Anda di halaman 1dari 28

TUGAS 03

TL 3104 - PENGELOLAAN B3
KONVENSI BASEL

Disusun oleh Kelompok 2

Fathan Tri Rajendra S. 15320043 Clara Fortunata Wijaya 15320088

Almira Ramadhanti 15320044 Sabrina Diva Rasida 15320089

Evelyn Karina Putri K. 15320049 Jeremy Evan 15320090

Farhan Abdurrahman M. 15320050 Lintang Salwa Nadira 15320107

Muhamad Rizki Ramdani 15320068 Diyah Anggraeni 15320108

Arya Adiyatma Afrizal 15320070 Muammar Salahudin Rabbani 15320110

Vivien Yemina Partono 15320071

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I 2

PENDAHULUAN 2
I.1 Latar Belakang 2
I.2 Rumusan Masalah 2
I.3 Maksud dan Tujuan 3
BAB II 4
METODOLOGI 4
II.1 Metode Penelitian 4
II.2 Objek dan Ruang Lingkup Penelitian 4
II.3 Teknik Pengumpulan Data 5
BAB III 6
PEMBAHASAN 6
III.1 Sejarah dan Latar Belakang Konvensi Basel 6
III.2 Tujuan dan Peran Konvensi Basel 7
III.3 Hal dan/atau Isu yang Diatur 7
III.4 Prosedur PIC 9
III.5 Kelompok Limbah yang Diatur 10
III.6 Keanggotaan dan Peran 11
III.7 Posisi Indonesia 15

BAB IV 17

PENUTUP 17
IV.1 Kesimpulan 17
IV.2 Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN A 20

1
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Jumlah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan setiap tahunnya di
dunia meningkat dari sekitar lima juta ton pada tahun 1947 hingga melewati angka 300
juta ton pada tahun 1988. Dari angka 300 juta ton tersebut, sekitar 265 juta tonnya
dihasilkan oleh Amerika Serikat dan 35 juta ton lainnya dihasilkan oleh negara-negara di
Eropa Barat. Hal ini menunjukkan bahwa kasus pembuangan Limbah B3 marak
dilakukan oleh negara maju ke negara berkembang. Fakta ini menarik perhatian
negara-negara di seluruh dunia sehingga mulai bermunculan konvensi-konvensi
internasional yang membahas permasalahan B3 dan limbah B3.
Penemuan sejumlah besar limbah beracun impor di Afrika dan bagian Dunia ketiga
lainnya pada tahun 1980-an menyebabkan dibentuknya Konvensi Basel tentang
pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya pada
tahun 1989. Pada Konvensi Basel, suatu cara yang dipercayai paling efektif untuk
melindungi lingkungan dan kesehatan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh
limbah B3 adalah pengurangan dari produksi limbah hingga kuantitas yang terendah.
Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Basel 1989 dengan
Keputusan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1993 sebelum pada tahun 2005,
dikeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2005 untuk
mengesahkan amandemen terhadap Konvensi Basel 1989.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada pembahasan laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana latar belakang dari pembentukan Konvensi Basel 1989?
2. Apakah tujuan dan peran dari Konvensi Basel?
3. Apa saja hal yang diatur pada Konvensi Basel?
4. Apa saja prosedur PIC yang diatur pada Konvensi Basel?
5. Apa saja kelompok limbah yang diatur pada Konvensi Basel?
6. Bagaimana keanggotaan dan peran anggota pada Konvensi Basel?
7. Bagaimana posisi Indonesia pada Konvensi Basel?

2
I.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pembuatan laporan adalah sebagai pembahasan mengenai tujuan, peran,
dan fungsi Konvensi Basel yang mengatur lintas batas limbah B3 di dunia. Tujuan dari
pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi latar belakang dari pembentukan Konvensi Basel
2. Mengidentifikasi tujuan dan peran dari Konvensi Basel
3. Mengidentifikasi hal-hal yang diatur dalam Konvensi Basel
4. Mengidentifikasi PIC yang diatur dalam Konvensi Basel
5. Mengidentifikasi klasifikasi limbah yang diatur pada Konvensi Basel
6. Mengidentifikasi keanggotaan negara yang terikat pada Konvensi Basel
7. Mengidentifikasi pengaruh Konvensi Basel terhadap pengelolaan limbah di
Indonesia

3
BAB II

METODOLOGI

II.1 Metode Penelitian

Pada penelitian kali ini digunakan metode deskriptif analitis dengan


pendekatan kualitatif. Metode deskriptif analisis merupakan metode guna meneliti
status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu pemikiran, ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang dengan mendeskripsikan data atau
menggambarkan data yang ada dan kesimpulannya belum tentu dapat berlaku untuk
umum (Sugiyono, 2014). Penelitian kualitatif adalah penelitian dengan memberikan
penjelasan mengenai suatu fenomena dengan tidak menggunakan alat atau tools
statistik. Penelitian kualitatif berfokus pada proses dan pemaknaan hasil dan lebih
tertuju pada elemen manusia, objek, dan institusi serta hubungan atau interaksi yang
terjadi di dalamnya (Mohamed, dkk., (2010) dalam Yoni A., 2019) Maka dari dua
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif analisis dengan
pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang menyajikan hasil analisis dengan
mendeskripsikan suatu kondisi/fenomena pada manusia, objek, dan institusi serta
interaksi di dalamnya dan kesimpulannya belum tentu dapat digunakan secara
general. Metode ini dirasa cocok karena objek bersifat interaksi antar manusia dan
elemen institusi dan data yang relevan dengan bahasan serta rumusan masalah yang
ingin dijawab bersifat kualitatif.

