Anda di halaman 1dari 6

Dira, Dori, dan Takjil

“Diraa, ayo kita pergi ke pasar bedug! Katanya di sana ada yang berbagi takjil loh.” Ajak
Dori dengan penuh semangat.

Dira dan Dori adalah saudara kembar, mereka berusia tujuh belas tahun. Walau mereka
kembar, kepribadian mereka sangatlah berbeda. Dira seseorang yang sangat hiperaktif, dan
periang sedangkan Dori lebih pendiam, tetapi Dori lebih dewasa dari pada Dira.

“Benarkah? Aku sudah lama tidak ke pasar bedug. Ayo kita kesana Dori!” Seru Dira tak
kalah semangat.

Dira dan Dori merindukan pasar bedug, sejak setahun lalu pasar bedug ditiadakan karena
pandemi yang melanda di seluruh wilayah di Indonesia.

Dori terlihat kesal, ia menyalakan motornya sambil menggerutu. Sesekali ia melihat ke


arah rumah mereka, sudah lima belas menit berlalu, Dira masih tak kunjung keluar rumah juga.

“DIRA, MASIH LAMA YA?” Teriaknya agar Dira mendengarnya

“Sebentar, aku ambil uangnya dulu” Sahut Dira dari dalam rumah.

Tak lama terlihat Dira keluar dari dalam rumah. Ia sangat rapi dan terlihat senyuman
sumringah di wajahnya karena ia sangat bersemangat ingin pergi ke pasar bedug.

“Lama banget sih, ngapain aja kamu?” Tanya Dori dengan wajah kesal.

“Hehe, maaf ya Dori. Aku tadi sedikit kesusahan menemukan dompetku.” Jawab Dira
polos dengan sedikit cengengesan

Dori memutar bola matanya ke atas sambil menghembuskan nafas yang menandakan ia
tak habis pikir dengan saudaranya ini. Ia sangat kesal, tetapi begitulah Dira saudara yang sangat
ia sayangi.

“Ayo cepet, ntar keburu maghrib.” Desak Dori

Mereka melaju dengan pelan untuk menikmati keramaian di sepanjang jalan menuju ke
pasar bedug. Mereka tersenyum lebar, apalagi Dira yang duduk dibelakang, ia tak berhenti
berbicara sedetik pun. Dori memberhentikan motornya sejenak ditengah keramaian, Dira dan
Dori mendapatkan takjil gratis dari orang yang sedang berbagi takjil di jalan. Mereka pun
semakin senang.

Sesampainya di pasar bedug, mereka ingin mencari makanan dan minuman kesukaan
mereka, tetapi mereka tak punya banyak waktu. Akhirnya Dori dan Dira memutuskan untuk
berpencar dan berkumpul kembali di tempat mereka memarkir motor setelah puas berbelanja.

“Dori, kamu mau nemenin aku beli nasi uduk dulu ga? Tiba-tiba aku pengen makan nasi
uduk nih.” Ajak Dira sebelum mereka pulang ke rumah

Dori menoleh sambil mengernyitkan keningnya, ia seakan tak percaya dengan apa yang
dia dengar. Padahal mereka sudah cukup banyak berbelanja, tetapi Dira masih menginginkan
nasi uduk. Dori mengikuti keinginan saudara kembarnya itu. Iya mengangguk dan meminta Dira
untuk segera naik ke atas motor.

“Naik Dir”

Dira bergegas naik ke atas motor. Dori memacu motornya menuju ke warung nasi uduk.
Tak terasa sepuluh menit berlalu, mereka akhirnya sampai di warung nasi uduk yang diinginkan
Dira.

“Dori, kamu mau juga gak?” tanya Dira kepada Dori

“Enggak, kamu aja Dira” Tolak Dori dengan lembut

Dira bergegas memesan sebungkus nasi uduk kepada penjual, ia meminta lauk ikan lele
goreng dan tak lupa kol goreng kesukaannya.

“Siap, tunggu sebentar ya neng.” Jawab abang penjual nasi uduk

Tak lama kemudian nasi uduk pesanan Dira pun jadi, mereka bergegas pulang ke rumah.

Terdengar suara berdecit keras, Dori tiba-tiba mengerem. Dira yang duduk di belakang
tersentak dan sedikit kesal dengan Dori.

“Kenapa sih Dori?” Tanya Dira kesal sambil menepuk pundak Dori
“Dir, kamu liat orang yang disana?”

Dira menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Dori. Terlihat dua orang pengamen cilik. Dira
tak mengerti kenapa Dori menyuruhnya melihat para pengamen cilik itu.

“Gimana kalau takjil yang kita dapatkan tadi kita kasih kepada mereka Dira?” Tanya
Dori, “kupikir makanan kita sudah terlalu banyak dan kita tak akan bisa menghabiskannya” kata
Dori sambil melihat ke arah kantong kresek yang tergantung di motor mereka.

“NGGA YA! ENAK AJA KASIH KE MEREKA. AKU GA SETUJU!” tolak Dira
mentah-mentah.

“Ah, ayolah Dira. Kamu ga kasihan liat mereka berdua?” bujuk Dori.

