Anda di halaman 1dari 8

Cara Mencuci Wadah Bekas

Daging Babi

by Ammi Nur Baits


May 27, 2011

Pertanyaan:
Assalaamu alaikum, Ustadz. Karena saya tinggal di Bali yang mayoritas beragama Hindu, saya
ingin bertanya; bagaimanakah cara membersihkan wadah bekas memasak babi, wadah yang terkena
daging babi? Kalau bisa disertai dalil, Ustadz.
Apakah harus mencucinya 7 kali dan salah satunya dengan tanah? Sebab saya pernah mendengar
ustadz dan dosen agama saya mengatakan seperti itu, dan mereka tak menunjukkan dalilnya. Mereka
menyamakan dengan mencuci wadah bekas jilatan anjing.
Saya jadi merasa ragu jika sedang bertamu ke rumah teman yang beragama Hindu dan disuguhi
minuman. Takutnya, wadah memasak airnya juga bekas memasak daging babi yang tidak dicuci
sesuai syariat.
Terima kasih, Ustadz, atas jawabannya.
Alif Ihsan Syahroni (ihsan**@***.com)
Jawaban:
Waalaikumussalam warahmatullah wabarakatuh.
Bismillah. Diperbolehkan untuk menggunakan piring atau wadah bekas daging babi atau daging
haram lainnya. Dengan syarat, dibersihkan bekas najisnya sampai bersih, yaitu tidak tersisa lagi bau,
rasa, dan warnanya.

Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Tsalabah AlKhusyani radhiallahu anhu, bahwa beliau bertanya, Wahai Rasulullah, kami tinggal di daerah yang
berpenduduk mayoritas ahli kitab. Bolehkah kami makan dengan menggunakan wadah mereka?
Beliau shallallahu alaihi wa sallammenjawab, Jika kalian memiliki wadah yang lain, jangan
makan dengan wadah mereka. Namun, jika kalian tidak memiliki wadah yang lain,
cucilah wadah mereka dan makanlah dengan menggunakan wadah tersebut.
Dijelaskan oleh Imam An-Nawawi, bahwa yang dimaksud dengan wadah yang dilarang digunakan
dalam hadis Abu Tsalabah adalah wadah yang pernah dipakai untuk memasak daging babi dan
minum khamr. Sebagaimana hal ini disebutkan secara tegas dalam riwayat Abu Daud, bahwa Abu
Tsalabah menyatakan, Kami bertetangga dengan ahli kitab, sementara mereka memasak daging
babi dengan periuk mereka dan minum khamar dengan gelas mereka .(sampai akhir hadis).
Berdasarkan keterangan di atas, yang zahir, cara mencucui wadah bekas daging babi hanyalah
sekali, yang penting hilang semua bekas najisnya.
Andaikan harus dicuci tujuh kali, tentu Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan menyampaikannya
kepada Abu Tsalabah. Namun, ternyata, beliau hanya menyuruh mencuci sampai bersih, tanpa ada
perintah harus mencuci sebanyak tujuh kali.
Allahu alam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Blog Fatwa Malaysia

Hukum Menggunakan Alat Memasak Yang Pernah


Digunakan Untuk Memasak Babi.
Submitted by FatwaMalaysia on 7 March 2014 - 10:20am

Makan dan Minum


FatwaMalaysia's blog

7487 reads

ShareThis

ISU:
Saya ada sedikit persoalan berkaitan hukum menggunakan alat memasak yang pernah digunakan untuk
memasak babi. Mengikut bacaan saya ada hadith Nabi yang mengatakan hukumnya makruh, tetapi jika
tiada alat lain yang boleh digunakan, boleh digunakan dan cukup sekadar dengan mencuci seperti biasa
tanpa perlu disamak. Mohon penjelasan hukum lebih lanjut.
PENJELASAN:
Hukum asal sesuatu bekas adalah bersih dan suci; sama ada digunakan oleh seorang Muslim atau orang