II.2 Objek dan Ruang Lingkup Penelitian

Objek penelitian pada makalah ini adalah Konvensi Basel tahun 1989 beserta
tujuan, peran, dan fungsinya dalam mengatur lalu lintas limbah B3 di dunia. Berikut
adalah ruang lingkup penelitian agar bahasan dapat lebih terarah dan mampu
menjawab rumusan masalah,
1. Sejarah dan latar belakang penyelenggaraan Konvensi Basel
2. Tujuan dan peran Konvensi Basel
3. Hal atau isu yang diatur dalam Konvensi Basel
4. Kelompok limbah yang diatur dalam Konvensi Basel
5. Keanggotaan dan peran negara yang terikat dalam Konvensi Basel
6. Posisi Indonesia dalam Konvensi Basel

4
II.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan kegiatan guna mengumpulkan informasi yang


relevan terkait dengan objek yang akan diteliti. Pada penelitian kali ini digunakan
metode pengumpulan data dengan studi literatur berupa sumber buku, jurnal
penelitian, makalah, website, dan referensi lainnya yang sifatnya dapat bersifat
nasional maupun internasional. Oleh karena itu, akan diperoleh jenis data sekunder.

5
BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Sejarah dan Latar Belakang Konvensi Basel

Konvensi Basel merupakan konvensi yang diprakarsai oleh PBB dan


diselenggarakan di Basel, Switzerland pada akhir tahun 1980. Nama resmi dari
Konvensi Basel adalah The Basel Convention on the Control of Transboundary
Movements of Hazardous Wastes and their Disposal. Konvensi Basel merupakan
instrumen internasional pertama dalam upaya pengontrolan manajemen pengelolaan
dan penanganan limbah berbahaya. Konvensi ini lahir karena adanya kekhawatiran
atas semakin meningkatnya perdagangan limbah berbahaya lintas negara, terutama
menuju negara berkembang.
Perpindahan lintas batas limbah-limbah berbahaya bermula dari krisis energi
yang dialami negara-negara maju pada periode 1970 an. Krisis energi ini mendorong
para pengusaha untuk membatasi anggaran biaya produksi dan konsumsi. Pada saat
yang bersamaan, terdapat pula pengetatan standar lingkungan lokal. Hal tersebut
mendorong pengusaha dan petugas pembuangan limbah (perantara untuk pembuangan
limbah) untuk mencari tempat-tempat pembuangan baru yang lebih murah biayanya.
Akhirnya negara-negara dunia ketiga dijadikan sasaran untuk membuang limbah
limbah tersebut. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan yang mengatur mengenai
limbah bahan berbahaya dan beracun baik pencegahan/meminimalisir limbah B3
maupun ketentuan mengenai perpindahan atau pembuangan ilegal limbah B3 dari
suatu negara industri ke yurisdiksi negara lain. Hal ini agar tidak semakin lama
semakin meningkat perdagangan limbah berbahaya ke negara dunia ketiga atau
negara yang sedang berkembang tersebut.
Perjanjian Lingkungan multilateral ini secara umum mengatur aliran ekspor
dan impor antar negara yang tergabung dalam konvensi ini, mengeluarkan kewajiban
untuk memperlakukan komoditas limbah berbahaya dengan cara yang ramah
lingkungan serta memastikan agar negara berkembang tidak dijadikan sasaran
pembuangan limbah berbahaya (Kumer, 1995). Konvensi ini terbuka untuk
ditandatangani sejak 22 Maret 1989 dan dinyatakan berlaku sejak 5 Mei 1992.
Konvensi Basel diadopsi oleh Conference of Plenipotentiaries di Basel, Swiss, dalam
menanggapi kemarahan publik setelah pada 1980-an ditemukan di Afrika dan bagian
lain dari negara berkembang, deposito limbah beracun yang diimpor dari luar negeri.
Konvensi ini juga merupakan hasil dari sebuah konvensi khusus tentang konvensi
menyeluruh mengenai pengawasan dari pergerakkan lintas batas limbah B3 yang
diselenggarakan oleh UNEP (The United Nations Environment Programme), yaitu
merupakan badan khusus PBB yang bergerak di bidang permasalahan lingkungan
hidup.

6
III.2 Tujuan dan Peran Konvensi Basel

Target utama Konvensi Basel adalah melindungi kesehatan manusia dan lingkungan
terhadap efek buruk yang mungkin timbul dari pembangkitan, pergerakan, dan
pengelolaan limbah berbahaya dan limbah lainnya. Untuk mencapai ini, terdapat
beberapa tujuan yang harus dipenuhi (National Environment Agency, 2022)
- Mengurangi perpindahan limbah seminimal mungkin sesuai dengan
pengelolaan yang ramah lingkungan dan efisien, serta mengendalikan
transboundary movement yang diizinkan berdasarkan ketentuan Konvensi;
- Meminimalkan jumlah dan bahaya limbah yang dihasilkan dan memastikan
pengelolaan limbah secara ramah lingkungan dilakukan sedekat mungkin
dengan sumbernya;
- Membantu negara-negara berkembang dalam pengelolaan yang ramah
lingkungan dari limbah berbahaya dan limbah lainnya yang mereka hasilkan.

III.3 Hal dan/atau Isu yang Diatur

Terdapat dua hal dan/atau isu yang diatur pada Konvensi Basel, yaitu
1. Pengelolaan Limbah Berbahaya yang Ramah Lingkungan
Negara pihak yang meratifikasi Konvensi Basel harus mensyaratkan
bahwa Limbah berbahaya yang mengalami perpindahan lintas batas harus
dikelola secara ramah lingkungan dimanapun tempat pembuangannya (Pasal 4
ayat 8); Negara memiliki kewajiban untuk mengelola limbah secara ramah
lingkungan agar tidak dialihkan untuk diekspor ataupun di transit (Pasal 4 ayat
10). Negara penghasil limbah dilarang untuk mengekspor limbah berbahaya
jika tidak ada jaminan pengolahan limbah secara ramah lingkungan di negara
penerima (Pasal 4 ayat 2 (e)). Begitu Pula negara harus melarang pengiriman
limbah berbahaya ke negaranya jika, negara tersebut belum mampu untuk
mengelola limbah secara ramah lingkungan (Pasal 4 ayat 2 (g)). Inti tujuan
atau tujuan umum dari Konvensi Basel yaitu memastikan limbah berbahaya
atau limbah lainnya dikelola secara ramah lingkungan sehingga dapat
melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari efek samping yang
mungkin akan ditimbulkan dari limbah tersebut.

