Anda di halaman 1dari 12

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas UAS mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : M. Nasir, M.Ag

Disusun Oleh

Nama : Dimas Muhamad Bahrudin Nama : M. Syahrul Anwar


Jurusan/Semester : PAI 1.VII Jurusan/Semester : PAI 1.VII
NIM : 2012.2250 NIM : 2012.2258

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-MASTHURIYAH

KABUPATEN SUKABUMI

2023
SOAL PERTAMA

Nomor 1

Perubahan akan membarengi setiap apapun itu, dalam waktu, tempat dan fenomena sekalipun
perubahan akan terus ada. Dalam pandangan filsafat pendidikan islam perubahan adalah
keniscayaan sebuah bentuk berkembang dalam aspek segalapun. Allah SWT berfirman dalam
Al-Qur’an Surat Ar ra’du ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Islam senantiasa mengajarkan kita untuk selalu bergerak ke arah ke taqwaan kepada Allah
SWT, dengan begitu arah proses menuju arah mencari ridho ilahi adalah perubahan yang
terus dijalankan sebagai makhluk hamba Allah SWT. Dengan bantuan alat indrawi serta
potensi-potensi yang dimiliki manusia salah satunya akal untuk senantiasa membantu dalam
proses berfikir.

Perubahan adalah suatu dinamika kehidupan yang akan terus berkelanjutan, dengan begitu
bagaimana kita memanfaatkan setiap perubahan-perubahan menuju perubahan yang lebih
baik yang nantinya akan berdampak pada arah kehidupan yang lebih baik.

Dalam konteks konseptualisasi pendidikan islam perubahan yang baik adalah perubahan serta
perkembangan yang sesuai dengan apa yang menjadi peluang dalam perubahan itu.intinya,
pendidikan islam akan terus mengalami perkembangan-perkembangan dalam menyikapi
problem yang dihadapinya, dengan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunah.

Nomor 4

Setiap manusia pada hakikinya memiliki kecenderungan beragama untuk percaya akan adaya
tuhan. Karena suatu kewajiban manusia untuk mempercayai dan mengimani akan adanya
tuhan. Dalam islam beriman kepada tuhan ada dalam Rukun Iman yakni sebagai rukun yang
harus diimanin dan dipercaya. Sebagai makhluk yang diberikan akal tentu harus dijadikan
alat untuk mengaktualkan segala apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Karena
mempercayai akan adanya tuhan tidak bisa di ukur dengan nalar logika saja tapi harus
diyakini dengan keteguhan hati. Sehingga akal yang bersih akan merealisasikan keimanan
manusia dalam bentuk pengaplikasian dirinya kepada tuhan.
Ketika beragama tentu pasti bertuhan dan tuhan kita satu yakni Allah SWT, tidak ada tuhan
selain Allah, hanya Allah tuhan semesta alam. Dalam islam al-kitab sebagai panduan dalam
tata amal dan tata ilmu sehingga arah ketaqwaan seseorang akan tearah.

SOAL KEDUA

Nomor 7

Karakteristik Filsafat Pendidikan Islam :

1. Penguasaan Ilmu Pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu


pengetahuan bagi setiap Muslim dan muslimat. Setiap Rasul yang diutus Allah lebih
dahulu dibekali ilmu pengetahuan, dan mereka diperintahkan untuk mengembangkan
llmu pengetahuan itu.
2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan
dikembangkan kepada orang lain. Nabi Muhammad saw sangat membenci orang yang
memiliki ilmu pengethauan, tetapi tidak mau memberi dan mengembangkan kepada
orang lain (HR. Ibn al-Jauzy).
3. Penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu
penetahuan. Ilmu pengetahuan yang didapat dari pendidikan Islam terikat oleh nilai-nilai
akhlak .
4. Penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan, hanyalah untuk pengabdian kepada
Allah dan kemaslahatan umum, seperti pada hadits riwayat Abu al-Hasan Bin Khazem
bin Anas.
5. Penyesuaian terhadap perkembangan anak. Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan
Islam diberikan kepada anak sesuai umur, kemampuan, perkembangan jiwa, dan bakat
anak. Setiap usaha dan proses pendidikan haruslah memperhatikan faktor pertumbuhan
anak.
6. Pengembangan kepribadian. Bakat alami dan keampuan pribadi tiap-tiap anak didik
diberikan kesempatan berkembang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
7. Penekaanan pada amal saleh dan tanggung jawab. Setiap anak didik diberi semangat dan
dorongan untuk mengamalkan ilmu pengetahuan sehingga benar-benar bermanfaat bagi
diri, keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.
Nomor 8

Pengertian Manusia

Manusia adalah sebagai makhluk yang berakal, berbudi (mampu menguasai makhluk lain);
merujuk pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk Tuhan yang
diberi potensi akal dan budi, nalar dan moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya demi
kemakmuran dan kemaslahatannya.

