
melarang perdagangan budak. Dalam bidang pengetahuan, Raffles menetapkan
kebijakan berupa: (1) mengundang ahli pengetahuan dari luar negeri untuk
mengadakan berbagai penelitian ilmiah di Indonesia, (2) Raffles bersama
asistennya, Arnoldi, berhasil menemukan bunga bangkai sebagai bunga raksasa
dan terbesar di dunia. Bunga tersebut diberinya nama ilmiah Rafflesia Arnoldi,
dan (3) Raffles menulis buku “History of Java” dan merintis pembangunan Kebun
Raya Bogor sebagai kebun biologi yang mengoleksi berbagai jenis tanaman di
Indonesia bahkan dari berbagai penjuru dunia.

5. Kembalinya Pemerintahan Hindia Belanda


Penguasaan Inggris atas Indonesia berakhir tahun 1816 dengan ditandai
Perundingan London (Convention of London). Indonesia kembali dikuasai oleh
Belanda. Walaupun memerintah hanya sebentar, gagasan-gagasan Raffles
mengenai kebijaksanaan ekonomi kolonial yang baru, terutama yang bertalian
dengan sewa tanah, telah sangat mempengaruhi pandangan dari pejabat-pejabat

124
pemerintahan Belanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih kembali kekuasaan
politik atas pulau Jawa dari pemerintah Inggris. Oleh karena itu, tidak
mengherankan bahwa kebijakan Raffles pada umumnya diteruskan oleh
pemerintahan kolonial Belanda yang baru, pertama-tama di bawah Komisaris
Jenderal Elout, Buyskes, dan Van der Capellen (1816-1819), dan kemudian di
bawah Gubernur Jenderal Van der Capellen (1819-1826) dan Komisaris Jenderal
du Bus de Gisignies (1826-1830).
Sistem sewa tanah baru dihapuskan dengan kedatangan seorang Gubernur
Jenderal yang baru, bernama Van den Bosch, pada tahun 1830 yang kemudian
menghidupkan kembali unsur-unsur paksaan dalam penanaman tanaman
dagangan dalam bentuk yang lebih keras dan efisien. Sistem Tanam Paksa
(Cultuurstelsel), merupakan peraturan yang dikeluarkan Gubernur Jenderal
Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mengharuskan setiap desa
menyisihkan 20% tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku dipasar ekspor,
khususnya tebu, tarum (nila) dan kopi. Hasil tanaman ini nantinya harus dijual
kepada pemerintah belanda dengan harga yang telah ditetapkan. Sedangkan
Penduduk desa yang tidak punya tanah harus bekerja selama 75 hari setiap tahun
(20% dari 365 Hari) pada perkebunan milik pemerintah belanda, hal tersebut
menjadi semacam pengganti pajak bagi rakyat. Penduduk dipaksa bekerja di
perkebunan milik pemerintah kolonial. Namun pada kenyataannya peraturan
Sistem Tanam Paksa bisa dikatakan tidak sesuai karena pada prakteknya seluruh
wilayah pertanian wajib ditanami tanaman yang laku ekspor dan hasilnya
diserahkan kepada pemerintahan Kolonial. Tanah yang digunakan untuk praktik
Tanam Paksa pun masih dikenakan pajak (seharusnya bebas pajak). Sedangkan
warga yang tidak mempunyai lahan pertanian harus bekerja selama setahun penuh
(seharusnya hanya 66 hari) di lahan pertanian Belanda.
Latar Belakang munculnya kebijakan Tanam Paksa diawali pada tahun 1830 saat
pemerintah Belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro (1825-
1830), kemudian Gubernur Jenderal Judo mendapat izin untuk menjalankan
Cultuurstelsel (sistem Tanam Paksa) dengan tujuan utama untuk menutup defisit
anggaran pemerintah penjajahan dan mengisi kas pemerintahan jajahan yang saat
itu kosong. Untuk menyelamatkan Belanda dari kebrangkrutan, kemudian Johanes

