SOAL :
2. Bagaimana VOC bisa menjadi sebuah kongsi dagang yang besar pada awal abad ke
17 hingga akhir abad ke 18?
4. Mengapa sistem sewa tanah tidak sesuai diterapkan di Hindia Belanda (khususnya
Jawa) pada masa Raffles?
5. Sistem tanam paksa meskipun dinilai memberatkan bagi para pribumi, disisi lain juga
memberikan pengaruh positif bagi rakyat Indonesia. Berikan analisis saudara
mengenai pengaruh positif tanam paksa, disertai dengan bukti-bukti yang
mendukung!
JAWABAN :
a) Faktor Politik
b) Faktor Ekonomi
1
Drs. Djakariah, M.Pd, Sejarah Indonesia II, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), Hlm. 64
c. Penemuan angin-angin musim dan teknik penggunaannya. Pada
amsa itu pelayarannya masih menggunakan kapal-kapal layar.
Mereka sangat membutuhkan tiupan angin agar kapal itu dapat
terdorong untuk berlayar. 2
d) Faktor Petualangan
2
Ibid. Hlm.65.
3
Ibid. Hlm.66.
memerlukan bahan baku yang lebih banyak. Mereka juga memerlukan
daerah pemasaran untuk hasilhasil industrinya.
4
Dr.Aman M.Pd., Indonesia: Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme, (Yogyakarta: Pujangga Press, 2014), Hlm.
8-9.
Sebastian d’Elacano, penerus Magellan berhasil mencapai kepulauan
Maluku tahun 1521. Di Maluku bangsa Portugis telah sampai terlebih
dahulu.
Portugis dan Spanyol terlibat dalam konflik antar kerajaan Ternate dan
Tidore di Maluku. Pada saat itu Ternate dan Tidore sebagai kerajaan
berpengaruh di Maluku sedang dalam situasi persaingan yang
menjurus ke permusuhan. Spanyol memanfaatkan situasi tersebut
dengan memberikan dukungan kepada Tidore. Sedangkan Portugis
memberikan dukungan kepada 11 Tidore. Dalam perseteruan tersebut
Tidore dan Spanyol dalam pihak yang mengalami kekalahan. Untuk
menghindari persaingan antar bangsa Eropa yang bisa merugikan
mereka, maka perjanjian Tordesillas memutuskan bahwa Spanyol tidak
diijinkan melakukan perdagangan di Maluku. Salah atu hal terpenting
dari perjalanan pelayaran bangsa Portugis dan Spanyol adalah bukti
bumi berbentuk bulat semakin kuat.
Inggris merupakan salah satu negara yang sangat maju di Eropa. Pola
perdaganngannya berbeda dengan para pedagang Eropa lainnya.
Perdagangann Inggris di Asia tidak disponsori oleh pemerintah,
melainkan oleh perusahaan-perusahaan swasta. Persekutuan dagang
EIC (East Indian Company) merupakan gabungan dari para pengusaha
Inggris. Walaupun Inggris tiba di kepulauan Nusantara, namun
pengaruhnya tidak terlalu banyak seperti halnya Belanda. Hal ini
disebabkan EIC terdesak oleh Belanda, sehingga Inggris menyingkir
ke India/ Asia Selatan dan Asia Timur.
2. Diantara semua perserikatan dagang yang ada di abad ke-17 dan ke-18, perserikatan
Dagang Hindia Timur (VOC), yang didirikan pada tahun 1602, merupakan yang
paling sukses. Kompeni Belanda itu bertumbuh pesat berkat beberapa faktor. Pertama
sekali, berlimpahnya modal di Republik memungkinkan VOC maju jauh
dibandingkan dengan lawannya. Dengan demikian VOC mampu membiayai operasi-
operasi militer yang perlu untuk meraih kedudukan sebagai pemegang monopoli
sedunia dalam hal perdagangan rempah-rempah. Penaklukan Kepulauan Banda pada
tahun 1622 membuat VOC memperoleh monopoli pala dan kembang pala.
Sebaliknya, upaya memonopoli cengkih membutuhkan jangka waktu yang lebih lama.
Dengan jalan menghancurkan pohon-pohon cengkih di sejumlah pulau di Kepulauan
Maluku, VOC berhasil memusatkan pembudidayaan rempah ini di Ambon. Makassar
merupakan pelabuhan terakhir tempat para saudagar dari Eropa dan Asia masih
sempat memasok rempahrempah bukan dengan perantaraan VOC – yang oleh VOC
dipandang sebagai ‘penyelundupan’ – tetapi penaklukan kota itu pada tahun 1667
5
Ibid, Hlm.10-12.
