*“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan
menuju surga.”*
(HR. Muslim) .
Dari puasa Ramadhan, kita belajar untuk mempuasakan perut kita. Menjaganya agar tidak ada
makanan haram yang masuk ke dalamnya.
Bahkan yang syubhat pun, kita berupaya menghindarinya.
Di luar Ramadhan, dalam kondisi tidak puasa pun kita perlu memastikan agar tidak makan
berlebihan. Meskipun makanan itu halal. Bukan saja untuk menjaga kesehatan, tetapi juga untuk
menjaga ruhiyah dan semangat ibadah.
Kemudian beliau membaca firman Allah yang artinya, “Wahai para rasul, makanlah makanan yang
baik dan kerjakanlah amal shalih.”
Allah juga berfirman yang artinya,:
“Hai orang-orang mukmin, makanlah makanan yang baik yang telah Kami anugerahkan kepadamu.”
Kemudian beliau menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh hingga rambutnya
kusut dan kotor, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa,:
“Ya Rabb, ya Rabb.”
Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan ia kenyang dengan
yang haram.
Maka bagaimana mungkin doanya dikabulkan.”
(HR. Muslim) .
Ketika menjelaskan hadits arbain ini, para ulama menerangkan bahwa laki-laki tersebut telah
memenuhi empat hal yang semestinya membuat doanya terkabul yakni ia seorang musafir, ia lelah,
ia menengadahkan dua tangan dan sangat berharap kepada Allah. Namun karena makanan dan
minumannya haram, doanya tertolak.
Sebab makanan haram, minuman haram dan pakaian haram adalah penghalang terkabulnya doa.
Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ‘anhu adalah sahabat yang terkenal dengan doa mustajab-nya.
Apa yang ia minta pasti dikabulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika seseorang bertanya rahasia doanya yang selalu Allah perkenankan, Sa’ad menjawab,
“Tidaklah saya memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan saya mengetahui dari mana
datangnya.”
Wahb bin Munabbih, seorang pemuka tabi’in sekaligus pakar sejarah, menasehatkan, “Siapa yang
ingin doanya Allah kabulkan, hendaklah ia memperbaiki makanannya.”
Pernah seorang ibu bertanya kepada seorang ustadz karena anaknya nakal dan tidak mau berubah.
“Saya sudah mendoakan anak saya untuk sekian lama, Ustadz. Selesai sholat fardhu, selesai sholat
malam. Tapi anak saya tetap nakal.
Tidak ada perubahan sama sekali.
Doa saya seperti tidak mempan,” kata ibu tersebut menceritakan kondisi anaknya yang duduk di
bangku sekolah menengah.
Mendengar pertanyaan itu, sang ibu terdiam. Air mukanya menyiratkan kegundahan dan perlahan
matanya berkaca-kaca.
“Iya, Ustadz.
Kalau dari uang syubhat sering.
Suami saya sering mendapatkan uang yang tidak jelas.
Kadang sebagai bentuk terima kasih rekanan yang telah dilayaninya. Kadang pemberian pimpinan
yang tidak jelas dari mana.
Kadang juga ada rekayasa laporan di tempat kerjanya.”
“Nah, itu Bu. Ketika anak-anak mendapatkan asupan makanan yang haram atau syubhat, salah satu
efeknya ia bisa terhijab dari doa.
Apalagi orang tuanya juga memakan makanan haram. Semakin tidak nyambung itu doanya.
Allah tidak berkenan mengabulkan doa orang tua tersebut.”
Makanan haram juga bisa membuat seseorang jauh dari hidayah. Bergelimang kemaksiatan atau
terjerumus dalam kelamnya dosa.
Kisah yang pernah dialami seorang ustadz diatas perlu menjadi renungan kita bersama. Sudah
kesekian kalinya ustadz ini mendatangi rumah Su’ul, bukan nama sebenarnya. Namun, ia kembali
mendapatkan jawaban serupa.