7
2. Produksi dan perpindahan lintas batas dari limbah bahan berbahaya dan
beracun
Dilatarbelakangi dengan adanya tanggapan terhadap pola perdagangan
yang tidak tepat pada tahun 1970-an dimana negara-negara maju ditemukan
mengekspor limbah berbahaya ke negara-negara berkembang. Konvensi Basel
ini kemudian membatasi perdagangan limbah yang dikategorikan sebagai
"limbah berbahaya" di bawah Konvensi itu sendiri atau di bawah definisi
hukum nasional pihak Basel untuk limbah berbahaya. Awalnya, Konvensi
melarang ekspor limbah berbahaya untuk tujuan pembuangan, dari negara
maju ke negara berkembang. Terdapat aturan yang telah ditetapkan oleh
Konvensi Basel terhadap pembatasan perpindahan Limbah berbahaya lintas
negara.
1) Setiap pihak yang melakukan lalu lintas limbah harus melapor kepada
pihak sekretariat Konvensi (Pasal 4 ayat 1 (a), Pasal 13 ayat 2 (c)).
Negara pihak tidak dapat mengizinkan pengiriman limbah berbahaya
terhadap negara yang melarang adanya impor limbah (Pasal 4 ayat 1
(b)). Negara pihak juga harus melarang adanya impor limbah kepada
negara yang tergabung dalam kelompok perhimpunan ekonomi atau
politik yang melarang adanya impor limbah serta undang-undang
nasional yang melarang adanya impor limbah (Pasal 4 ayat 2 (e)). Hal
ini juga berlaku pada kegiatan ekspor limbah dimana dilakukan sesuai
dengan sistem peraturan Konvensi Basel (Pasal 4 ayat 1 (c), Pasal 9
ayat 1).
2) Pada pasal 4 ayat 5 menetapkan negara pihak yang meratifikasi
Konvensi Basel tidak diizinkan ekspor ataupun impor limbah ke
negara yang non-pihak. Transit limbah berbahaya melalui negara pihak
diizinkan jika dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi (Pasal 4,
ayat 5 e contrario; dan pasal 7), namun konsep ini dimodifikasi
dikarenakan perjanjian multilateral, bilateral maupun regional
menyetujui adanya perpindahan limbah berbahaya dengan pihak
Konvensi maupun Non-Konvensi. Jika ketentuan Konvensi tidak
terpenuhi dapat dilakukan sesuai dengan instruksi dalam perjanjian
asalkan tetap melapor kepada sekretariat Konvensi.

8
3) Larangan untuk membuang limbah ke Antartika, dimana Konvensi
Basel melarang ekspor Limbah berbahaya ke daerah di selatan 60º
lintang selatan (Pasal 4 ayat 6).

III.4 Prosedur PIC

Prior Informed Consent (PIC) adalah prosedur penyebaran informasi secara


global mengenai bahan kimia dan pestisida tertentu yang dianggap berbahaya bagi
kesehatan manusia dan/atau lingkungan oleh lembaga atau konferensi yang membuat
peraturan terkait bahan kimia dan pestisida. Informasi ini memungkinkan banyak
pihak untuk menentukan bagaimana, atau apakah, mereka dapat menggunakan zat
tersebut dengan aman. Suatu pihak dapat menolak impor suatu bahan kimia di bawah
suatu konvensi, selama mereka melakukannya juga pada bahan kimia lain dan tidak
memproduksi bahan kimia sendiri di dalam negeri. Demikian pula, para pihak yang
menetapkan pembatasan pada suatu zat dapat menetapkan persyaratan untuk impor di
bawah konvensi agar sesuai dengan persyaratan domestik ini. Prosedur PIC
merupakan solusi dari penyebaran dan pembatasan mengenai bahan kimia sehingga
tidak menimbulkan hambatan apapun untuk perdagangan jika pihak yang berdagang
tidak melanggar perjanjian di bawah suatu konvensi. Prosedur PIC menempatkan
tanggung jawab pada pihak pengekspor untuk memastikan bahwa eksportirnya
mematuhi keputusan impor pihak pengimpor, termasuk setiap kondisi ekspor untuk
memastikan memenuhi persyaratan domestik importir. Prosedur PIC itu sendiri
bersifat administratif dan hanya memiliki sedikit sumber daya yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan dan kegiatan yang sedang berlangsung.
Konvensi Basel memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pengiriman
antar negara limbah berbahaya dan limbah lainnya diminimalkan dan bahwa
pengiriman tersebut dilakukan dengan cara yang akan melindungi kesehatan manusia
dan lingkungan. Selain kewajiban umum tersebut, Konvensi Basel menetapkan
bahwa pengiriman lintas negara hanya dapat terjadi jika kondisi-kondisi tertentu
dipenuhi dan jika sesuai dengan prosedur-prosedur tertentu. Berdasarkan Konvensi
Basel, pengiriman lintas negara berarti setiap perpindahan limbah berbahaya atau
limbah lainnya dari suatu area di bawah yurisdiksi nasional suatu negara ke atau
melalui suatu area di bawah yurisdiksi nasional negara lain, meskipun suatu area yang

9
tidak berada di bawah yurisdiksi nasional, setidaknya dua Negara terlibat dalam
gerakan tersebut.
Para pihak pengiriman yang dikirimkan berkewajiban untuk mengambil
langkah-langkah untuk memastikan bahwa pengiriman lintas negara limbah
berbahaya dan limbah lainnya hanya diperbolehkan jika salah satu dari tiga kondisi
berikut terpenuhi:
● Negara pengekspor tidak memiliki kapasitas teknis dan fasilitas yang
diperlukan, kapasitas atau tempat pembuangan yang sesuai untuk
membuang limbah tersebut dengan “cara yang berwawasan
lingkungan”;
● Limbah dimaksud diperlukan sebagai bahan baku industri daur ulang
atau pemulihan di negara pengimpor
● Pengiriman lintas negara yang bersangkutan sesuai dengan kriteria lain
yang diputuskan oleh pihak terkait (kriteria tersebut biasanya
ditemukan dalam keputusan yang diadopsi oleh Conference of the
Parties).
Konvensi Basel mensyaratkan bahwa hanya orang yang berwenang atau
diizinkan untuk mengangkut atau membuang limbah yang melakukan operasi
tersebut, dan limbah yang akan dikirimkan lintas negara harus dikemas, diberi label,
dan diangkut sesuai dengan aturan dan standar internasional yang diterima dan diakui
secara umum. Konvensi Basel menetapkan prosedur Prior Informed Consent (PIC)
yang terperinci dengan persyaratan ketat untuk pengiriman lintas negara limbah
berbahaya dan limbah lainnya. Prosedur tersebut merupakan inti dari sistem kontrol
Konvensi Basel dan didasarkan pada empat tahap utama (1) pemberitahuan; (2)
persetujuan dan penerbitan dokumen pengiriman; (3) pengiriman lintas batas; dan (4)
konfirmasi pengiriman limbah.

