NIM/NIRM : 21.11.33.0101.00700
Semester : V (Lima)
Makul : Desain Pembelajaran
1. Sasaran Kinerja
Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) adalah rencana dan target kinerja yang dibuat oleh
pegawai kemudian harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Target tersebut telah
ditentukan, diketahui, serta disetujui oleh pimpinan pegawai yang bersangkutan berdasarkan
tugas pokok dan fungsi masing-masing.
1. Hasil kerja individual atau secara intitusi, yang berarti kinerja tersebut adalah
hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau kelompok.
2. Dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan
tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan
untuk ditindaklanjuti, sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik.
3. Pekerjaan haruslah dilakukan secara legal, yang berarti dalam melaksanakan
tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah
ditetapkan.
4. Pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti
aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai moral
dan etika yang berlaku umum. Sedangkan kinerja menurut Amstrong dalam
Dharma (2011:324-326) mengungkapkan bahwa kriteria kinerja diekspresikan
sebagai aspek-aspek kinerja yang mencakup baik atribut (cara) maupun
kompetensi. Ini adalah pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang diperlukan
untuk menyelesaikan pekerjaan dengan hasil dan keahlian-keahlian tertentu yang
dapat ditunjukan oleh staf (kompetensi).
1. Spesifik. Suatu sasaran kerja akan sangat berarti bagi karyawan jika dijabarkan
secara spesifik. Sebagai contoh: “tingkatkan penjualan!”. Sasaran kerja ini
belumlah spesifik, karena para wiraniaga yang akan melaksanakan pekerjaan
belum tentu mengerti sampai sejauh mana penjualan mereka akan ditingkatkan.
Akan berbeda jika sasaran kerja yang diharapkan adalah: tingkatkan penjualan
hingga 10% dari bulan lalu”, para wiraniaga akan mempunyai sasaran yang lebih
jelas sekarang.
2. Menantang dan realistis. Sasaran kerja harus disusun sedemikian rupa sehingga
menjadi hal yang menantang untuk dikerjakan oleh para karyawan. Jika sasaran
kerja dapat dicapai dengan mudah maka mereka akan kurang bersemangat dalam
melakukannya. Tetapi tetap harus realistis, karena jika sasaran kerja tidak
mungkin dicapai oleh karyawan, mereka dapat frustasi dan enggan untuk
melanjutkan. Satu hal yang dapat dipelajari dari point ini adalah bahwa sasaran
kerja yang baik adalah sasaran kerja yang dapat memotivasi seseorang untuk
bekerja, karena ia melihat banyak manfaat yang diperoleh dengan tercapainya
sasaran tersebut.
3. Batasan waktu. Perlu diberikan sehingga para karyawan dapat mengetahui dan,
yang lebih penting, merencanakan langkah-langkah kegiatan mereka sesuai
dengan waktu yang mereka dapatkan.
4. Partisipasi karyawan. Ada dua cara dalam mengembangkan sasaran kerja.
Pertama, sasaran dapat dibuat oleh atasan dan diberikan kepada karyawan atau
kedua, atasan bersama karyawan berpartisipasi dalam mengembangkan sasaran
kerja. Cara kedua lebih efektif karena secara langsung atasan dan karyawan
membuat komitmen bersama dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
5. Umpan-balik. Atasan dapat memberikan umpan-balik sepanjang proses
pencapaian sasaran kerja sebagai cara untuk mengendalikan kerja karyawan.
6. Kesesuaian dengan kapabilitas karyawan. Masing-masing karyawan pasti
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berbeda-beda. Sasaran kerja yang
baik biasanya disesuaikan dengan kondisi karyawan yang akan melakukan
pekerjaan tersebut.
Ada sembilan langkah yang dapat dilakukan atasan dalam menetapkan sasaran kerja:
1. Menjelaskan kepada karyawan hasil apa yang akan dicapai dari pekerjaan
tersebut.