Kini mobil Ustadz itu telah kembali. Tetapi kisahnya menjadi ibroh tersendiri. Sebelumnya juga ada
sejumlah kasus yang agak berbeda tetapi memiliki satu benang merah. Banyak pemuda dan orang-
orang bermasalah baik terjerat hukum atau cacat moral- ternyata mereka mengecap uang haram di
waktu kecilnya.
Yang lebih menakutkan, makanan haram akan menyeret tubuh kita ke neraka. Sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu:
Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari barang yang haram kecuali neraka
lebih berhak atasnya. (HR. Tirmidzi) .
Namun ada pula makanan syubhat yang tidak jelas ia halal atau haram. Baik karena zatnya yang
masih menjadi perdebatan para ulama maupun karena cara memperolehnya, sebagaimana kisah
seorang ibu di atas, yang mengeluhkan anaknya tidak berubah meskipun setiap hari ia doakan.
"Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas.
Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh
kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah
menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat,
maka ia bisa terjatuh pada perkara haram."
(HR. Bukhari dan Muslim) .
Selain mempuasakan perut dari makanan haram, kita harus berusaha mempuasakan perut dari
makanan syubhat. Sungguh telah ada teladan terbaik dari para sahabat Nabi dan tabi’in dalam
meninggalkan syubhat.
Abu Dzar al Ghifari radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Kesempurnaan taqwa adalah meninggalkan
beberapa hal yang halal karena takut hal itu haram.”
Ibrahim bin Adham rahimahullah tidak mau minum air zamzam karena timba yang saat itu
digunakan adalah timba milik penguasa.
Yazid bin Zurai’ rahimahullah tidak mau mengambil warisan ayahnya karena sang ayah adalah
pegawai pemerintah. Khawatir ada harta negara yang terbawa.
Ini tingkatan para ulama yang sangat tinggi wara’-nya.
Di antara tanda berlebihan adalah ketika seseorang makan hingga kekenyangan. Rasulullah
mengajarkan, yang ideal adalah makan secukupnya yang penting bisa menguatkan badan untuk
beribadah dan melaksanakan kewajiban.
Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam
memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus melebihkannya,
hendaknya sepertiga perutnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk
bernafas. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad) .
😁 Sahabat ST Fillah, sebagai hamba yg dhaif semua kita pasti banyak permohonan pada sang Khalik,
saat Ramadhan ini banyak sekali kesempatan terbaik berdo'a yg mustajab.
🎙 Ada banyak waktu istimewa di bulan Ramadhan yg kadang kurang diperhatikan kebanyakan
orang berpuasa, seperti:
"Tiga orang yang tidak akan ditolak doanya: Orang puasa sampai ia berbuka, imam yang adil
dan do'a orang yang dizhalimi."
[HR. At Tirmidzi].
🗨 Karenanya para ulama Salaf sangat mengagungkan waktu penghujung hari (sore hari)
karena ia menjadi penutup hari puasa.
2. Kedua: Dua pertiga malam istimewanya waktu sahur, khususnya waktu menjelang fajar.
📖 Sebagaimana FirmanNYA:
"Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." (QS. Adh-Dhariyat: 18).
🎤 Jadi waktu makan sahur yang menjelang fajar merupakan waktu mustajab untuk
dikabulkannya do'a. Karena nya perbanyaklah do'a dan istighfar saat itu.
📞 Disamping itu masih ada waktu2 terbaik lainya, seperti antara azan dan iqamah, saat sujud terakhir
dalam shalat, antara dua khutbah, waktu sore hari jum'at dll.
😊 Semoga kita semua beserta keluarga selalu dalam keadaan sehat penuh keberkahan dan dalam
limpahan Hidayah dari Allah Ta'ala serta dikabulkannya semua do'a,
َ آِم ّين آِم ّيْن آِم ــــــــــْيَن َيا َر َّب اْلَع اَلِم ــــــــــْيَن