bukan Islam, kecuali jika diyakini bekas itu telah terkena najis. Oleh sebab itu majoriti ulama berpendapat,
dibenarkan seorang Muslim menggunakan bekas yang digunakan oleh orang bukan Islam.
Namun begitu, jika diyakini bekas atau alat memasak digunakan untuk menyimpan atau memasak benda
haram seperti daging babi, maka hukum menggunakannya setelah dibersihkan adalah makruh.
Ini berdasarkan hadis yang dilaporkan oleh Abu Sa'labah, beliau berkata kepada Rasulullah saw, "Kami
berjiran dengan ahli kitab. Mereka memasak daging babi dalam periuk mereka dan mereka minum arak
dalam cawan mereka. Maka apa hukum menggunakan periuk dan cawan itu?" Jawab Rasulullah saw, "Jika
kamu mempunyai periuk dan bekas lain, maka makan dan minumlah dengan bekas lain itu. Tetapi jika
kamu tiada bekas lain, maka basuhlah bekas yang digunakan untuk najis itu dengan air, kemudian kamu
makan dan minumlah menggunakannya." Hadis sahih direkodkan oleh Imam Abu Daud.
Sabda Nabi Muhammad saw dalam hadis tersebut: " Jika kamu mempunyai periuk dan bekas lain, maka
makan dan minumlah dengan bekas lain itu..." menunjukkan makruh menggunakan bekas atau alat
memasak yang digunakan untuk menyimpan atau memasak benda haram dan najis setelah ia dibasuh.
Imam al-Nawawi menjelaskan, "Larangan makan menggunakan pinggan mangkuk yang telah digunakan
untuk najis walaupun selepas dibasuh kerana pinggan mangkuk itu kotor dan biasa digunakan untuk najis."
(al-Nawawi, Syarh sahih Muslim, jil. 13, hlm. 80)
Namun cara membersihkan atau membasuh bekas atau alat memasak tersebut perlu merujuk kepada jenis
najis. Jika najis itu, najis mutawassitah seperti cawan yang digunakan untuk minum arak, maka cawan itu
perlu dibasuh sehingga hilang kesan arak itu. Tetapi jika najis itu adalah najis mughallazah, maka cara
membasuhnya adalah berbeza.
Menurut Imam al-Syafi'e dan ulama bermazhab Syafi'e, najis mughallazah adalah babi dan anjing. Oleh
itu, jika bekas atau alat memasak digunakan untuk menyimpan atau memasak daging babi, maka bekas
itu wajib dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satunya menggunakan air bercampur tanah. Hukum ini
diqiyas kepada cara membersihkan bekas yang dijilat oleh anjing sebagaimana sabda Nabi Muhammad
saw, "Jika anjing menjilat bekas salah seorang daripada kamu, maka basuhlah bekas itu tujuh kali dan
salah satunya bercampur tanah." Menurut Imam al-Syafi'e, babi adalah lebih kotor berbanding anjing, oleh
itu cara membasuh bekas yang terkena babi juga perlu dibasuh dengan cara yang sama (al-Khin et.al., alFiqh al-manhaji, jil. 1, hlm. 54).
Berdasarkan keterangan Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama
Islam Malaysia Kali Ke-76 yang bersidang pada 21 - 23 November 2006 yang telah membincangkan
Hukum Melakukan Samak Najis Mughallazah Menggunakan Sabun Tanah Liat: "Masyarakat Islam di
Malaysia mengamalkan mazhab Syafie dalam kebanyakan urusan peribadatannya. Oleh itu amalan
samak sebanyak tujuh kali yang salah satu daripadanya menggunakan tanah telah diterimapakai secara
umum oleh masyarakat, sama ada untuk menyucikan najis mughallazah yang terkena pada badan,
pakaian, rumah dan sebagainya."

Wallahu'alam.