Perbedaan malaikat, jin/setan, hewan dan manusia yang terakhir adalah dari segi kebutuhan
hidup. Malaikat diciptakan oleh Allah SWT dengan ketidak butuhan untuk makan maupun
minum, tidak berayah maupun ibu, serta tidak pernah lelah dan tidur. Hal ini seperti yang
diiceritakan dalam kisah Nabi Ibrahim di Al-Qur'an, bahwa suatu ketika ia didatangi seorang
tamu. Nabi Ibrahim menyuguhi tamunya daengan hidangan daging sapi. Akan tetapi, saat
dipersilahkan tamunya tersebut tidak mau makan. Maka Nabi Ibrahim segera menyadari
bahwa tamunya itu bukanlah manusia, melainkan malaikat. Kisah tersebut tertuang di dalam
Al-Quran Surat Adz-Dzariyat ayat 24 hingga 28. Berbeda dengan malaikat, jin/setan, hewan
dan manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kesamaan dalam hal
kebutuhan hidup. Jin dan manusia sama-sama membutuhkan makan, minum, menikah,
memiliki anak, mempunyai ayah maupun ibu, dan istirahat.

Lalu berbeda dengan hewan, dia memiliki nafsu tapi tidak punya akal, yang hanya dipikirkan
mencari makan dan minum. Tujuan hidup manusia seharusnya sama dengan tujuan Tuhan
menciptakan manusia. Manusia yang hidup di dunia ini tidak lepas dari peran Tuhan dalam
menciptakan manusia. Dalam proses dan hasil ciptaannya, tentu Tuhan memiliki unsur
kesengajaannya dalam menciptakan manusia. Suatu alasan dimana manusia harus tunduk
atas alasan Tuhan menciptakan manusia.

Jika kita kaji dalam beberapa agama, mungkin tujuan Tuhan menciptakan manusia jelas
berbeda-beda. Hal ini tergantung dari kepercayaan masing-masing orang berdasarkan agama
yang dianutnya. Orang yang beragama islam dalam meninjau tujuan hidup manusia, tentu
melihat perspektifnya dari pedoman agamanya. Seperti yang kita tahu bahwa pedoman hidup
umat muslim yaitu Kitab suci Al-Qur'an.
SOAL KETIGA

Nomor 1

Manusia berkualitas adalah manusia yang memiliki ciri sebagai hamba Allah yang beriman,
berilmu pengetahuan dan keterampilan, yang dapat memberikan manfaat bagi sesama
manusia.

1. Berilmu atau mengetahui


Semakin banyak ilmu yang dimiliki menunjukkan semakin berkualitas hidup seseorang,
karena itu, Islam memotivasi kita untuk berilmu dan banyak mengetahui.
2. Bergerak atau dinamis
Bergerak adalah indikator hidup, semakin dinamis seseorang dalam bekerja dan
berusaha, menunjukkan semakin berkualitas hidupnya, pasti akan ada keberkahan yang
didapatkan.
3. Produktif dan bermanfaat
Indikasi hidup yang berkualitas selanjutnya adalah produktif dan bermanfaat untuk orang
banyak. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memuji orang yang bisa
membawa manfaat bagi manusia lainnya.
4. Berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah
Kehidupan yang indah dan berkualitas adalah manakala kehidupan kita dilandasi dengan
ajaran Al-Quran dan Sunnah Rasulullah.