125
van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas
pokok mencari dana semaksimal mungkin untuk mengisi kas negara yang kosong,
membiayai perang serta membayar hutang. Dengan kata lain, Van den Bosch
diminta untuk berbuat agar tanah jajahan menjadi wilayah yang menguntungkan.
Untuk menjalankan tugas yang berat tersebut, Gubernur Jenderal Van den Bosch
memfokuskan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Ia
mengorganisasi perkebunan-perkebunan negara dengan hasil panen yang dapat
diekspor, seperti gula, kopi, nila, teh, dan lain-lain.
Awal adanya Sistem tanam paksa karena pemerintah kolonial beranggapan
bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah kolonial, yang
seharusnya diperhitungkan (membayar) senilai 40% dari hasil panen utama desa.
kemudian Van den Bosch menginginkan setiap desa menyisihkan sebagian
tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor Eropa (tebu, nila dan
kopi). Penduduk kemudian diwajibkan untuk menggunakan sebagian tanah
pertaniannya (minimal 20% atau seperlima luas) dan menyisihkan sebagian hari
kerja (66 hari dalam setahun) untuk bekerja bagi pemerintah. Dengan
menjalankan tanam paksa, Pemerintah Kolonial beranggapan desa akan mampu
melunasi hutang pajak tanahnya. Seandainya pendapatan desa dari penjualan
komoditas ekspor itu lebih besar dari pajak tanah yang harus dibayar, desa akan
mendapat kelebihannya. namun Jika kurang, desa harus membayar
kekurangannya. Oleh karena itu, Van den Bosch mengerahkan rakyat jajahannya
untuk melakukan penanaman tanaman yang hasilnya dapat laku di pasaran ekspor.
Berikut Sistem yang disusun Van den Bosch Setibanya di Indonesia (1830).
1. Sistem tanam bebas harus diubah menjadi tanam wajib dengan jenis tanaman
yang telah ditentukan oleh pemerintah.
2. Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya sedikit
serta pelaksanaannya yang sulit.
3. Pajak terhadap tanah harus dibayar dengan menyerahkan sebagian dari hasil
tanamannya kepada pemerintah kolonial.
Tanam paksa sendiri diterapkan secara perlahan mulai tahun 1830 sampai
1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah berjalan sepenuhnya di Jawa. Bagi
pemerintah kolonial (Belanda), Sistem Tanam Paksa menuai sukses besar. Karena

126
antara 1831-1871 Batavia tidak hanya dapat membangun sendiri, tapi punya hasil
(laba) bersih 823 juta gulden untuk kas yang dikirim ke Kerajaan Belanda.
Aturan dan isi Tanam Paksa - Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) yang
dilaksanakan oleh Gubernur Jenderal Van den Bosch pada dasarnya adalah
gabungan dari sistem pajak tanah (Raffles) dan sistem tanam wajib (VOC).
berikut Isi Tanam Paksa:
1. Setiap rakyat Indonesia yang punya tanah diminta menyediakan tanah
pertanian yang digunakan untuk cultuurstelsel (Tanam Paksa) yang luasnya
tidak lebih 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis-
jenis tanaman yang laku di pasar ekspor.
2. Waktu untuk menanam Sistem Tanam Paksa tidak boleh lebih dari waktu
tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
3. Tanah yang disediakan terhindar (bebas) dari pajak, karena hasil tanamannya
dianggap sebagai pembayaran pajak.
4. Rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian bisa menggantinya
dengan bekerja di perkebunan, pengangkutan atau di pabrik-pabrik milik
pemerintah kolonial selama seperlima tahun atau 66 hari.
5. Hasil tanaman harus diberikan kepada pemerintah Koloni. Apabila harganya
melebihi kewajiban pembayaran pajak maka kelebihannya harga akan
dikembalikan kepada petani.
6. Penyerahan teknik pelaksanaan aturan Sistem Tanam Paksa kepada kepala
desa
7. Kegagalan atau Kerusakan sebagai akibat gagal panen yang bukan karena
kesalahan dari petani seperti karena terserang hama atau bencana alam, akan
di tanggung pemerintah Kolonial.
Pelaksanaan tanam paksa banyak menyimpang dari aturan sebenarnya dan
memiliki kecenderungan untuk melakukan eskploitasi agraris semaksimal
mungkin. Oleh sebab itu, Tanam Paksa menimbulkan akibat yang bertolak
belakang bagi Bangsa Indonesia dan Belanda sebagai berikut.
Bagi Indonesia
1. Beban rakyat menjadi sangat berat karena harus menyerahkan sebagian tanah
dan hasil panennya, mengikuti kerja rodi serta membayar pajak .