berarti jalur itu pun tertutup. Terakhir, monopoli dalam perdagangan kayu manis
diperoleh dengan cara mengusir orang Portugis dari Sri Lanka. Hal ini terjadi dalam
dua tahap: antara tahun 1627 dan 1642, dan dalam kurun waktu 1654-1658.6
Dengan adanya hak istimewa, VOC dapat berkembang dengan pesat. Untuk
mengusung kepentingan VOC diangkatlah gubenur jendral VOC yang pertama yaitu
Pieter Both (1610-1614). Pieter Both saat itu memiliki pandangan bahwa Jayakarta
adalah sebuah kota yang strategis. Pada tahun 1611 Jayakarta jatuh ketangan VOC
dan diubah namanya menjadi Batavia dan menjadi pusat kekuasaan VOC pertama di
Indonesia.7
Pada pertengahan 1600-an, VOC memiliki 150 kapal dagang, 50.000 karyawan,
10.000 tentara swasta, dan pos dagang dari Teluk Persia hingga Jepang. Efeknya
VOC bak 'negara dalam negara'. Ia punya kekuatan untuk berperang, membuat
perjanjian dengan penguasa di Asia, menghukum dan mengeksekusi penjahat,
membuat koloni baru, bahkan mencetak uang sendiri.
3. Berakhirnya VOC tidak berarti rakyat pribumi sudah terlepas dari pengaruh kompeni
yang telah melakukan berbagai kegiatan eksploitasi terhadap rakyat pribumi,
melainkan datang kembali sebagai pengganti untuk menjalankan kekuasaan di
Indonesia yaitu kolonial. Penguasa pengganti dari VOC ini membawa berbagai
kebijakan yang tidak berbeda dengan masa penguasaan yang dilakukan oleh
6
F.S. Gaastra. Organisasi VOC. Diakses melalui https://sejarah-
nusantara.anri.go.id/media/userdefined/pdf/brillvocinventaris_gaastraid.pdf pada tanggal 20 Maret 2020
pukul 20.49
7
Chandrahfz. Sejarah VOC Belanda. Diakses melalui
https://www.kompasiana.com/chandrah/5cd4120575065754191f9f7c/sejarah-voc-belanda pada tanggal 21
Maret 2020 pukul 19.34
8
Elin Yunita Kristanti, 20-3-1602: Lahirnya VOC, Perusahaan Terkaya di Bumi yang Menjajah Indonesia, Diakses
melalui https://www.liputan6.com/global/read/3920882/20-3-1602-lahirnya-voc-perusahaan-terkaya-di-
bumi-yang-menjajah-indonesia pada tanggal 21 Maret 2020 pukul 20.43
perserikatan dagang Belanda yaitu tetap melakukan eksploitasi terhadap rakyat
pribumi.
Pada masa Hindia Belanda dipimpin oleh seorang gubernur bernama Herman Willem
Daendels atau yang lebih dikenal dengan nama Daendels. Daendels dijadikan sebagai
Gubernur Jendral Hindia-Belanda setelah dipertimbangkan oleh Raja Louis
(Lodewijk) Napoleon. Pertimbangan yang dilakukan oleh Raja Louis diantaranya
Daendels dianggap mampu mempertahankan martabat Prancis di Hindia-Belanda,
serta Raja Louis berfikir bahwa wilayah Jawa seharusnya dipimpin oleh orang yang
memiliki jiwa militer yang kuat, mampu melakukan perubahan, dan mampu
mempertahankan pulau Jawa dari ancaman serangan dari negara Inggris.9 Oleh karena
itu Raja Louis memanggil dan melantik Daendels yang merupakan mantan panglima
Legion Etrangere menjadi Gubernur Jendral di Hindia-Belanda menggantikan
Gubernur Jendral sebelumnya yaitu Albertus Henricus Wiese pada tanggal 28 Januari
1807.10
9
Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV, (Jakarta. Balai
Pustaka, 1993), hlm: 3-4.
10
Jopi Engel Gurnady, Eksploitasi Sumberdaya Pada Masa Gubernur Jendral Herman Willem Daendels Di Jawa
Tahun 1808-1811, (Makalah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2015), hlm: 18-19.
faktor utama yang membuat daendels ditunjuk oleh Raja Louis untuk datang ke
Jawa.11
Masuknya kolonial di Indonesia pada paruh pertama abad ke-19, membawa berbagai
kebijakan mengenai penguasaannya terhadap Nusantara. Pada masa pemerintahan
Daendels tahun 1808-1811, ia menerapkan sistem pemerintahan yang bersifat
sentralistik. Sentralistik merupakan cara pemerintahan di mana gubernur tersebut akan
memerintah rakyat sendiri tanpa perantara atau mengatur bupati dan sultan untuk
mengurusi rakyat. Dengan model pemerintahan yang bersifat sentralistik tersebut,
membuat Daendels menurunkan kedudukan bupati dan sultan pada tahun 1808. Sultan
dan bupati dijadikan sebagai pegawainya dan mendapatkan gaji atas pekerjaan sultan
dan bupati tersebut. Dan tetap diberikan kekuasaan menjalankan pemerintahan di
daerahnya masing-masing. 12
Bagi masyarakat Nusantara pada saat itu Daendels merupakan sosok pemimpin yang
Otoriter di dalam pemerintahan. Sikap Otoriter dalam pemerintahan tersebut membuat
Daendels mendpatkan julukan oleh masyarakat jawa sebagai “Gubernur
Guntuk/Bledek, dan Marseklar Besi/Tangan Besi”. Sifat Otoriter dalam pemerintahan
daendels tersebut memunculkan sistem Sentralisasi dalam pemerintahan.