Nomor 5

Konsep Tarbiyah, Ta'lim dan Ta'dib :

Tarbiyah

1. Dalam bahasa Arab, kata Al-Tarbiyah memiliki tiga akar kebakaan, yaitu: Rabba, yarbu:
yang memiliki makna tumbuh, bertambah, berkembang.
2. Rabbi, yarba: yang memiliki makna tumbuh dan menjadi besar atau dewasa.
3. Rabba, yarubbu: yang memiliki makna memperbaiki, mengatur, mengurus dan mendidik,
menguasai dan memimpin, menjaga dan memelihara.

Menurut Musthafa Al-Ghalayani, at-tarbiyah adalah penanaman etika yang mulia pada anak
yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki
potensi dan kompetensi jiwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik
cinta akan kreasi, dan berguna bagi tanah airnya.

Tarbiyah (pendidikan) merupakan transformasi pengetahuan dari satu generasi kegenerasi,


atau dari orang tua kepada anaknya. Transformasi pengetahuan ini dilakukan dengan penuh
keseriusan agar peserta didik memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami
dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian
yang luhur. Dengan terbentuknya individu seperti itu maka suatu pendidikan dapat
terealisasikan tujuannya.

Dalam pendidikan (tarbiyah) ini mencakup ranah kognitif, afektif, psikomotorik, ketiga
ranah tersebut harus dimiliki peserta didik, agar apa yang jadi visi misi lembaga institusi
tertentu bisa terwujud tujuan pendidikannya, untuk itu maka pendidik dalam mendidik harus
memiliki rasa keseriusan, keikhlasan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Agar peserta didik
menjadi sosok yang diharapkan dan bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga
masyarakat.

Musthafa Al-Maraghi membagi aktivitas Al-Tarbiyah menjadi dua macam:

1. Tarbiyah Khalaqiyyah, yaitu pendidikan yang terkait dengan pertumbuhan jasmani


manusia, agar dapat dijadikan sebagai sarana dalam pengembangan rohaninya.
2. Tarbiyah Diniyah Tahdibiyyah, pendidikan yang terkait dengan pembinaan dan
pengembangan akhlak dan agama manusia.

Dalam pengertian tarbiyah ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam tidak sekedar menitik
beratkan pada kebutuhan jasmani, tetapi diperlukan juga pengembangan kebutuhan psikis,
sosial, etika dan agama untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.Pendidikan Islam yang
dilakukan harus mencakup proses transformasi kebudayaan, nilai dan ilmu pengetahuan dan
aktualisasi terhadap seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik, agar mencetak peserta
didik ke arah insan kamil, yaitu insan sempurna yang tahu dan sadar akan diri dan
lingkungan.

Ta'lim

Kata ta’lim berasal dari kata dasar “allama” yang berarti mengajar, mengetahui. Pengajaran
(ta’lim) lebih mengarah pada aspek kognitif, ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik.
Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim dengan: “Proses transmisi berbagai ilmu
pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu”.

Definisi ta’lim menurut Abdul Fattah Jalal, yaitu sebagai proses pemberian pengetahuan,
pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah, sehingga penyucian diri
manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima Al-hikmah
serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.14
Mengacu pada definisi ini, ta’lim berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir
hingga mati untuk menuju dari posisi “tidak tahu” ke posisi “tahu” seperti yang digambarkan
dalam surat An Nahl ayat 78.

Al-Asfahani menyebutkan bahwa Ta’lim adalah pemberitahuan yang dilakukan dengan


berulang-ulang dan sering, sehingga berbekas pada diri mu’allim, disamping itu, ta’lim
adalah menggugah untuk mempersepsikan makna dalam pikiran, karenanya, sebagaimana
dikemukakan jalal, dalam konteks ta’lim, apa yang dilakukan Rasulullah bukan sekedar
membuat umat islam bisa membaca apa yang tertulis, melainkan dapat membaca dengan
renungan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan amanah.

Ta'dib

Kata ta’dib secara etimologis adalah bentuk masdar yang berasal dari kata “addaba”, yang
artinya membuat makanan, melatih dengan akhlak yang baik, sopan santun, dan tata cara
pelaksanaan sesuatu yang baik.

Menurut Al-Naqaid, Al-Attas, ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan.