APAKAH DIHARUSKAN MENCUCI WADAH SETELAH DIPAKAI


ATAU MENCUCINYA APABILA DIA MILIK NON MUSLIM
enarfrur

Saya tinggal di negara non muslim, yang menuntut saya untuk menggunakan dapur
yang digunakan oleh orang-orang non muslim. Setelah selesai makan, salah seorang
rekan kami non muslim mencuci perkakas. Apakah dibolehkan bagi kami menggunakan
perkakas tersebut untuk makan ataukah kami harus mencucinya sebanyak tiga kali
hingga suci?

Alhamdulillah.
Hukum asal pada perkakas adalah suci, apakah dia digunakan oleh seorang muslim
atau non muslim, atau ahli kitab, atau selainnya, sampai diyakini kenajisannya. Karena
itu, pendapat mayoritas ahli fiqih menyatakan dibolehkannya menggunakan wadah milik
orang-orang kafir. Mereka beralasan dengan berbagai dalil, di antaranya;
1-

Allah Taala membolehkan kita untuk makanan Ahli Kitab, maksudnya adalah

sembelihan mereka. Umumnya mereka akan memberikannya kepada kita dalam


keadaan telah dimasak di wadah-wadah mereka. anical ini menunjukkan dibolehkannya
menggunakan wadah-wadah milik mereka.
2-

Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam diundang oleh seorang anak

Yahudi untuk makan roti gandum dan bumbu lemak (HR. Ahmad, dishahihkan oleh AlAlbani dalam Irwaul Ghalil, 1/71.
3-

Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan para shahabatnya berwudu dari wadah air

milik seorang wanita musyrik. (HR. Bukhari, no. 337, dan Muslim, no. 682)
Dalil-dalil ini menunjukkan dibolehkannya menggunakan wadah milik orang kafir.

Akan tetapi jika kita mengetahui mereka memasak daging babi atau bangkai di wadahwadah mereka, atau menggunakannya untuk meminum khamar, maka yang utama
adalah menghindarinya dan tidak menggunakannya, kecuali jika dalam kondisi darurat,
maka hendaknya dicuci dahulu baru kemudian digunakan untuk makan.
Jika mereka telah mencucinya, maka kita tidak diharuskan mencuci ulang, dan tidak
disyaratkan dalam mencuci membasuhnya sebanyak tiga kali, tapi cukup dicuci hingga
hilang bekas makanan dan minuman yang ada padanya.
Dalilnya adalah riwayat Bukhari, no. 5468, dan Muslim, no. 3567, dari Abu Tsalabah AlKhusyani, dia berkata, Aku berkata, Wahai Nabi Allah, kami berada di negeri Ahli Kitab,
apakah kami boleh makan di wadah-wadah mereka? Beliau bersabda, Adapun yang
engkau sebutkan dari Ahli Kitab, jika kalian dapatkan selainnya, maka jangan makan
dengannya, dan jika tidak kalian dapatkan, maka cucilah, dan makanlah dengannya.
Dalil ini dapat dipakai terhadap mereka yang menggunakan wadah untuk perkara yang
diharamkan, berdasarkan riwayat Abu Daud, no. 3839, Kami bertetangga dengan Ahli
Kitab, mereka memasak babi di anic-panci mereka, dan meminum khamar di wadahwadah mereka. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Jika kalian
dapatkan selainnya maka gunakanlah (wadah itu) untuk makan dan minum. Jika kalian
tidak mendapatkan selainya, maka cucilah wadah (mereka) dengan air, lalu makan dan
minumlah (dengan wadah itu). (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud)
Kaidah dalam masalah ini adalah, jika diketahui bahwa orang-orang musyrik memasak
babi di anic-panci mereka, dan meminum khamar di wadah-wadah mereka, maka
perkakas-perkakas tersebut tidak boleh digunakan kecuali setelah dicuci dan
dibersihkan. Aunul Mabud.
Sabda beliau, Jika kalian dapatkan selainnya, maka makan dan minumlah dengannya
maksudnya adalah makan dan minumlah di wadah yang lain. Perintah ini bersifat
sunnah menurut mayoritas ahli fiqih. Maksudnya disunnahkan menghindari wadahwadah tersebut dan makruh menggunakannya meskipun telah dicuci. Kecuali jika tidak
ada selain wadah tersebut, maka hilanglah kemakruhannya.
An-Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarah Muslim, 13/80