III.5 Kelompok Limbah yang Diatur

Konvensi Basel membahas mengenai transboundary movement dari limbah


bahan berbahaya dan beracun dan limbah lainnya dan para anggota wajib memastikan
limbah tersebut telah dikelola dan diolah secara ramah lingkungan, konvensi tersebut
juga membahas mengenai bahan yang berbahaya, beracun, dapat meledak, korosif,

10
mudah terbakar, berbahaya bagi lingkungan, dan buangan infeksius (Environment,
2017). Kemudian pada Konferensi Basel yang diadakan pada 29 April—10 Mei 2019,
pemerintah mengamandemen Konvensi Basel untuk memasukkan limbah plastik pada
kerangka kerja supaya transboundary movement pada plastik dapat lebih transparan
dan diregulasikan lebih tegas.
Terdapat 5 lampiran yang membahas definisi limbah berbahaya yang diatur
dalam Konvensi Basel diantaranya yaitu Annex I (kategori limbah yang harus
dikontrol), Annex II (kategori limbah yang membutuhkan pertimbangan khusus),
Annex III (daftar karakterisitik Limbah berbahaya), dan Annex VIII (karakteristik
sebagai limbah berbahaya berdasarkan Konvensi Basel Pasal 1 ayat 1 (a)).
Pada Annex I kategori limbah yang harus dikontrol beberapa diantaranya yaitu
sampah medis pada fasilitas kesehatan, limbah dari produksi kegiatan farmasi, limbah
dari penggunaan biosida dan fitofarmaka, limbah yang memiliki konstituen, dan
lain-lain. Pada Annex II kategori limbah yang membutuhkan pertimbangan khusus
yaitu limbah yang dikumpulkan dari rumah tangga dan residu yang timbul dari
pembakaran sampah rumah tangga. Pada Annex III limbah yang diatur yaitu limbah
dengan kandungan berbahaya seperti limbah yang mudah meledak, mudah terbakar,
mudah teroksidasi, beracun, infeksius, dan korosif. Kemudian, pada Annex IV limbah
B3 yang diatur yaitu limbah metal dan limbah yang terdiri dari paduan antimoni,
arsenik, berilium, cadmium, lead, merkuri, selenium, tellurium, dan talium.

III.6 Keanggotaan dan Peran

Konvensi Basel merupakan konvensi yang diprakarsai oleh PBB. Adapun


negara yang menandatangani Konvensi Basel hingga saat ini sebanyak 174 pihak,
dimana 173 merupakan pihak negara dan lainnya merupakan Uni Eropa. Daftar pihak
partisipan Konvensi Basel dapat dilihat pada lampiran A. Salah satu hasil Konvensi
Basel, yaitu meminimalisir produksi dan perpindahan lintas batas dari limbah
berbahaya. Hal ini berarti negara yang telah meratifikasi Konvensi Basel diwajibkan
untuk mengambil langkah yang tepat untuk mengurangi tingkat generasi limbah
berbahaya hingga pada tingkat minimum. Kewajiban tersebut yaitu sebagai berikut.

11
1. Setiap pihak anggota diharuskan untuk:
a. Memberitahukan pihak lain terkait keputusan untuk melarang
masuknya (impor) limbah berbahaya atau limbah lainnya untuk
pembuangan sesuai dengan pasal 13;
b. Melarang atau tidak mengijinkan pengiriman (ekspor) limbah
berbahaya atau limbah lainnya ke pihak yang telah melarang masuknya
(impor) limbah-limbah tersebut melalui notifikasi atau pemberitahuan
yang dijelaskan pada bagian (a);
c. Melarang atau tidak mengijinkan pengiriman (ekspor) limbah
berbahaya dan limbah lainnya apabila negara penerima tidak
menyatakan persetujuannya terhadap penerimaan (impor)
tertentu/spesifik secara tertulis, ini berlaku ketika negara penerima
belum melarang penerimaan limbah-limbah tersebut.
2. Setiap pihak anggota harus mengambil langkah yang tepat untuk:
a. Memastikan perkembangan dari limbah berbahaya dan limbah lain
yang termasuk di dalamnya dikurangi hingga jumlah minimum,
dengan juga mempertimbangkan aspek sosial, teknologi, dan ekonomi;
b. Memastikan persediaan fasilitas pembuangan yang mumpuni, untuk
pengelolaan dengan cara environmentally sound management (ESM)
limbah berbahaya dan limbah lainnya, yang harus ditempatkan, sedapat
mungkin, di dalamnya, apapun tempat dari pembuangannya;
c. Memastikan orang-orang yang terlibat di pengelolaan limbah
berbahaya atau limbah lainnya yang termasuk di dalamnya mengambil
langkah-langkah tertentu yang diperlukan untuk mencegah polusi yang
dihasilkan dari pengelolaan limbah berbahaya atau limbah lain dan
apabila telah ada polusi, untuk meminimalisirkan konsekuensi terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan;
d. Memastikan perpindahan lintas batas limbah berbahaya dan limbah
lain dikurangi hingga ke kondisi minimum sesuai dengan
environmentally sound dan pengelolaan yang efisien terhadap
limbah-limbah tersebut, dan dilakukan dengan cara yang akan
memproteksi kesehatan manusia dan lingkungan dari efek merugikan
yang mungkin timbul akibat perpindahan tersebut;