Pemerintahan Sentralisasi kekuasaan tersebut di indikasikan dengan semua pejabat
pemerintahan yang ada harus bertanggung jawab secara vertikal dengan pekerjaannya
dan pemegang kekuaasaan tertinggi secara mutlak dipegang oleh Gubernur Jendral
Daendels. Hal tersebut dimaksudkan agar pada masa pemerintahan Daendels tersebut
tidak terjadi pembangkangan oleh kaum pribumi yang akan mengakibatkan kegagalan
pada pelaksanaan tugas Daendels saat memerintah sebagai Gubernur Jendral.
Sehingga dalam pemerintahan Sentralisasi masa Daendels tersebut tindakan disiplin
yang keras selalu diterapkan dalam semua program kerjanya.13
4. Sistem sewa tanah atau landrent dianggap gagal diterapkan di Jawa. Hal ini berkaitan
dengan pelaksanaan sistem sewa tanah sendiri yang berbeda dengan aturan, sehingga
muncul tindakan penyelewengan. Meskipun dalam sistem sewa tanah terdiri dari
penghapusan sistem feodal, akan tetapi pada pelaksanaannya Raffles mengikuti jejak
11
Ibid. hlm: 20-21.
12
Anonim, BAB II Kondisi Cirebon sebelum Tanam Paksa, Hlm.19, Diakses melalui
http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/risetmhs/BAB21413312004.pdf pada tanggal 20 Maret 2020 pukul 21.04
13
Djoko Marihandono, Daendels Dalam Naskah Dan Cerita Rakyat: Cerita yang Berkaitan dengan Daendels di
Pantai Utara Jawa (Artikel sejarah, Universitas Indonesia, 2003) hlm: 1
Daendels karena bentuk atau pola kepemilikan tanah yang dibuat oleh Raffles
memperluas tanah partikelir di Pulau Jawa dengan menjual tanah baru dan adanya
penjualan tanah kepada tuan-tuan tanah yang justru memperkuat sistem feodalisme
yang ada di Jawa karena pada waktu itu pemerintahan Raffles juga dituntut untuk
memenuhi kas negara dalam waktu yang singkat.14
Pulau Jawa yang dianggap sangat kental dengan sistem feodalisme, berbeda dengan
pemikiran Raffles yang condong pada sistem liberal membuat sistem sewa gagal
diterapkan karena tidak mudah untuk mengubah atau menghapuskan sistem feodal
yang telah mengakar di Pulau Jawa. Meskipun pemerintah kolonial telah membuat
kebijakan untuk menghapuskan sistem birokrasi tradisional, namun pada
kenyataannya sistem birokrasi tradisional terus berjalan meskipun tidak sepenuhnya.
Disamping alasan adanya sistem feodal, kegagalan sistem sewa juga disebabkan
karena pandangan Raffles yang terlalu menyamakan India dengan Jawa. Pada masa
itu India lebih berkembang perekonomiannya dengan lebih mengenal sistem uang dan
telah mampu untuk menanam tanaman ekspor atas usaha dan prakarsa sendiri,
sedangkan pada masa landrent, perekonomian penduduk Jawa masih terbatas pada
tingkat untuk memenuhi kebutuhan sendiri (self-sufficient), sehingga tanpa
mendapatkan perintah dari atasan, penduduk Jawa tidak akan menanam tanaman
perdagangan sekalipun itu menguntungkan.15
14
Kiki Rizky Palmaya, Wakidi, Yustina Sri Ekwandari, Kebijakan Landrent pada Masa Penjajahan Inggris di Jawa
Tahun 1811-1816, Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah, Vol. 5, No. 8, 2017, hlm. 40.
15
Sediono M.P. Tjondronegoro, Dua Abad Penguasaan Tanah : Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa Dari
Masa Ke Masa, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), hlm. 5.
c. Hasil dari budidaya dan penanaman sistem tanam paksa mengharuskannya untuk
di ekspor ke berbagai daerah atau pabrik, pelaksanaan ekspor tersebut tentu
membuat Belanda menyempurnakan fasilitas fisik yang digunakan dalam proses
tanam paksa seperti fasilitas jalan, jembatan, pelabuhan, pabrik serta gudang
untuk menyimpan hasil budidayanya.
d. Selain itu, adanya sistem tanam paksa memunculkan tenaga kerja yang ahli baik
dalam bidang pertanian maupun non pertanian yang terkait dengan perkebunan
maupun pebarikan di pedesaan.16
e. Sistem tanam paksa memberikan lapangan pekerjaan baru bagi petani desa yang
tidak mempunyai tanah. Petani yang tidak memiliki tanah tersebut ditugaskan
pada perkebunan-perkebunan pemerintah Belanda hal tersebut tentu saja
mengurangi jumlah pengangguran pada masa itu.
16
Sondarika, Wulan. Dampak Culturstelsel (Tanam Paksa) Bagi Masyarakat Indonesia Dari Tahun 1830-1870.
Jurnal Artefak. Hlmn 64-65.