Larangan menggunakan wadah itu walaupun setelah dicuci, adalah karena kotornya,
dan telah biasa dipakai untuk benda najis.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata Asy-Syarhul-Mumti, 1/69.
Adapun hadits Abu Tsalabah Al-Khusyani, sesungguhnya Rasululullah shallallahu wa
sallam bersabda, Jangan kalian makan dari wadah tersebut, kecuali kalian tidak
mendapatkan selainnya, maka (jika tidak ada selainnya) cucilah wadah itu dan
makanlah dengannya. Hal ini menunjukkan bahwa yang utama adalah
menghindarinya (wadah milik orang kafir). Akan tetapi banyak ulama yang memahami
dalil ini berlaku terhadap mereka yang menggunakan wadah tersebut untuk bendabenda najis seperti babi dan semacamnya. Mereka berkata, Sesungguhnya Nabi
shallallahu alaihi wa sallam melarang makan dari wadah mereka, kecuali jika kita tidak
mendapatkan wadah selainnya, maka kita mencucinya dan makan dengannya.
Pandangan ini bagus, dan terkandung padanya prinsip-prinsip syariat.
Kesimpulan jawabannya, jika mereka tidak menggunakan wadah-wadah tersebut untuk
minum khamar atau makan daging babi atau bangkai, maka menggunakan wadah
tersebut dibolehkan.
Adapun jika mereka menggunakannya untuk makanan dan minuman yang diharamkan
atau najis, maka lebih utama bagi kalian adalah tidak menggunakannya jika kalian
mendapatkan selainnya. Jika kalian tidak mendapatkan selainnya, maka kalian boleh
menggunakannya setelah dicuci, apakah kalian yang mencucinya, atau mereka yang
mencucinya..

Menyucikan Celana Yang Terjilat


Anjing

by Ammi Nur Baits


October 31, 2011

Pakaian Dijilat Anjing


Pertanyaan:
Baru-baru ini, seekor anjing telah mencium celana saya. Perlukah saya samak* celana saya itu dan
bagaimana caranya?
Penanya: AhXXXXXXXXXov.my
Jawaban:
Pakaian Dijilat Anjing
Para ulama berpendapat najisnya air liur anjing. Mereka mengatakan wajibnya mencuci wadah
maupun pakaian yang dijilat anjing. Terdapat dalil dari sunnah yang menjelaskan bagaimana seorang
muslim menyucikan benda ketika terkena air liur anjing.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah radliallahu anhu, bahwa
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda

Apabila ada anjing yang menjilati wadah kalian maka buanglah isinya, kemudian hendaknya dia
cuci sebanyak tujuh kali.
Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan: yang pertama menggunakan tanah Yang dimaksud
menjilati dalam hadits di atas adalah memasukkan lidahnya ke dalam air atau yang lainnya. Baik
dia minum maupun tidak minum. Sehingga termasuk hal ini adalah menjilati bagian yang kering.

Hadits ini secara tegas hanya menyebutkan bejana, sementara para ulama tidak membedakan antara
bejana dengan yang lainnya. Imam Al-Iraqi mengatakan, Yang disebutkan hanya bejana, karena
itulah yang umumnya terjadi.
Oleh karena itu, wajib mencuci wadah atau pakaian sebanyak tujuh kali, yang pertama dicampur
tanah. Ini merupakan pendapat Ibnu Abbas dan Abu Hurairah dalam satu riwayat dan ini juga
pendapat yang dikuatkan Muhammad bin Sirrin, Thawus, Al-Auzai, Asy-Syafii, Ahmad, Abu
Tsaur, dan ulama lainnya. (Al-Majmu, 2:586)
Allahu alam

Anda mungkin juga menyukai