12
e. Tidak memperbolehkan pengiriman (ekspor) limbah berbahaya atau
limbah lain ke sebuah negara atau sebuah kumpulan negara yang
termasuk dalam sebuah organisasi integrasi ekonomi dan/atau politik
yang merupakan pihak, khususnya negara berkembang, yang telah
melarang segala jenis penerimaan (impor) melalui peraturan
perundang-undangannya, atau apabila telah ada alasan untuk
mempercayai bahwa limbah-limbah tidak akan dikelola dengan cara
yang environmentally sound, sesuai dengan kriteria yang telah
diputuskan oleh pihak-pihak dalam pertemuan pertama;
f. Memberi informasi tentang permintaan perpindahan lintas batas
limbah berbahaya dan limbah lainnya kepada negara terkait, sesuai
dengan Annex V A, ke negara yang jelas-jelas terkena efek dari
perpindahan tersebut terhadap kesehatan manusia dan lingkungan;
g. Mencegah penerimaan (impor) limbah berbahaya dan limbah lain
apabila telah ada alasan untuk percaya bahwa limbah tersebut
dipertanyakan tidak akan dikelola dengan cara yang environmentally
sound.
h. Bekerjasama dalam kegiatan dengan pihak lain dan
organisasi-organisasi yang tertarik, secara langsung atau melalui
sekretariat, termasuk penyebaran informasi tentang perpindahan lintas
batas limbah berbahaya dan limbah lain, dengan maksud untuk
meningkatkan pengelolaan yang berbasis lingkungan (Environmentally
Sound Management) terhadap limbah-limbah tersebut dan mencegah
daripada lalu lintas yang ilegal.
3. Pihak menganggap lalu lintas atau perdagangan ilegal dalam limbah
berbahaya atau limbah lain sebagai tindak kriminal atau kejahatan.
4. Setiap pihak harus mengambil langkah hukum, administratif, dan lainnya yang
tepat untuk mengimplementasi dan memberlakukan ketentuan-ketentuan di
dalam konvensi ini, termasuk langkah untuk menghalangi dan menghukum
tindakan yang bertentangan dengan konvensi ini.
5. Pihak tidak boleh mengijinkan limbah berbahaya atau limbah lain dikirim
(ekspor) kenon-pihak atau menerima (impor) dari non-pihak.

13
6. Pihak-pihak setuju untuk tidak memperbolehkan pengiriman limbah
berbahaya atau limbah lain untuk dibuang di dalam area 60° Lintang Selatan,
meskipun limbah tersebut termasuk dalam perpindahan lintas batas atau tidak.
Penerapan regulasi mulai efektif pada 1990 setelah dilakukan ratifikasi oleh negara
peserta dan dibentuklah COP (The Conference of the Parties) atau Konferensi Para
Pihak sebagai badan pelaksana dengan sekretariat berkedudukan di Jenewa,
Switzerland. Dalam perkembangannya, Indonesia dan Swiss memimpin inisiatif untuk
meningkatkan efektivitas Konvensi Basel yaitu dengan memberlakukan amandemen
larangan (Ban Amendment). Ban Amendment mengatur larangan ekspor limbah
berbahaya dari para Pihak yang termasuk dalam negara anggota Uni Eropa, OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development), dan Liechtenstein ke
seluruh negara.
Walaupun demikian, Jepang yang merupakan negara pihak Konvensi Basel,
memilih untuk tidak meratifikasi Basel Ban Amendment yaitu amandemen pelarangan
total pengiriman limbah B3 yang telah ditetapkan oleh Konvensi Basel. Namun,
Jepang berjanji untuk tidak melakukan pembuangan limbah B3 dan limbah lainnya ke
negara lain serta mendukung Konvensi Basel.
Selain itu, terdapat pelanggaran yang dilakukan salah satu pihak anggota yaitu
Inggris. Penelitian yang dilaksanakan oleh media dan LSM telah berulang kali
mendokumentasikan ekspor sampah elektronik ilegal dari Inggris ke berbagai negara,
terutama Nigeria, Ghana dan Pakistan (The Times, 2009 dalam Yulius 2017). Sampah
elektronik tersebut diekspor karena dapat dibongkar dan diolah di luar negeri tanpa
perlu menerapkan standar lingkungan yang tinggi sehingga lebih murah namun jauh
lebih merusak. Selain keuntungan finansial, metode yang digunakan untuk membuang
dan mengolah WEEE (Waste Electrical and Electronic Equipment), seperti
pembakaran, dapat mengakibatkan dampak kesehatan yang buruk pada pekerja. Di
situs-situs pembakaran dan daur ulang sampah elektronik informal ini, bahan kimia
berbahaya seperti arsenik, berilium, kadmium, timbal dan merkuri terkandung pada
tingkat yang cukup tinggi dan dapat menyebabkan masalah pernapasan, pencernaan,
dan sistem saraf. Oleh karena itu, Inggris berkali-kali diberi peringatan oleh komisi
Eropa dan dibawa ke Pengadilan Uni Eropa.

14
III.7 Posisi Indonesia

Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi Basel pada tanggal 12 Juli 1993


dengan Keputusan Presiden (KEPPRES) No. 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan
Basel Convention On The Control Of Transboundary Movements Of Hazardous
Wastes And Their Disposal. Pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan dalam
KEPPRES No. 61 Tahun 1993 dikutip sebagai berikut.
a. bahwa di Basel, Swiss, pada tanggal 22 Maret 1989 telah diterima Basel
Convention on the Control of Transboundary Movements of the Hazardous
Wastes and Their Disposal sebagai hasil the Conference of Plenipotentiaries
on the Global Convention on the Control of Transboundary Movements of
Hazardous Wastes yang diselenggarakan oleh the United Nations Environment
Programme (UNEP), yang mengatur larangan ekspor dan impor serta
pembangunan limbah berbahaya secara tidak sah;
b. bahwa secara geografis wilayah Republik Indonesia terdiri dari pulau-pulau
dengan perairan terbuka, karena itu sangat potensial sebagai tempat
pembuangan limbah berbahaya secara tidak sah dari luar negeri;
c. bahwa untuk memelihara kelestarian lingkungan serta mencegah agar wilayah
Republik Indonesia tidak menjadi tempat pembuangan limbah berbahaya,
dipandang perlu menjadi pihak pada Convention tersebut pada huruf a di atas;
d. bahwa sehubungan dengan itu, dan sesuai dengan Amanat Presiden Republik
Indonesia kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Nomor
2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan
Perjanjian-perjanjian dengan Negara Lain, dipandang perlu untuk
mengesahkan Convention tersebut dengan Keputusan Presiden.
Tahun 2005, regulasi diamandemen dengan Peraturan Presiden (PERPRES) No. 47
Tahun 2005 tentang Pengesahan Amendment To The Basel Convention On The
Control Of Transboundary Movements Of Hazardous Wastes And Their Disposal
(Amendemen Atas Konvensi Basel Tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas
Limbah Berbahaya Dan Pembuangannya). Amandemen juga salah satunya memiliki
tujuan untuk menegakkan regulasi pelarangan ekspor limbah B3 dari negara maju
dalam daftar dalam Annex VII, ke negara berkembang. Isu ini menjadi isu prioritas
yang dibahas dalam COP Basel 2019.