2. Menjelaskan secara spesifik tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh para
karyawan. Pengembangan sasaran kerja dimulai dengan mendefinisikan hasil apa
yang ingin dicapai dengan pekerjaan atau tugas ini.
3. Menjelaskan bagaimana pengukuran kinerja (performance) atau pencapaian
sasaran kerja akan dilakukan. Setelah atasan menjelaskan tugas-tugas dan hasil
yang diharapkan akan dicapai, perlu dijelaskan juga bagaimana hasil pekerjaan
atau tugas tersebut diukur. Umumnya, hasil kerja diukur dalam bentuk fisik
(contoh: kuantitas hasil produk, ton per tahun, unit per jam, jumlah kesalahan per
periode waktu dan sebagainya), waktu (tenggat waktu atau deadline, kehadiran)
atau dari segi finansial (keuntungan, penjualan dan biaya).
4. Menentukan standar kerja dan kinerja. Standar kerja dan kinerja berkaitan erat
dengan pengukuran hasil kerja. Standar dapat ditentukan dalam bentuk hasil kerja
sendiri atau langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
sasaran kerja.
5. Meminta kepada para karyawan untuk menjelaskan kembali sasaran yang akan
dicapai dan meminta mereka untuk membuat suatu perencanaan kerja yang baik.
Partisipasi karyawan dalam hal ini sangat dibutuhkan sebagai wujud dari kerja
sama dan pembentukan komitmen bersama.
6. Terus-menerus melakukan pengendalian atas proses kerja sehingga sasaran kerja
dapat dicapai dengan efektif.
7. Memberikan umpan-balik yang sesuai dengan hasil kerjanya. Umpan-balik
tersebut dapat bersifat positif (pujian dan penghargaan) atau pun negatif (teguran,
misalnya) jika terjadi penyimpangan atas sasaran kerja.
8. Menentukan prioritas sasaran. Hal ini perlu dilakukan jika seorang karyawan
diharapkan menyelesaikan beberapa sasaran kerja. Tujuan dari prioritas ini adalah
untuk mendorong karyawan tersebut untuk mengambil tindakan dan membagi
usaha dan sumber daya yang akan digunakannya dalam menyelesaikan pekerjaan-
pekerjaannya secara proposional. Prioritas sasaran kerja dapat dilakukan
berdasarkan tingkat kesulitannya, kemendesakannya (urgency) atau pun dari
ketersediaan sumber daya organisasi yang ada (tenaga kerja, peralatan, dana dan
bahan baku).
9. Penekanan akan pentingnya kerja sama dan koordinasi. Jika sasaran kerja tersebut
harus dikerjakan dengan melibatkan banyak orang, maka kerja sama dan
koordinasi antarkaryawan sangat dibutuhkan. Hal ini perlu dilakukan untuk
mencegah timbulnya konflik dan pertentangan yang disebabkan karena perbedaan
kepentingan masing-masing karyawan.
2. Strategi Instruksional
1. Proses Expository
Proses yang berorientasi kepada peserta didik.Pendidik dalam proses ini, perlu
menumbuhkanpartisipasi yang aktif dari peserta didik dalammengikuti perkuliahan
tanya jawab,melaksanakan tugas, dan melengkapi bahanperkuliahan dengan bacaan
buku-buku rujukandan bahan bacaan lainnya yang relevan sertadari sumber informasi
lainnya (seperti mediamassa dan internet).
Dick dan Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atasseluruh
komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatanbelajar yang/atau
digunakan oleh guru dalam rangka membantu pesertadidik mencapai tujuan
pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategipembelajaran bukan hanya terbatas
proseduratau tahapan kegiatan belajarsaja, melainkan termasuk juga pengaturan materi
atau paket programpembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
David Merril ini dimulai dengan model desain instruksional yang menunjukkan
lingkungan belajar yang efektif adalah berbasis masalah dan melibatkan siswa dalam
empat tahap yang berbeda dari pembelajaran, yaitu :