Dalam pengertian ta’dib di atas bahwasannya pendidikan dalam pespektif Islam adalah
usaha agar orang mengenali dan mengetahui sesuatu sistem pengajaran tertentu. Seperti
halnya dengan cara mengajar, dengan mengajar tersebut individu mampu untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya, misalnya seorang pendidik memberikan
teladan atau contoh yang baik agar ditiru, memberikan pujian, dan hadiah, mendidik dengan
cara membiasakan, dengan adanya konsep ta’dib tersebut maka terbentuklah seorang
Individu yang muslim dan berakhlak. Pendidikan ini dalam sistem pendidikan dinilai sangat
penting fungsinya, karena bagaimanapun sederhananya komunitas suatu masyarakat pasti
membutuhkan atau memerlukan pendidikan ini terutama dalam pendidikan akhlak. Dari
usaha pembinaan dan pengembangan ini diharapkan manusia mampu berperan sebagai
pengabdi Allah dengan ketaatan yang optimal dalam setiap aktivitas kehidupannya, sehingga
terbentuk akhlak yang mulia yang dimiliki serta mampu memberi manfaat bagi kehidupan
alam dan lingkungannya. Jadi terwujudlah sosok manusia yang beriman dan beramal shaleh.

Dalam konsep ta’dib mengandung tiga unsur, yaitu: pengembangan iman, pengambangan
ilmu, pengembangan amal. Hubungan antara ketiga sangat penting karena untuk tujuan
pendidikan juga. Iman merupakan suatu pengakuan terhadap apa yang diciptakan Allah di
dunia ini yang direalisasikan dengan ilmu, dan konsekuensinya adalah amal. Ilmu harus
dilandasi dengan iman, dengan iman maka ilmu harus mampu membentuk amal karena ilmu
itu harus diamalkan kepada orang yang belum mengetahuinya, dengan terealisasikannya
unsur tersebut maka akan terwujudnya tujuan pendidikan.

Nomor 6

pengaruh heraditas, lingkungan, dan kehendak bebas manusia dalam membentuk


kepribadian muslim.Hereditas merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
perkembangan, intelektual dan karakter manusia. Pemilihan pendamping hidup sebelum
menikah akan memberikan indikasi yang nyata bahwa faktor hereditas memiliki pengaruh
yang signifikan dalam pembentukan keturunan. Dalam Al-Qur’an, tujuan pemilihan
pasangan terdapat dalam QS. Al-Baqarah [2] : 221.

Perkembangan manusia dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan tempat tinggalnya


(Purwa Atmaja Prawira, 2012). Hereditas merupakan kekuatan yang terbawa atau yang
diturunkan dari generasi tua kepada generasi muda melalui perantara sel-sel benih, bukan
melalui sel-sel somatis atau sel-sel badan. Hereditas ini terjadi melalui proses genetis (Wasti
Soemanto, 2011).

Manusia berasal dari sebuah sel tunggal kecil bernama gamate yang paling mengagumkan,
penuh misteri, dan kecil di jagad raya ini sebagai ke Mahakuasaan Allah Swt. Penggabungan
dua sel ini menghasilkan nukleusm (inti) seorang individu baru. Hanya pada saat itulah,
ditentukan apakah individu itu akan menjadi laki-laki atau perempuan, pendek atau tinggi,
cerdas atau bodoh, dan seterusnya.

Semua gambaran tersebut ditentukan dalam sel tersebut yang tak dapat diubah. Hereditas,
dengan demikian, merupakan seperangkat spesifikasi yang terkonsentrasi pada ovum yang
dibuahi. Maka salah satu hukum hereditas yang paling dikenal ialah bahwa cabang menyalin
sumber-sumber aslinya pada penampakan luar serta seluk beluk pribadinya. Benih manusia
tidak akan menghasilkan kecuali manusia dalam kemiripan dengan orang tua mereka secara
umum, kecerdasan atau kebodohannya serta karakter-karakternya. Benih mangga tidak
menghasilkan sesuatu melainkan mangga yang meniru sumbernya dalam warna serta
karakternya dan seterusnya (Maragustam, 2018).

Adapun tiga teori tentang hereditas yang paling populer yakni teori partiality, coalition, dan
association. Hereditas dengan (1) pernikahan (partiality) yaitu anak lahir mewarisi salah satu
dari dua sumber aslinya secara keseluruhan atau sebagian besar sifat-sifatnya; (2) cara
penyatuan (coalition) yaitu sifat anak yang tidak mewarisi cabang-cabang dari sumber
aslinya; (3) cara penggabungan (association) yaitu anak mewarisi salah satu sifat tertentu
dari sumber aslinya.