15
Indonesia semestinya berpartisipasi aktif dalam penegakkan Konvensi Basel
karena negara Indonesia adalah negara kepulauan dengan persentase perairan jauh
lebih besar daripada daratan. Indonesia tergolong juga negara maritim yang terletak
strategis di jalur pelayaran dunia, sehingga menjadikannya rentan terhadap jalur
masuk limbah atau sumber pencemar lainnya. Dalam rangka pengawasan transportasi
lintas limbah serta bahan kimia secara ilegal, diperlukan kerjasama Indonesia dengan
negara lain. Konvensi Basel juga mempermudah akses dan jalur informasi terkait
pergerakan bahan kimia, limbah B3, serta peptisida B3 yang dilarang dan dibatasi
sesuai persetujuan seluruh negara partisipan.

16
BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Limbah yang tergolong berbahaya adalah limbah yang memiliki sifat eksplosif,
mudah terbakar, oksidator, beracun, infeksius, korosif, dan ekotoksik. Tidak sedikit
industri yang mencoba mengirimkan limbah berbahaya dan beracun ke negara-negara
berkembang yang tidak memiliki regulasi yang solid untuk meregulasi jalannya hal
tersebut. Hal ini disebabkan oleh peningkatan biaya pengelolaan limbah berbahaya dan
beracun pada tahun 1980-an. Untuk mengurangi masalah tersebut beserta dampaknya,
negara-negara di dunia menghadiri Konvensi Basel. Pertemuan ini memiliki objektif
meminimalisasi produksi, penyelundupan ilegal dan transportasi lintas batas bahan
berbahaya dan beracun, serta mempublikasikan ESM dari limbah berbahaya dan
beracun agar timbulnya gangguan kesehatan manusia dapat ditekan. Pada tahun 2019,
dilakukan amandemen mengenai pengendalian perdagangan limbah plastik.
Selain itu, diatur pula limbah yang memerlukan pertimbangan khusus dan dikontrol
pengelolaannya. Prinsip perpindahan lintas batas limbah berbahaya yang beracun yang
diberlakukan antarnegara adalah Prior Informed Consent (PIC). PIC terdiri dari empat
tahap: pemberitahuan, persetujuan dan penerbitan dokumen perjalanan, perpindahan
lintas batas, serta konfirmasi pembuangan. Walaupun kewajiban yang dirumuskan
sebagai hasil Konvensi Basel bersifat tidak mutlak, Konvensi Basel membantu
Indonesia dengan berkurangnya jumlah limbah B3 yang masuk secara ilegal melalui
pemalsuan dokumen dan sebagainya. Indonesia telah meratifikasikan Konvensi Basel
melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1993 dalam rangka
menekan angka illegal traffic of hazardous waste yang dibuang ke Indonesia.

IV.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ditarik, dapat diformulasikan langkah-langkah lanjutan


yang dapat menunjang penerapan Konvensi Basel di Indonesia, sebagai berikut.
1. Peningkatan pengawasan, pengawalan, dan ketegasan penindakan impor limbah
berbahaya dan beracun agar insiden pembuangan limbah secara ilegal di negara lain
dapat terus berkurang dan hilang. Dalam setiap tahunnya, dapat diadakan pula

17
evaluasi tahunan tentang ketercapaian penerapan Konvensi Basel di Indonesia agar
keberjalanan penerapan Konvensi Basel di Indonesia dalam satu tahun ke belakang
dapat direfleksikan dan dijadikan motivasi untuk lebih patuh lagi.
2. Pengiriman limbah berbahaya dan beracun yang dengan sengaja diselundupkan ke
Indonesia kembali ke negara pengirim, serta melakukan penindakan lebih lanjut
sesuai hukum di negara yang bersangkutan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Yoni. 2019. Memahami Metode Penelitian Kualitatif. Diakses dari


https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12773/Memahami-Metode-Penelitian-Kual
itatif.html pada 16 Oktober 2022, pukul 19.56 WIB
Haryadi, Yulius. 2017. Pelanggaran Inggris terhadap Konvensi Basel: Digital Dumping
Ground di Nigeria. Journal of International Relations, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2017,
hal. 32-39.
Kumer, K., 1995. International Management of Waste : The Basel Convention and Related
Legal Rules. Oxford: Clarendon Press.
National Environment Agency. 2022. Main Provisions of the Basel Convention. Diakses
https://www.nea.gov.sg/corporate-functions/resources/legislation-international-law/multil
ateral-environmental-agreements/chemical-safety/basel-convention/main-provisions-of-th
e-basel-convention/ pada 16 Oktober 2022.
Nainggolan, J.H.P, & Tengku M.D. 2016. Konvensi Basel 1989, Mata Kuliah Hukum
Lingkungan Internasional. Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
UN Environment Progamme. 2011. Basel Convention. Diakses melalui
http://www.basel.int/?tabid=4499 pada 16 Oktober 2022, pukul 21.10 WIB

19
LAMPIRAN A

Tabel Daftar Partisipan Konvensi Basel

Ratification,
Signature,
Acceptance (A),
Participant Succession to Entry into force
Approval (AA),
Signature
Accession (a)