127
2. Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang
berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
3. Timbulnya wabah penyakit dan terjadi banyak kelaparan di mana-mana.
4. Kemiskinan yang makin berat.
5. Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor.
6. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.
Bagi Belanda
1. Kas negeri Belanda yang semula kosong menjadi dapat terpenuhi.
2. Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja (surplus).
3. Hutang-hutang Belanda terlunasi.
4. Perdagangan berkembang pesat.
5. Amsterdam sukses dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia.
Tanam paksa yang berakibat banyak hal negatif bagi bangsa Indonesia, yang
pada akhirnya menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan, baik di negeri
Belanda sendiri maupun Indonesia. Tonggak berakhirnya Tanam Paksa adalah
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pokok Agraria (Agrarische Wet), 1870.
Pemerintah Kolonial Belanda menerapkan Sistem ekonomi liberal untuk
menggantikan Sistem Tanam Paksa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Latar belakang kebijakan ini adalah: (1) pelaksanaan
Sistem Tanam Paksa yang telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi namun
memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Kerajaan Belanda, (2)
berkembangnya faham liberalisme sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan
Revolusi Industri sehingga sistem Tanam Paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan,
(3) kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang mendesak
Pemerintah Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri jajahannya
(Indonesia), dan (4) adanya Traktat Sumatera, 1871, yang memberikan kebebasan
bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris
meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia, agar
pengusaha Inggris dapat menanamkan modalnya di Indonesia.
Pelaksanaan politik ekonomi liberal ini dilandasi dengan beberapa peraturan
sebagai berikut.
1. Indische Comptabiliteit Wet, 1867.

128
2. Suiker Wet
3. Agrarische Wet (Undang-undang Agraria),1870.
4. Agrarische Besluit, 1870.
Dalam melaksanakan kebijakan ekonomi liberal, sejak tahun 1870 di Indonesia
diterapkan Imperialisme Modern (Modern Imperialism). sejak tahun tersebut di
Indonesia telah diterapkan Opendeur Politiek yaitu politik pintu terbuka terhadap
modal-modal swasta asing. Disamping modal swasta Belanda sendiri, modal
swasta asing lain juga masuk ke Indonesia, seperti modal dari Inggris, Amerika,
Jepang dan Belgia. Modal-modal swasta asing tersebut tertanam pada sektor-
sektor pertanian dan pertambangan, seperti karet, teh, kopi, tembakau, tebu, timah
dan minyak. Sehingga perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan
meningkat pesat.
Akibat sistem politik liberal kolonial adalah:
Bagi Belanda:
1. Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan
pemerintah kolonial Belanda.
2. Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri
Belanda. Pada tahun 1870 luas tanah di pulau Jawa yang ditanami tebu seluas
54.176 bahu, maka dalam tahun 1900 meningkat menjadi 128.301 bahu.
3. Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
Bagi rakyat Indonesia:
1. Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk
2. Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan
gula membawa akibat buruk bagi penduduk. Uang sewa tanah dan upah
pekerja menurun.
3. Menurunnya konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara
pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup pesat.
4. Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak
barang-barang impor dari Eropa.
5. Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah
adanya angkutan dengan kereta api.

129
6. Rakyat menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya
hukuman yang berat bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.

E. RANGKUMAN
Alasan utama bangsa Barat datang ke nusantara adalah mencari rempah-
rempah, sebagai akibat dari mahalnya harga rempah-rempah di Eropa. Tujuan
tersebut berubah menjadi sebuah penguasaan kaena sifat ekspansif dari kongsi
dagang, VOC, yang dibentuk bangsa Barat, yakni Belanda. Rekasi terhadap
monopoli VOC adalah munculnya perlawanan dari beberapa penguasa pribumi,
seperti: Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan
Hasanudin.
Ketika penguasa-penguasa pribumi sudah tidak lagi memiliki kekuasaan untuk
mengelola kerajaan sendiri, maka penjajahan dimulai. Beberapa kebijakan yang
dilakukan Pemerinah Kolonial, baik Belanda maupun Inggris, adalah sewa tanah,
cultuur stelsel dan preanger stelsel, politik kolonial liberal. Kebijakan tersebut
langsung berakibat pada rakyat Indonesia dengan munculnya penderitaan rakyat
berupa kelaparan yang berakibat pada kematian.

130

Anda mungkin juga menyukai