Aliran tsb antara lain :

1. Aliran Nativisme

2. Aliran Empirisme

3. Aliran konvergensi

Secara umum mengenai pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap pertumbuhan dan
perkembangan, sifat individu, pola pikir bahkan termasuk intelegensi, sebagai berikut:

1. Hereditas menetapkan batas perkembangan yang dapat dilakukan oleh lingkungan.


Bagaimanapun juga besarnya dampak stimulus lingkungan yang diterima oleh organisme
namun perkembangan organisme yang bersangkutan tidak dapat melampaui batas yang
telah ditetapkan oleh faktor keturunan. Sebagai contoh, bagaimanapun usaha mendidik
seekor monyet, ia tidak akan pernah dapat menyamai manusia.
2. Lingkungan dapat memodifikasi efek hereditas. Suatu lingkungan yang buruk dapat saja
mengubah warisan sifat seseorang yang baik semata-mata karena ia berada dalam asuhan
lingkungan tersebut.
3. Tidak ada satupun karakteristik atau perilaku yang tidak ditentukan bersama oleh factor
lingkungan dan faktor keturunan. Lingkungan dan keturunan berinteraksi dalam
mempengaruhi perilaku. Dengan kata lain, hereditas menentukan apa yang dapat
dilakukan oleh individu sedangkan lingkungan menentukan apa yang akan dilakukan
oleh individu.
4. Faktor lingkungan tampak kurang berperan dalam membentuk karakteristik fisik. Tapi
cenderung lebih berperan dalam membentuk karakteristik dan kepribadian (Feralia Eka
Putri, 2020).

Nomor 9

Kapitalisme Pendidikan

Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari bahasa Latin yaitu
capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa Proto-Indo-Eropa) berarti “kepala”.
Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah “pendapatan per kapita” yang berarti
pendapatan per kepala. Juga masih memiliki arti yang sama, ketika dipakai dalam kalimat
capital city (kota utama) Secara terminologi, Kapitalisme berarti suatu paham yang meyakini
bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya dengan bebas untuk meraih keuntungan
sebesar- besarnya.

Kapitalisme muncul setelah feodalisme runtuh dengan secara garis besar terbagi menjadi tiga
fase yaitu :

1. Kapitalisme Awal (1500-1750)


2. Kapitalisme Klasik (1750-1914)
3. Kapitalisme (1914- Sekarang)

Komersialisme Pendidikan

Dikemukakan oleh Milton Friedman dan Frederik Van Hayek (2008 : 115) bahwa
“komersialisasi pendidikan merupakan keadaan pendidikan yang berpegang pada masyarakat
industri dan selera pasar (market society)”. Selain itu, juga diungkapkan oleh Habibie
(2005 : 257), bahwa “komersialisasi pendidikan telah mengantarkan pendidikan sebagai
instrument untuk melahirkan buruh-buruh bagi sektor industri, bukan sebagai proses
pencerdasan dan pendewasaan masyarakat”. Adanya komersialisasi pendidikan telah
menggambarkan keadaan pendidikan saat ini bahwa pendidikan lebih mengarah kepada
praktik pendidikan layaknya lembaga penghasil mesin yang siap mem-supplay pasar industri
dan diukur secara ekonomis (Hartini, 2011 : 16).

Liberalisme Pendidikan
Secara etimologi liberalisme pendidikan terdiri dari dua suku kata yaitu “liberalisme” dan
“pendidikan”. Kedua kata tersebut memiliki definisi yang berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya. Syaikh Sulaiman al-Khirasy menyebutkan, liberalisme adalah madzhab
pemikiran yang memperhatikan kebebasan individu. Madzhab ini memandang, wajibnya
menghormati kemerdekaan individu, serta berkeyakinan bahwa tugas pokok pemerintah
adalah menjaga dan melindungi kebebasan rakyat, seperti kebebasan berfikir, kebebasan
menyampaikan pendapat, kebebasan kepemilikan pribadi, kebebasan individu, dan
sejenisnya.