Afghanistan 22/03/1989 25/03/2013 23/06/2013

Albania 29/06/1999 (a) 27/09/1999

Algeria 15/09/1998 (a) 14/12/1998

Andorra 23/07/1999 (a) 21/10/1999

Angola 06/02/2017 (a) 07/05/2017

Antigua and Barbuda 05/04/1993 (a) 04/07/1993

Argentina 28/06/1989 27/06/1991 05/05/1992

Armenia 01/10/1999 (a) 30/12/1999

Australia 05/02/1992 (a) 05/05/1992

Austria 19/03/1990 12/01/1993 12/04/1993

Azerbaijan 01/06/2001 (a) 30/08/2001

Bahamas 12/08/1992 (a) 10/11/1992

Bahrain 22/03/1989 15/10/1992 13/01/1993

Bangladesh 01/04/1993 (a) 30/06/1993

Barbados 24/08/1995 (a) 22/11/1995

Belarus 10/12/1999 (a) 09/03/2000

Belgium 22/03/1989 01/11/1993 30/01/1994

Belize 23/05/1997 (a) 21/08/1997

Benin 04/12/1997 (a) 04/03/1998

Bhutan 26/08/2002 (a) 24/11/2002

20
Bolivia (Plurinational State
of) 22/03/1989 15/11/1996 13/02/1997

Bosnia and Herzegovina 16/03/2001 (a) 14/06/2001

Botswana 20/05/1998 (a) 18/08/1998

Brazil 01/10/1992 (a) 30/12/1992

Brunei Darussalam 16/12/2002 (a) 16/03/2003

Bulgaria 16/02/1996 (a) 16/05/1996

Burkina Faso 04/11/1999 (a) 02/02/2000

Burundi 06/01/1997 (a) 06/04/1997

Cabo Verde 02/07/1999 (a) 30/09/1999

Cambodia 02/03/2001 (a) 31/05/2001

Cameroon 09/02/2001 (a) 10/05/2001

Canada 22/03/1989 28/08/1992 26/11/1992

Central African Republic 24/02/2006 (a) 25/05/2006

Chad 10/03/2004 (a) 08/06/2004

Chile 31/01/1990 11/08/1992 09/11/1992

China 22/03/1990 17/12/1991 05/05/1992

Colombia 22/03/1989 31/12/1996 31/03/1997

Comoros 31/10/1994 (a) 29/01/1995

Congo 20/04/2007 (a) 19/07/2007

Cook Islands 29/06/2004 (a) 27/09/2004

Costa Rica 07/03/1995 (a) 05/06/1995

Côte d'Ivoire 01/12/1994 (a) 01/03/1995

Croatia 09/05/1994 (a) 07/08/1994

Cuba 03/10/1994 (a) 01/01/1995

Cyprus 22/03/1989 17/09/1992 16/12/1992

Czechia 30/09/1993 (d) 01/01/1993

21
Democratic People's
Republic of Korea 10/07/2008 (a) 08/10/2008

Democratic Republic of the


Congo 06/10/1994 (a) 04/01/1995

Denmark 22/03/1989 06/02/1994 (AA) 07/05/1994

Djibouti 31/05/2002 (a) 29/08/2002

Dominica 05/05/1998 (a) 03/08/1998

Dominican Republic 10/07/2000 (a) 08/10/2000

Ecuador 22/03/1989 23/02/1993 24/05/1993

Egypt 08/01/1993 (a) 08/04/1993

El Salvador 22/03/1990 13/12/1991 05/05/1992

Equatorial Guinea 07/02/2003 (a) 08/05/2003

Eritrea 10/03/2005 (a) 08/06/2005

Estonia 21/07/1992 (a) 19/10/1992

Eswatini 08/08/2005 (a) 06/11/2005

Ethiopia 12/04/2000 (a) 11/07/2000

European Union 22/03/1989 07/02/1994 (AA) 08/05/1994

Finland 22/03/1989 19/11/1991 (A) 05/05/1992

France 22/03/1989 07/01/1991 (AA) 05/05/1992

Gabon 06/06/2008 (a) 04/09/2008

Gambia 15/12/1997 (a) 15/03/1998

Georgia 20/05/1999 (a) 18/08/1999

Germany 23/10/1989 21/04/1995 20/07/1995

Ghana 30/05/2003 (a) 28/08/2003

Greece 22/03/1989 04/08/1994 02/11/1994

Grenada 15/10/2021 (a) 13/01/2022

Guatemala 22/03/1989 15/05/1995 13/08/1995

22
Guinea 26/04/1995 (a) 25/07/1995

Guinea-Bissau 09/02/2005 (a) 10/05/2005

Guyana 04/04/2001 (a) 03/07/2001

Haiti 22/03/1989

Honduras 27/12/1995 (a) 26/03/1996

Hungary 22/03/1989 21/05/1990 (AA) 05/05/1992

Iceland 28/06/1995 (a) 26/09/1995

India 15/03/1990 24/06/1992 22/09/1992

Indonesia 20/09/1993 (a) 19/12/1993

Iran (Islamic Republic of) 05/01/1993 (a) 05/04/1993

Iraq 02/05/2011 (a) 31/07/2011

Ireland 19/01/1990 07/02/1994 08/05/1994

Israel 22/03/1989 14/12/1994 14/03/1995

Italy 22/03/1989 07/02/1994 08/05/1994

Jamaica 23/01/2003 (a) 23/04/2003

Japan 17/09/1993 (a) 16/12/1993

Jordan 22/03/1989 22/06/1989 (AA) 05/05/1992

Kazakhstan 03/06/2003 (a) 01/09/2003

Kenya 01/06/2000 (a) 30/08/2000

Kiribati 07/09/2000 (a) 06/12/2000

Kuwait 22/03/1989 11/10/1993 09/01/1994

Kyrgyzstan 13/08/1996 (a) 11/11/1996

Lao People's Democratic


Republic 21/09/2010 (a) 20/12/2010

Latvia 14/04/1992 (a) 13/07/1992

Lebanon 22/03/1989 21/12/1994 21/03/1995

Lesotho 31/05/2000 (a) 29/08/2000

23
Liberia 22/09/2004 (a) 21/12/2004