“Aku ga mau ! Kamu kasih aja yang punya kamu.” Jawab Dira Ketus

Dori memandang Dira yang bersikeras tak ingin membagi takjil yang ia dapatkan tadi.
Melihat sikap saudara kembarnya yang seperti itu Dori merasa kesal. Akhirnya ia memutuskan
untuk membagi apa yang ia punya, walau mungkin tidak cukup untuk dua pengamen cilik itu
seenggaknya mereka ada makanan untuk berbuka pikir Dori.

***

Sepanjang di perjalanan menuju rumah, Dori dan Dira berdebat hebat di atas motor.

“Kenapa sih kamu segitunya banget ga mau berbagi? Emangnya bisa ngabisin semua
makanan ini?” Tanya Dori kesal

“Ya kenapa? Kan aku yang dikasih takjil” jawab Dira ketus

“Dira, kamu ga kasian liat mereka berdua tadi? Lagian ini masih Ramadhan, harusnya
semakin banyak kita berbagi ke sesama” balas Dori, ia tak habis pikir dengan sikap berlebihan
saudaranya itu, ingin rasanya ia menangis tetapi Dori menahannya.

Perdebatan itu terus berlanjut, hingga akhirnya Dori memilih diam dan tak membalas
setiap ucapan Dira. Dori benar-benar merasa kecewa.
Tak terasa sekarang pukul 17.45 WIB, Dira dan Dori akhirnya sampai ke rumah. Dori
bergegas masuk ke dalam rumah meninggalkan Dira begitu saja.

Dira tertegun melihat sikkap Dori kepadanya. Ia berpikir apakah sikapnya benar-benar
sudah berlebihan. Ia berpikir keras mengingat setiap kata yang ia ucapkan kepada Dori.

Ditengah lamunannya, Dira melihat ke arah kunci motor yang masih terpasang. Ia pun
menghidupkan sepeda motornya dan pergi begitu saja

“Apa aku salah?” gumam Dira

“Lagian hanya takjil, kenapa Dori jadi marah begitu. Takjil juga ga bikin adik-adik
pengamen itu kenyang” lanjut Dira

Sepertinya Dira merasa bersalah dengan sikapnya, ada perasaan mengganjal di hatinya.

Dira berhenti di depan sebuah rumah makan, ia membeli dua bungkus nasi dan bergegas
memacu motornya. Ia berhenti di tempat dua pengamen cilik tadi.

“Mereka dimana ya” gumam Dira sambil celingak-celinguk melihat ke sekitar

Dira melihat mereka berdua sedang duduk di salah satu trotoar yang tak jauh dari Dira.
Dira bergegas menghampiri mereka berdua. Ia tersenyum dan memberikan dua bungkus nasi
yang tadi dibelinya.

Kedua pengamen cilik itu memandangi Dira dengan tatapan keheranan.

“Takjil yang tadi sudah cukup kak” jawab salah satu pengamen cilik itu

Dira tertawa kecil, ia berkata bahwa yang memberi takjil tadi adalah saudara kembarnya
yang bernama Dori. Dan nasi ini di beli Dira untuk mereka berdua.

Mendengar perkataan Dira kedua pengamen cilik itu tersenyum sumringah. Mereka
berterima kasih kepada Dira. Melihat senyum bahagia dari kedua pengamen cilik itu membuat
Dira juga merasa bahagia, ia sadar apa yang dikatakan Dori benar.

Dira berpamitan kepada dua pengamen cilik itu, ia bergegas pulang karena sebentar lagi
waktunya berbuka puasa. Pasti orang-orang di rumah kesusahan mencari dirinya pikir Dira.
***

Melihat Dori hanya sendirian, Ibu mereka bertanya kepada Dori dimana Dira. Karena
sebentar lagi waktunya berbuka puasa.

Dori tersentak mendengar pertanyaan Ibu. Ia baru sadar bahwa sejak tadi tak melihat Dira
di dalam rumah. Dori keluar rumah, ia terkejut melihat motor mereka dan Dira tak ada di luar.
Kemana Dira pergi, pikir Dori.

“Apa aku sudah berlebihan memarahi Dira ya” gumam Dori

Dori merasa bersalah akan sikapnya kepada Dira. Ia sangat khawatir karena Dira tak
kunjung pulang. Baru Dori melangkah kan kakinya keluar, tiba-tiba terdengar suara motor di
depan rumah mereka.

“Diraa...”

Dira turun dari motor dan tertunduk, ia meminta maaf ke Dori karena sikapnya yang
berlebihan. Ia juga menceritakan bahwa ia tadi kembali menemui para pengamen cilik tadi dan
memberikan nasi bungkus kepada mereka.

Mendengar cerita Dira, Dori berlari dan memeluknya. Dori juga meminta maaf karena
tadi sudah cukup keras memarahi Dira.

Tak lama azan maghrib terdengar, Ibu berdiri di depan pintu dan menyuruh mereka
bergegas masuk ke dalam rumah.

Dira dan Dori berbuka dengan takjil yang mereka dapatkan tadi, mereka menikmati takjil
Dira bersama-sama.

Anda mungkin juga menyukai