Kemudian pendidikan kalau ditinjau secara universal menurutHasan lazimnya akan


didefinisikan menjadi dua bentuk. Pertama,pendidikan merupakan proses pewarisan,
penerusan dan inkulturasi dan sosialisasi perilaku sosial dan individu yang telah menjadi
model anutan masyarakat secara baku. Kedua, pendidikan merupakan suatu upaya fasilitas
yang memungkinkan terciptanya situasi atau lingkungan dimana potensi-potensi dasar anak
dapat berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan zaman di mana mereka harus survive.

Humanisme Pendidikan

Humanisme dalam arti filsafat di artikan sebagai paham filsafat yang menjunjung tinggi nilai
dan martabat manusia sedemikian rupa sehingga manusia menempati posisi yang sangat
sentral dan penting dalam hidup sehari-hari.[5] Pendidikan yang humanis menekankan
bahwa pendidikan pertama-tama dan utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan
relasi personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok didalam komunitas
sekolah.

Pendidikan yang efektif adalah yang berpusat pada siswa. Dasar pendidikannya adalah apa
yang menjadi dunia, minat dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Pendidik membantu
peserta didik untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba mempraktekan
kemampuan-kemampuan yang mereka miliki (the learner centered teaching). Ciri utama
pendidikan yang berpusat pada siswa bahwa siswa menghormati, menghargai dan menerima
siswa sebagai mana adanya komunikasi dan relasi yang efektif sangat diperlukan sebab
suasana komunikasi yang efektif peserta didik akan dapat mengeksplorasi dirinya,
mengembangkan dirinya dan kemudian memfungsikan dirinya dalam masyarakat secara
optimal.

SOAL KEEMPAT
1. Sebagai calon guru tentu harus memahami serta mengetahui berbagai persoalan setiap
dalam pendidikan, dengan belajar mata kuliah filsafat pendidikan islam bertujuan
sebagai ranah praktis dalam menjadi calon guru. Dengan berbagai metode dalam
pandangan filsafat untuk diaplikasikan dalam bentuk pembelajaran, tapi dengan melihat
kebutuhan setiap jenjang pendidikannya. Dan juga belajar filsafat pendidikan islam
mampu memahami secara utuh pendidikan islam itu sendiri serta mampu memberikan
kesa ilmiah dalam proses pembelajarannya.
2. Tentu menjadi seorang guru harus memenuhi kriteria menjadi seorang guru. Karena
menjadi guru adalah tanggung jawab secara moral dan spiritual dalam mendidik anak
didiknya. Ada 4 syarat, yang pertama sudah harus dewasa, maksud disini tidak hanya
dewasa secara biologis saja namun dewasa ini dalam aspek psikis dan dewasa dalam
menangani setiap problem yang dihadapi. Kedua, harus sehat jasmani dan rohani, tentu
menjadi seorang guru tidak hanya menjadi desawa saja, namun juga harus sehat jasmani
dan rohaninya karena ketika jasmani dan rohani sehat akan mempenagruhi dalam proses
pendidikan. Ketiga, harus ahli atau memiliki kemampuan mengajar, seorang guru tentu
harus dan wajib memiliki kemampuan mengajar karena guru adalah tauladan dan harus
memberikan arahan yang baik kepada muridnya. Keempat, harus berkesusilaan dan
berpendidikan tinggi, sebagai seorang guru adalah tantangan yang sangat besar dalam
menjalanin proses pendidikan, guru juga disamping dituntut harus memiliki pemahaman
yang luas juga harus berpendidikan tinggi.
3. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang memandang pendidikan sebagai proses
memanusiakan peserta didik sehingga mampu berkembang dan beraktualisasi diri
dengan segenap potensi asli yang ada dalam dirinya. Filsafat Pendidikan
Islam merupakan proses investasi kemanusiaan yang mengandung nilai ibadah
sedangkan dalam Filsafat Pendidikan Barat hanya mengandung proses kemanusiaan dan
tidak bernilai ibadah.
4. Dalam mengkaji filsafat pendidikan islam tentu harus seacara universal. Tahap pertahan
tuhan sebagai tahapan pertama dan berkhir pula untuk atau pada tuhan. Manusia
merupakan pemeran penerima atau pengelola ciptaannya. Sedangkan alam sebagai
sarana manusia berbuat untuk menuju kembali pada tuhan. Dalilnya Q.S. Thaha ayat 110

Anda mungkin juga menyukai