Libya 12/07/2001 (a) 10/10/2001

Liechtenstein 22/03/1989 27/01/1992 05/05/1992

Lithuania 22/04/1999 (a) 21/07/1999

Luxembourg 22/03/1989 07/02/1994 08/05/1994

Madagascar 02/06/1999 (a) 31/08/1999

Malawi 21/04/1994 (a) 20/07/1994

Malaysia 08/10/1993 (a) 06/01/1994

Maldives 28/04/1992 (a) 27/07/1992

Mali 05/12/2000 (a) 05/03/2001

Malta 19/06/2000 (a) 17/09/2000

Marshall Islands 27/01/2003 (a) 27/04/2003

Mauritania 16/08/1996 (a) 14/11/1996

Mauritius 24/11/1992 (a) 22/02/1993

Mexico 22/03/1989 22/02/1991 05/05/1992

Micronesia (Federated
States of) 06/09/1995 (a) 05/12/1995

Monaco 31/08/1992 (a) 29/11/1992

Mongolia 15/04/1997 (a) 14/07/1997

Montenegro 23/10/2006 (d) 03/06/2006

Morocco 28/12/1995 (a) 27/03/1996

Mozambique 13/03/1997 (a) 11/06/1997

Myanmar 06/01/2015 (A) 06/04/2015

Namibia 15/05/1995 (a) 13/08/1995

Nauru 12/11/2001 (a) 10/02/2002

Nepal 15/10/1996 (a) 13/01/1997

Netherlands 22/03/1989 16/04/1993 (A) 15/07/1993

24
New Zealand 18/12/1989 20/12/1994 20/03/1995

Nicaragua 03/06/1997 (a) 01/09/1997

Niger 17/06/1998 (a) 15/09/1998

Nigeria 15/03/1990 13/03/1991 05/05/1992

North Macedonia 16/07/1997 (a) 14/10/1997

Norway 22/03/1989 02/07/1990 05/05/1992

Oman 08/02/1995 (a) 09/05/1995

Pakistan 26/07/1994 (a) 24/10/1994

Palau 08/09/2011 (a) 07/12/2011

Panama 22/03/1989 22/02/1991 05/05/1992

Papua New Guinea 01/09/1995 (a) 30/11/1995

Paraguay 28/09/1995 (a) 27/12/1995

Peru 23/11/1993 (a) 21/02/1994

Philippines 22/03/1989 21/10/1993 19/01/1994

Poland 22/03/1990 20/03/1992 18/06/1992

Portugal 26/06/1989 26/01/1994 26/04/1994

Qatar 09/08/1995 (a) 07/11/1995

Republic of Korea 28/02/1994 (a) 29/05/1994

Republic of Moldova 02/07/1998 (a) 30/09/1998

Romania 27/02/1991 (a) 05/05/1992

Russian Federation 22/03/1990 31/01/1995 01/05/1995

Rwanda 07/01/2004 (a) 06/04/2004

Saint Kitts and Nevis 07/09/1994 (a) 06/12/1994

Saint Lucia 09/12/1993 (a) 09/03/1994

Saint Vincent and the


Grenadines 02/12/1996 (a) 02/03/1997

Samoa 22/03/2002 (a) 20/06/2002

25
Sao Tome and Principe 12/11/2013 (a) 10/02/2014

Saudi Arabia 22/03/1989 07/03/1990 05/05/1992

Senegal 10/11/1992 (a) 08/02/1993

Serbia 18/04/2000 (a) 17/07/2000

Seychelles 11/05/1993 (a) 09/08/1993

Sierra Leone 01/11/2016 (a) 30/01/2017

Singapore 02/01/1996 (a) 01/04/1996

Slovakia 28/05/1993 (d) 01/01/1993

Slovenia 07/10/1993 (a) 05/01/1994

Solomon Islands 25/08/2022 (a) 23/11/2022

Somalia 26/07/2010 (a) 24/10/2010

South Africa 05/05/1994 (a) 03/08/1994

Spain 22/03/1989 07/02/1994 08/05/1994

Sri Lanka 28/08/1992 (a) 26/11/1992

State of Palestine 02/01/2015 (a) 02/04/2015

Sudan 09/01/2006 (a) 09/04/2006

Suriname 20/09/2011 (a) 19/12/2011

Sweden 22/03/1989 02/08/1991 05/05/1992

Switzerland 22/03/1989 31/01/1990 05/05/1992

Syrian Arab Republic 11/10/1989 22/01/1992 05/05/1992

Tajikistan 30/06/2016 (a) 28/09/2016

Thailand 22/03/1990 24/11/1997 22/02/1998

Togo 02/07/2004 (a) 30/09/2004

Tonga 26/03/2010 (a) 24/06/2010

Trinidad and Tobago 18/02/1994 (a) 19/05/1994

Tunisia 11/10/1995 (a) 09/01/1996

26
Türkiye 22/03/1989 22/06/1994 20/09/1994

Turkmenistan 25/09/1996 (a) 24/12/1996

Tuvalu 21/08/2020 (a) 19/11/2020

Uganda 11/03/1999 (a) 09/06/1999

Ukraine 08/10/1999 (a) 06/01/2000

United Arab Emirates 22/03/1989 17/11/1992 15/02/1993

United Kingdom of Great


Britain and Northern
Ireland 06/10/1989 07/02/1994 08/05/1994

United Republic of
Tanzania 07/04/1993 (a) 06/07/1993

United States of America 22/03/1990

Uruguay 22/03/1989 20/12/1991 05/05/1992

Uzbekistan 07/02/1996 (a) 07/05/1996

Vanuatu 16/10/2018 (a) 14/01/2019

Venezuela (Bolivarian
Republic of) 22/03/1989 03/03/1998 01/06/1998

Viet Nam 13/03/1995 (a) 11/06/1995

Yemen 21/02/1996 (a) 21/05/1996

Zambia 15/11/1994 (a) 13/02/1995

Zimbabwe 01/03/2012 (a) 30/05/2012

(Sumber: Basel.int, 2011)

27

Anda mungkin juga menyukai